Dalam Manajemen Tata Lingkungan Perairan Ada Beberapa Hal Atau Faktor Yang
Dalam Manajemen Tata Lingkungan Perairan Ada Beberapa Hal Atau Faktor Yang
mempengaruhi kualitas lahan maupun kualitas air yang disebabkan karena adanya
pencemaran atau penurunan mutu lingkungan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan
kondisi kualitas lingkungan tersebut maka perlu dilakukan manajemen dalam melakukan
penataan kondisi lahan maupun lingkungan perairan. Dalam pratikum kali ini ada
beberapa indikator yang diamati mengenai manajemen lahan dan lingkungan perairan
adalah suhu, salinitas, DO, nitrat, pH, topografi dan tekstur tanah.
1. Suhu Perairan
Pertumbuhan dan kehidupan biota air sangat dipengaruhi suhu air. Kisaran suhu
optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28ºC-32ºC. Pada kisaran
tersebut konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam. Di bawah suhu 25ºC,
konsumsi oksigen mencapai 1,2 mg/g berat tubuh/jam. Pada suhu 18ºC-25ºC, ikan masih
bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun. Suhu 12ºC-18ºC mulai berbahaya
bagi ikan, sedangkan suhu di bawah 12ºC ikan tropis akan mati kedinginan (Ahmad
dkk.,1998).
Semakin tinggi suhu air, semakin rendah daya larut oksigen di dalam air, dan
sebaliknya. Suhu mempengaruhi metabolisme, daya larut gas-gas, termasuk oksigen serta
berbagai reaksi kimia di dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin tinggi pula laju
metabolisme udang yang berarti semakin besar konsumsi oksigennya, padahal kenaikan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan di lokasi pratikum kisaran suhu
air yang didapatkan adalah sebesar 27°C, keadaan ini menunjukan bahwa tambak tersebut
dalam kondisi yang optimal untuk kehidupan organisme. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Buwono (1993), suhu yang ideal untuk kehidupan ikan maupun udang
berkisar antara 25-30°C. Ikan Bandeng masih hidup normal pada suhu 35ºC. Secara
teoritis, ikan tropis masih hidup normal pada suhu 30ºC-35ºC kalau konsentrasi oksigen
2. Salinitas
Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas,
akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Biota yang hidup di air yang bersalinitas
tinggi harus mampu menyesuaikan dirinya terhadap tekanan osmotik dari lingkungannya.
Penyesuaian ini memerlukan banyak energi yang diperoleh dari makanan dan digunakan
untuk keperluan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi pratikum nilai salinitas
yang didapatkan yaitu 9 ppt, nilai ini masih layak untuk kehidupan organisme budidaya
khususnya ikan bandeng maupun udang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mintardjo et al.,
(1985), yang menyatakan bahwa Salinitas yang baik untuk kegiatan budidaya ikan dan
3. DO
karena itu, ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktivitasnya,
konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, dengan
ketentuan faktor kondisi lainnya adalah optimum. Karena itu, kekurangan oksigen dalam
oksigen terlarut dalam tambak di lokasi pratikum yaitu 4,1 mg/l, termasuk konsentrasi
yang cukup baik untuk pertumbuhan ikan bandeng maupun udang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kordi dan Tancung (2007), bahwa kandungan oksigen terlarut untuk
pertumbuhan optimal ikan Bandeng yaitu berkisar 4-7 mg/l. Sedangkan pertumbuhan
optimal untuk Udang Windu yaitu berkisar 5-10 mg/l.
4. Nitrat
konsentrasi nitrat diperlukan untuk menstimulir pertumbuhan klekap, plankton dan lumut
sebagai pakan alami utama ikan. Kosentrasi nitrat dalam tambak di lokasi pratikum yaitu
0,0036 mg/l. Wardoyo (1982) dalam Resti (2002) mengatakan bahwa alga khususnya
fitoplankton dapat tumbuh optimal pada kandungan nitrat sebesar 0,09-3,5 mg/l. Pada
konsentrasi dibawah 0,01 mg/l atau diatas 4,5 mg/l nitrat dapat merupakan faktor
pembatas. Ditinjau dari kandungan nitrat tambak di lokasi pratikum tergolong memiliki
pengaruh yang besar terhadap organisme budidaya sehingga seringkali dijadikan petunjuk
untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan. Perairan asam akan kurang produktif,
bahkan dapat menyebabkan kematian pada hewan budidaya. Pada keasaman yang tinggi
(pH rendah) kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Hal sebaliknya terjadi pada
perairan basa. Berdasarkan hasil pengamatan nilai pH di tambak lokasi pratikum yaitu
sekitar 7. Dari data hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa pH dalam
tambak ini cukup normal bagi kegiatan budidaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Khordi dan Tanjung (2007), yang menyatakan bahwa hubungan antara pH air dan
kehidupan ikan budidaya, apabila pH <4,5 air bersifat racun bagi ikan, pH 5-6,5
pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap bakteri parasit, pH yang
terbaik dalam budidaya dalah 6,5 – 9,0 dan kisaran optimum adalah pH 7,5- 8,7.
6. Tekstur Tanah
tanah tambak yang kami amati baik untuk proses budidaya, yaitu secara umum
mengandung banyak liat dan lumpur berpasir seperti halnya yang diungkapkan oleh
Potter (1977) dalam Afrianto dan Liviawaty (1991), yang menyatakan bahwa tanah liat
dan lumpur merupakan media yang baik untuk pertumbuhan klekap karena banyak
7. Topografi
daratan serta kondisi wilayah pada umumnya merupakan dataran rendah, demikian pula
mempertahankan kondisi kualitas lahan budidaya (tambak) maupun kualitas air yang
diakibatkan oleh degradasi lingkungan dan pencemaran limbah rumah tangga. Kondisi
lahan budidaya baik internal (tekstur tanah) maupun eksternal (lingkungan sekitar
tambak) sudah tidak layak dijadikan areal budidaya. Hal ini disebabkan karena tambak
tersebut dekat dengan pemukiman warga, maka secara tidak langsung degradasi
lingkungan yang diakibatkan pencemaran dari limbah buangan rumah tangga tidak bisa
dihindari.
Adapun kondisi kualitas air dari beberapa parameter yang kami amati di tambak
masyarakat kawasan Teluk Kendari seperti suhu perairan, salinitas, DO, nitrat, derajat
keasaman dan tekstur tanah dapat disimpulkan bahwa kondisi kualitas air secara
keseluruhan masih layak dijadikan sebagai areal budidaya, hanya kandungan nitrat
pernyataan Khardi dan Tanjung (2007), hal tersebut disebabkan karena terdapat sisa-sisa
ganggang yang mati, sisa pakan dan kotoran biota budidaya itu sendiri serta
tambak seperti pemberian pupuk, peristrahatan tambak, pengeringan, pergantian air dan
pencucian sehingga tanah dasar tambak menjadi subur, gembur dan membuat koloid
tanah menjadi stabil, disamping itu guna mengoksidasi bahan-bahan organik dan