Anda di halaman 1dari 2

WHO menetapkan Sumedang memiliki angka stunting tertinggi!

Dilansir dari departemen kesehatan republik Indonesia, Kejadian balita stunting (pendek)
merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status
Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan
dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek
mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.

Untuk menekan angka tersebut, masyarakat perlu memahami faktor - faktor apa saja yang
menyebabkan terjadinya stunting. Stunting sendiri merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada
anak (pertumbuhan tubuh dan otak) yang di karenakan oleh kekurangan gizi dalam waktu yang
lama. Oleh karena itu, anak akan lebih pendek dari anak normal yang memiliki usia sama
dengannya dan memiliki kecendrungan keterlambatan dalam berpikir.

Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal
kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap
makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan
sumber protein hewani.

Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian
makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan
gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan,
dan menyusui akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak. Faktor lainnya
yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan di usia remaja, gangguan
mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses
terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.

Berdasarkan ketetapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas toleransi stunting


maksimal 20 persen, sedangkan prevalensi balita di Kabupaten Sumedang melampui angka
tersebut, yakni mencapai 28 persen dari total keseluruhan jumlah balita.

Dari informasi yang berhasil dihimpun, 10 desa di delapan kecamatan di Kabupaten


Sumedang menjadi fokus intervensi untuk menekan angka stunting. Desa tersebut yakni Desa
Cijeruk (Kecamatan Pamulihan), Desa Cilembu (Kecamatan Pamulihan), Desa Mekarbakti
(Kecamatan Pamulihan), Desa Sukahayu (Kecamatan Rancakalong), Desa Cimarga (Cisitu),
Desa Malaka (Kecamatan Situraja), Desa Ungkal (Kecamatan Conggeang), Desa Mekarsari
(Sukasari), Desa Margamukti (Kabupaten Sumedang Utara), Desa Sukahayu (Kecamatan
Rancakalong), dan Desa Kebon kelapa (Kabupaten Sumedang).

Dampak jangka pendek yang akan terjadi pada anak stunting diantaranya adalah :
Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian, perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada
anak tidak optimal, dan peningkatan biaya kesehatan. Sedangkan dampak jangka panjang pada
anak stunting yaitu : Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya); Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya; Menurunnya kesehatan
reproduksi; Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal. (MO)

Anda mungkin juga menyukai