Anda di halaman 1dari 20

Penyakit paru obstruksi kronik : korelasi radiologi – patologi

Abstract :
Penyakit paru obstruktif kronis didefinisikan sebagai suatu penyakit penyakit yang dapat
dicegah dan diobati yang ditandai dengan terbatasnya aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Ulasan ini akan membahas anatomi dari kedua lobulus paru, bagian dari
emfisema, dan gambaran radiologi sesuai temuan patologis.

Keywords : emphysema, high-resolution computed tomography, bronchitis, secondary


pulmonary lobule.

Pengenalan high-resolution computed tomography (HRCT) untuk paru pada awal 1980
membuka era baru pada hubungan antara radiologis - patologis. Sebelum CT dan HRCT,
deteksi kelainan struktur PPOK (yaitu, emfisema) oleh rontgen dada tidak memungkinkan
hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut. Sebuah gambar HRCT dapat menandingi
tampilan skala makroskopik hingga gambaran histologis. Hal ini dapat mendiagnosa dini dan
bahkan secara preklinis emfisema dengan derajat yang tinggi secara patologis dan ditemukan
perubahan struktural yang irreversibel tiap centrilobular, panlobular, paraseptal, atau lokasi
paracicatricial. Ulasan ini akan mendiskusikan anatomi yang relevan dari kedua lobulus paru,
subtipe dari emfisema, dan gambaran radiologi berdasarkan temuan patologis.

ANATOMI KEDUA LOBUS PARU

Kedua lobus paru (Gambar. 1) adalah unit terkecil dari paru-paru yang dibatasi oleh jaringan
ikat terdiri atas polyhedral dan berisi arteri pulmonal, pembuluh darah vena, aliran limfatik,
aliran udara, alveolus, dan interstitium. Hal ini disuplai oleh bronchiolus dan cabang arteri
pulmonal dan dibatasi oleh jaringan ikat - septa interlobular, yang mengandung venula
pulmonal dan aliran limfatik. Aliran pernapasan yang memasok kedua lobus paru adalah
bagian preterminal atau ‘‘bronchiole lobular,’’ yang terdiri dari beberapa bronkiolus terminal.
Bronkiolus terminal berakhir di bronkiolus respiratory. Respiratory bronkiolus berakhir
diductus alveolar, dan kantung alveoli. Respiratory bronchiole digunakan sebagai konduksi
dan pertukaran gas. Asinus adalah unit dari paru – paru pada bagian distal bronkiolus
terminal, yang menggantikan 3 susunan dari respiratory bronkiolus. Diameter Asinus berkisar
7 mm diameter.
Semua asinus yang berasal dari bronchiole terminal terdiri lobulus primer; sebuah lobulus
sekunder biasanya mengandung sekitar 6 lobulus primer dengan pusat masing-masing lobulus
primer yang terletak sekitar setengah antara pusat dan pinggiran dari lobulus sekunder.
Jaringan ikat bersekat yang mengelilingi lobulus sekunder dimanapun tidak dijelaskan
dengan baik pada paru-paru manusia.

GAMBAR 1. Anatomi dari kedua lobus paru

EMPHYSEMA

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai keadaan penyakit dapat
dicegah dan diobati ditandai oleh terbatasnya aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan terkait dengan respon inflamasi abnormal
paru-paru terhadap partikel atau gas, terutama disebabkan oleh rokok. Emfisema adalah salah
satu komponennya, bersama dengan asma dan bronkitis kronis. Emfisema secara patologis
didefinisikan sebagai pembesaran permanen rongga udara bagian distal ke bronkiolus
terminal, disertai oleh hancurnya dinding rongga udara tanpa adanya fibrosis. Terlihat jelas
bahwa dinding septum alveolar yang hilang, mengakibatkan airspaces residual yang lebih
besar daripada jaringan paru yang normal. Emfisema diklasifikasikan menurut anatomi
kehilangan septum sentrilobular (proksimal asinar), panlobular (panacinar), paraseptal (distal
asinar), dan irregular.

Normal Alveolus (0,1 sampai 0.2mm diameter) lebih kecil dari penglihatan mata telanjang,
gambaran rontgen thorax, dan HRCT. Sebagai tambahan, kekuatan x-ray setiap septum
alveolar individu cukup kecil. Kerusakan multiple beberapa septa alveolar diperlukan untuk
mengenali dini adanya emfisema secara kualitatif berdasarkan HRCT.

Rontgen Thorax
Rontgen dada sebagai alat yang pertama untuk menilai COPD. Penemuan hiperinflasi dari
paru-paru, merata dari kubah hemidiaphragma, tidak adanya pembuluh darah paru, hilangnya
pola percabangan pattern pembuluh darah, melebar ke ruang retrosternal (Gambar. 2), secara
focal menunjukkan bula, dan penebalan dinding bronkus.

GAMBAR 2. Emphysema: Rontgen Thorax, tampak postero-anterior and lateral, menunjukan


hyperinflation dari paru (setara pada diafragma dan ruang retrosternal), peningkatan
translusen pada paru bagian atas dengan penyimpangan vaskular.
Menurut American Thoracic Society / European Respiratory statement on COPD diagnosis
and management, Rontgen thorax dapat membantu dalam diagnosis banding. Khusunya
mengeklusikan diagnosis yang lain, seperti pneumonia, kanker, gagal jantung kongestif, efusi
pleura, dan pneumothorax. Rontgen dada tidak sensitif atau spesifik untuk mendiagnosis
PPOK, meskipun dapat membantu mendiagnosa suatu bula.

CT
CT secara kualitatif lebih bagus daripada rontgen thorax untuk menegakkan emphysema, dari
gambaran, type dan distribusinya. HRCT bahkan lebih baik dari CT conventional untuk
mengasesment emphysema. Disetiap harinya, dengan penggunaan umum dari 64-detektor-
row CT scanner, rutin CT scan thorax diperoleh dengan 1,25-mm atau 0,625 mm collimation
yang berlaku berdekatan HRCT scan, apakah berurutan seperti itu atau tidak. Batasan bagian
tipis sangat membantu dalam mendeteksi dini emfisema centrilobular (CLE), ketika lucencies
masih kecil. Dengan demikian, identifikasi perubahan struktural dalam COPD menjadi lebih
mudah dan subklinis emfisema mudah terdeteksi.

Selain itu, kualitas gambar setelah diproses telah ditingkatkan pada multidetector CT scanner
yang modern; salah satu teknik postprocessing yang menarik adalah proyeksi intensitas
minimum, yang membantu menunjukkan morfologi emfisema. Terlebih menunjukkan
perubahan struktural emfisema, CT juga telah divalidasi di kuantifikasinya.

CLE

CLE didefinisikan hilangnya preferensial septa di pusat lobulus primer; yaitu, sekitar
bronkiolus respiratory. Hancurnya bronkiolus respiratory berlangsung pada bagian distal dan
juga melibatkan unit yang berdekatan. Pada awal perjalanan penyakit ada sparing relatif dari
duktus alveolar distal, kantung alveolar, dan alveoli (Gambar. 3), sehingga sparing diamati
dipinggiran lobulus (Gambar. 4). Proses ini mempengaruhi bagian upper paru-paru lebih dari
bagian lower dan segmen posterior lebih dari segmen anterior. Merokok adalah penyebab
paling umum dari CLE.
Gambar 3 : Jenis emfisema: diagram garis menunjukkan bagian-bagian dari kedua lobulus
paru yang dipengaruhi tipe yang berbeda dari tiap emphysema. bronkiolus respiratory
terutama dipengaruhi oleh emfisema centrilobular; ductus perifer alveolar, sac, dan alveoli di
emfisema paraseptal (PLE); semua komponen (yaitu, bronkiolus respiratory, ductus alveolar,
kantung alveolar, dan alveoli) di panlobular emfisema (PLE), dan setiap bagian yang
irregular atau paracicatricial emphysema.
Gambar 4 : emfisema centrilobular (CLE):
A. Spesimen gross patologi di sebelah kiri menunjukkan beberapa emphysematous kedua
lobulus paru (garis horisontal) memiliki gambaran putih pada septa fibrosa perifer.
fokus kecil dari CLE ringan (garis vertikal) yang khas terletak sekitar setengah bagian
antara pusat dan pinggiran kedua lobulus. Emfisema tampak gelap di foto ini dan
relatif normal pada bagian tengah paru-paru berwarna coklat. Spesimen di sebelah
kanan menunjukkan emfisema centrilobular stadium lanjut, dengan hancurnya kedua
lobus paru yang melibatkan seluruh lobulus paru.
B. Histopatologi (hematoxylin dan eosin-stained) gambar menunjukkan hilangnya
preferensial sentrilobular dari alveolar septa dekat arteri centrilobular (garis vertikal),
dengan relatif pengawetan alveoli di pinggiran kedua lobulus (panah horizontal). lebar
gambar adalah sekitar 5.5mm.

CLE jarang dapat dibedakan dari bentuk lain emfisema dengan rontgen thorax, tetapi dapat
sesekali dibawa oleh pengisian rongga udara sekitarnya dengan edema, perdarahan, atau
pneumonia; yang centrilobular kecil ruang emphysematous muncul lucencies kecil dalam
konsolidasi. Kadang-kadang fitur ini memberikan kesan dari pembagi (Gambar. 5).
Gambar 5 : Sentrilobular emfisema (CLE) dan edema:
A. Rontgen dada, postero-anterior dan lateral, menunjukan hiperinflasi dari paru-paru
(setara diafragma), meningkat tembus di paru-paru atas dengan hilangnya gambaran
pembuluh darah.
B. Diluar dari Emphysematous spaces edema karna cairan mengisi rongga udara di
sekitarnya memberikan penampilan retikulasi pada pasien ini dengan edema paru
secara konfluen, atas-paru dominan CLE.

HRCT adalah teknik terbaik untuk mendiagnosis CLE, dengan sensitivitas, spesifisitas, dan
akurasi 88%, 90%, dan 89%, masing – masing. Sebuah etalase dengan lebar 1500HU dan
dengan range 700 untuk 550HU yang optimal. Ruang sentrilobular low-atenuasi dengan
dinding tak terlihat, dalam distribusi merata, merupakan fitur utama dari CLE. Bagian upper
paru - paru, terutama lobus posterior lebih terpengaruh pada perokok (Gbr. 6). Postprocessing
gambar dapat menunjukkan distribusi emfisema (Gambar. 6B, 7). arsitektur pembuluh darah
di daerah lowattenuation yang biasanya diawetkan.
Figure 6 : Sentrilobular emfisema:
A. Gambaran Transverse computed tomography menunjukkan hypoattenuation
centrilobular dengan dominan pada paru bagian upper. Perhatikan kemiripan gambar
makroskopis patologis pada Gambar 4A.
B. Gambaran intensitas minimum Coronal proyeksi mendistribusikan tingkat emfisema.
Gambar 7 : emfisema centrilobular: Gambar Transverse computed tomography pada baris
pertama dan gambaran intensitas minimum proyeksi di baris kedua menunjukkan confluent
sentrilobular hypoattenuation dengan predominasi paru posterior (panah), sesuai dengan
gambar patologis makroskopik pada Gambar 4B. Juga perhatikan emfisema paraseptal di
lobus kiri atas (panah bagian atas).

PANLOBULAR EMFYSEMA

Panlobular emfisema (PLE) didefinisikan sebagai hilangnya secara merata seluruh septa
alveolar pada lobus primer dan sekunder, termasuk bronkiolus respiratory, duktus alveolar,
dan kantung alveolar (Gambar. 3, 8). Karena merata, sehingga perubahan PLE sulit untuk
dikenali dalam setiap bagian patologis dan gambaran radiografi.
Gambar 8 : emfisema panlobular dari defisiensi alfa 1-antitrypsin : Spesimen ini
menunjukkan hilangnya septa alveolar seluruh lobulus paru, tak ada area yang tidak terkena.
Gambar histopatologi di sebelah kanan menunjukkan airspaces merata melebar dengan tidak
ada bukti sparing perifer.

PLE biasanya didominasi melibatkan paru-paru yang lebih rendah, dengan sparing relatif dari
paru-paru bagian atas, terutama pada bukan perokok. Defisiensi Alpha-1- antitrypsin (AAT)
adalah penyebab paling umum dari PLE, tetapi juga terjadi dari injeksi intravena
methylphenidate (Ritalin) tablet yang dihancurkan, sindrom Swyer-James, usia tua, dan
jarang dari merokok (tanpa kekurangan AAT). Prototipe dalam kategori penyakit ini adalah
kekurangan AAT. AAT mengikat dan menginaktivasi elastase neutrofil, yang merupakan
produk dari inflamasi. Inaktivasi ini terbatas pada penghancuran jaringan yang lain sebagai
respon inflamasi. Pada bukan perokok, akan ada batasan akumulasi neutrofil di paru-paru.
Namun, pada perokok, akan terjadi peradangan persisten karena akumulasi neutrofil. Pada
orang dengan AAT normal, elastase neutrofil dinetralkan. Pada tingkat rendah atau tidak
adanya AAT menyebabkan aktivitas terbatas dari elastase neutrofil. Gejala muncul awal
dibandingkan dengan CLE, mungkin karena luasnya area yang dipengaruhi. Pada pasien yang
menyalahgunakan Ritalin, patogenesis emfisema tidak dijelaskan. Peningkatan inflamasi oleh
karena elastase telah diusulkan.

Pada rontgen thorax, temuan pada lower paru translusen, hiperinflasi, dan mendatar
diafragma. Tidak ada fitur yang membedakan dari PLE lainnya dari karakteristik predominan
pada lower paru (Gambar. 9). Sindrom Swyer-James dan merokok terkait CLE beberapa kali
sulit dibedakan dari defisiensi AAT terkait PLE.
Gambar 9 : Panlobular emfisema (PLE) dari defisiensi alfa -1-antitrypsin: rontgen dada di
postero-anterior dan proyeksi lateral yang menunjukkan hiperinflasi dan peningkatan
translusent di lower paru-paru dengan hilangnya gambaran pembuuh darah, yang
menunjukkan PLE.

Dalam PLE, CT menunjukkan penurunan panlobular dan hilangnya kekuatan dan blood
vessel (Gambar. 10).
Gambar 10 : Panlobular emfisema (PLE) dari defisiensi -1-antitrypsin: gambar computed
tomography (baris pertama) menunjukkan terimpit dominan lower paru panlobular
hypoattenuation, menunjukkan PLE. Pertemuan tersebut, distribusi panlobular, mendominasi
lower paru dan pelemahan pembuluh darah yang lebih baik ditunjukkan oleh intensitas
proyeksi minimum koronal dan intensitas proyeksi maksimum gambar (baris kedua).

Kadang - kadang sulit untuk membedakan PLE dari bronchiolitis obliteratif. Selain itu, pasien
dengan defisiensi AAT mungkin memiliki bronkiektasis berhubungan dengan penebalan
dinding bronkus. Bahkan dengan CT, sulit untuk membedakan PLE dari CLE. Penelitian oleh
Copley et al menunjukkan sensitivitas rendah (48%) untuk deteksi PLE; itu sering disamakan
dengan CLE. Spesitifitas dan akurasi yang tinggi, pada 97% dan 89%, masing-masing. HRCT
lebih baik dari CT konvensional mendeteksi PLE. Ritalin pada paru-paru di CT menunjukkan
PLE, dengan fitur dan distribusi sebaliknya tidak bisa dibedakan dari defisiensi AAT
(Gambar. 11).
Gambar 11 : Ritalin paru-paru dengan emfisema panlobular: rontgen thorax, proyeksi
postero-anterior, dan computed tomography (Coronal diformat ulang gambar) menunjukkan
basal-dominan panlobular hypoattenuation mirip dengan yang ditemukan dalam-1-antitrypsin
kekurangan.

Namun, histopatologi fitur karakteristik, dengan talc atau eksipien materi lainnya
menunjukkan birefringence di bawah cahaya terpolarisasi
(Gambar. 12).
FIGURE 12 : Ritalin paru-paru dengan panlobular emfisema (PLE):
A. gambar insiden cahaya dari potongan melintang melalui dasar dari paru-paru
menunjukkan pembesaran yang merata rongga udara dengan emfisema sangat parah
di bagian bawah gambar. Gambar dengan cahaya yang menyala di sebelah kanan
menyoroti kehilangan berat ringan jaringan paru-paru. PLE lower paru-paru yang
juga lebih baik ditampilkan.
B. Gambar histopatologi dilihat di bawah polarisasi mikroskop menunjukkan banyak
birefringent cerah (putih) kristal magnesium silikat (talc) dikelilingi oleh sel-sel
raksasa benda asing multinukleat

PARASEPTAL EMPHYSEMA

Bentuk emfisem ini kurang dijelaskan dari CLE, dan etiologinya kurang dipahami dengan
baik. Nama lain untuk kondisi ini adalah emfisema asinar distal, superfisial atau mantle
emfisema, dan emfisema linear. Paraseptal emfisema (PSE) mempengaruhi bagian yang
paling distal acinus, kantung alveolar dan duktus, dan bagian dari bronkiolus respiratorius,
maka nama distal asinar emfisema (Gambar. 3, 13).

Gambar 13 : Paraseptal emfisema: gross spesimen dari paru di sebelah kiri menunjukkan
transisi tiba-tiba dari paru-paru pada dasarnya jaringan yang normal (bawah) ke rongga
udara melebar berdekatan dengan pleura (atas). Gambar histopatologi di sebelah kanan
menunjukkan pelebaran udara subpleural di mana sisa alveolar septa menebal dan fibrosis;
sisa jaringan paru-paru alveolar (bawah) pada dasarnya normal. dimensi vertikal adalah
sekitar 5.5mm.

Hal ini terjadi paling sering di paru-paru bagian atas, terutama upper lobus posterior dan
upper lobus anterior, di lokasi subpleural, dan itu bisa juga melibatkan lower lobus posterior.
PSE telah diimplikasi sebagai penyebab pneumotoraks spontan, biasanya tinggi pada pria
yang memasuki dekade ketiga dan keempat. PSE juga dapat terjadi berhubungan dengan
CLE. PSE sulit untuk didiagnosa pada rontgen thorax.
Pada CT akan memiliki penampilan yang khas. biasanya di pinggiran paru-paru bagian atas,
dan dilatasi rongga udara distal persegi panjang dan mereka berbagi dinding (Gambar. 14).

Gambar 14 : Paraseptal emfisema: computed tomography menunjukkan kista persegi panjang


berbagi dinding di upper lobus subpleural dans egmen superior dari lobus kiri bawah.
emfisema centrilobular juga terlihat di lobus atas (panah).

PSE dapat berkembang menjadi emfisema bulosa. Kondisi lain yang dapat menyerupai PSE
adalah gambaran honeycoombs. Namun, kista honeycoombs berbentuk bulat. Selain itu,
dinding kista honeycoombs yang biasanya lebih tebal daripada PSE dan kista biasanya lebih
kecil. Selanjutnya, PSE kebanyakan terjadi di paru-paru bagian atas dan selalu subpleural,
sedangkan honeycoomb kebanyakan terjadi di pangkalan dari fibrosis paru dan dapat jauh ke
dalam paru-paru hingga diluar bagian subpleural.

PARACICATRICIAL OR IRREGULAR EMPHYSEMA

Paracicatricial emfisema (PCE) terjadi di sekitar scar, dan penyebabnya termasuk TBC,
silikosis, sarkoidosis, paracoccidiodomycosis, dan bronchioloalveolar carcinoma. PCE
merupakan bagian sekunder untuk distorsi udara oleh jaringan parut bukan yang utama oleh
rusaknya septa alveolar. Setiap bagian dari acinus mungkin akan terpengaruh (Gambar. 3).
Pada pencitraan, bentuk emfisema umumnya mengelilingi bekas luka. Telah dijelaskan pada
tahap stadium lanjut sarkoidosis dan progresif fibrosis masif dari silikosis dan pekerja
batubara pneumokoniosis (Gbr. 15).
Gambar 15 : emfisema Paracicatricial (PCE) dari progresif fibrosis masif yang disebabkan
oleh silicosis: gambar computed tomography dalam paru-paru menunjukan massa diupper
lobus posterior dengan sekitarnya (panah) menunjukkan PCE. Hiperinflasi paru-paru bagian
upper anterior adalah traksi/tarikan dari massa.
.
Penemuan nodul paru meningkatkan terjadinya PCE pada silikosis, dan mekanisme yang
sama mungkin terjadi pada sarkoidosis tahap lanjut. PCE dapat berkontribusi untuk terjadinya
obstruksi aliran udara dalam progresif fibrosis.

BRONCHITIS CHRONIC

Bronkitis kronis, biasanya disebabkan oleh merokok, didefinisikan sebagai adanya batuk
produktif kronis selama minimal 3 bulan 2 tahun berturut-turut pada pasien yang mana
penyebab lain dari batuk kronis produktif telah dieklusikan. Secara klinis ini tidak
memerlukan tes fungsi paru abnormal atau temuan radiografi. Hipertrofi kelenjar bronkial,
metaplasia sel goblet, dan kelebihan produksi lendir adalah beberapa temuan patologis
bronkitis kronis. Pada saluran udara, mungkin ada metaplasia epitel skuamosa, hilangnya silia
dan disfungsi silia, dan peningkatan jaringan ikat dan otot polos.

Rontgen thorax normal di sejumlah besar pasien dengan bronkitis kronis. Istilah-istilah
seperti ‘‘ peningkatan tanda – tanda pada paru “ atau‘‘dirty lungs’’ telah diterapkan untuk
menggambarkan penebalan dinding bronkus (Gbr. 16).

Gambar 16 : Bronkitis kronis: radiografi postero-anterior (A) dan computed tomography (B)
menunjukkan penebalan dinding bronkus bilateral, yang disebut, ‘‘dirty lung’’.

HRCT menunjukkan penebalan dinding bronkus lebih baik dari rontgen dada, tapi temuan ini
tidak spesifik untuk bronkitis kronis. Kadang, fitur CT dominan pada pasien yang didiagnosis
memiliki bronkitis kronis adalah CLE, yang sering berdampingan dengan bronkitis kronis.
Temuan lainnya termasuk kekeruhan sentrilobular mencerminkan peradangan atau penebalan
bronkiolus.

BULLA VERSUS BLEB


Secara khusus didefinisikan setiap bula adalah spaces emphysematous yang lebih dari
diameter 1 cm (Gbr. 17) sedangkan sebuah bleb adalah kumpulan udara yang terjebak antara
lapisan pleura visceral.
Gambar 17 : gross spesimen dari paru-paru ini menunjukkan beberapa bula apikal
menyerupai tonjolan bulat dari permukaan paru-paru. Gambar histopatologi di sebelah kanan
dari tepi sebuah bula menunjukkan transisi tiba-tiba dari alveoli yang relatif diawetkan
(kanan bawah) untuk jaringan emphysematous di bula tersebut. Perhatikan bahwa dasar bula
tidak tertutup dari paru-paru yang berdekatan dengan fibrosis. pleura dibagian atas. Dimensi
vertikal adalah sekitar 5.5mm.

Sebuah bleb adalah varian dari emfisema interstitial, yang berbeda dari jenis emfisema
dibahas di atas. Hal ini dilaporkan oleh ahli bedah pada kasus pneumotoraks spontan dan
mungkin akibat dari pecahnya alveoli perifer. Bula terjadi di daerah emphysematous paru-
paru, sedangkan blebs terjadi biasanya di apeks paru-paru. Complicated dengan kenyataannya
adalah bahwa pasien pneumotoraks spontan sering memiliki bula seperti pemisahan
subpleural dari jaringan paru-paru dari pleura, tetapi tidak adanya emfisema tempat lain.
karena kedua blebs yang sesungguhnya dan lesi ini berhubungan dengan spontan
pneumotoraks dan karena CT tidak memiliki cukup resolusi untuk menentukan apakah asal
udara yang abnormal dari intrapleural atau subpleural, praktisnya menyebut keduanya adalah
lesi blebs.

CT adalah modalitas terbaik yang tersedia untuk mendeteksi sebuah bula (Gambar. 18) atau
bleb (Gambar. 19), tetapi mereka bisa terlihat di rontgen thorax ketika cukup besar.
Membedakan keduanya adalah sebagian besar didasarkan pada lokasi, mengingat bahwa
blebs biasanya terletak di apeks, sedangkan bula bisa berada di mana saja.
gambar 18 : Bulosa emfisema: rontgen postero-anterior dan koronal computed tomography
multiplanar reformasi dan gambar intensitas proyeksi maksimum menunjukkan bula besar di
lobus kanan atas dengan atelektasis paru-paru yang berdekatan (panah).

gambar 19 : Apikal bleb: computed tomography melalui apeks paru-paru dan multiplanar
reformasi menunjukkan bleb kecil apikal kiri mengambang di pneumotoraks (panah). Juga
perhatikan blebs unruptured di apeks paru kanan.

Anda mungkin juga menyukai