Anda di halaman 1dari 13

Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.

php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

STUDI PENURUNAN TSS, TURBIDITY, DAN COD DENGAN


MENGGUNAKAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KEONG
SAWAH (Pila Ampullacea) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT. PHAPROS, TBK SEMARANG

Mohammad NaffahAinurrofiq*)Purwono**),Mochtar Hadiwidodo **)


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang-Semarang 50275
Email: m.naffah.a@gmail.com

Abstrak
Kitosan adalah jenis polimer alam yang mempunyai rantai lurus dan mempunyai rumus
umum (C6H11NO4) atau dikenal sebagai poly ( β-(1- 4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose)
adalah biopolimer yang mengandung gugus amino bebas dan gugus hidroksil pada rantai
karbonnya sehingga membuat kitosan bersifat reaktif. Kitosan mempunyai sifat menyerap
dan penggumpal yang baik, serta dapat meningkatkan reaktifitas dalam pembuatan
turunannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dosis dan kecepatan pengadukan
cepat yang optimum serta menentukan efisiensi penurunan parameter TSS, Turbidity, dan
COD. Cangkang keong Sawah mengandung kitosan yang dapat digunakan sebagai bio
koagulan, dengan penambahan inovasi ukuran kitosan berupa nano partikel diharapkan
dapat meningkatkan efektifitasnya. Metode persiapan berupa deproteinasi, demineralisasi
dan deasetilasi. Proses nano partikel menggunakan alat HEM, uji ukuran partikel
menggunakan SEM dan uji gugus fungsi menggunakan FTIR. Penelitian dilakukan dalam
skala laboratorium dengan menggunakan jartest. Variasi penelitian dilakukan pada
kecepatan pengadukan cepat yaitu: 100 rpm,125 rpm dan 150 rpm; sedangkan untuk variasi
dosis adalah 150 mg/L, 200 mg/L, 250 mg/L dan 300 mg/L. Karakteristik kitosan yang
dihasilkan untuk tiap-tiap parameter yaitu: warna coklat abu- abu, ukuran partikel serbuk
nano, kadar air 5,34 %, kadar abu 1,14 % dan derajat deasetil 25,27 %.Nilai konsentrasi
awal air limbah untuk parameter TSS 223 mg/L, kekeruhan 63,3 NTU dan COD 435,7 mg/L.
Penurunan konsentrasi TSS sebesar 55,19 %, kekeruhan 64,73 % dan COD 55,63 %. Dosis
yang optimum adalah 200 mg/L dengan kecepatan pengadukan cepat 150rpm.
Kata kunci : Nano Biokoagulan, Keong Sawah, Limbah Cair Farmasi , Koagulasi, Flokulasi

Abstract
[Study of Reduction in TSS, Turbidity, and COD by Using Chitosan from Field Conch
Shell as Nano Biocoagulant in Processing Waste Water of PT. Phapros, Tbk Semarang].
Chitosan is a natural polymer that has the kind of straight-chain and have the general
formula (C6H11NO4), otherwise known as poly (β- (1- 4) -2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose)
is a biopolymer containing free amino groups and clusters hydroxyl on the carbon chain thus

*)
1 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

making chitosan reactive. Chitosan has ability to absorb and good coagulant, and also can
increase the reactivity in the manufacture of derivatives. The Research aims to Analysis the
optimum dose and the optimum quick stirring speed and also to determine the efficiencin
redusing the parameters of TSS, Turbidity and COD.Field conch shell containing chitosan
which can be used as bio coagulant, with the addition of chitosan measure innovation in the
form of nano-particles is expected to increase its effectiveness.Supply methods such
deproteination, demineralization and deacetylation. The nanoparticles using HEM, particle
size using SEM and test the functional groups using FTIR.Research conducted in laboratory
scale using a jar tesr. Variations in the research done on the stirring speed faster: 100rpm,
125rpm and 150rpm, whereas for dose variation is 150mg/L, 200mg/L, 250mg/L and
300mg/L. Characteristics of chitosan produced for each parameter : color brown, nano
particle size,moisture content of 5,34%, ash content 1,14% and degree of deacetylation 25.27
%.The value of initial concentration of wastewater for parameters TSS is 219 mg/L, turbidity
61,9 NTU and COD 451 mg/L. TSS concentration decline by 55,19 %, turbidity 64,73 % and
55,63 COD. Optimum dose is 200 mg/L with rapid stirring speed 150 rpm.
Keyword : Nano-bio coagulant, Field conch, Farmation wastewater, coagulation,
flocculation

secara berlebihan. Kitosan adalah jenis


PENDAHULUAN
polimer alam yang mempunyai rantai
Instalasi Pengolahan Air Limbah
lurus dan mempunyai rumus umum
(IPAL) PT. Phapros, Tbk Semarang dalam
(C6H11NO4) atau dikenal sebagai poly (β-
proses pengolahan limbah menggunakan
(1-4)-2-amino-2-deoxy-D-
proses koagulasi flokulasi dengan jenis
glucopyranose) adalah biopolimer yang
koagulan yang dipakai adalah bahan kimia
mengandung gugus amino bebas dan
yaitu PAC (Poly Alumunium Chloride).
gugus hidroksil pada rantai karbonnya
Koagulan sintetis seperti aluminium sulfat
sehingga membuat kitosan bersifat
(alum) dan kalsium hipoklorit memiliki
reaktif. Kitosan mempunyai sifat
beberapa kelemahan, baik dari segi
biokompabilitas, biodegradasi, tidak
kesehatan maupun lingkungan. Dari aspek
beracun, tidak alergenik dan
lingkungan, penggunaan koagulan sintetik
berkemampuan untuk formasi serat dan
dalam jumlah besar dan terus menerus,
film (Hasan, 2007). Selain itu kitosan
akan menimbulkan penumpukan sejumlah
juga mempunyai sifat menyerap dan
limbah lumpur sisa pengendapan yang
sukardi degradasi, dan dapat mengubah penggumpal yang baik, sifat ini dapat
meningkatkan reaktifitas dalam
keasaman air dan tanah disekitarnya,
pembuatan turunannya.
sehingga berdampak buruk bagi
lingkungan (Hendrawati, 2016). Penelitian ini menggunakan
cangkang keong sawah sebagai nano
Selain koagulan sintetik, terdapat
biokoagulan dalam penyisihan TSS,
pula koagulan alami atau dikenal dengan
Turbidity, dan COD pada limbah cair PT.
biokoagulan, yang diharapkan dapat
Phapros, Tbk Semarang dengan memakai
mengurangi permasalahan yang timbul
metode Jar test yang mengacu pada SNI
akibat penggunaan koagulan sintetis

*)
2 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

19-6449-2000. Tujuan dari penelitian ini dengan aquades beberapa kali sampai
adalah untuk menganalisis dosis dan pH netral. kemudian dikeringkan
kecepatan optimum pengadukan menggunakan oven dengan suhu 100 oC
cepat,sertamenentukanefisiensi selama 24 jam.
penurunan konsentrasi TSS, Turbidity,
2. Demineralisasi
dan COD limbah cair. Demineralisasi bertujuan untuk
METODOLOGI menghilangkan mineral – mineral yang
ada di dalam serbuk cangkang keong
Ada tiga tahapan kegiatan dalam
sawah. Sisa hasil dari proses
pelaksanaan penelitian ini:
deproteinasi setelah melalui proses
1) Persiapan,
pengeringan, kemudian dilarutkan
2) Pelaksanaan, dan
dengan larutan HCL 1 N dengan
3) Penulisan Laporan
perbandingan (b/v) 1:15. Kemudian
Pada tahap persiapan dilakukan dipanaskan dengan kompor listrik
persiapan bahan baku yaitu cangkang dengan suhu suhu 75 oC sambil diaduk
keong sawah, pengeringan, penghalusan, dengan magnet stirrer selama 1 jam,
dan terakhir pengayakan dengan saringan setelah itu disaring dan Padatan yang
ukuran 100 mest untuk menyeragamkan diperoleh dicuci dengan aquades
ukuran. Serbuk yang lolos melewati beberapa kali sampai pH netral.
saringan dikumpulkan sampai mencapai kemudian dikeringkan menggunakan
100 gram untuk digunakan sebagai bahan oven dengan suhu 100 oC selama 24
baku pembuatan kitosan. jam.
Isolasi Kitin dari cangkang keong sawah 3. Deasetilasi
Isolasi kitin dilakukan dengan Deasetilasi digunakan untuk memutus
metodeNo dan Meyers (Sinardi, 2013). rantai gugus asetil (-COCH3) dari kitin
Melalui tiga tahap pemurnian yaitu dengan menggunakan larutan alkali
deproteinasi, demineralisasi, dan sehingga fungsi dari gugus asetil
deasetilasi. digantikan dengan gugus amina (-NH2).
Untuk membuat kitosan dari kitin hasil
1. Deproteinasi proses demineralisasi perlu melalui
Deproteinasi bertujuan untuk proses deasetilasi dengan larutan NaOH
menghilangkan kandungan protein yang 50% dengan perbandingan (b/v) 1:10.
ada di dalam serbuk cangkang keong Panaskan dengan hot plate suhu 85 oC
sawah. Serbuk cangkang keong sawah sambil diaduk dengan magnet stirrer
yang sudah lolos melalui saringan selama 1 jam, kemudian dikeringkan
ukuran 100 mest sebanyak 100 gram menggunakan oven dengan suhu 100 oC
kemudian dilarutkan dengan larutan selama 24 jam.
NaOH 3 % dengan perbandingan (b/v)
1:10. Kemudian dipanaskan dengan Pembuatan Kitosan Menjadi ukuran
kompor listrik dengan suhu suhu 85 oC Nano
sambil diaduk dengan magnet stirrer Pembuatan nanobiokoagulan
selama 30 menit, setelah itu disaring kitosan dengan menggunakan alat HEM
dan Padatan yang diperoleh dicuci (higth Energy Milling) yang dilakukan

*)
3 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

di Laboratorium Material FMIPA


Universitas Diponegoro. Keterangan:
a : Beratwadah + sampelbasah (g)
Karakterisasi Kitosan b : Beratwadah + sampelkering (g)
Setelah dilakukan proses isolasi c : Beratsampelbasah (g)
kitin menjadi kitosan selanjutnya
dilakukan uji karakteristik kitosan yang 3. Kadar Abu
bertujuan untuk mengetahui kandungan Pengujian Kadar Abu digunakan
dan mutu / kualitas dari koagulan. untuk mengetahui total mineral dalam
1. Ukuran Partikel kitosan. Protan Laboratories Inc
Proses pembuatan partikel kitosan menetapkan nilai kadar abu yang baik
menjadi berukuran nano dilakukan di pada kitosan adalah ≤ 2% (Bastaman,
laboratorium material Fakultas Sains 1989). Pengujian kadar air dapat
dan Matematika Universitas dilakukan dengan metode AOAC
Diponegoro Semarang. Peneliti tidak (Association of Analytical
ikut terlibat dalam proses karena Communities).
keterbatasan pengetahuan tentang alat Perhitungan kadar air dapat
dan juga prosedur dari laborat. dilakukan dengan rumus sebagai
Parameter yang digunakan adalah 600 berikut (Sudarmaji, 1994):
rpm dalam waktu 1 jam per sample. 𝑎−𝑏
% kadar air = 𝑐 × 100%
Selanjutnya sampel di bawa ke
Laboratorium Terpadu untuk dilakukan
Keterangan :
uji SEM.
a :berat wadah + sampel awal (g)
Sedangkan untuk uji FTIR dilakukan b :berat wadah + sampel akhir (g)
di laboratorium Teknik Kimia c :berat sampel awal (g)
Universitas Negeri Semarang. Proses
ini juga sepenuhnya diserahkan kepada 4. SEM (Scanning Electron
pihak laborat karena prosedur dan Microscopy)
peraturan yang sudah ada. Karakterisasi SEM dilakukan di
2. Kadar Air Laboratorium Terpadu Universitas
Kadar air merupakan salah satu Diponegoro Semarang dengan
parameter yang sangat penting untuk perbesaran 10.000 kali.
menentukan mutu kitosan. Protan
Laboratories Inc menetapkan standar 5. FTIR (Fourier Transform Infra Red)
mutu untuk kadar air kitosan adalah Karakterisasi dilakukan di
≤10% (Bastaman, 1989). Pengujian Laboratorium Kimia Universitas Negeri
kadar air dapat dilakukan dengan Semarang dengan alat FTIR. Sampel
metode AOAC (Association of kitosan serbuk disiapkan sebanyak 0,2
Analytical Communities). gram kemudian dimasukkan kedalam
Perhitungan kadar air dapat plat.
dilakukan dengan rumus sebagai Untuk mengetahui derajat
berikut (Sudarmaji, 1994): deasetilasinya (DD) digunakan metode
𝑎−𝑏 base line
% kadar air = 𝑐 × 100%
yang diusulkan oleh Domszy dan

*)
4 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Rovert (Khan et al., 2002), seperti yang Pencampuran kitosan dengan asam
ditunjukan dalam persamaan 1: asetat 1% dilakukan pengadukan dengan
menggunakan magnetic stirrer selama
% 𝐷𝐷
kurang lebih 2 jam untuk memastikan
𝐴1,655 1 kitosan terlarut sempurna. Untuk
= (1 − ( 𝑥 )) 𝑥 100 %
𝐴3,450 1,33 mendapatkan masing - masing dosis 150
mg/l, 200 mg/l, 250 mg/l dan 300 mg/l
Dengan : maka dilakukan pengenceran terhadap
A = - log %T kitosan yang sudah dicampur asam asetat.
A1588 = Absorbansi pada panjang Diambil masing – masing 15, 20, 25, dan
gelombang 1655cm- untuk 30 ml dari kitosan induk kemudian
serapan gugus ditambahkan aquades sampai batas takar
amida/asetamida labu ukur 100 ml.
A3410 = Absorbansi pada panjang Sebanyak 900 mL limbah cair
gelombang3450cm- untuk ditambahkan dengan 100 ml kitosan hasil
serapan gugushidroksil (OH) pengenceran dimasukkan ke dalam gelas
ukur 1000 ml. Dilakukan proses jartest
pada kecepatan pengadukan 100, 125 dan
Aplikasi kitosan nano biokoagulan
300 rpm selama 1 menit setelah
keong sawah
penambahan koagulan, kemudian
Aplikasi kitosan dari keong sawah dilanjutkan dengan slow mixing pada 45
sebagai koagulan menggunakan Jartest rpm selama 15 menit. Setelah proses
Flocculator SW1 (Stuart Scientific) pada flokulasi selesai, flok yang telah terbentuk
limbah cair PT. Phapros, Tbk Semarang. dibiarkan mengendap selama 30 menit.
Penelitian dilakukan secara batch Setelah terpisah dari flok, sampel segera
dalam skala laboratorium dengan dianalisis.
menggunakan jar-test, yang juga HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan simulasi dari operasional
Dari hasil penelitian didapatkan data
proses pengolahan konvensional
penurunan TSS, Turbidity, dan COD
(koagulasi, flokulasi, dan pengendapan),
berdasarkan variasi dosis dan kecepatan
jar-test dilakukan pada suhu kamar. 1gram
pengadukan cepat, serta efisiensi nya
kitosan dilarutkan dalam 100 mL asam
adalah sebagai berikut :
asetat 1% untuk mendapatkan 10.000 mg/l
kitosan induk (1% b:v).
Pada penelitian ini, dilakukan variasi
dosis dan juga kecepatan pengadukan
cepat. Untuk variasi dosis diacu dari
penelitian sinardi (2013). Variasi dosis
yang digunakan pada penelitian ini adalah
150, 200, 250,dan 300 mg/l. Sedangkan
untuk kecepatan pengadukan cepat, variasi
nya adalah 100, 125 dan 150 rpm.

*)
5 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

1. Dosis Nano Biokoagulan Cangkang banyak. Dengan semakin bertambahnya


Keong Sawah (Pila Ampullaceae) dosis yang diberikan maka partikel koloid
Yang Optimal Dalam Menurunkan yang tergabung membentuk makroflok
Konsentrasi TSS, Turbidity Dan COD semakin banyak dan menyisakan koloid
 Parameter TSS yang lebih sedikit pada hasil akhir.
Hasil uji jar test untuk parameter TSS Namun Pemberian dosis yang
ditampilkan pada tabel 1 dan gambar 1 melebihi batas optimum mengakibatkan
Tabel 1. Perbandingan Nilai terhambatnya proses pembentukan flok,
Konsentrasi TSS karena kation yang terlalu banyak
TSS (mg/l)
No.
DOSIS
(mg/l)
KECEPATAN
(rpm)
Hasil
Analisa
Hasil Analisa
Setelah
mengakibatkan gaya elektrostatis pada
100
Awal (mg/l) Perlakuan (mg/l)
186
koloid yang sudah menyatu pada
1. 0 125 193 makroflok menjadi besar dan
150 183
100 162 mengakibatkan rusaknya ikatan yang telah
2. 150 125 144
150 142 terbentuk. Hal ini dapat diamati pada
100 128
3. 200 125 223 118
grafik diatas, terlihat pada dosis 250 dan
150
100
93.0
108
300 mg/l pada kecepatan pengadukan
4. 250 125
150
98.0
83.0
cepat 150 rpm, terjadi penurunan yang
100 91.0 sangat sedikit.
5. 300 125 88.0
150 82.0
Menurut Akhtar, dkk (1997) naiknya
(Sumber : Analisis Penulis, 2016) kembali kadar TSS diakibatkan oleh
restabilisasi partikel koloid akibat dari
dosis yang berlebih. Dimana restabilisasi
ini merupakan proses pembalikan muatan
partikel koloid yang pada umumnya
hampir semua partikel koloid di dalam
perairan bermuatan negatif dan berubah
menjadi positif akibat penyerapan dari
dosis berlebih yang menghasilkan kembali
gaya tolak menolak antar partikel koloid
Gambar 1. Grafik Hubungan Dosis karena memiliki muatan yang sama
KoagulanTerhadap Konsentrasi TSS sehingga tidak dapat membentuk flok yang
(Sumber : Analisis Penulis, 2016) lebih besar dan menyebabkan peningkatan
kembali kadar TSS pada sampel.
Dari grafik diatas diketahui bahwa
konsentrasi TSS mengalami penurunan Dari hasil penelitian ini, untuk
relatif secara bertahap dari dosis 150 parameter TSS penurunan yang paling
mg/L, 200 mg/L, 250 mg/L dan 300 mg/L. optimum adalah pada dosis 300 mg/l
Pemberian dosis berpengaruh besar dalam dengan kecepatan pengadukan cepat 150
keberhasilan proses koagulasi flokulasi. rpm dengan nilai penurunan konsentrasi
Seperti terlihat pada grafik di atas bahwa TSS sebesar 82 mg/l.
pemberian dosis yang telalu kecil
mengakibatkan proses pembentukan flok
menjadi kekurangan inti flok sehingga
menyisakan partikel koloid yang lebih

*)
6 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

 Parameter Turbidity terjadinya penurunan TSS dan kekeruhan


Hasil uji jar test untuk parameter tidak selalu berhubungan secara linear.
Turbidity ditampilkan pada tabel 2 dan Karena belum tentu kadar TSS yang lebih
gambar 2 kecil akan memiliki nilai kekeruhan yang
lebih kecil pula, karena selain padatan
Tabel 2. Perbandingan Nilai tersuspensi penyebab kekeruhan juga
Konsentrasi Turbidity terdapat faktor lain yang dapat disebabkan
Kekeruhan (NTU)
Hasil Analisa
oleh warna dan lain - lain.
DOSIS KECEPATAN Hasil
No. Setelah
(mg/l) (rpm) Analisa
Awal (NTU)
Perlakuan Dari grafik diatas diketahui bahwa
(NTU)
100 61.1
kadar kekeruhan mengalami tren
1. 0 125 61.4 penurunan dengan penambahan berbagai
150 60.1
100 35.0 dosis koagulan. Penurunan kadar
2. 150 125
150
36.5
30.8
kekeruhan dari air limbah berbeda - beda
100 24.5 tergantung dari dosis dan pengadukan
3. 200 125 63.3 25.0
150 21.2
cepat yang dilakukan. Jika dihubungkan
100 24.6 antara penurunan kadar TSS dengan kadar
4. 250 125 23.6
150 21.7 kekeruhan maka dapat disimpulkan bahwa
5. 300
100
125
25.3
24.6
penurunan kekeruhan relatif linier dengan
150 22.4 penurunan TSS. Seperti pada grafik 2
(Sumber : Analisis Penulis, 2016) dapat dihubungkan bahwa jika TSS yang
disisihkan semakin besar, maka nilai
kekeruhan yang terdapat pada grafik 3
juga mengalami penurunan.
Dari hasil penelitian ini, untuk nilai
parameter kekeruhan paling optimum
dalam menurunkan kekeruhan adalah pada
dosis 200 mg/l dengan kecepatan
pengadukan cepat 150 rpm sebesar 21.2
NTU.
Gambar 2. Grafik Hubungan Dosis  Parameter COD
Koagulan Terhadap Konsentrasi Hasilujijar test untuk parameter COD
Kekeruhan ditampilkanpadatabel 3dangambar3
(Sumber : Analisis Penulis, 2016)

Dalam penelitian ini, setelah


dilakukan proses jartest dengan
menambahkan kitosan nano biokoagulan
keong sawah pada proses koagulasi
flokulasi, terjadi penurunan kekeruhan.
Penurunan kekeruhan ini, jika
dibandingkan dengan penurunan TSS
sama - sama memiliki trend penurunan
yang hamip mirip. Namun proses

*)
7 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Tabel 3. Perbandingan Nilai TSS. Kemudian setelah partikel-partikel


Konsentrasi COD organik tersebut mengendap maka hasil
COD (mg/l) COD yang terukur menjadi lebih kecil.
No.
DOSIS KECEPATAN Hasil
Hasil Analisa Selain itu kenapa pada pengukuran
Setelah
(mg/l) (rpm) Analisa
Awal (mg/l)
Perlakuan parameter TSS didapatkan dosis optimal
(mg/l)
100 370.981
sebesar 300 mg/l sedangkan pada
1 0 125 346.418 pengukuran Turbidity dan COD
150 350.512 didapatkan dosis optimal 200 mg/l. Hal ini
100 294.016
2 150 125 255.533 disebabkan karena, pada parameter TSS
150 244.071 selain sebagian besar pengukuran
100 250.621
3 200 125 435.7 232.608 dipengaruhi oleh banyaknya partikulat –
150 193.306 partikulat yang tersuspensi di dalam air
100 260.446
4 250 125 237.520 limbah, juga dipengaruhi oleh zat – zat
150 199.856 yang terlarut di dalamnya. Seperti warna
5 300
100
125
277.641
245.954
yang didapatkan dari bahan – bahan yang
150 217.870 digunakan dalam proses pembuatan obat –
(Sumber : Analisis Penulis, 2016) obatan. Dari hasil pengamatan di lapangan,
hasil outlet dari pengolahan Limbah cair
PT. Phapros, Tbk sendiri masih
menunjukkan bahwa limbah masih
berwarna atau tidak jernih. Warna yang
diterlihat , tergantung dari bahan baku
pembuatan obat hasil produksi yang
digunakan.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan
bahwa pada pengukuran TSS
Gambar 3. Grafik Hubungan Dosis membutuhkan dosis yang lebih besar
KoagulanTerhadap Konsentrasi COD karena jumlah partikel yang tersuspensi
(Sumber : Analisis Penulis, 2016) seperti zat – zat organik dan lumpur halus
lebih besar nilainya dibandingkan dengan
zat – zat yang terlarut. Sehingga walaupun
Dari grafik diatas diketahui bahwa
zat – zat organik dan lumpur halus sudah
penambahan koagulan kitosan keong
berhasil terendapkan, air limbah masih
sawah memberikan dampak terhadap
terlihat keruh. Hasil pengukuran parameter
penurunan konsentrasi COD. Konsentrasi
kekeruhan dan COD dipengaruhi oleh zat
awal COD tanpa penambahan koagulan
– zat yang terlarut di dalam air limbah.
adalah 435,7 mg/L dan setelah proses
jartest konsentrasi COD yang paling 2. Kecepatan Pengadukan cepat Nano
mendekati baku mutu mencapai 193.306 Biokoagulan Cangkang Keong
mg/l. Sawah (Pila Ampullaceae) Yang
Hal ini disebabkan oleh padatan Optimal Dalam Menurunkan
yang mengendap setelah proses koagulasi Konsentrasi TSS, Turbidity Dan COD
flokulasi merupakan bahan-bahan organik  Parameter TSS
yang sebelumnya terukur dalam analisa

*)
8 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Hasil uji jar test untuk parameter sangat sedikit. Hal ini disebabkan
TSS ditampilkan pada tabel 4 dan penambahan dosis yang terlalu besar
gambar 4 mengakibatkan ion positif yang berlebih
Tabel 4. Perbandingan Nilai menghasilkan gaya tolak yang cukup besar
Konsentrasi TSS yang menyebabkan adanya gerakan
No. KECEPATAN (rpm) Sebelum
DOSIS (mg/l) partikel dalam air dan mengganggu proses
0 150 200 250 300 stabilisasi yang telah terjadi. Hal ini dapat
1 100 223 186 162 128 108 91.0
2 125 223 193 144 118 98.0 88.0 menyebabkan gagalnya pengikatan dan
3 150 223 183 142 93.0 83.0 82.0 pembentukan flok (Amir, 2010).
(Sumber :AnalisisPenulis, 2016) Selain itu menurut Kunty (2007)
meningkatnya nilai TSS disebabkan oleh
pengadukan yang terlalu cepat, pada
pengadukan yang terlalu cepat akan
menimbulkan tingkat kejenuhan dalam
proses koagulasi sehingga pengikatan
antar partikel koagulan dengan partikel
tersuspensi pada air tidak berlangsung
sempurna dan dapat berpengaruh terhadap
pembentukan Flok (gumpalan). Flok yang
telah terbentuk akan terpecah atau rusak
Gambar 4. Grafik Hubungan Dosis kembali sehingga hasil pengendapan
KoagulanTerhadap Konsentrasi TSS kurang optimal.
(Sumber :AnalisisPenulis, 2016)  Parameter Turbidity
Dari grafik di atas dapat dilihat Hasil uji jar test untuk parameter
bahwa nilai penurunan konsentrasi TSS Turbidity ditampilkan pada tabel 5 dan
paling maksimal adalah pada kecepatan gambar 5
150 rpm dan dosis 300 mg/l yaitu sebesar Tabel 5. Perbandingan Nilai
82 mg/l. Hal ini disebabkan oleh adanya Konsentrasi Turbidity
DOSIS (mg/l)
pengadukan cepat sehingga membantu No. KECEPATAN (rpm) Sebelum
0 150 200 250 300
dalam proses pencampuran bahan 1 100 63,3 61.1 28.2 24.5 24.6 25.3
2 125 63,3 61.4 28.6 25.0 23.6 24.6
koagulan dalam air limbah secara merata. 3 150 63,3 60.1 26.5 21.2 24.7 25.6
Dengan demikian koagulan yang telah
tersebar di dalam air limbah akan dapat (Sumber : Analisis Penulis, 2016)
mengikat bahan padatan tersuspensi yang
lebih banyak, oleh sebab itu akan
diperoleh hasil endapan terhadap padatan
tersuspensi yang lebih baik.
Namun pada dosis yang lebih besar
akan terjadi penurunan kecepatan
pengendapan yang tidak terlalu besar.
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pada
dosis koagulan 250 mg/l dan 300 mg/l
terjadi penurunan konsentrasi TSS yang

*)
9 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Gambar 5. Grafik Hubungan Dosis kekeruhan pada air juga semakin


KoagulanTerhadap Konsentrasi berkurang.
Kekeruhan
(Sumber :AnalisisPenulis, 2016)
 Parameter COD
Hasil uji jar test untuk parameter
Dari grafik di atas dapat dilihat COD ditampilkan pada tabel 6 dan
bahwa nilai penurunan konsentrasi gambar 6
kekeruhan paling optimal adalah pada Tabel 6. Perbandingan Nilai
kecepatan 150 rpm dan dosis 200 mg/l Konsentrasi COD
yaitu sebesar 21.2 mg/l. Hal ini disebabkan No. KECEPATAN (rpm) Sebelum
0 150
DOSIS (mg/l)
200 250 300
oleh adanya pengadukan cepat sehingga 1 100 435,7 370.98 294.02 250.62 260.45 277.64
2 125 435,7 346.42 255.53 236.70 199.86 245.95
membantu dalam proses pencampuran 3 150 435,7 350.51 244.07 193.31 199.86 217.87

bahan koagulan dalam air limbah secara (Sumber : Analisis Penulis, 2016)
merata. Dengan demikian koagulan yang
telah tersebar di dalam air limbah akan
dapat mengikat bahan padatan tersuspensi
yang lebih banyak, oleh sebab itu akan
diperoleh hasil endapan terhadap padatan
tersuspensi yang lebih baik.
Namun pada dosis yang lebih besar
akan terjadi penurunan kecepatan
pengendapan yang berlangsung secara
lambat. Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa
pada dosis koagulan 250 mg/l dan 300 Gambar 6. Grafik Hubungan Dosis
mg/l terjadi penurunan kekeruhan yang KoagulanTerhadap Konsentrasi COD
sangat sedikit. Hal ini terjadi karena (Sumber : Analisis Penulis, 2016)
penambahan dosis yang terlalu besar
mengakibatkan ion positif yang berlebih Dari grafik di atas dapat dilihat
menghasilkan gaya tolak yang cukup besar bahwa nilai efisiensi penurunan
yang menyebabkan adanya gerakan konsentrasi COD paling maksimal adalah
partikel dalam air dan mengganggu proses pada kecepatan 150 rpm dan dosis 200
stabilisasi yang telah terjadi. Hal ini dapat mg/l yaitu sebesar 193,306 mg/l. Hal ini
menyebabkan gagalnya pengikatan dan disebabkan oleh adanya pengadukan cepat
pembentukan flok (Amir, 2010). sehingga membantu dalam proses
pencampuran bahan koagulan dalam air
Proses koagulasi flokulasi yang limbah secara merata. Dengan demikian
dilakukan mengeliminasi sejumlah partikel koagulan yang telah tersebar di dalam air
yang awalnya terdapat dalam air limbah. limbah akan dapat mengikat bahan padatan
Akibatnya pada pengukuran kekeruhan tersuspensi yang lebih banyak, oleh sebab
penghambat cahaya yang masuk kedalam itu akan diperoleh hasil endapan terhadap
air menjadi semakin sedikit sehingga padatan tersuspensi yang lebih baik.
kekeruhan yang terukur menjadi semakin
kecil. Dengan kata lain, berkurangnya Padatan yang mengendap setelah
partikel setelah proses menyababkan proses koagulasi flokulasi merupakan
bahan-bahan organik yang sebelumnya

*)
10 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

terukur dalam analisa TSS. Kemudian rpm dengan persentase penurunan sebesar
setelah partikel-partikel organik tersebut 55,19 %.
mengendap maka hasil COD yang terukur Hal ini disebabkan oleh adanya
menjadi lebih kecil. Penambahan koagulan gangguan proses stabilisasi koloid akibat
kitosan yang tepat serta pengaturan kelebihan muatan positif yang terdapat
kecepatan pengadukan yang tepat dalam dalam limbah (Hartati, 2008). Dimana
proses jartest dapat menurunkan muatan positif akibat ion amina yang
konsentrasi COD. Penurunan konsentrasi terkandung dalam kitosan memiliki
COD diakibatkan oleh penyisihan bahan- perbandingan yang pas dengan jumlah
bahan organik yang berupa padatan koloid muatan negatif yang terdapat dalam air
organik yang terdapat dalam air limbah. limbah sehingga proses netralisasi partikel
Namun pada dosis 250 dan 300 mg/l koloid berlangsung dengan baik.
terlihat bahwa konsentrasi COD Kecepatan putaran pengadukan yang
mengalami penurunan yang kurang kurang justru akan menyebabkan koagulan
signifikan. Hal ini terjadi karena tidak terdispersi dengan baik
pemberian dosis yang melebihi batas (Nugeraha,2011). Dalam penelitian ini,
optimum mengakibatkan terhambatnya kecepatan memiliki pengaruh yang
proses pembentukan flok, karena kation signifikan dalam proses pembentukan flok.
yang terlalu banyak mengakibatkan gaya Dari hasil penelitian menunjukkan
elektrostatis pada koloid yang sudah kecepatan pengadukan optimum dalam
menyatu pada makroflok menjadi besar penggunaan koagulan kitosan keong
dan mengakibatkan rusaknya ikatan yang sawah adalah 150 rpm. Hal ini disebabkan
telah terbentuk. karena pengadukan yang tepat dapat
3. Efisiensi Penyisihan Penurunan menyebabkan koagulan terdispersi di
Konsentrasi TSS, Turbidity dan dalam air limbah. Sehingga potensi
COD terjadinya tumbukan antar partikel denagn
 Parameter TSS koagulan berjalan lebih baik.
 Parameter Kekeruhan

Gambar7. Efisiensi Penurunan TSS


(Sumber : Analisis Penulis, 2016) Gambar8. Efisiensi Penurunan
Kekeruhan
Dosis yang paling optimum dalam (Sumber : Analisis Penulis, 2016)
menyisihkan parameter TSSadalahdosis
300 mg/L dankecepatan pengadukan 150 Dosis optimum penurunan kadar
kekeruhan pada 223 mg/l sejalan dengan

*)
11 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

penyisihan TSS yang terjadi yang paling rpm dengan persentase penyisihan sebesar
besar yaitu pada dosis yang sama 200 mg/l 55.63 %.
dankecepatan pengadukan 150 rpm dengan Pengaruh dosis dan kecepatan
persentase penurunan sebesar 64,73 %. optimum dalam penyisihan COD memiliki
kaitan yang sangat erat dengan kinerja
TSS memiliki pengaruh yang
proses dalam menyisihkan parameter Total
signifikan terhadap kekeruhan dalam air.
Suspended Solid (TSS). Dosis yang tepat
kekeruhan dalam air sesungguhnya adalah
dapat menjadikan mekanisme
murni efek optic sebaran cahaya yang
pembentukan flok berjalan dengan baik
melewati air. pengaruh dari TSS terhadap
dan berlanjut pada pengendapan yang
kekeruhan adalah TSS memiliki kontribusi
maksimal. Kecepatan putaran pengadukan
yang besar terhadap pembatasan penetrasi
cepat juga memiliki pengaruh yang besar
cahaya kedalam air yang menyebabkan
dalam memastikan bahwa proses agitasi
nilai kekeruhan semakin tinggi dan terlihat
dalam air tidak menyebabkan proses
lebih gelap. Dengan demikian pada dosis
pengikatan yang terjadi mengalami
optimum 200 mg/l penambahan kitosan
kerusakan kembali. Proses yang optimum
yang memiliki penyisihan TSS terbesar
inilah yang pada akhirnya akan
berdampak pada penurunan nilai
memberikan nilai akhir pengukuran yang
kekeruhan akibat partikel yang
paling baik diantara yang lain.
terendapkan memberikan ruang bagi
cahaya untuk masuk menembus bagian air. Penurunan COD maksimum pada
penjelasan yang sama juga berlaku untuk dosis optimum 200 mg/l disebabkan oleh
kadar kekeruhan yang terukur di masing- banyaknya partikel yang terendapkan
masing penambahan dosis koagulan (TSS) pada dosis optimum dimana
kitosan. sebagian besar partikel tersebut adalah
bahan organik.
 Parameter COD

KESIMPULAN
1. Dosisnanobiokoagulancangkangkeon
gsawah(Pila Ampullaceae) yang
optimal
dalammenurunkankonsentrasi
TSSadalahsebesar 300 mg/L
sedangkanuntukparameter
,Turbiditydan COD adalahsebesar
Gambar9. EfisiensiPenurunan COD 200 mg/l.
(Sumber : Analisis Penulis, 2016) 2. kecepatanpengadukancepat optimal
darinanobiokoagulancangkangkeong
Setelah dilakukan proses jartest sawah(Pila Ampullaceae)
didapatkan bahwa dosis optimum untuk dalammenurunkankonsentrasi TSS,
penyisihan COD dengan menggunakan Turbiditydan CODadalahsebesar 150
koagulan kitosan keong sawah adalah pada rpm.
dosis 200 mg/L dengan kecepatan 3. Efisiensipenurunan parameter TSS,
pengadukan cepat optimum adalah 150 Turbiditydan COD padadosis

*)
12 Penulis
**)
Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

optimum berturut - turutadalah 55,44 Amin. F. N, Afifah. D danIndroSumantri.


% ; 64,73 % dan 55,63 %. 2013.
PengolahanLimbahcairdanFarmasi
Menggunakn Anaerobic Baffled
5.1 Saran Reactor Seacara Shock loading
1. Dapatdilakukanpenelitian yang DalamUpayamenghasilkan Biogas.
samadenganmelakukanperbandingan Semarang :Eprint UNDIP
antarakitosandenganukuranmikrodan Hendrawati. 2013. Pengembangan
ukurannano. Nanobiokoagulan Dari Biji Kelor
2. Dapatdilakukanpenelitiandenganmet (Moringa Oleifera)Untuk Proses
ode yang sama, Penjernihan Air. Penerbit ITB :
namundenganlimbahdan parameter Bandung
yang berbeda. Kunty, Afshari, Suparman. 2007.
3. Denganmelimpahnyabahanbakukeon Pemanfaatan Biji Asam Jawa
gsawah di Indonesia, Sebagai Koagulan Pada Proses
seharusnyadapatdimanfaatkanolehpe Koagulan Limbah Cair Tahu.
rusahaan-perusahaanbaik yang Malang: Universitas Brawijaya
termasukdalamindustri herbal Mikrajuddin Abdullah, 2009. Pengantar
maupunfarmasiuntukmemproduksiki Nanosains. Penerbit ITB : Bandung
tosandaricangkangkeongsawahsebag Nasution, Poso. 2014. Studi Penurunan
aikoagulanpenggantikoagulansintetis TSS, Turbidity dan COD dengan
. Menggunakan Kitosan dari Limbah
Karenapenggunaankoagulankitosand Cangkang Keong Sawah (Pila
aricangkangkeongsawahlebihramahli Ampullacea) sebagai Biokoagulan
ngkungandanmudahterdegradasiseca dalam Pengolahan Limbah Cair PT.
raalami. Sido Muncul ,Tbk Semarang.
Universitas Diponegoro Semarang
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
DAFTAR PUSTAKA Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Alearts dan Santika, 1984. Metoda Perubahan Atas Peraturan Daerah
Penelitian Air. Surabaya:Usaha Provinsi Jawa Tengah Nomor 10
Nasional tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Alvarenga Elson Sentiago de. 2011. Limbah, Pemerintah Provinsi Jawa
Biotechnology of Bioplymers. In Tengah
Tech Press : Brazil Rachmawati.2009. Pengaruh pH Pada
Anonymous.2011.BukuPetunjuk Proses KoagulasiDenganKoagulan
Labotatorium Aluminum SulfatdanFerriKlorida.
Lingkungan.Semarang:Universitas Jakarta:IndomasMulia, Konsultan
Diponegoro Air BersihdanSanitasi
Roberts, 1992, The Sorbents, Chitin,
Chitosan and Derivatives, Gums,
Kelco Company California

*)
13 Penulis
**)
Dosen Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai