Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Fajar Munandar
E.14102901
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................... i
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian......................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian..................................................................................... 2
Manfaat Penelitian....................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Lestari .......................................................................... 3
Pengaturan Hasil ......................................................................................... 5
Masyarakat Desa Sekitar Hutan.................................................................. 6
Sistem, Model, dan Simulasi ...................................................................... 7
Hasil- hasil Penelitian Terdahulu................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 12
Bahan dan Alat ........................................................................................... 12
Pengumpulan Data ...................................................................................... 12
Analisis Data .............................................................................................. 13
Penentuan Etat ...................................................................................... 13
Pendekatan Sistem................................................................................ 13
Formulasi model konseptual........................................................ 14
Spesifikasi model kuantitatif ....................................................... 15
Evaluasi model............................................................................ 15
Penggunaan Model...................................................................... 15
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas ........................................................................................... 16
Keadaan Lapangan dan Jenis Tanah............................................................ 16
Iklim ............................................................................................................ 17
Sosial Ekonomi Masyarakat........................................................................ 18
Keadaan Umum Desa Contoh..................................................................... 18
Latar Belakang
Metode pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume tebangan
per tahun yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani sampai saat ini adalah
metode Burn. Metode pengaturan hasil dengan menggunakan metode Burn ini
merupakan model pengaturan hasil yang statis. Pada model pengaturan hasil statis
tersebut besarnya etat volume adalah tetap untuk jangka waktu tertentu. Jangka
waktu yang biasa digunakan adalah sepuluh tahun.
Selain itu pada metode pengaturan hasil dengan menggunakan metode
Burn, kondisi tegakan dianggap tidak mengalami gangguan atau tetap. Kenyataan
di lapangan hampir setiap tahun hutan tanaman yang dikelola oleh pihak Perum
Perhutani mengalami gangguan berupa pencurian kayu. Gangguan hutan berupa
pencurian kayu yang terjadi di areal kerja Perum Perhutani tidak bisa lepas dari
kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan penelitian Sakti
(1998), faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh nyata terhadap terjadinya
pencurian kayu di areal kerja KPH Blora, Cepu, dan Randublatung.
Gangguan hutan tersebut berakibat pada penurunan potensi tegakan.
Penurunan potensi tegakan sebagai akibat dari terjadinya gangguan berupa
pencurian kayu mengindikasikan bahwa perhitungan etat khususnya etat volume
(massa) yang statis sudah tidak relevan. Dengan terjadinya penurunan potensi
tegakan, kegiatan pengaturan hasil sangat sulit untuk dilakukan dan kelestarian
hutan akan terancam. Pengaturan hasil merupakan masalah pokok dalam
pencapaian kelestarian hasil. Kelestarian hasil ini menitikberatkan pada hasil kayu
yang diperoleh setiap tahun kurang lebih adalah sama.
Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu pengkajian
menyangkut model pengaturan hasil dalam rangka penentuan jumlah volume
pohon yang dapat ditebang setiap tahunnya yang mempertimbangkan segala aspek
khususnya aspek gangguan berupa pencurian kayu. Untuk keperluan tersebut
digunakan pendekatan sistem.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui prospek kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang
digunakan di KPH Cepu.
2. Menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan
berupa pencurian kayu di KPH Cepu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang ingin diuji dalam penelitian ini adalah kesesuaian metode
pengaturan hasil ditentukan oleh kemampuannya dalam merespon terjadinya
perubahan potensi tegakan persediaan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
bagi pihak perencana dan pengelola hutan dalam menentukan jumlah tebangan
yang diperbolehkan setiap tahun. Sehingga dapat diambil langkah- langkah untuk
menyusun rencana pengelolaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya dari hutan serta meminimalkan dampak negatifnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaturan Hasil
Menurut Simon (1994) dalam pelaksanaan pengaturan hasil hutan
memerlukan tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Perhitungan etat, yaitu jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau
selama jangka waktu tertentu. Bila hasil tersebut dinyatakan dalam luas
dinamakan etat luas, dan bila dinyatakan dalam m3 dinamakan etat volume.
2. Pemisahan jumlah hasil tersebut ke dalam hasil penjarangan dan hasil tebangan
akhir.
3. Penyusunan rencana tebangan, baik tebangan penjarangan maupun tebangan
akhir, berikut keterangan tentang keadaan tegakan serta tata waktunya.
Sedangkan menurut Osmaston (1968), ada beberapa alasan penebangan
dan pengaturan hasil dalam hub ungannya dengan jumlah, mutu, tempat dan
waktu. Alasan tersebut adalah :
1. Penyediaan bagi konsumen, penebangan harus dilaksanakan agar tersedia
jenis, ukuran, mutu dan jumlah kayu sesuai dengan permintaan pasar.
2 Pemeliharaan tegakan persediaan untuk mempertahankan dan
mengembangkan produksi di dalam bentuk serta kualitas yang baik secepat
mungkin.
3. Penyesuaian jumlah dan bentuk tegakan persediaan agar lebih sesuai dengan
tujuan pengelolaan.
4. Penebangan perlindungan, terutama dipergunakan dalam sistem silvikultur
untuk melindungi tegakan dari angin, kebakaran hutan dan sebagainya.
Metode pengaturan hasil menurut Osmaston (1968) dapat dilakukan
berdasarkan :
1. Berdasarkan luas
- Pengendalian silvikultur atau daur tebang
- Pengendalian rotasi dan sebaran kelas umur
- Pengendalian pengembangan atau perlakuan
2. Berdasarkan volume
- Pengendalian didasarkan daur atau umur eksploitasi
3. Berdasarkan volume dan riap
Sedikit
Rendah Tinggi
Gambar 1. Perbandingan Metode Pemecahan Masalah Dalam Lingkup
Pemahaman Relatif.
Penting untuk disadari bahwa analisis sistem lebih mendasarkan pada
kemampuan kita untuk memahami fenomena daripada jumlah data yang tersedia.
Analisis sistem adalah sebuah pemahaman yang berbasis pada proses, sehingga
sangat penting untuk berusaha memahami proses-proses yang terjadi. Membuat
analogi-analogi terkadang merupakan cara yang penting untuk memahami
sesuatu. Keyakinan akan adanya isomorfisme antar beragam sistem menjadikan
pemahaman terhadap sesuatu menjadi mungkin, bahkan pada suatu sistem yang
kita buta sekali akan perilakunya (Purnomo, 2004).
Menurut Grant et al (1997), model adalah abstraksi dari sebuah realitas.
Lebih lanjut Hall dan Day, Jr (1977) menyatakan modeling dibutuhkan untuk
memahami alam karena kompleksitas alam seringkali begitu besar. Namun
demikian, model harus sering diperiksa terhadap dunia yang sebenarnya untuk
menjamin bahwa gambaran mereka akan dunia nyata adalah akurat, atau
setidaknya ketidakakuratannya disadari.
Klasifikasi model menurut Grant et al, 1997 adalah :
1. Fisik versus Abstrak. Model fisik biasanya berupa tiruan fisik pada skala
yang dikurangi dari objek yang ditelaah. Model fisik tetap abstrak dari dunia
nyata sesuai dengan definisi dari model. Sedang model abstrak menggunakan
simbol daripada peralatan fisik untuk mewakili sistem yang sedang dipelajari.
Simbol yang digunakan dapat berupa tulisan, deskripsi verbal, atau sebuah
proses pemikiran.
2. Dinamik versus Statik. Model statik menjelaskan hubungan atau satu set
hubungan yang tidak berubah menurut waktu. Model dinamik menjelaskan
hubungan yang bervariasi menur ut waktu.
3. Empiris versus Mekanis. Model empiris atau korelasi adalah model yang
dikembangkan terutama untuk menjelaskan dan merangkum satu set
hubungan, tanpa memperhatikan penyajian proses atau mekanisme yang
sesuai yang beroperasi di sistem sebenarnya dan hasil dari model ini adalah
prediksi. Sedang model mekanis atau eksplanatori adalah model yang
dikembangkan terutama untuk menyajikan dinamika internal dari system-of-
interest sewajarnya.
4. Deterministik versus Stokastik. Sebuah model dikatakan deterministik jika
tidak terdiri dari variabel- variabel acak. Model ini memprediksi di bawah satu
set spesifik kondisi yang selalu persis sama. Sedang model dikatakan
stokastik jika terdiri dari satu atau lebih variabel-variabel acak. Model ini
memprediksi di bawah satu set kondisi yang tidak selalu persis sama.
5. Simulasi versus Analisis. Model yang dapat dipecahkan dengan didekati
bentuk matematik adalah model analisis. Contoh model analisis adalah model
regresi,model standar teori statistik distribusi, dan lain- lain. Model simulasi
adalah model yang tidak memiliki solusi analisis general dan harus
dipecahkan secara numerik menggunakan satu set operasi aritmetik spesifik
untuk situasi tertentu lainnya yang dapat mewakili.
Menurut Patten (1971) dalam Grant et al (1997), simulasi adalah suatu
proses penggunaan model untuk menirukan atau menggambarkan secara bertahap
perilaku sistem yang dipelajari. Model simulasi terbentuk dari susunan operasi
matematika dan logika yang bersama-sama mewakili struktur (keadaan) dan
perilaku (perubahan keadaan) dari ruang lingkup sistem.
Pengumpulan Data
Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil wawancara, diskusi dan pengisian daftar
kuisioner kepada pihak Perhutani, dan masyarakat desa sekitar hutan. Data primer
yang dikumpulkan meliputi data pendapatan dan pengeluaran masyarakat desa
sekitar hutan dan data total konsumsi kayu oleh masyarakat sekitar hutan dari
setiap KPH serta data-data penunjang lainnnya. Pemilihan desa-desa sekitar hutan
di KPH Cepu sebagai contoh dilakukan secara purposive berdasarkan intensitas
terjadinya gangguan hutan berupa pencurian kayu. Setiap desa contoh dipilih 40
responden masyarakat desa sekitar hutan secara purposive.
Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :
a. Data luas areal produktif, KBD rata-rata, bonita rata-rata.
b. Data biaya pengelolaan hutan.
c. Data realisasi tebangan.
d. Harga kayu pertukangan dan kayu bakar.
e. Data jumlah penduduk sekitar hutan, persen kelahiran dan persen kematian.
f. Data jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja.
Analisis Data
Penentuan Etat
Dalam penetuan etat, metode pengaturan hasil yang digunakan adalah
metode Burn. Data tentang luas areal produktif, KBD rata-rata, bonita rata-rata
digunakan dalam pene ntuan etat. Metode Burn merupakan metode pengaturan
hasil yang digunakan pihak Perum Perhutani hingga saat ini. Rumus metode Burn
adalah sebagai berikut :
D
UTR = U +
2
U = (S Li.Xi)/(S Li)
Keterangan:
UTR = Umur tebang rata-rata (th)
U = Umur rata-rata kelas umur ke- i (th)
Xi = Umur tengah kelas umur ke- i (th)
Li = Luas areal kelas umur ke- i (ha)
D = Daur (th)
Untuk penentuan etatnya :
L
Etat Luas =
2
Vst
Etat Volume =
2
keterangan :
L = Luas areal produktif (ha)
D = Daur (th)
Vst = Volume tegakan persediaan (Volume kayu tegakan kelas umur
pada UTR (m3 ) + Volume kayu tegakan miskin riap ( m3 ))
Pendekatan Sistem
Tahapan analisis sistem yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan
atas tahapan yang dilakukan Grant et al (1997), yaitu formulasi model konseptual,
spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model, dan penggunaan model.
Formulasi Model Konseptual. Tujuan tahapan ini adalah untuk
menentukan suatu konsep dan tujuan model sistem yang akan dianalisis.
Penyusunan model konseptual ini didasarkan pada keadaan nyata di alam dengan
segala sistem yang terkait antara yang satu dengan yang lainnya serta saling
mempengaruhi sehingga dapat mendekati keadaan yang sebenarnya. Kenyataan
yang ada di alam dimasukkan dalam simulasi dengan memperhatikan komponen-
komponen yang terkait sesuai dengan konsep dan tujuan melakukan pemodelan
simulasi . Tahapan ini terdiri dari enam langkah sebagai berikut:
a. Penentuan tujuan model.
b. Pembatasan model.
c. Kategorisasi komponen-komponen dalam sistem.
Setiap komponen yang masuk dalam ruang lingkup sistem dikategorisasikan
ke dalam berbagai kategori sesuai dengan karakter dan fungsinya sebagai
berikut :
c. 1. state variable, yang menggambarkan akumulasi materi dalam sistem.
c. 2. driving variable, variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain namun
tidak dapat dipengaruhi oleh sistem.
c. 3. konstanta. Adalah nilai numerik yang menggambarkan karakteristik
sebuah sistem yang tidak berubah atau suatu nilai yang tidak mengalami
perubahan pada setiap kondisi simulasi.
c. 4. auxilary variable, variabel yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi
sistem.
c. 5. material transfer, menggambarkan transfer materi selama periode
tertentu. Material transfer terletak diantara dua state, source dan state,
source dan sink.
c. 6. information transfer, menggambarkan penggunaan informasi tentang
state dari sistem untuk mengendalikan perubahan state.
c. 7. source dan sink, berturut-turut menggambarkan asal (awal) dimulainya
proses dan akhir dari masing- masing transfer materi.
d. Pengidentifikasian hubungan antar komponen.
e. Menyatakan komponen dan hubungannya dalam model yang lazim.
f. Menentukan pola perilaku dari model sesuai dengan pengetahuan dan teori
yang ada.
g. Menggambarkan pola yang diharapkan dari perilaku model.
Iklim
Iklim dan curah hujan di KPH Cepu termasuk kedalam tipe iklim C-D
Schmidt and Fergosun (1951) sedangkan curah hujan rata-rata per tahun adalah
sebesar 1636 mm/th. Iklim dan curah hujan di KPH Cepu disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Tipe Iklim dan Curah Hujan KPH Cepu
KPH Iklim (Schmid dan Curah Hujan Rata-rata per
Ferguson) tahun (mm/th)
Cepu - Tipe Iklim C 1636
- Nilai Q rata-rata 50%
Sumber : Buku RPKH KPH Cepu Jangka 1993-2002
Prospek Kelestarian
Kelestarian hasil menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas
pengelolaan tertentu, dimana pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang
(Simon, 1994). Untuk mencapai kelestarian hasil kegiatan pengaturan hasil
menjadi sangat penting. Metode pengaturan hasil yang digunakan oleh pihak
Perum Perhutani khususnya di KPH Cepu hingga saat ini adalah metode Burn.
Metode pengaturan hasil yang digunakan pihak Perum Perhutani khususnya di
KPH Cepu merupakan metode pengaturan hasil yang statis. Artinya besarnya etat
(volume dan luas) tetap untuk jangka waktu tertentu. Jangka waktu yang
digunakan adalah sepuluh tahun. Hasil perhitungan etat volume dan etat luas serta
hasil pengujian jangka waktu penebangan tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Etat dan Pengujian Jangka Waktu Penebangan di KPH Cepu
Variabel Nilai
Etat Luas (Ha/th) 227,16
Etat Massa Sebelum Uji (m3/th) 28,137,96
Etat Massa Setelah Uji (m3/th) 29,544,86
Banyaknya Pengujian 2
Selisih Daur dengan JWP Uji I (th) -3,87
Selisih Daur dengan JWP Uji II (th) 0,00
Nilai etat volume berdasarkan metode Burn ini didasarkan atas total
volume tegakan persediaan dibagi dengan daur tanaman. Untuk penentuan total
volume tegakan persediaan didasarkan pada umur tebang rata-rata. Pengujian
jangka waktu penebangan didasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan
No, 143/KPTS/DJ/I/1974 tentang peraturan inventarisasi hutan jati dan peraturan
penyusunan rencana pengaturan kelestarian hutan, khusus kelas perusahaan tebang
habis jati. Nilai etat volume sebelum dilakukan pengujian adalah sebesar 28,137
m3 /th, dan setelah dilakukan pengujian jangka waktu penebangan sebesar
29.544,86 m3 /th. Pengujian jangka waktu penebangan dilakukan sebanyak dua
kali pengujian. Kelestarian hasil menurut Simon (1994) menuntut tingkat
produksi yang konstan untuk intensitas pengelolaan hutan tertentu, dimana antara
pertumbuhan dan pemanenan harus seimbang. Berdasarkan hasil pengujian jangka
waktu penebangan diketahui untuk memperoleh volume tebangan yang kurang
lebih sama setiap tahun waktu yang dibutuhkan lebih dari satu daur (80 tahun)..
Sehingga dengan memperhatikan hal tersebut metode pengaturan hasil dengan
menggunakan metode Burn memiliki prospek kelestarian yang rendah,
Selain itu juga karena metode pengaturan hasil dengan metode Burn
merupakan metode pengaturan hasil yang statis, maka etat volume yang dihasilkan
setelah pengujian yaitu sebesar 29.544,86 m3 /th berlaku untuk jangka sepuluh
tahun ke depan. Nilai etat volume yang relatif tetap untuk jangka sepuluh tahun
kedepan menandakan bahwa dengan model pengaturan hasil yang statis, tegakan
hutan dianggap tidak mengalami perubahan. Kenyataan di lapangan, hampir
setiap tahun tegakan hutan mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi
cenderung ke arah penuruan potensi tegakan hutan. Khusus di KPH Cepu, potensi
tegakan hutan tanaman jati mengalami penurunan sebagai akibat gangguan hutan
berupa pencurian kayu. Pada Gambar 2 tertera jumlah pohon yang dicuri sampai
dengan tahun 2000 di KPH Cepu.
600000 536255
Jumlah Pohon (Batang)
500000
400000
300000
200000
90245 80386
100000 2073 2375 1843 6975 6171
0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Tahun
Hutan Terganggu
Kondisi tegakan hutan tanaman jati yang ada di KPH Cepu merupakan
kondisi tegakan hutan yang terganggu. Hal ini dapat terlihat dari penurunan
potensi tegakan antara awal jangka RPKH (tahun 1993) dengan hasil risalah sela
tahun 1998. Pada Gambar 3 tertera perubahan potensi tegakan pada awal jangka
dan risalah sela.
500000
450000
400000
Volume (m3)
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
I II III IV V VI VII VIII IX MT MR
Kelas Umur
Luas total tegakan persediaan hasil risalah awal di KPH Cepu sebesar
23.170,35 Ha, lebih besar dari luas total tegakan persediaan hasil risalah sela
sebesar 18.217,25 Ha, atau terjadi penurunan seluas 4.953,1 Ha (21,38%),
Sedangkan volume total tegakan persediaan hasil risalah awal di KPH Cepu
sebesar 2.168.048,27 m3 lebih besar daripada volume total tegakan persediaan
hasil risalah sela sebesar 1.422.351,71 m3 , atau terjadi penurunan sebesar
745.696,6 m3 (34,39%),
Penurunan potensi tegakan persediaan di KPH Cepu tidak terlepas dari
terjadinya gangguan hutan berupa pencurian kayu. Seperti tertera pada Gambar 2,
selama kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2000 jumlah pohon yang hilang
adalah sebesar 791.169 batang. Jumlah pohon yang hilang di KPH Cepu
berdasarkan data tersebut relatif cukup besar. Gangguan hutan yang terjadi di
KPH Cepu khususnya pada tahun 1998 sampai dengan tahun1999 tidak terlepas
dari gejolak politik yang terjadi di Indonesia.
Selain itu juga gangguan hutan berupa pencurian kayu di KPH Cepu tidak
bisa terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan.
Berdasarkan hasil penelitian Sakti (1998), faktor sosial ekonomi masyarakat desa
sekitar hutan berpengaruh nyata terhadap pencurian kayu yang terjadi di KPH
Blora, Cepu, dan Randublatung. Faktor sosial ekonomi masyarakat tersebut secara
keselur uhan dapat menerangkan tingkat pencurian kayu sebesar 70,2 % dan 29,8
% diterangkan oleh faktor lain.
Pendekatan Sistem
Penyusunan Model
Model yang dibuat dalam model pengaturan hasil ini terdiri dari tujuh sub
model yaitu sub model potensi tegakan, sub model luas areal berhutan, sub model
pengaturan hasil, sub model dinamika penduduk, sub model keuangan
perusahaan, sub model gangguan hutan, dan sub model jumlah pengangguran.
Antara sub model tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Sub model potensi tegakan dipengaruhi oleh sub model pengaturan hasil
dan sub gangguan hutan. Besarnya jumlah pohon yang ditebang setiap tahun
ditentukan berdasarkan sub model pengaturan hasil. Jumlah pohon yang akan
ditebang setiap tahun sangat bergantung dari besarnya etat volume. Besarnya etat
volume sangat dipengaruhi oleh sub model potensi tegakan, sub model
pengaturan hasil dan sub model potensi tegakan akan berpengaruh terhadap sub
model keuangan perusahaan. Pengaruh tersebut berupa penjualan kayu hasil
tebangan yang ditentukan berdasarkan etat volume yang diperoleh pada sub
model pengaturan hasil. Sedangkan untuk sub model potensi tegakan
berpengaruh dalam penyediaan jumlah pohon yang akan ditebang setiap tahunnya.
Sub model luas areal berhutan akan berpengaruh terhadap sub model
pengaturan hasil dan sub model keuangan perusahaan. Luas areal berhutan akan
mempengaruhi terhadap besarnya etat luas yang dihasilkan pada sub model
pengaturan hasil. Besarnya biaya pemeliharaan pada sub model keuangan
perusahaan didasarkan pada etat luas pada sub model pengaturan hasil.
Sub model dinamika penduduk akan mempengaruhi sub model jumlah
pengangguran dan sub model jumlah pengangguran akan mempengaruhi sub
model gangguan hutan. Gangguan yang dimaksudkan di dalam sistem ini berupa
pencurian kayu. Sub model gangguan ini akan mempengaruhi sub model potensi
tegakan dan sub model luas areal berhutan. Semakin tinggi persentase gangguan
maka akan berpengaruh terhadap potensi tegakan yang dihasilkan dan luas areal
berhutan. Dengan terjadinya penurunan potensi tegakan dan luas areal berhutan
akan berakibat pada keuangan perusahaan yang semakin menurun. Hubungan
antara sub-sub model tersebut tertera pada Gambar 4.
Sub Model Potensi Tegakan. Sub model potensi tegakan digunakan untuk
menggambarkan perubahan potensi tegakan tiap kelas umur di KPH Cepu.
Sub model ini terdiri dari state variable jumlah pohon tiap kelas umur yang
mengalami penambahan karena adanya jumlah pohon yang ditanam dan
jumlah pohon upgrwoth dan pengurangan jumlah pohon oleh penjarangan,
tebangan, mortality serta pencurian.
Aliran materi dalam sub model potensi tegakan dimulai dengan adanya
penanaman. Jumlah penanaman didasari jumlah pohon per hektar dan
besarnya etat luas. Dengan adanya penanaman akan menyebabkan
bertambahnya jumlah pohon tegakan KU I. Jumlah pohon pada KU I akan
mengala mi pengurangan dengan adanya penjarangan, mortality dan pencurian.
Dengan berjalannya waktu akan terjadi perpindahan jumlah pohon dari KU I
ke KU II yang dinyatakan dalam jumlah pohon upgrowth. Pada KU II dan
KU III yang menjadi aliran masuk berupa jumlah pohon upgrowth dari KU
sebelumnya sedangkan yang menjadi aliran ke luar berupa penjarangan,
mortality dan pencurian. Sedangkan pada KU IV, KU V, KU VI dan KU VII
aliran masuk dipengaruhi oleh jumlah pohon upgrowth dari KU sebelumnya ,
sedangkan aliran ke luar berupa penjarangan, mortality, pencurian dan
tebangan sesuai dengan daur yang digunakan. Kelas umur VIII dan KU IX,
aliran masuk berupa jumlah pohon upgrowth dari KU sebelumnya, sedangkan
aliran ke luar berupa penebangan, mortality dan pencurian. Mortality yang
terjadi pada setiap kelas umur menggambarkan jumlah pohon yang mati
secara alami. Besarnya mortality seperti halnya jumlah pohon digambarkan
dengan persentase mortality yang dikalikan dengan jumlah pohon dari suatu
kelas umur.
Jumlah desa sekitar hutan KPH Cepu berdasarkan buku RPKH Cepu
jangka 1993-2002 terdiri dari 42 desa sekitar hutan dengan total jumlah penduduk
desa sekitar hutan 104.338 jiwa. Wilayah kerja KPH Cepu hampir sebagian besar
berada di dalam wilayah administratif Kabupaten Blora. Sehingga untuk besarnya
persen kelahiran, persen kematian, persen jumlah penduduk yang keluar dan
jumlah panduduk yang masuk diasumsikan berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora pada tahun 2003. Besarnya persen
kelahiran rata-rata sebesar 0,707 % sedangkan persentase kematian rata-rata
0,358 %.
Dinamika penduduk selain dipengaruhi oleh adanya kelahiran dan
kematian juga dipengaruhi oleh perpindahan penduduk. Penduduk tiap tahun ada
yang ke luar dari desa itu untuk mencari kerja ke daerah lain atau ke kota, selain
itu terdapat penduduk yang masuk atau datang. Besarnya penduduk yang ke luar
dari desa berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten
Blora pada tahun 2003 rata-rata sebesar 0,356% sedangkan yang masuk rata-rata
sebesar 0,419%. Sub model dinamika penduduk tertera pada Gambar 7.
Gambar 7. Sub Model Dinamika Penduduk
Sub Model Luas Areal Berhutan. Sub model luas areal berhutan
digunakan untuk menggambarkan perubahan luas tegakan jati tiap kelas umur.
Sub model ini terdiri dari state variable luas tegakan tiap kelas umur yang
mengalami perubahan karena adanya tebangan serta pencurian.
Aliran materi dalam model luas areal berhutan dimulai dengan adanya
penanaman. Dengan adanya penanaman akan menyebabkan bertambahnya
luas tegakan dalam KU I. Luas tegakan pada KU I akan mengalami
penambahan dengan adanya penanaman. Selain itu juga dengan berjalannya
waktu akan terjadi perpindahan dari KU I ke KU II yang dinyatakan dalam
persentase pindah.
Jumlah pengangguran dalam sub model ini diperoleh dari selisih antara
jumlah penduduk pencari kerja dengan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap
dalam bidang kehutanan. Jumlah penduduk pencari kerja dipengaruhi oleh
jumlah angkatan kerja, jumlah pensiunan, dan jumlah angkatan kerja yang
bekerja di luar sektor kehutanan. Angkatan kerja yang dimaksudkan disini
adala h penduduk yang berumur lebih dari 10 tahun. Sedangkan jumlah tenaga
kerja yang dapat diserap dalam bidang kehutanan berasal dari pekerja harian
kehutanan dan pesanggem. Untuk jumlah pesanggem diperoleh dari luas
lahan penanaman yang dialokasikan untuk kegiatan tumpang sari dibagi
dengan luas lahan tumpang sari setiap pesanggem yaitu seluas 0,25 Ha.
Jumlah angkatan kerja, persentase angkatan kerja yang pensiun serta
persentase jumlah penduduk yang bekerja untuk wilayah KPH Cepu diperoleh
dari kantor tena ga kerja Kabupaten Blora yang tertuang dalam buku statistik
Kabupaten Blora Dalam Angka pada tahun 2003. Sub model jumlah
pengangguran tertera pada Gambar 9.
Gambar 9. Sub Model Jumlah Pengangguran
Evaluasi Model
Mengevaluasi Kewajaran dan Kelogisan Model. Berdasarkan hasil
penelitian Sumadi (2002), kewajaran model dan kelogisan model pengaturan hasil
dapat dilihat dari besarnya etat volume pada hutan tidak terganggu. Hutan tanpa
gangguan potensi tegakan akan mengalami kenaikan tiap tahunnya. Besarnya etat
volume di KPH Cepu yang tidak mengalami gangguan seperti tertera pada
Gambar 10. Kondisi tegakan jati yang tidak mengalami gangguan berupa
pencurian kayu, mengakibatkan besarnya etat volume mengalami peningkatan.
Peningkatan nilai etat volume terjadi karena luas tanah kosong akibat penjarahan
mengalami penurunan dikarenakan adanya penana man pada tanah kosong
tersebut. Dengan adanya peningkatan potensi maka tegakan persediaan akan
meningkat, sehingga nilai etat volume akan meningkat pula,
Gambar 10. Etat Volume Pada Tegakan Tanpa Gangguan di KPH Cepu
Gambar 11. Etat Volume KPH Cepu Pada Peningkatan Persen Pengangguran 0%
(1), Peningkatan Persen Pengangguran 50% (2), dan Peningkatan
persen Pengangguran 100% (3),
Persen pengangguran yang semakin besar yang terjadi di KPH Cepu akan
memiliki dampak yang cukup besar terhadap potensi tegakan. Peningkatan persen
pengangguran berakibat pada peningkatan terjadinya pencurian kayu. Pencurian
kayu tersebut berakibat pada penurunan potensi tegakan. Evaluasi sensitivitas
model pengaturan hasil untuk KPH Cepu menunjukan besarnya etat volume akan
semakin menurun dengan semakin meningkatnya Persen Pengangguran.
Sehingga model yang dihasilkan sesuai dengan pola yang diharapkan.
Penggunaan Model
Pengunaan model berfungsi untuk menerapkan model dalam skenario-
skenario yang telah ditetapkan dalam rangka memberikan jawaban mengenai
tujuan penelitian. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah Menyusun model
pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian
kayu di KPH Cepu. Untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan dengan
membandingkan nilai etat volume yang dihasilkan berdasarkan formula yang
disusun dengan nilai etat volume berdasarkan metode Burn.
Gambar 12. Hasil Simulasi 20 Tahun ke Depan Terhadap Nilai Etat volume
Metode Burn dan Volume Tegakan Persediaan di KPH Cepu.
Nilai etat volume yang dihasilkan cenderung lebih besar dari kemampuan
tegakan tersebut untuk memproduksi kayu (terjadi overcutting). Sehingga atas
dasar tersebut penentuan etat volume dengan menggunakan metode Burn sudah
tidak sesuai lagi. Sedangkan perbandingan nilai etat volume dinamis dengan
potensi tegakan persediaan disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Hasil Simulasi 20 Tahun ke Depan Terhadap Nilai Etat volume
Dinamis dan Volume Tegakan Persediaan di KPH Cepu.
Kesimpulan
1. Penggunaan metode Burn dalam kegiatan pengaturan hasil di KPH Cepu
memiliki prospek kelestarian yang rendah karena untuk memperoleh jumlah
tebangan yang kurang lebih sama setiap tahun membutuhkan waktu lebih dari
satu daur. Selain itu juga metode Burn tidak mampu merespon terhadap
penurunan potensi tegakan akibat pencurian kayu.
2. Gangguan hutan berupa pencurian kayu yang terjadi di KPH Cepu dipicu oleh
kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang cukup memprihatinkan.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk dalam kategori miskin berdasarkan
hasil wawancara dan kuesioner yang mencapai 61,25 % sedangkan jumlah
penduduk dalam kategori tidak miskin yaitu sebesar 38,75 %.
3. Penggunaan etat volume dinamis lebih sesuai dibanding dengan etat volume
berdasarkan metode Burn karena mampu merespon penurunan potensi tegakan
akibat gangguan hutan berupa pencurian kayu.
Saran
1. Sudah waktunya Perum Perhutani mengujicobakan suatu metode pengaturan
hasil yang dinamis
2. Penelitian pada KPH lain dengan kondisi yang berbeda baik potensi, sosial dan
lingkungannya.
3. Penelitian lebih lanjut mengenai penerapan teknologi penginderaan jarak jauh
dalam mengidenifikasi luas gangguan hutan akibat pencurian kayu di KPH
Cepu.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kabupaten Blora. 2004. Kabupaten Blora Dalam Angka 2003. BPS
Kabupaten Blora, Blora.
Grant W.E., Ellen K. Pedersen and sandra L. Marin. 1997. Ecology And Natural
Resource Management. System Analysis and Simulation. John Wiley &
Sons, Inc, New York.
Hall, Charles A.S. and Day Jr, John W. 1977. Ecosystem Modeling in Theory and
Practice : An Intorduction With Case Histories. John Wiley & Sons, Inc,
New York.
Helms, J.A. (Editor). 1998. The Dictionary of Forestry. The Society Of American
Foresters and CABI Publishing, Bethesda, Wallingford.
Kuncahyo, Budi. 1998. Pendekatan Sistem dalam Penetapan Jumlah Hasil Hutan
yang Dipungut (Studi Kasus di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat). Program Pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan.
Osmaston, F. C. 1968. The Management of Forest. George Allen and Unwin, Ltd.
London.
Perum Perhutani. 1974. Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No.
143/KPTS/DJ/I/1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan
Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan, Khusus
Kelas Perusahaan Tebang Habis Jati. PHT 19 Seri Produksi 11 Tahun
1974. Perum Perhutani. Jakarta.
Rusli, Said et al. 1995. Metode Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin (Suatu
Tinjauan dan Alternatif). Grasindo, Jakarta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
MT - - - - 176,00 - - - - 69,10 12161,60 -
MR - - - - 62,00 - - - - 948,80 58825,60 -
IX 3,9 0,92 85 228,40 210,13 3,65 - - - 230,80 48497,54 775,026
VIII 3,8 0,88 75 203,18 178,80 2,67 2277,16 407151,85 6080,01 765,72 136909,51 1799,136
VII 3,8 0,85 65 184,38 156,72 2,81 2277,16 356882,72 6398,81 1291,80 202454,77 3085,464
VI 3,7 0,81 55 158,38 128,29 2,95 2277,16 292131,33 6717,61 735,40 94342,85 1757,238
V 3,8 0,85 45 143,84 122,26 3,15 2277,16 278414,20 7173,04 2392,23 292483,61 6405,196
IV 3,6 0,97 35 117,22 113,70 3,19 2277,16 258920,38 7264,13 1911,20 217309,94 5913,826
III 3,3 0,90 25 82,38 74,14 3,23 2277,16 168832,90 7355,21 1834,90 136043,16 5334,054
II 3,2 1,02 15 58,26 59,43 3,81 2277,16 135320,45 8675,96 2349,90 139643,28 9132,181
I 3,3 0,67 5 21,96 14,71 4,36 2277,16 33504,25 9928,40 5687,40 83679,85 16614,033
Jumlah 18217,25 1931158,09 59593,17 18217,25 1422351,71 50816,155
Lampiran 2. Data Dasar dan Asumsi
1. Luas yang digunakan dalam penyusunan model adalah luas areal pada KU I
sampai dengan KU IX di KPH Cepu berdasarkan hasil risalah sela tahun 1998
yaitu sebagai berikut :
Kelas Hutan Luas (Ha) Umur Tengah Bonita Rata- KBD Rata-
rata rata
IX 230,80 85 3.9 0.92
VIII 765,72 75 3.8 0.88
VII 1291,80 65 3.8 0.85
VI 735,40 55 3.7 0.81
V 2392,23 45 3.8 0.85
IV 1911,20 35 3.6 0.97
III 1834,90 25 3.3 0.90
II 2349,9 15 3.2 1.02
I 5687,4 5 3.3 0.67
Sumber: risalah sela KPH Cepu 1998
1. Dinamika Penduduk
2. Gangguan Hutan
o jml_phn_curi = Total jumlah pohon yang hilang akibat pencurin di KPH Cepu
o luascuri_total = Luas total pencurian kayu di KPH Cepu
o Pend_perkapita = Jumlah pendapatan per anggota masyarakat desa sekitar
hutan per kapita di KPH Cepu
o persen_pengangguran = Persentase jumlah penduduk yang tidak bekerja
terhadap total angkatan kerja masyarakat desa sekitar hutan di KPH Cepu
o Kons_Ky = Tota kebutuhan kayu masyarakat desa sekitar hutan di KPH Cepu
3. Jumlah Pengangguran
4. Jumlah Pohon
5. Keuangan Perusahaan
7. Pengaturan Hasil
2. Gangguan Hutan
3. Jumlah Pengangguran
o AngkatanKerja = (Jumlah_penduduk*Persen_Angkatan_kerja)
o AngkatanKerja = Jumlah_penduduk*Persen_Angkatan_kerja
o Bekerja = AngkatanKerja*Persen_bekerja
o jml_Tk_per_regu = 6
Lampiran 7. Lanjutan
o lahan_pesanggem = 0.25
o luas_TS = tanam_luas*0.3
o Pencari_kerja = AngkatanKerja-Bekerja-pensiunan
o pengangguran = Pencari_kerja-Total_TK
o pensiunan = AngkatanKerja*persen_pensiunan
o Persen_Angkatan_kerja = 0.791988829
o persen_pengangguran_1 = 100*pengangguran/AngkatanKerja
o persen_pensiunan = 0.0151
o PesanggemTS = luas_TS/lahan_pesanggem
o TK_Banjar_harian = (tanam_luas- luas_TS)/(0.11*240)
o TK_tanam = PesanggemTS+TK_Banjar_harian
o TK_tebang = jml_Tk_per_regu*regu_tebang
o Total_TK = TK_tanam+TK_tebang
o Persen_bekerja = GRAPH( TIME)
(0.00, 0.31), (2.00, 0.405), (4.00, 0.495), (6.00, 0.59), (8.00, 0.65), (10.0,
0.695), (12.0, 0.725), (14.0, 0.775), (16.0, 0.785), (18.0, 0.81), (20.0, 0.82)
o regu_tebang = GRAPH(Daur)
(40.0, 458), (44.0, 438), (48.0, 365), (52.0, 350), (56.0, 335), (60.0, 300),
(64.0, 280), (68.0, 275), (72.0, 265), (76.0, 223), (80.0, 210)
4. Jumlah Pohon
INFLOWS:
jml_phn_tanam = (etat_luas)*Jmlh_phperHa
OUTFLOWS:
mortality_I = Jml_phn_ku_I*0.02
OutKUI = phn_penj_I
upgrowth__I = Jml_phn_ku_I/10-mortality_I-OutKUI
INFLOWS:
upgrowth__I = Jml_phn_ku_I/10-mortality_I-OutKUI
OUTFLOWS:
upgrowth_II = jml_phn_kuII/10-mortality_II-OutKUII
OutKUII = phn_penj_II
Lampiran 7. Lanjutan
mortality_II = jml_phn_kuII*0.02
INFLOWS:
upgrowth_II = jml_phn_kuII/10-mortality_II-OutKUII
OUTFLOWS:
upgrowth_III = jml_phn_kuIII/10- mortality_III
OutKUIII = phn_penjIII
mortality_III = jml_phn_kuIII*0.02
? jml_phn_ku_IV(t) = jml_phn_ku_IV(t - dt) + (upgrowth_III - upgrowth_IV -
OutKUIV - mortality_IV - phn_Teb_IV) * dt
INIT jml_phn_ku_IV = upgrowth_III*10
INFLOWS:
upgrowth_III = jml_phn_kuIII/10- mortality_III
OUTFLOWS:
upgrowth_IV = jml_phn_ku_IV/10- mortality_IV
OutKUIV = phn_penjIV+CuriKUIV
mortality_IV = jml_phn_ku_IV*0.02
phn_Teb_IV = if jml_phn_ku_IV<=Teb_IV then jml_phn_ku_IV else Teb_IV
INFLOWS:
upgrowth_IV = jml_phn_ku_IV/10- mortality_IV
OUTFLOWS:
upgrowth_V = jml_phn_ku_V/10- mortality_V
OutKUV = phn_penjV+CuriKUV
mortality_V = jml_phn_ku_V*0.0001
phn_Teb_V = if jml_phn_ku_V<= Teb_V then jml_phn_ku_V else Teb_V
INFLOWS:
upgrowth_V = jml_phn_ku_V/10- mortality_V
Lampiran 7. Lanjutan
OUTFLOWS:
upgrowth_VI = jml_phn_ku_VI/10- mortality_VI
OutKUVI = phn_penjVI+CuriKUVI
mortality_VI = jml_phn_ku_VI*0.0001
phn_Teb_VI = if jml_phn_ku_VI<=Teb_VI then jml_phn_ku_VI else Teb_VI
INFLOWS:
upgrowth_VI = jml_phn_ku_VI/10- mortality_VI
OUTFLOWS:
upgrowth_VII = jml_phn_ku_VII/10-mortality_VII
OutKUVII = phn_penjVII+CuriKUVII
mortality_VII = jml_phn_ku_VII*0.0001
phn_Teb_VII = if jml_phn_ku_VII<=Teb_VII then jml_phn_ku_VII else
Teb_VII
INFLOWS:
upgrowth_VII = jml_phn_ku_VII/10-mortality_VII
OUTFLOWS:
upgrowth_VIII = jml_phn_ku_VIII/10- mortality_VIII
OutKUVIII = CuriKUVIII
mortality_VIII = jml_phn_ku_VIII*0.01
phn_Teb_VIII = if jml_phn_ku_VIII<= Teb_VIII then jml_phn_ku_VIII else
Teb_VIII
INFLOWS:
upgrowth_VIII = jml_phn_ku_VIII/10- mortality_VIII
OUTFLOWS:
phnTebangIXup = if jml_phn_kuIXup <= (phn_tebang) then jml_phn_kuIXup
else (phn_tebang)
Lampiran 7. Lanjutan
OutKUIXup = CuriKUIXup
mortality_IX = jml_phn_kuIXup*0.01
(0.00, 0.00), (250000, 0.00), (500000, 0.00), (750000, 19.0), (1e+006, 66.0),
(1.3e+006, 113), (1.5e+006, 161), (1.8e+006, 208), (2e+006, 255), (2.3e+006,
302), (2.5e+006, 350), (2.8e+006, 397), (3e+006, 444)
o penj_I = GRAPH(Jml_phn_ku_I)
(0.00, 0.00), (466667, 0.00), (933333, 53.0), (1.4e+006, 142), (1.9e+006,
230), (2.3e+006, 318), (2.8e+006, 406), (3.3e+006, 494), (3.7e+006, 583),
(4.2e+006, 671), (4.7e+006, 759), (5.1e+006, 847), (5.6e+006, 935)
o penj_II = GRAPH(jml_phn_kuII)
(0.00, 0.00), (333333, 0.00), (666667, 3.00), (1e+006, 66.0), (1.3e+006, 129),
(1.7e+006, 192), (2e+006, 255), (2.3e+006, 318), (2.7e+006, 381), (3e+006,
444), (3.3e+006, 507), (3.7e+006, 570), (4e+006, 633)
o penj_III = GRAPH(jml_phn_kuIII)
(0.00, 0.00), (316667, 0.00), (633333, 0.00), (950000, 57.0), (1.3e+006, 116),
(1.6e+006, 176), (1.9e+006, 236), (2.2e+006, 296), (2.5e+006, 356),
(2.9e+006, 416), (3.2e+006, 476), (3.5e+006, 535), (3.8e+006, 595)
o penj_IV = GRAPH(jml_phn_ku_IV)
(0.00, 0.00), (291667, 0.00), (583333, 0.00), (875000, 42.0), (1.2e+006, 98.0),
(1.5e+006, 153), (1.8e+006, 208), (2e+006, 263), (2.3e+006, 318), (2.6e+006,
373), (2.9e+006, 428), (3.2e+006, 483), (3.5e+006, 539)
o penj_V = GRAPH(jml_phn_ku_V)
(0.00, 0.00), (283333, 0.00), (566667, 0.00), (850000, 38.0), (1.1e+006, 91.0),
(1.4e+006, 145), (1.7e+006, 198), (2e+006, 252), (2.3e+006, 305), (2.6e+006,
359), (2.8e+006, 412), (3.1e+006, 466), (3.4e+006, 520)
o penj_VII = GRAPH(jml_phn_ku_VII)
(0.00, 0.00), (216667, 0.00), (433333, 0.00), (650000, 0.00), (866667, 41.0),
(1.1e+006, 82.0), (1.3e+006, 123), (1.5e+006, 164), (1.7e+006, 205), (2e+006,
5. Keuangan Perusahaan
o Biaya_KPH = Biaya_Usaha+IHH
o Biaya_Usaha =
B_umum+B_Ekploitasi+B_Pemasaran+B_Pembinaan+B_Penyusutan+B_Sar
ana&prasarana+B_Pendidkan&latihan+Tatahutan&perencanaan
o B_Ekploitasi = VolTebang*121813
o B_Pemasaran = VolTebang*281107
o B_Pembinaan =
B_Pemeliharaan+B_Persemaian+B_Ta naman+B_Perlindungan+
B_Penyuluha n
o B_Pemeliharaan = luas_tan_total* 10695
o B_Pendidkan&latihan = 9206000
o B_Penyuluhan = 570523000
o B_Penyusutan = 117502000
o B_Perlindungan = 1759104000
o B_Persemaian = luas_tan_total*413728
o B_Sarana&prasarana = 611259000
Lampiran 7. Lanjutan
o B_Tanaman = luas_tan_total*116157
o B_umum = 2706968000
o Harga_A1 = 618486
o Harga_A2 = 896115
o Harga_A3 = 1543411
o Harga_kayu_bakar = 22030
o IHH = Penerimaan_KPH*0.03
o Kayu_Bakar =
((etat volume dinamis *0.066)+(Vol_Teb_E*0.25))*Harga_kayu_bakar
o Pendapatan_KPH = Penerimaan_KPH-Biaya_KPH
o Penerimaan_KPH = Usaha_Pokok
o Pen_A1 = Vol_A1*Harga_A1
o Pen_A2 = Harga_A2*Vol_A2
o Pen_A3 = Vol_A3*Harga_A3
o Usaha_Pokok = Pen_A1+Pen_A2+Pen_A3+Kayu_Bakar
o VolTebang = Vol_Teb_AII+Vol_Teb_E
o Vol_A1 = (etat_volume dinamis*0.02)+(Vol_Teb_E*0.66)
o Vol_A2 = (etat_volume dinamis*0.06)+(Vol_Teb_E*0.16)
o Vol_A3 = (0.92*Etat_Volume)+(Vol_Teb_E*0.18)
o Vol_Teb_AII = etat volume dinamis
o Vol_Teb_E =
(phn_penj_I*V_per_phn_penj_I)+(phn_penj_II*V_per_phn_penj_II)+(phn_p
enjIII*V_per_phn_penj_III)+(phn_penj_IV*V_per_phn_penj_IV)+(phn_penj
V*V_per_phn_penj_V)+(V_per_phn_penj_VI*phn_penjVI)+(phn_penjVII*V
_per_phn_penj_VII)
o V_per_phn_penj_I = 0.014906353
o V_per_phn_penj_II = 0.060251046
o V_per_phn_penj_III = 0.12254902
o V_per_phn_penj_IV = 0.226377953
o V_per_phn_penj_V = 0.490833333
o V_per_phn_penj_VI = 0.64556962
o V_per_phn_penj_VII = 0.868518519
INFLOWS:
tanam_luas = etat_luas
OUTFLOWS:
pin_ku_I = upgrowth__I/(Jml_phn_ku_I/luas_ku_I)
Lampiran 7. Lanjutan
INFLOWS:
pin_ku_I = upgrowth__I/(Jml_phn_ku_I/luas_ku_I)
OUTFLOWS:
pin_ku_II = upgrowth_II/(jml_phn_kuII/luas_ku_II)
INFLOWS:
pin_ku_II = upgrowth_II/(jml_phn_kuII/luas_ku_II)
OUTFLOWS:
pin_ku_III= if tebluas_IV>luas_ku_IV then 0 else
(upgrowth_III/(jml_phn_kuIII/luas_ku_III))
INFLOWS:
pin_ku_III = if tebluas_IV>luas_ku_IV then 0 else
(upgrowth_III/(jml_phn_kuIII/luas_ku_III))
OUTFLOWS:
tebluas_IV = if luas_ku_V<=etat_luas then sisael_IV else 0
INFLOWS:
pin_ku_IV = if luas_ku_V=teb_luas_V then 0 else
(upgrowth_IV/(jml_phn_ku_IV/luas_ku_IV))
Lampiran 7. Lanjutan
OUTFLOWS:
pin_ku_V = if luas_ku_VI=tebluas_ku_VI then 0 else
(upgrowth_V/(jml_phn_ku_V/luas_ku_V))
INFLOWS:
pin_ku_V = if luas_ku_VI=tebluas_ku_VI then 0 else
(upgrowth_V/(jml_phn_ku_V/luas_ku_V))
OUTFLOWS:
tebluas_ku_VI = if(luas_ku_VI<=el_VI) then (luas_ku_VI) else (el_VI)
INFLOWS:
pin_kuVI = if (luas_ku_VII=teb_luas_ku_VII) then (0) else
(upgrowth_VI/(jml_phn_ku_VI/luas_ku_VI))
OUTFLOWS:
pin_ku_VII = if (luas_ku_VIII=teb_luas_ku_VIII) then (0) else
upgrowth_VII/(jml_phn_ku_VII/luas_ku_VII))
INFLOWS:
pin_ku_VII = if (luas_ku_VIII=teb_luas_ku_VIII) then (0) else
(upgrowth_VII/(jml_phn_ku_VII/luas_ku_VII))
OUTFLOWS:
teb_luas_ku_VIII = IF(luas_ku_VIII<=el_VIII) THEN(luas_ku_VIII)
ELSE(el_VIII)
INFLOWS:
pin_ku_VIII = if (luas_ku_IX_up=teb_luas_ku_IX_up) then (0) else
(upgrowth_VIII/(jml_phn_ku_VIII/luas_ku_VIII))
OUTFLOWS:
teb_luas_ku_IX_up = IF(luas_ku_IX_up<=etat_luas) THEN(luas_ku_IX_up)
ELSE(etat_luas)
7. Pengaturan Hasil
o areal_berhutan =
luas_ku_I+luas_ku_II+luas_ku_III+luas_ku_IV+luas_ku_V+luas_ku_VI+luas
_ku_VII+luas_ku_VIII+luas_ku_IX+luas_MR+luas_MT
o areal_berhutan =
luas_ku_I+luas_ku_II+luas_ku_III+luas_ku_IV+luas_ku_V+luas_ku_VI+luas
_ku_VII+luas_ku_VIII+luas_ku_IX_up
o Daur = 80
o etat_luas = areal_berhutan/Daur
o etat_volume_dinamis = v_standing_stock/Daur
o Etat_Vol_metode_Burn = if Waktu<=10 then 18720.84 else (if (Waktu=11) or
(Waktu=12) or (Waktu=13) or (Waktu=14) or (Waktu=15) or (Waktu=16) or
(Waktu=17) or (Waktu=18) or (Waktu=19) or (Waktu=20) then 17915.45
else 0 )
o penggunaan_model = 0
o phn_II = jml_phn_kuII*Vperphn_II
o Produksi_kayu = if penggunaan_model = 0 then Etat_Vol_metode_Burn else
etat_volume_dinamis
o Vol_IV_Up =
V_phn_IV+V_phn_V+V_phn_VI+V_phn_VII+V_phn_VIII+V_phn_IX_up
o Vperphn_I = 0.14
o Vperphn_II = 0.21
o Vperphn_III = 0.25
o V_per_phn_IV = 0.4014
o V_per_phn_IX = 1.6794
o V_per_phn_V = 0.5754
o V_per_phn_VI = 0.8081
o V_per_phn_VII = 1.0358
o V_per_phn_VIII = 1.5392
o V_phn_I = Jml_phn_ku_I*Vperphn_I
o V_phn_III = jml_phn_kuIII*Vperphn_III
o V_phn_IV = jml_phn_ku_IV*V_per_phn_IV
o V_phn_IX_up = jml_phn_kuIXup*V_per_phn_IX
o V_phn_V = jml_phn_ku_V*V_per_phn_V
o V_phn_VI = jml_phn_ku_VI*V_per_phn_VI
o V_phn_VII = jml_phn_ku_VII*V_per_phn_VII
o V_phn_VIII = jml_phn_ku_VIII*V_per_phn_VIII
o v_standing_stock=
V_phn_I+phn_II+V_phn_III+V_phn_IV+V_phn_V+V_phn_VI+V_phn_VII+
V_phn_VIII+V_phn_IX_up
o Waktu = TIME
Lampiran 8. Sub Model Potensi tegakan
Potensi tegakan
etat luas
Graph 16 jml phn curi jml phn curi
etat luas jml phn curi jml phn curi
jml phn curi CuriKUVII jml phn curi
Table 16 CuriKUV
Daur Daur CuriKUVI
Daur CuriKUIV
Daur Daur
Daur
phn penjV CuriKUVIII CuriKUIXup
etat luas Daur
OutKUIV OutKUVI
etat luas OutKUVII
etat luas
etat luas
etat luas
phn penj I phn penjIII
phn penj II phn penjIV OutKUV phn penjVI phn penjVII OutKUVIII OutKUIXup
OutKUI OutKUII OutKUIII
~ ~ ~ ~
~ ~ ~ jml phn ku VIII
Jml phn ku I jml phn kuII penj II jml phn kuIII jml phn ku IV jml phn ku V penj V jml phn ku VI penj VII upgrowth VIII jml phn kuIXup
penj IV
penj I penj III penjVI jml phn ku VII
jml phn tanam upgrowth II upgrowth III upgrowth IV upgrowth V upgrowth VI upgrowth VII
upgrowth I
phnTebangIXup
phn Teb VIII
mortality VI mortality VII
mortality I mortality II mortality III mortality VIII mortality IX
mortality V
mortality IV phn Teb VI
phn Teb IV phn Teb V m3 perphn
phn tebang
Jmlh phperHa phn Teb VII
etat luas
Teb VIII
Teb IV Teb V
jml phn ku V
Teb VI Teb VII
sisa KU VIII
jml phn ku IV
jml phn ku VI sisa KU VII
Produksi kayu
phn Teb VI
sisa KU IV sisa KU V phnTebangIXup phn tebang
sisa KU VI
phnTebangIXup
phn Teb VII
m3 perphn phn tebang
jml phn kuIXup phn tebang phn tebang
Phn IV up
jml phn ku VII
phn Teb VII
phn Teb VIII
jml phn ku VIII phn Teb VIII phn tebang
Vol IV Up
phnTebangIXup phnTebangIXup
phn Teb VIII
Table 21
69
Lampiran 9. Sub Model Luas Areal Berhutan
teb luas ku IX up
teb luas ku IX up
teb luas ku IX up etat luas etat luas
teb luas ku IX up
teb luas ku VIII etat luas teb luas ku VII
teb luas ku VII teb luas ku VIII sisa el VII
teb luas ku VIII
el V sisa el VIII
sisa el VI
el VIII
tebluas ku VI tebluas ku VI teb luas ku VII teb luas ku VIII teb luas ku IX up
sisael IV
sisael V
upgrowth II
upgrowth I el VI el VII
upgrowth III
teb luas V
pin ku II pin ku III tebluas IV upgrowth IV luas ku VI luas ku VII luas ku VIII upgrowth VIII luas ku IX up
pin ku V
luas ku I pin ku I luas ku II
Jml phn ku I jml phn kuII upgrowth V tebluas ku VI upgrowth VI teb luas ku VIII
jml phn kuIII tebluas IV luaspenc ku VII luas penc ku VIII
luaspenc IV teb luas V luas penc V luaspenc ku VI luas penc ku IXup
jml phn ku V teb luas ku VII teb luas ku IX up
etat luas jml phn ku IV upgrowth VII
jml phn ku VI jml phn ku VII jml phn ku VIII
luascuri total
luascuri total
70