Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM NORMAL

DI RUANG NIFAS RSUD KOTA MATARAM

DISUSUN OLEH :

ILHAM AL FATHUR
108 STYJ 16

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MATARAM
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,
perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah
mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan
selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan
dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi
emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai
berbagai macam komplikasi post partum. Beberapa penyesuaian dibutuhkan
oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada
minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi
fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri
dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau
sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues, atau
karena kurangnya penanganan ibu post partum sangat rentan mengalami
infeksi dan perdarahan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan post partum.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi post partum.
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi post partum.
c. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi post partum.
d. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari post partum.
e. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan post
partum.
f. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan
post partum.
.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai
kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Masa nifas atau masa purpenium adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6-8 minggu (Manjoer, A dkk, 2001). Akan tetapi
seluruh alat genetal baruh pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan
dalam waktu 3 bulan (Ilmu kebidanan, 2007).
Masa nifas adalah priode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak,
ketika alat-alat reproduksi tengah kembali ke kondisi normal (Barbara F.
Weller, 2005).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam (Saifuddin, 2002).
Post partum adalah masa pulih kembali dari persalinan sampai alat-alat
kandung kembali seperti sebelum hamil, lama massa nifas yaitu 6-8 minggu
(Rustam, 1991)
Jadi dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah masa
setelah kelahiran bayi pervagina dan berakhir setelah alat-alat kandungan
kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.

B. Klasifikasi
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
1. Post partum dini yaitu keputihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri,
berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
2. Post partum intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.
3. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau
tahunan.

C. Anatomi dan Fisiologi


Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak
didalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,
yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna
berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron
(Bobak, 2005).
1. Stuktur eksterna
a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.
Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil
sampai ke belakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat
jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan
ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan
melindungi simfisis pubis selama koitus.
c. Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi
labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora
melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada
wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia
mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur
di bawahnya. Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada
vagina atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus
vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada
permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen
lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang
kasar dan semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial
labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia
mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan
adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama
rangsangan seksual.
d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan
kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang, memanjang ke
arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchett.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung
pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina.
Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah
kemerahan dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada
stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia
minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak
membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi
erotiknya.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak
tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian
yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris
dinamai glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita
secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar.
Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak
seperti keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai
feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang
berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas
wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat
klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan
kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak
berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum
mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-
masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di
garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa
navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
2. Struktur interna
a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di
belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi
krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovari proprium, yang
mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah
menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir,
ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di
antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan
tempat utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita
normal.
b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan
berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira
10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi
ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi
terutama oleh gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan
prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis
tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah
pada saat ovulasi.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang
tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari
tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan
insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang
mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi
yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai
sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus
adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan
dan persalinan.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah
suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan :
lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang
berongga, dan lapisan dalam padat yang menghubungkan
indometrium dengan miometrium.
2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot
polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal
membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di
daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk
mendorong bayi pada persalinan.
3) Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat
kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus
dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena
peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
d. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat
terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal
terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel
yang di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur
kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis
atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus
vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik
diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus
mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

D. Etiologi
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara
pasti atau jelas terdapat beberapa teori antara lain (Rustma Muchtar, 1998) :
1. Penurunan kadar progesterone
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen
meninggikan ketentraman otot rahim.
2. Penurunan kadar progesterone
Pada akhir kehamilan kadar oxytocinbertambah, oleh karena itu timbul
kontraksi otot rahim.
3. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim
makin rentan.
4. Pengaruh janin
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan oleh karena itu pada enencephalus kehamilan sering lebih lama
dan biasa.
5. Teori prostaglandin
Teori prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah
satu sebab permulaan persalinan.

E. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya
disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting
lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena
pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar
mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh
darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam
cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah
timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta
pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu
mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin
regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang
memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis
serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
F. PATHWAY
G. Manifestasi Klinis
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya
wanita memasuki “bulannya atau minggunya atau harinya” yang disebut kala
pendahuluan (preparatory stage of labor) ini memberikan tanda-tanda sebagai
berikut :
1. Lightening atau setting atau droping yaitu kepala turun memasuki pintu
atas panggul terutama pada primigravida pada multipara tidak begitu
kentara.
2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3. Perasaan sering atau susah kencing (potakisurla) karena kandung kemih
tertekan oleh bagian terbawa janin.
4. Perasaan sakit perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi lemah dari
uterus, kadang disebut “false labor pains”.
5. Serviks menjadi lembek, mulai melebar dan sekresinya bertambah dan
bisa bercampur darah (bloody shoe).

H. Komplikasi Post Partum


1. Klien post partum komplikasi perdarahan
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-
600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam
Mochtar, MPH, 1998). Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi
2, yaitu:
a. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b. Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah :
1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a) Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta
b) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4) Trauma jalan lahir
a) Episiotomi yang lebar
b) Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c) Rupture uteri
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia
/hipofibrinogenemia.
2. Klien post partum komplikasi infeksi
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang - biaknya
mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh
terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998)
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah
melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28
hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh
pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban
pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi
jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya
adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril
digunakan pada saat proses persalinan.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
a. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini
biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak
suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
b. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan
sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan
orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi
sebab infeksi umum.
c. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi
terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini
merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
d. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat
berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan
partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
3. Klien post partum komplikasi penyakit blues
Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues
atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan
yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada
saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai
kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu
pasca persalinan.
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami
perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana
hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si
bayi, atau pun dengan dirinya sendiri.
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai
saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan
terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
a. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional
pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam
perubahan mood dan kejadian depresi.
b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
d. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan
sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).
e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan post partum menurut Siswosudarmo, 2008:
a. Pemerikasaan umum: tensi,nadi,keluhan dan sebagainya
b. Keadaan umum: TTV, selera makan dll
c. Payudara: air susu, putting
d. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
e. Sekres yang keluar atau lochea
f. Keadaan alat kandungan
g. Pemeriksaan penunjang post partum menurut Manjoer arif dkk, 2001
h. Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum
i. Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta.

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring
kanan kiri
c. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang
benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
d. Hari ke-2 : mulai latihan duduk
e. Hari ke-3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus Keperawatan


1. Riwayat ibu
a. Biodata ibu.
b. Penolong.
c. Jenis persalinan.
d. Masalah-masalah persalinan.
e. Nyeri.
f. Menyusui atau tidak
g. Keluhan-keluhan saat ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran
per vaginam/perdarahan/lokhia, putting/payudara.
h. Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan.
2. Riwayat sosial ekonomi
a. Respon ibu dan keluarga terhadap bayi.
b. Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah.
c. Para pembuat keputusan di rumah.
d. Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat.
e. Kepercayaan dan adat istiadat.
3. Riwayat bayi
a. Menyusu.
b. Keadan tali pusat.
c. Vaksinasi.
d. Buang air kecil/besar.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Suhu tubuh.
2) Denyut nadi.
3) Tekanan darah.
4) Tanda-tanda anemia.
5) Tanda-tanda edema/tromboflebitis.
6) Refleks.
7) Varises.
8) CVAT (Contical Vertebral Area Tenderness).
b. Pemeriksaan payudara
1) Putting susu : pecah, pendek, rata.
2) Nyeri tekan.
3) Abses.
4) Pembengkakan/ASI terhenti.
5) Pengeluaran ASI.
c. Pemeriksaan perut / uterus
1) Posisi uterus/tinggi fundus uteri.
2) Kontraksi uterus.
3) Ukuran kandung kemih.
d. Pemeriksaan vulva/perineum
1) Pengeluaran lokhia.
2) Penjahitan laserasi atau luka episiotomi.
3) Pembengkakan.
4) Luka.
5) Henoroid.
e. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
f. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
g. Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (“post partum blues” sering terlihat
kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
h. Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima.
i. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
j. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga
sampai kelima pasca partum.
k. Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun
kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
Lokhia rubra berlanjut sampai hari kedua sampai ketiga, berlanjut
menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal :
rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal : menyusui).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada suhu
matur, biasanya pada hari ketiga; mungkin lebih dini, tergantung kapan
menyusui dimulai.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan
perineum; luka episiotomi; involusi uteri; hemoroid; pembengkakan
payudara
2. Resiko defisit volume cairan berubungan dengan pengeluaran yang
berlebihan; perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
3. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) berhubungan dengan trauma
perineum dan saluran kemih
4. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan
kurangnya mobilisasi; diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
5. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi;
kelemahan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
7. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang cara merawat bayi.
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan rasa Pasien 1. Kaji tingkat nyeri 1. Menentukan
nyaman mendemonstrasikan pasien. intervensi
(nyeri) b/d tidak adanya nyeri. keperawatan
peregangan Kriteria hasil: vital sesuai skala
perineum; luka sign dalam batas 2. Kaji kontraksi nyeri.
episiotomi; normal, pasien uterus, proses 2. Mengidentifikasi
involusi uteri; menunjukkan involusi uteri. penyimpangan
hemoroid; peningkatan dan kemajuan
pembengkakan aktifitas, keluhan berdasarkan
payudara. nyeri terkontrol, 3. Anjurkan pasien involusi uteri.
payudara lembek, untuk membasahi 3. Mengurangi
tidak ada perineum dengan ketegangan pada
bendungan ASI. air hangat luka perineum.
sebelum
berkemih.
4. Anjurkan dan
latih pasien cara
merawat 4. Melatih ibu
payudara secara mengurangi
teratur. bendungan ASI
dan
5. Jelaskan pada ibu memperlancar
tetang teknik pengeluaran ASI.
merawat luka
perineum dan 5. Mencegah infeksi
mengganti PAD dan kontrol nyeri
secara teratur pada luka
setiap 3 kali perineum.
sehari atau setiap
kali lochea keluar
banyak.
6. Kolaborasi dokter
tentang
pemberian
analgesik bial
nyeri skala 7 ke 6. Mengurangi
atas. intensitas nyeri
denagn menekan
rangsnag nyeri
pada nosiseptor.

2. Resiko defisit Pasien dapat 1. Pantau: 1. Mengidentifikasi


volume cairan mendemostrasikan  Tanda-tanda penyimpangan
b/d status cairan vital setiap 4 indikasi kemajuan
pengeluaran membaik. jam. atau
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
yang Kriteria evaluasi:  Warna urine. penyimpangan
berlebihan; tak ada manifestasi  Berat badan dari hasil yang
perdarahan; dehidrasi, resolusi setiap hari. diharapkan.
diuresis; oedema, haluaran  Status umum
keringat urine di atas 30 setiap 8 jam.
berlebihan. ml/jam, kulit 2. Pantau: cairan
kenyal/turgor kulit masuk dan cairan 2. Mengidentifikasi
baik. keluar setiap 8 keseimbangan
jam. cairan pasien
secara adekuat
3. Beritahu dokter dan teratur.
bila: haluaran 3. Temuan-temuan
urine < 30 ml/jam, ini mennadakan
haus, takikardia, hipovolemia dan
gelisah, TD di perlunya
bawah rentang peningkatan
normal, urine cairan.
gelap atau encer
gelap.
4. Konsultasi dokter
bila manifestasi
kelebihan cairan
terjadi. 4. Mencegah pasien
jatuh ke dalam
kondisi kelebihan
cairan yang
beresiko
terjadinya oedem
paru.

3. Perubahan Pola eleminasi 1. Kaji haluaran 1. Mengidentifikasi


pola eleminasi (BAK) pasien urine, keluhan penyimpangan
BAK (disuria) teratur. serta keteraturan dalam pola
b/d trauma Kriteria hasil: pola berkemih. berkemih pasien.
perineum dan eleminasi BAK 2. Anjurkan pasien
saluran kemih. lancar, disuria tidak melakukan 2. Ambulasi dini
ada, bladder ambulasi dini. memberikan
kosong, keluhan rangsangan untuk
kencing tidak ada. pengeluaran urine
dan pengosongan
3. Anjurkan pasien bladder.
untuk membasahi 3. Membasahi
perineum dengan bladder dengan
air hangat air hangat dapat
sebelum mengurangi
berkemih. ketegangan akibat
4. Anjurkan pasien adanya luka pada
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
untuk berkemih bladder.
secara teratur. 4. Menerapkan pola
berkemih secara
teratur akan
melatih
pengosongan
5. Anjurkan pasien bladder secara
untuk minum teratur.
2500-3000 ml/24 5. Minum banyak
jam. mempercepat
filtrasi pada
glomerolus dan
6. Kolaborasi untuk mempercepat
melakukan pengeluaran
kateterisasi bila urine.
pasien kesulitan 6. Kateterisasi
berkemih. memabnatu
pengeluaran urine
untuk mencegah
stasis urine.

4. Perubahan Pola eleminasi 1. Kaji pola BAB, 1. Mengidentifikasi


pola eleminasi (BAB) teratur. kesulitan BAB, penyimpangan
BAB Kriteria hasil: pola warna, bau, serta kemajuan
(konstipasi) eleminasi teratur, konsistensi dan dalam pola
b/d kurangnya feses lunak dan jumlah. eleminasi (BAB).
mobilisasi; warna khas feses,
diet yang tidak bau khas feses, 2. Anjurkan 2. Ambulasi dini
seimbang; tidak ada kesulitan ambulasi dini. merangsang
trauma BAB, tidak ada pengosongan
persalinan. feses bercampur rektum secara
darah dan lendir, lebih cepat.
konstipasi tidak 3. Anjurkan pasien 3. Cairan dalam
ada. untuk minum jumlah cukup
banyak 2500- mencegah
3000 ml/24 jam. terjadinya
penyerapan
cairan dalam
rektum yang
dapat
menyebabkan
feses menjadi
keras.
4. Kaji bising usus 4. Bising usus
setiap 8 jam. mengidentifikasik
an pencernaan
dalam kondisi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
baik.
5. Pantau berat 5. Mengidentifiakis
badan setiap hari. adanya
penurunan BB
secara dini.
6. Anjurkan pasien 6. Meningkatkan
makan banyak pengosongan
serat seperti feses dalam
buah-buahan dan rektum.
sayur-sayuran
hijau.

5. Gangguan ADL dan 1. Kaji toleransi 1. Parameter


pemenuhan kebutuhan pasien terhadap menunjukkan
ADL b/d beraktifitas pasien aktifitas respon fisiologis
immobilisasi; terpenuhi secara menggunakan pasien terhadap
kelemahan. adekuat. parameter stres aktifitas dan
Kriteria hasil: berikut: nadi indikator derajat
- Menunjukkan 20/mnt di atas penagruh
peningkatan dalam frek nadi kelebihan kerja
beraktifitas. istirahat, catat jnatung.
- Kelemahan dan peningaktan TD,
kelelahan dispnea, nyeri
berkurang. dada, kelelahan
- Kebutuhan ADL berat,
terpenuhi secara kelemahan,
mandiri atau berkeringat,
dengan bantuan. pusing atau
- frekuensi pinsan.
jantung/irama dan 2. Tingkatkan 2. Menurunkan
Td dalam batas istirahat, batasi kerja
normal. aktifitas pada miokard/komsum
- kulit hangat, dasar si oksigen ,
merah muda dan nyeri/respon menurunkan
kering hemodinamik, resiko
berikan aktifitas komplikasi.
senggang yang
tidak berat.
3. Kaji kesiapan 3. Stabilitas
untuk fisiologis pada
meningkatkan istirahat penting
aktifitas contoh: untuk
penurunan menunjukkan
kelemahan/kelela tingkat aktifitas
han, TD individu.
stabil/frek nadi,
peningaktan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
perhatian pada
aktifitas dan
perawatan diri.
4. Dorong 4. Komsumsi
memajukan oksigen
aktifitas/toleransi miokardia selama
perawatan diri. berbagai aktifitas
dapat
meningkatkan
jumlah oksigen
yang ada.
Kemajuan
aktifitas bertahap
mencegah
peningkatan tiba-
tiba pada kerja
jantung.
5. Anjurkan 5. Teknik
keluarga untuk penghematan
membantu energi
pemenuhan menurunkan
kebutuhan ADL penggunaan
pasien. energi dan
membantu
keseimbangan
suplai dan
kebutuhan
oksigen.
6. Jelaskan pola 6. Aktifitas yang
peningkatan maju
bertahap dari memberikan
aktifitas, contoh: kontrol jantung,
posisi duduk meningaktkan
ditempat tidur regangan dan
bila tidak pusing mencegah
dan tidak ada aktifitas
nyeri, bangun berlebihan.
dari tempat tidur,
belajar berdiri
dst.

6. Resiko infeksi Infeksi tidak 1. Pantau: vital 1. Mengidentifikasi


b/d trauma terjadi. sign, tanda penyimpangan
jalan lahir. Kriteria hasil: tanda infeksi. dan kemajuan
infeksi tidak ada, sesuai intervensi
luka episiotomi yang dilakukan.
kering dan bersih,
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
takut berkemih dan 2. Kaji pengeluaran 2. Mengidentifikasi
BAB tidak ada. lochea, warna, kelainan
bau dan jumlah. pengeluaran
lochea secara
dini.

3. Kaji luka 3. Keadaan luka


perineum, perineum
keadaan jahitan. berdekatan
dengan daerah
basah
mengakibatkan
kecenderunagn
luka untuk selalu
kotor dan mudah
terkena infeksi.
4. Anjurkan pasien 4. Mencegah
membasuh vulva infeksi secara
setiap habis dini.
berkemih dengan
cara yang benar
dan mengganti
PAD setiap 3 kali
perhari atau
setiap kali
pengeluaran
lochea banyak.
5. Pertahnakan 5. Mencegah
teknik septik kontaminasi
aseptik dalam silang terhadap
merawat pasien infeksi.
(merawat luka
perineum,
merawat
payudara,
merawat bayi).

7. Resiko Gangguan proses 1. Beri kesempatan 1. Meningkatkan


gangguan parenting tidak ada. ibu untuk kemandirian ibu
proses Kriteria hasil: ibu melakukan dalam perawatan
parenting b/d dapat merawat bayi perawatan bayi bayi.
kurangnya secara mandiri secara mandiri.
pengetahuan (memandikan,
tentang cara menyusui, merawat 2. Libatkan suami 2. Keterlibatan
merawat bayi. tali pusat). dalam perawatan bapak/suami
bayi. dalam perawatan
bayi akan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
No.
Keperawatan Kriteria Hasil
membantu
meningkatkan
keterikatan batih
ibu dengan bayi.
3. Latih ibu untuk 3. Perawatan
perawatan payudara secara
payudara secara teratur akan
mandiri dan mempertahankan
teratur. produksi ASI
secara kontinyu
sehingga
kebutuhan bayi
akan ASI
tercukupi.
4. Motivasi ibu 4. Meningkatkan
untuk produksi ASI.
meningkatkan
intake cairan dan
diet TKTP.
5. Lakukan rawat 5. Meningkatkan
gabung sesegera hubungan ibu
mungkin bila dan bayi sedini
tidak terdapat mungkin.
komplikasi pada
ibu atau bayi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam (Saifuddin,2002). Post portum/ masa nifas dibagi dalam 3
periode (Mochtar, 1998) yaitu puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, purperium intermedial yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu dan
remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi.

B. Saran
1. Pasien
Diharapkan pasien dapat memahami pengertian, penyebab, klasifikasi,
fisiologi dan penatalaksanaan pada saat post partum .
2. Perawat
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai
kerangka kerja untuk perawatan pasien dengan post partum.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri
dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo, Jakarta.

http://dwitasari37.blogspot.com/2013/09/post-partum.html diakses pada tanggal 22


Juni 2014

Http://Www.Slideshare.Net/Septianraha/Asuhan-Keperawatan-Pada-Ny-D Dengan-
Post-Partum-Normal Di-Wilayah-Kerja-Puskesmas-Delanggu-Klaten diakses
pada tanggal 22 Juni 2014

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana


Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai