Anda di halaman 1dari 29

PAPER EKONOMI KEUANGAN PERBANKAN ISLAM

BAITUL MAAL WATTAMWIL

DISUSUN OLEH :
OLIVELIA NOVELINA NGABITO 16313073
JULIA INDAH PERMATASARI 16313078
NURUL FATMA 16313080
MERINDA ZUHRIANINGSARI 16313083
WANDASARI EKA PUTRI 16313101

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN ILMU EKONOMI


UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Pada awalnya Baitul Maal Wattamwil (BMT) berkembang dari kegiatan Baitul maal yang
bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) dari muzzaki
untuk diberikan kepada para mustahik dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai bagian yang
menitikberatkan pada aspek sosial. Pada perkembangan selanjutnya untuk pemberdayaan ekonomi
sebagai usaha membangkitkan aktivitas para mustahik maupun usaha kecil, maka dibentuklah
Baitul Maal Wattamwil yang berkonsentrasi kepada pembinaan dan pengembangan usaha kecil
dengan sistem syariah yang berbagi hasil dan merupakan lembaga komersial. BMT adalah
lembaga keuangan mikro dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro
dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir
miskin. yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yang tata cara beroperasinya
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.

Baitul Maal Wattamwil (BMT) tersusun atas dua kata golongan yang masing-masing
mempunyai makna sendiri, yakni Baitul Maal dan Baituttamwil. Baitul Maal adalah lembaga
keuangan yang berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta
menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS), sesuai dengan ketentuan
prinsip syariah. Sedangkan Baituttamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam
bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. BMT didirikan berdasarkan asas pada masyarakat
yang salam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Baitul Maal Wattamwil
(BMT) memiliki beberapa prinsip dasar sesuai dengan syariah-syariah Islam antara lain sebagai
berikut :

a) Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), Thayyiban (terindah), Ahsanu’amala (memuaskan semua
pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
b) Barokah, artinya berdayaguna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan
(keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
c) Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
d) Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
e) Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non-diskriminatif.
Jika dilihat secara kelembagaan BMT (Baitul Maal Wattamwil) didukung oleh Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban
misi yang lebih luas, yaitu mengembangkan dan membentuk usaha kecil. Dalam prakteknya,
PINBUK membentuk BMT, dan BMT mendirikan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan
representasi dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan demikian BMT mampu
mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat. Peran umum BMT adalah melakukan
pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting
prinsip-prinsip syariah. BMT berperan sebagai pembinaan dan pendanaan yang berprinsip
ekonomi syariah. Prinsip ekonomi syariah menegaskan bahwa betapa pentignya prinsip syariah
bagi kehidupan perekonomian masyarakat. BMT yang secara langsung berbaur dengan kehidupan
masyarakat tentu sangat berperan pentih dengan prinsip ekonomi syariah meskipun kecil namun
BMT sangat berperan penting dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Selain itu terdapat fungsi
pendirian BMT di masyarakat yaitu untuk :
 Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus dan pengelola menjadi lebih profesional,
salam (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh
dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan hidup.
 Mengorganir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat
termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat
banyak.
 Mengembangkan kesempatan kerja.
 Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat
banyak.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah pendirian BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
2. Apakah landasan hukum yang mengatur tentang BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
3. Apa saja produk-produk BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
4. Bagaimana struktur (organisasi) pengelola BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
5. Bagaimana sistem pengelolaan BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
6. Bagaimana perkembangan BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
7. Contoh pengalaman negara lain terkait BMT (Baitul Maal Wattamwil)?
III. TUJUAN
1. Mengetahui sejarah pendirian BMT (Baitul Maal Wattamwil).
2. Mengetahui landasan hukum yang mengatur tentang BMT (Baitul Maal
Wattamwil).
3. Mengetahui produk-produk BMT (Baitul Maal Wattamwil).
4. Mengetahui struktur (organisasi) pengelola BMT (Baitul Maal Wattamwil).
5. Mengetahui sistem pengelolaan BMT (Baitul Maal Wattamwil).
6. Mengetahui perkembangan BMT (Baitul Maal Wattamwil).
7. Mengetahui pengalaman negara lain terkait BMT (Baitul Maal Wattamwil).
SEJARAH BERDIRINYA BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)
Awal didirikannya Baitul Maal Wattamwil dilatarbelakangi oleh keinginan umat manusia
untuk menghindari riba dalam kegiatan muamalahnya, memperoleh kesejahteraan lahir batin
melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agamanya, yaitu bank yang berusaha
sebisa mungkin untuk beroperasi berlandaskan kepada hukum-hukum Islam. Indonesia sebaga
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia juga telah merasakan
kebutuhan akan adanya bank yang diharapkan dapat memberikan kemudahan-kemudahan dan
jasa-jasa perbankan kepada semua umat Islam dan penduduk di Indonesia yang beroperasi tanpa
riba.

Sejarah berdirinya Baitul Maal Wattamwil (BMT) di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada
prakarsa mengenai bank syariah, yang diawali dengan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang
diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil
lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyarawah Nasional IV (MUNAS IV) MUI
tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Hasil MUNAS membentuk Tim
Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 1 November 1991, tim berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI belum
mendapatkan perhatian baik dari pemerintah maupun industri perbankan. Namun dalam
perkembangannya, ketika BMI dapat tetap eksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah
mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian dan mengatur secara luas dalam Undang-
undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik bentuk Bank Perkreditan
Rakyat Syariah.

BMT timbul akibat adanya peluang sebelumnya yakni berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) hal ini dikarenakan adanya mendirikan bank-bank dengan prinsip syariah. BMI
memiliki hambatan operasional yakni kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah
sehingga terciptanya BPR dan BMT yakni lembaga keuagan mikro degan tujuan mengatasi
hambatan operasional oleh BMI seperti permodalan usaha mikro, kecil dan menengah berdasarkan
syari’at Islam. Ditengah kehidupan masyarakat yang hidup dengan serba kecukupan maka muncul
kekhawatiran akan mengikisnya kidah dan nilai-nilai islam. Mengikisnya akidah islam ini tidak
dilihat dari segi aspek syiar islam saja namun dapat dilihat dari segi lemahnya perekonomian
masyarakat. Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, “kefakiran itu mendekati kekufuran” dengan
begitu dengan adanya BMT mampu mengatasi permasalahan ini melalui pemenuhan kebutuhan
ekonomi masyarakat. Dari segi lain masyarakat saat ini banyak dihadangkan pada perekonomian
yang berhadapan langsung dengan lintah darat atau rentenir. Maraknya rentenir tentu membuat
masyarakat semakin kewalahan dalam menghadapi kondisi tersebut, hal ini dikarenakan
masyarakat harus membayar lebih dari uang pokok yang dipinjamkan sedang masyarakat tidak
bisa langsung mengembalikan karena hambatan lain. Besarnya pengaruh rentenir tentu berdampak
pada perekonomian masyarakat karena tidak adanaya unsur yang cukup akomodatif. Diharapkan
dengan adanya BMT mampu menyeleaikan masalah tersebut.

Kehadiran BMT (Baitul Maal Watamwil) diharapkan mampu menjadi lembaga solidaritas
sekaligus lembaga ekonomi bagi rakyat kecil untuk bersaing di pasar bebas. BMT (Baitul Mal
Wattamwil) berupaya mengkombinasikan unsur-unsur iman, taqwa, uang, materi secara optimum
sehingga diperoleh hasil yang efisien dan produktif dan dengan demikian membantu para
anggotanya untuk dapat bersaing secara efektif. Dengan kondisi tersebut dengan adanya BMT
setidaknya memiliki peran yakni :

1) Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi non syariah. Aktif melakukan sosialisasi di
tengah masyarakat tentang arti pentng sistem ekonomi islami. Hal ini bisa dilakukan
dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara berinteraksi yang islami, misalnya :supaya
ada bukti dalam tansaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap
konsumen dan lain sebagainya.
2) Melakukan pebinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif mejalankan
fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan,
pembinaan penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat
umum.
3) Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir
disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana
dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya; selalu
tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya.
4) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengn distribusi yang merata. Fungsi BMT
langsung berhadapan dengan masyarakat yang komplek dituntut harus pandai bersikap,
oleh karena itu langkah-langkah utuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala
prioritas yang harus diperhatikan, misalnya; dalam masalah pembiayaan, BMT harus
memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis pembiayaan.

BMT memiliki beberapa komitmen yang harus dijaga agar konsisten terhadap perannya, komitmen
tersebut yakni :
1) Menjaga nilai-nilai syariah dalam operasi BMT. Dalam operasinya BMT
bertanggung jawab bukan saja terhadap nilai ke-islaman secara kelembagaan, tetapi
juga nilai-nilai keislaman di masyarakat di mana BMT itu berada. Maka setidaknya
BMT memiliki majelis taklim atau kelompok pengajian (usroh).
2) Memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pembinaan dan
pendanaan usaha kecil. Maka BMT setidaknya ada biro konsultasi bagi masyarakat
bukan hanya berkaitan dengan masalah pedanaan atau pembiayaan tetapi juga
masalah kehidupan sehari-hari mereka.
3) Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu ke waktu, untuk menciptakan BMT
yang mampu membatu kesulitan ekonomi masyarakat. Maka setiap BMT dituntut
mampu meningkatkan SDM dengan melalui pendidikan pelatihan.
4) Ikut terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat. Keterlibatan
BMT di dalam kegiatan ekonomi masyarakat akan membantu konsistensi
masyarakat dalam memegang komitmen sebagai seorang nasabah, maka BMT yang
bertugas sebagai pengelola, zakat, infaq dan shadaqoh juga harus membantu
nasabah yang kesulitan dalam masalah pembayarn kredit.

Berdasarkan data PBMT, terdapat 4.500 BMT tahun 2017 yang melayani 3,7 juta orang dengan
aset sekitar Rp 16 triliun yang dikelola sekitar 20 ribu orang.
LANDASAN HUKUM BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)

Sejak awal kelahirannya sampai dengan saat ini, legalitas BMT belum ada, hanya saja
banyak BMT memilih badan hukum koperasi. Oleh karena itu BMT tunduk pada aturan
perkoperasian, yaitu Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi yang telah diubah
menjadi Undang-Undang No 17 Tahun 2012 tentang Koperasi. Namun, sejak adanya Undang-
Undang No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), status kelembagaan badan
hukum BMT menjadi berubah dan keluasan cakupan usaha BMT menjadi dibatasi. Berikut
merupakan status badan hukum atau legalitas BMT sebelum UU No 1 Tahun 2013 tentang
Lembaga Keuangan Mikro dimana BMT yang berstatus badan hukum koperasi, tunduk pada
peraturan perundang-undangan :

1) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi yang telah diubah menjadi Undang-
Undang No. 17 Tahun Tahun 2012 tentang Perkoperasian,
2) Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam oleh Koperasi.
3) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.
KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan
Syari’ah :
a. Secara teknis mengenai penerapan akad mudharabah dalam bentuk pembiayaan
diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh)
b. Secara teknis mengenai penerapan akad musyarakah dalam produk pembiayaan
diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
c. Secara teknis mengenai implementasi akad murabahah diatur dalam Fatwa DSN
MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah,
d. Secara teknis mengenai implementasi akad salam, tunduk pada Fatwa DSN MUI
No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam,
e. Secara teknis mengenai implementasi akad istishna, tunduk pada Fatwa DSN MUI
No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna.
f. Secara teknis mengenai penerapan akad ijarah tunduk pada Fatwa DSN MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
g. Secara teknis mengenai implementasi Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT) ini
tunduk pada ketentuan Fatwa DSN MUI No. 27/DSNMUI/III/2002 tentang Al-
Ijarah Al-Mutahiyah bi Al-Tamlik.
h. Secara teknis mengenai pembiayaan qardh ini tunduk pada Fatwa DSN MUI No.
19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh.
4) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi
Jasa Keuangan Syari‟ah.

Eksistensi kelembagaan atas status badan hukum BMT sebagai Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) yang tunduk kepada UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Kemudian status badan hukum BMT dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu :
 BMT yang berbadan hukum koperasi dalam bentuk Koperasi Jasa Keuangan
Syariah dan tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, yang selanjutnya dalam kegiatan usahanya tunduk pada :
a. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
91/Kep/M. KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah,
b. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen
Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah, dan
c. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa
Keuangan Syari‟ah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.
 BMT sebagai badan usaha milik yayasan dan tunduk pada Undang- Undang No. 25
Tahun 1992 tentang Koperasi sekaligus pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
 BMT yang masih berbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan tunduk
pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat

Setelah berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro,
maka status badan hukum BMT sebagai lembaga keuangan mikro hanya dapat berbentuk koperasi
atau perseroan terbatas. Bila berbentuk koperasi, maka tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian dan pengawasan berada di bawah Kementrian Koperasi dan UKM.
Dan jika berbadan hukum perseroan terbatas, maka pengawasan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan
dan tunduk pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
PRODUK BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)

Dalam BMT terdapat produk-produk pembiayaan dan tabungan yang ditawarkan seperti
untuk produk pembiayaan terdapat pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, dan ijarah,
sedangkan produk tabungan terdapat salam mudharabah, amanah, siswa, haji&umroh, qurban,
walimah, ziswaf, dan invest.

 Produk Pembiayaan
a. Pembiayaan Mudharabah : Pembiayaan dalam bentuk modal/dana yang
diberikan oleh BMT untuk nasabah untuk dikelola dalam usaha yang telah
disepakati bersama. Selanjutnya dalam pembiayaan ini Nasabah dan BMT sepakat
untuk berbagi hasil atas pendapatan usaha tersebut. Resiko kerugian ditanggung
oleh pihak BMT kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
pengelola/nasabah, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. Jenis usaha yang dapat dibiayai
antara lain perdagangan, industri perumahan, pertanian dan lain-lain berupa usaha
modal kerja dan investasi.
b. Pembiayaan Musyarakah : Pembiayaan musyarakah adalah kerjasama
perkongisian yang dilakukan antara nasabah dan BMT dalam suatu usaha dimana
masing-masing pihak berdasarkan kesepakatan memberikan kontribusi sesuai
kebutuhan modal usaha, selanjutnya pembagian hasil dilakukan sesuai dengan
kesepakatan bersama berdasarkan porsi dana yang ditanamkan. Jenis usaha yang
dapat dibiayai antara lain perdagangan, pertanian, usaha atas dasar kontrak, industri
perumahan (home industry) dan lain-lain.
c. Pembiayaan Murbahah : Fasilitas penyaluran dana dengan system jual beli. BMT
akan membelikan barang-barang halal apa saja yang nasabah butuhkan kemudian
menjualnya kepada nasabah untuk diangsur sesuai dengan kemampuan nasabah.
Produk ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha (modal kerja dan
investasi: pengadaan barang modal seperti mesin, peralatan, dll) maupun pribadi
(misalnya pembelian kendaraan bermotor, rumah, dll)
d. Pembiayaan Ijarah : Yaitu fasilitas pembelian berupa sewa barang atau jasa
dengan pembayaran secara angsuran. Fasilitas pembiayaan ijarah dapat digunakan
untuk sewa tempat usaha, sewa kendaraan, pembayaran tenaga kerja, biaya
kesehatan, pendidikan,dll.
 Produk Tabungan
a) Salam Mudharabah : Tabungan adalah jenis simpanan pada BMT Darussalam
Madani bagi perorangan dalam mata uang rupiah dan penarikannya dapat dilakukan
dengan cara tertentu. Tabungan mudharabah merupakan simpanan yang dapat
dipergunakan oleh BMT (mudahrib) dengan imbalan bagi hasil si penyimpan dana
(shahibul maal).
b) Salam Amanah : Tabungan salam amanah adalah tabungan khusus bagi
organisasi/lembaga. Insya Allah menjamin dana lembaga/organisasi nasabah aman
dan mendapatkan bagi hasil yang adil, halal dan sesuai syariah.
c) Salam Siswa : Tabungan siswa adalah tabungan dana pendidikan bagi para pelajar
dan mahasiswa agar membiasakan para pelajar/mahasiswa untuk hidup terencana
dan hemat dengan menabung.
d) Salam Haji & Umroh : Tabungan Haji & Umroh merupakan jenis tabungan yang
ditujukan bagi nasabah yang berminat untuk melaksanakan ibadah haji atau umroh
secara terencana sesuai dengan kemampuan dan jangka waktu yang nasabah
kehendaki.
e) Salam Qurban : Membatu nasabah merencanakan keuangan untuk melaksanakan
ibadah kurban yang setiap tahun menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang
mampu.
f) Salam Walimah : Ditujukan untuk membantu nasabah mempersiapkan kebutuhan
keuangan dalam menghadapi hari pernikahan. Dengan persiapan keuangan yang
matang insya Allah acara pernikahan nasabah akan berjalan baik sesuai dengan
rencana.
g) Salam Ziswaf : Adalah pool of fund untuk kegiatan ziswaf ummat, sehingga dapat
disalurkan kepada mustahik sesuai dengan kebutuhan dengan prioritas untuk modal
usaha produktif dengan maksud memiliki multiplier effect dan dapat menjadi
mustahik dimasa yang akan datang berupa program pinjaman dana bergulir (al
qardhul hasan), selain program pemberdayaan masyarakat, program pelatihan dan
pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah, program dana sosial dan beasiswa.
h) Salam Invest : Produk investasi berjangka dengan jangka waktu 1, 3, 6 dan 12
bulan. Dana nasabah akan dikelola sebagai pembiayaan untuk usaha mikro, kecil
dan menengah yang sesuai syariah dan mempunyai prospek usaha yang baik.
Sehingga dapat memberikan keuntungan kepada nasabah dan memberikan manfaat
pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya usaha mikro, kecil dan menengah.
STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLA BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)

Struktur organisasi BMT yakni meliputi, Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan


Pokok atau Rapat Umum Anggota (RUA), Dewan Syariah, Pengurus, Pembina Manajemen,
Manager, Ketua Baitul Maal, Ketua Baitul Tamwil, Pemasaran, dan Kasir. Hal ini dimaksudkan
agar memperlancar tugas BMT. Tugas dari masing-masing adalah sebagai berikut :

a) Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok atau Rapat Umum Anggota


(RUA)
Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok mempunyai
kewenangan/kekuasaan tertinggi di dalam BMT. Musyawarah Anggota Pemegang
Simpanan Pokok memiliki tugas sebagai berikut:
a. Musyawarah bertugas menetapkan AD dan ART BMT termasuk bila ada perubahan.
b. Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha BMT
c. Mengangkat Pengurus dan dewan syaria’ah BMT setiap periode. Juga dapat
memberhentikan pengurus bila melanggar ketentuan-ketentuan BMT.
d. Menetapkan Rencana Kerja, anggaran pendapatan dan belanja BMT serta pengesahan
laporan keuangan.
e. Melakukan pembagian Sisa Hasil Usaha
f. Penggabungan, peleburan dan pembubaran BMT.

b) Dewan Pengawas Syari’ah


Dewan Pengawas Syari’ah berwenang melakukan pengawasan penerapan konsep
syariah dalam operasional BMT dan memberikan nasehat dalam bidang syaria’ah. Adapun
tugas dari Dewan ini adalah :
a. Membuat pedoman syariah dari setiap produk pengerahan dana maupun produk
pembiayaan BMT.
b. Mengawasi penerapan konsep syariah dalam seluruh kegiatan operasional BMT.
c. Melakukan pembinaan/konsultasi dalam bidang syari’ah bagi pengurus, pengelola dan
anggota BMT.
d. Bersama dengan dewan pengawas syari’ah BPRS dan ulama/intelektual yang lain
mengadakan pengkajian terhadap kemungkinan perkembangan produk-produk BMT.
c) Pengurus
Pengurus memiliki Wewenang sebagai berikut :
1. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama BMT.
2. Mewakili BMT di hadapan dan di luar Pengadilan
3. Memutuskan menerima dan pengelolaan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai
dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
4. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan BMT sesuai dengan
tanggungjawabnya dan dan keputusan musyawarah anggota.

Adapun tugas dari pengurus adalah :


1. Memimpin organisasi dan usaha BMT.
2. Membuat rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja BMT.
3. Menyelenggarakan rapat anggota pengurus.
4. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas pada rapat
umum anggota.
5. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris serta adminsitrasi anggota.

d) Pembina manajemen
Pembina manajemen mempunyai wewenang melakukan pembinaan dan
pengawasan serta konsultasi dalam bidang manajemen BMT. Adapun tugasnya adalah :
1. Memberikan rekomendasi pelaksanaan sistim bila diperlukan.
2. Memberikan evaluasi pelaksanaan sistem.
3. Pembinaan dan pengembangan sistem.

e) Manajer BMT
Manajer BMT memimpin jalannya BMT sehingga sesuai dengan perencanaan,
tujuan lembaga dan sesuai kebijakan umum yang telah di gariskan oleh dewan pengawas
syari’ah. Adapun tugasnya adalah :
1. Membuat rencana pemasaran, pembiayaan, operasional dan keuangan secara periodik
2. Membuat kebijakan khusus sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan oleh dewan
pengurs syariah.
3. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
4. Membuat laporan pembiayaan baru, perkembangan pembiayaan, dana, rugi laba secara
periodik kepada dewan pengawas syariah.

f) Ketua Baitul Maal


Ketua baitul Maal mendampingi dan mewakili manajer dalam tugas-tugasnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan operasional baitul maal. Adapun tugasnya adalah :
1. Membantu manajer dalam penyusunan rencana pemasaran dan operasional serta keuangan.
2. Memimpin dan menarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
3. Membuat laporan periodik kepada manajer berupa :
 Laporan penyuluhan dan konsultasi
 Laporan perkembangan penerimaan ZIS
 Laporan Keuangan

g) Ketua Baitul Tamwil


Ketua baitul tamwil mendampingi dan mewakili manajer dalam tugas-tugasnya
yang berkaitan dengan pelaksanaan operasional baitul tamwil. Adapun tugasnya adalah:
1. Membantu manajer dalam penyusunan rencana pemasaran dan operasional serta keuangan.
2. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
3. Membuat laporan periodik kepada manajer berupa :
 Laporan pembiayaan baru
 Laporan perkembangan pebiayaan
 Laporan dana
 Laporan Keuangan

h) Marketing/Pembiayaan
Bagian pembiayaan memiliki wewenang melaksanakan kegiatan pemasaran dan
pelayanan baik kepada calon penabung maupun kepada calon peminjam serta melakukan
pembinaan agar tidak terjadi kemacetan pengembalian pijaman. Adapun tuganya :
1. Mencari dana dari anggota dan para pemilik sertifikat saham sebanyak-banyaknya.
2. Menyusun rencana pembiayaan.
3. Menerima permohonan pembiayaan
4. Melaukan analisa pembiayaan
5. Mengajukan persetujuan pembiayaan kepada ketua baitul tamwil

i) Kasir/Pelayanan
Kasir memiliki wewenang melakukan pelayanan kepada anggota terutama
penabung serta bertindak sebagai penerima uang dan juru bayar. Adapun tugasnya :
1. Menerima uang dan membayar sesuai perintah ketua/Direktur.
2. Melayani dan membayar pengambilan tabungan.
3. Membuat buku kas harian.
4. Menghitung uang yang ada dan minta pemeriksaan dari manajer.
5. Memberikan penjelasan kepada calon anggota dan anggota.
6. Menangani pembukuan kartu tabungan
SISTEM PENGELOLAAN BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)

Dalam menjalankan operasionalnya BMT tidak jauh beda dengan BPR syariah yakni
menggunakan 3 prinsip :
1. Prinsip bagi hasil
Dengan beberapa prinsip yang ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT
 Al-Mudharabah
 Al-Musyarakah
 Al-Muzara’ah
 Al-Musaqah
2. Sistem Jual Beli
Sistem jual beli merupakan sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan
pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan
menjual barang yang telah dibelinya tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT
nantinya akan dibagi kepada penyedia dana.
 Bai’ al-Murabahah
 Bai’as-salam
 Bai’ al-istishna
 Bai’ al-bitsaman Ajil
3. Sistem non profit
Sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini adalah pembiayaan yang bersifat sosial
dan non komersial. Nasabah hanya mengembalikan pokok pinjamannya saja.
 Al- Qordhul hasan atau meminjam tanpa menharapkan imbalan
4. Akad bersyarikat
Merupakan kerjasama antar dua pihak atau lebih dan masing-masing pihak
mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan pembagia keuntungan/ kerugian
yang disepakati.
 Al- Musyarakah
 Al- Mudharabah
5. Produk pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu.
 Pembiayaan al Murabaha (MBA)
 Pembiayaan al-Bai’Bitssaman Ajil (BBA)
 Pembiayaan al-Mudharabah (MDA)
 Pembiayaan al-Musyarakah (MSA)
 Penghimpun Dana

Penyimpanan dan Penggunaan Dana dalam BMT sebagai berikut :

1. Sumber dana BMT


a) Dana masyarakat
b) Simpanan biasa
c) Simpanan berjangka atau deposito
d) Lewat kerja antara lembaga atau institusi
2. Kebiasaan penggalangan dana
a) Penyandang dana rutin tapi tapi tetap, besarnya dana biasanya variatif
b) Penyandang dana rutin tidak tetap besarnya dana biasanya variatif
c) Penyandang dana rutin temporal-deposito minimal; Rp.1.000.000,- sampai dengan
Rp.5.000.000,-
3. Pengambilan
a) Pengambilan dana rutin tertentu yang tetap
b) Pengambilan dana tidak rutin tetapi tertentu
c) Pengambilan dana tidak tentu
d) Pengambilan dana sejumlah tertentu tapi pasti
4. Penyimpanan dan penggalangan dalam masyarakat di pengaruhi
a) Memperhatikan momentum
b) Mampu memberikan keuntungan
c) Memberikan rasa aman
d) Pelayanan optimal
e) Profesionalisme

 Penggunaan Dana
a) Penggalangan dana digunakan untuk :
 Penyaluran melalui pembiayaan
 Kas tangan
 Ditabungkan di BPRS atau bank syariah
b) Penggunaan dana masyarakat yang harus disalurkan kepada :
 Penggunaan dana BMT yang rutin dan tetap
 Penggunaan dana BMT yang rutin tapi tidak tetap
 Penggunaan dana BMT yng tidak tentu tapi tetap
 Penggunaan dana BMT tidak tentu
1) Sistem pengangsuran atau pengambilan dana:
 Angsuran rutin dan tetap
 Angsuran tidak rutin dan tetap
 Angsuran jatuh tempo
 Angsuran tidak tentu atau kredit macet
2) Klasifikasi pembayaran:
 Konveksi
 Kontruksi
 Percetakan
 Perdagangan
 Industri rumah tangga
 Jasa lain
3) Jenis angsuran
 Harian
 Mingguan
 2 minggu
 Bulanan
 Jatuh tempo

 Antisipasi kemacetan dalam pembiayaan BMT


1) Mencarikaan donatur yang dapat menutup pembiayaan
2) Pemindahan akad baru
3) Merevisi segala kegiatan pembiayaan
4) Evaluasi terhadap kegiatan pembiayaan

Dalam hal ini BMT melayani pelayanan zakat yang didapat dari ZIS ( zakat infaq dan
shadaqoh) serta kerjasama antara BMT dengan lembaga Badan Amil Zakat, infaq, dan shadaqoh
(BAZIS). Penyalurannya untuk pemberian pembiayaan dalam hal ini bersifat membantu,
memberikan beasiswa yang berprestasi dalam hal membayar SPP, penutupan dalam hal kredit
macet karena faktor kesulitan dalam pelunasan, keperluan pengobatan pada masyarakat.

Modal yang harus dipenuhi untuk bergabung dalam BMT yakni dengan modal
RP.20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah) atau bahkan lebih dari itu. Akan tetapi jika kesulitan
dalam memberikan modal awal bisa dilakukan dengan uang sejumlah RP.5.000.000.,- (lima juta
rupiah). Modal tersebut berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas
masjid, atau BAZIS setempat. Anggota terdiri antara 20 sampai dengan 44 orang hal ini
dimaksudkan agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.

BMT didirikan dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat atau koperasi, KSM disini
merupakan kelompok swadaya masyarakat dengan mendapat surat keterangan operasional serta
PINBUK ( Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Koperasi syariah dan koperasi simpan pinjam
syariah (KSP-S). Kendala pengembangan BMT tentu tidak lepas dari masalah yang ada beberapa
diantaranya kendala yang di alami oleh BMT akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa
dipenuhi oleh BMT itu sendiri. Banyaknya BMT ditengah masyarakat tapi masyarakat masih
berhubungan dengan rentenir. Beberapa BMT mengalami masalah yakni ketika masyarakat
bermasalah dengan tempat lain sehingga BMT harus melakukan koordinasi yang baik. Antara
BMT yang satu dengan yang lain masih menganggap sebagai musuh yang harus dikalahkan. BMT
cenderung mengelola pada persoalan bisnis. Strategi pengembangan yang dilakukan BMT yakni
dengan meningkatkan kualiatas layanan BMT dalam hal strategik dalam bisnis. Inovasi yakni
dengan produk yang ditawarkan pada masyarakat relatif tetap sehingga diperlukan inovasi agar
masyarakat tertarik dengan produk tersebut. Diperlukan aspek bisnis yang islami serta
meningkatkan meningkatkan muatan islam dalam dalam setiap perilaku pengelola dan karyawan
BMT. Strategi pemasaran yang local oriented dampaknya pada melemahnya upaya BMT dalam
mensosialisasikan produk BMT. Diperlukan evaluasi bersama agar memberikan peluang bagi
BMT untuk lebih kompetitif.
PERKEMBANGAN BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)

Keuangan mikro syariah muncul karena kebutuhan masyarakat pada jasa pelayanan
keuangan mikro yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Dalam praktiknya, lembaga
keuangan mikro syariah tidak hanya focus pada kaidah hukum Islam (syariah) dalam aktivitas
ekonomi, tetapi juga harus mengakomodasi nilai-nilai moral Islam yang melekat pada aktivitas
ekonomi. Beberapa nilai (values) Islami adalah sikap kepedulian, kepekaan terhadap kondisi
kemiskinan yang disertai dengan kemauan untuk berbagi serta mencari ide- ide kreatif di dalam
mencari solusi terhadap masalah kemiskinan tersebut. Nilai-nilai tersebut sangat selaras dengan
semangat yang mendasari lahirnya Lembaga Keuangan Mikro yang berbasis syariah (LKMS).
Dengan semangat tinggi yang didasari oleh nilai-nilai Islami tersebut, LKMS baik di tingkat global
maupun yang ada di Indonesia mempunyai karakteristik yang khas yaitu adanya kedekatan
emosional dan kepekaan sosial terhadap kondisi masyarakat miskin dimana LKMS berada. Atau
dengan kata lain, LKMS hadir di tengah-tengah masyarakat miskin dan usaha mikro sebagai wujud
kepedulian dan kepekaan sosial sekaligus menumbuhkan tanggung jawab bersama dalam mencari
solusi kreatif terhadap permasalahan kemiskinan yang dihadapi.

Beberapa faktor yang menentukan warna dan posisi lembaga keuangan mikro syariah,
yaitu: (i) prinsip syariah yang teraplikasi pada produk dan akad syariah seperti bentuk syirkah,
prinsip saling membantu (ta’awun) dan akad bagi hasil, sangat sesuai dengan kondisi masyarakat
miskin dan usaha mikro-kecil; (ii) praktik keuangan syariah memiliki kelebihan pada nilai-nilai
moral Islam yang menuntut untuk mengutamakan masyarakat duafa atau masyarakat kecil yang
tidak beruntung secara ekonomi; (iii) praktik keuangan mikro syariah melengkapi keberadaan
lembaga keuangan syariah dalam melayani kebutuhan jasa keuangan, dari kelompok masyarakat
miskin sampai dengan kelompok usaha besar; (iv) keberadaan praktik keuangan mikro syariah
sesuai dengan struktur usaha dalam perekonomian negara-negara muslim yang mayoritas berstatus
sebagai negara berkembang, dimana kelompok usaha mikro-kecil cukup dominan dan kemiskinan
masih menjadi masalah utama perekonomian

Keuangan mikro syariah di Indonesia saat ini dapat dikatakan ada pada tingkat yang relatif
cukup baik dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki profil ekonomi yang sama
dengan Indonesia. Dengan jumlah lembaga keuangan mikro yang sangat banyak dengan variasi
bentuk lembaga yang juga cukup beragam, membuat Indonesia pantas dijadikan benchmark dalam
pengembangan sektor keuangan mikro syariah oleh negara-negara lain. Koperasi Simpan Pinjam
Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau Baitul Maal wa Tamwil (BMT), sering pula disebut Balai
Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan berdasarkan prinsip
syariah. Sebagaimana LKM lainnya, tujuan utama lembaga ini adalah menyediakan permodalan
bagi masyarakat yang melakukan usaha mikro dan kecil yang jumlahnya sangat banyak tetapi
kesulitan mendapatkan akses permodalan dari lembaga keuangan formal seperti bank. Yang
membedakan adalah, BMT memiliki divisi yang beraktivitas social dengan memanfaatkan
pengelolaan dana-dana social Islam, seperti zakat, infak, sedekah dan wakaf. Pada awalnya BMT
ini bukan merupakan badan hukum tetapi merupakan identitas lembaga keuangan mikro yang
berbasis syariah yang didirikan oleh komunitas muslim. BMT menjadi sangat terkenal baik di
tingkat lokal maupun internasional dan diakui sebagai lembaga yang genuine dan khas Indonesia.
Namun dalam perkembangannya, BMT yang lebih banyak mencerminkan semangat (ghiroh) umat
Islam dalam mengatasi problematika kemiskinan harus mencari bentuk hukum dari BMT tersebut.
Sebagian besar dari BMT yang ada lebih memilih berbadan hukum koperasi, namun tetap
menonjolkan BMT sebagai jati dirinya. Dalam hal ini, BMT telah dijadikan sebagai ruh dari
LKMS itu sendiri.

Sampai dengan Desember 2005, ketika BMT center masih beranggotakan 96 BMT, total
asset para anggota adalah sekitar Rp 364 milyar. Dengan adanya pertumbuhan selama tahun
berjalan dan penambahan beberapa anggota baru, maka sampai dengan akhir tahun 2006, aset total
adalah sekitar Rp 458 miliar. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 695 miliar pada akhir tahun
2007, hampir mencapai Rp 1 trilyun pada akhir tahun 2008, dan sekitar Rp 1,6 trilyun pada akhir
2009. Nilai tersebut diperkirakan sekitar 50 persen dari total BMT yang mencapai lebih dari Rp 3
trilyun.
PENGALAMAN NEGARA LAIN

Pada 11 Maret 2016, Islamic Research and Training Institute (IRTI) merilis Islamic finance
country report for Indonesia (IFCR). Laporan berseri yang menyajikan kondisi dan prospek
keuangan syariah di negara-negara Muslim. IFCR Indonesia adalah seri ketujuh. Seri pertama
adalah Tunisia (2013), kedua Turki (2014), ketiga Arab Saudi (2014), keempat Malaysia (2015),
kelima Oman (2015), dan keenam adalah Sudan (2016). Hasil riset IRTI yang bekerja sama dengan
The General Council for Islamic Banks and Financial Institutions (Cibafi) ini mengulas lima hal
terkait peluang dan tantangan industri keuangan syariah di Indonesia. Pertama, perkembangan
industri keuangan syariah. Perkembangan keuangan syariah Indonesia bisa dibilang lambat
dibandingkan negara tetangga. Meskipun pertumbuhan keuangan syariah cukup tinggi, mencapai
139 persen year on year (yoy) sejak 2010 dibandingkan konvensional yang hanya 42 persen sejak
2010, setelah lebih dari dua dekade kontribusi keuangan syariah tidak lebih dari lima persen.

Share bank syariah masih berada pada kisaran 4,8 persen dari total industri perbankan,
reksa dana syariah juga masih 4,5 persen. Sukuk sebagai salah satu alternatif investasi juga masih
3,2 persen. Sedangkan, industri keuangan non-bank (IKNB) hanya berkontribusi 3,1 persen.
Perbankan syariah berkontribusi terbesar untuk keuangan syariah (50 persen), diikuti oleh sukuk
44 persen. Asuransi syariah dan reksa dana hanya 65 persen. Dukungan Pemerintah Indonesia
terhadap keuangan syariah masih sekadarnya, belum menyentuh pokok masalah. Begitupun
dukungan partai politik hingga kini masih sangat minim. Dengan hadirnya Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) belum mampu untuk meningkatkan share keuangan Islam.

Hal ini berbeda dengan Malaysia. Menurut Lai (2014), dukungan pemerintah dan partai
politik yang berkuasa terhadap keuangan syariah sangat kuat. Isu keuangan syariah menjadi salah
satu isu sentral yang harus diselesaikan segera sejak 1980-an. Kebijakan yang ada mempercepat
pertumbuhan keuangan syariah di Malaysia. Tak mengherankan kalau share perbankan syariah
Malaysia mencapai 23 persen. Kedua, regulasi dan infrastruktur pasar. Sebagaimana pengalaman
negara tetangga, peran regulator dalam meningkatkan pertumbuhan keuangan syariah sangat
penting. Salah satu isu adalah bagaimana membuat regulasi yang efesien dan efektif untuk
mendukung perkembangan ekonomi syariah.

Sistem infrastruktur keuangan syariah kita terdiri dari tiga otoritas, yaitu Bank Indonesia
(BI) dalam pengembangan keuangan syariah fokus pada kebijakan makroprudensial; OJK yang
memiliki otoritas pada kebijakan mikroprudensial; dan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang
menjaga kesyariahan segala kegiatan transaksi keuangan syariah. Ketiga otoritas inilah yang
menggawangi keberlanjutan dan kemapanan keuangan syariah di Indonesia. Selain ketiganya, ada
Badan Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang juga punya peran dalam
membentuk infrastruktur pasar keuangan syariah lebih dinamis dan humanis.

Ketiga, peluang investasi sektor ritel. Dari hasil penelitian tersebut, pembiayaan syariah masih
dikuasai dua bank besar, yaitu Bank Muamalat dan BSM sebesar 68 persen, sisanya dibagi-bagi
antarbank syariah lainnya. Begitu pula pembiayaan ritel syariah juga hanya dikuasai lima bank (63
persen) sehingga pembiayaan ritel tidak begitu kompetitif. Maka wajar jika harga pembiayaan
menjadi mahal. Tidak jauh beda dengan bank syariah, general asuransi syariah 65 persen pangsa
pasar juga dikuasai hanya lima perusahaan. Bahkan, untuk asuransi jiwa syariah 82 persen dikuasai
lima perusahaan. Untuk pengguna asuransi terdapat kurang lebih 59 persen yang tidak memakai
asuransi syariah. Artinya, masih sangat besar potensi nasabah asuransi syariah ke depannya.

Dari sisi pemahaman konsumen terhadap keuangan syariah, hanya 13 persen yang
mengerti dan paham perbedaan keuangan syariah dan konvensional, dan 37 persen tahu tapi
terbatas. Sebaliknya, ada sekitar 37,7 persen tidak tahu tapi masih ada keinginan untuk mencari
tahu. Sedangkan, yang tidak tahu tapi ingin tahu sekitar 30 persen. Hal ini menunjukkan edukasi
tentang keuangan syariah sangat minim sekali. Yang menggembirakan, sukuk ritel yang
dikeluarkan pemerintah sejak 2009 sebesar Rp 5,5 triliun naik tajam menjadi kurang lebih Rp 43
triliun pada tahun awal 2016. Isu wealth management terkhusus dalam kaitan dengan manajemen
dana haji menjadi sorotan dalam laporan IFCR ini.

Sebagai negara Muslim yang besar, potensi dana haji juga besar. Tak kalah pentingnya
adalah sektor keuangan sosial. Dana zakat, wakaf, dan sedekah juga punya potensi yang sangat
besar jika dikelola dengan baik dan benar. Dengan adanya regulasi baru pada 2011 terkait zakat,
harapannya mampu mendongkrak pendapatan zakat. Salah satu aturannya adalah pengurangan
pajak pendapatan bagi muzaki yang membayar zakatnya. Selain zakat, wakaf juga tidak kalah
penting dalam perekonomian Indonesia. Berbagai produk yang atraktif, misal wakaf tunai, telah
meningkatkan kesadaran masyarakat mewakafkan hartanya. Dan yang tak kalah penting dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah adalah lembaga keuangan mikro syariah atau BMT
yang terbukti mampu melewati krisis finansial. Terdapat berbagai perkumpulan atau asosiasi yang
mendorong anggotanya berkembang, semisal Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk), Induk
Koperasi Syariah (Inkopsyah), Micro Finance Indonesia, BMT Center, Pusat Koperasi Syariah
(Puskopsyah), Pusat Nasional Madani (PNM), dan Permodalan BMT ventura.

Keempat, peluang investasi di sektor korporasi. Pembiayaan perbankan syariah di sektor


ini tak jauh beda dengan sektor ritel. Hampir 70 persen masih dikuasai lima bank besar saja. Dari
sisi sektor ekonomi, pembiayaan bank syariah terbesar pada business services, yaitu hampir
sepertiga dari total pembiayaan. Namun, hanya menyumbangkan 1,57% terhadap produk domestik
bruto (PDB). Sungguh miris, sebagai negara agraris dan sepertiganya adalah laut, pembiayaan di
sektor pertanian, perkebunan, perikanan hanya tiga persen. Hal ini menunjukkan, perbankan
syariah masih belum bisa memberi solusi yang dihadapi petani dan nelayan. Kontrak salam (nol
persen) dan istisna (tujuh persen) juga belum maksimal digunakan oleh perbankan syariah. Adapun
sukuk korporasi hanya seperempat dari sukuk negara. Berdasarkan survei 2014, sukuk korporasi
Indonesia (176 miliar dolar AS) berada di peringkat tujuh, di bawah Malaysia di posisi pertama
(13.672 miliar dolar), bahkan masih kalah dengan Singapura (563 miliar dolar).

Kelima, dampak ekonomi Islam pada investasi. Potensi industri halal sangat besar dan
menggiurkan. Berdasarkan Global Islamic Economic Indicator (GIEI) 2015-2016 yang dirilis
Thomson Reuters, Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 70 negara Muslim. Perinciannya,
industri keuangan syariah menempati ranking kesembilan, disusul industri makanan halal pada
ranking ke-13. Halal tourism berada pada posisi ke-13, fashion/pakaian di posisi ke-25.
Selanjutnya, media/rekreasi di posisi 48, dan terkait kosmetik dan farmasi di posisi keenam. Dari
data ini, terlihat masih banyak pekerjaan rumah untuk meningkatkan posisi Indonesia supaya lebih
baik. Pemerintah harus mulai sadar bahwa 26ndustry syariah memerlukan grand design dan
kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi syariah, khususnya keuangan syariah.
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hadirnya BMT (Baitul Mal Watamwil) yang merupakan badan usaha yang
kekayaan utamanya berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan
dananya dalam surat berharga52 merupakan sebuah ide yang dimunculkan ditengah-tengah
masyarakat. Keberadaan Sistem Perbankan Syariah ini melengkapi keberadaan Sistem
lembaga keuangan konvensional dan perbankan konvensional yang sudah melekat di
kalangan masyarakat. Suatu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah apakah keberadaan
Perbankan Syariah dengan Sistem bagi hasilnya ini mampu merubah sikap perilaku
masyarakat untuk menerima ide-ide baru yang ditawarkan oleh Perbankan Syariah
tersebut.
BMT (Baitul Mal Watamwil) yang Sistem operasionalnya menggunakan sistem
bagi hasil (profit and loss sharing) bisa dikatakan sebagai suatu stimulus yang bisa
menyebabkan adanya berbagai macam persepsi tentang sistem operasional BMT (Baitul
Mal Watamwil) yang kemudian akan menimbulkan respon dari masyarakat. Berbagai
upaya pun dilakuakn BMT dalam rangka meningkatkan taraf hidup perekonomian kaum
lemah, dengan membantu mereka memberikan pembiayaan untuk modal atau menambah
modal usaha, yang yang didukung oleh BMT dengan pola kerjasama dan bermitra
usaha.Upaya diatas telah membuahkan hasil yang cukup signifikan, dimana BMT mampu
berperan aktif dalam membantu memberdayakan perekonomian para pelaku ekonomi
lemah.
Kepercayaan yang telah ada, dinyatakan dengan realitas dana yang telah
dipercayakan BMT kepada para pengusaha kecil untuk dikelola dalam rangka membantu
dan meningkatkan produktivitas para usaha mikro tersebut.Berpijak dari berbagai peran
dan keberhasilan BMT dalam pemberdayaan perekonomian umat bahwa secara ekonomi
dan keuangan, BMT layak diperhitungkan dan signifikan dalam meningkatkan ekonomi
rakyat.Alternatif (pilihan) menjadikan BMT sebagai sebuah lembaga keuangan terpercaya,
dalam arus perekonomian modern, makin terbuka bagi umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta: EKONISIA.

Nawawi, Ismail. 2009. Ekonomi Kelembagaan Syariah : Dalam Pusaran Perekonomian Global
Sebuah Tuntutan dan Realitas. Surabaya: Putra Media Nusantara.

Soemitra, Andri. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.

JURNAL

Muttaqin, Azhar. 2012. Model Pembiayaan Baitul Maal Wattamwil dan Peranannya Dalam
Pembinaan Kesejahteraan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Jurnal Humanity Volume 7,
Nomor 2 (hlm. 35 – 45). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Masyithoh, Novita Dewi. 2014. Analisis Normatif Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Atas Status Badan Hukum dan Pengawasan Baitul Maal
Wattamwil (BMT) dalam Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam Volume 5, Edisi 2.
Semarang.

Yusuf, Sri Dewi. 2014. Peran Strategis Baitul Maal Wattamwil (BMT) dalam Peningkatan
Ekonomi Rakyat. Gorontalo.

Hatmaka, Herjuna Mai. 2013. Bagaimana Peran Lembaga Keuangan Baitul Maal Wattamwil Bagi
Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah? Dalam Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan Volume 14, Nomor 1 (hlm.35-43). Yogyakarta: Institute of Public Policy and
Economic Stuides (INSPECT).

SEMINAR

Mulyaningrum. 2009. Baitul Maal Wattamwil (BMT) : Peluang dan Tantangan dalam
Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah, dipresentasikan pada Seminar on Islamic
Finance, Theme: Opportunity and Challenge on Islamic Finance, Bakrie School of Management
(BSM), Jakarta.
WEBSITE

http://www.depkop.go.id/content/read/menkop-puspayoga-langkah-perhimpunan-bmt-indonesia-
selaras-dengan-reformasi-total-koperasi/

http://journal.walisongo.ac.id/index.php/economica/article/download/768/679

http://eprints.walisongo.ac.id/3578/3/092411022_Bab2.pdf

https://www.gomarketingstrategic.com/produk-produk-lembaga-keuangan-syariah-baitul-maal-
wat-tamwil-bmt/

https://www.academia.edu/30540250/POPULARITAS_BMT_BAITUL_MAAL_WA_TAMWI
L_DI_INDONESIA

http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/122427-%5B_Konten_%5D-
UU_NO_1_2013.pdf

www.bi.go.id

https://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/03/28/o4qo3q12-potret-industri-
keuangan-syariah

LAIN-LAIN

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

Anda mungkin juga menyukai