Anda di halaman 1dari 40

BAB 2

PEMBAHASAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


2.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan kekerasan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).

2.2 Rentang Respon


Menurut Iyus Yosep, 2007 bahwa respons kemarahan berfluktuasi dalam
rentang adaptif maladaptif.

Skema Rentang Respon Kemarahan

Sumber: Keliat (1999)

2.2.1 Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju
tanpa menyalahkan atau meyakiti orang lain, hal ini dapat
menimbulkan kelegaan pada individu
2.2.2 Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian
tujuan.
2.2.3 Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
engungkapkan perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu tuntunan nyata.
2.2.4 Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau
ketakutan / panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan
mengamuk, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-
kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien dapat
mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
2.2.5 Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai pada tingkat
ringan sampa pada yang paling berat. Klien tidak mampu
mengendalikan diri.

2.3 Faktor Predisposisi


2.3.1 Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa
anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa
menjadi pelaku perilaku kekerasan
2.3.2 Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut
akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
2.3.3 Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan
adalah hal yang wajar

2.3.4 Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan.
2.4 Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
2.4.1 Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2.4.2 Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
2.4.3 Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
2.4.4 Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
2.4.5 Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
2.4.6 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.

2.5 Manifestasi Klinis/Tanda dan gejala


2.5.1 Fisik: mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta posyur tubuh kaku
2.5.2 Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar, ketus
2.5.3 Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri,orang lain,
merusak lingkungan, amuk/agresif
2.5.4 Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
2.5.5 Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan
2.5.6 Spiritual: merasa berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
2.5.7 Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan ejekan,
dan sindiran
2.5.8 Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan
seksual

2.6 Pohon masalah


Risiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan

PPS:
halusinasi Regimen terapeutik
inefektif

Harga diri rendah kronis


Isolasi sosial:
koping keluarga tidak efektif berduka disfungsional Menarik diri

2.7 Proses Keperawatan


Pengkajian
Data Subyektif :
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kasar
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalahkan dan menuntut
 Klien meremehkan

Data Objektif :
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

2.8 Diagnosa Keperawatan


Perilaku kekerasan / amuk
2.9 Rencana Tindakan Keperawatan
 Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang
terjadi dimasa lalu dan saat ini
 Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan
 Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku
kekerasan, baik fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelektual
 Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa
dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
 Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya
 Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan
baik secara fisik, obat-obatan, sosial atau verbal ataupun
spiritual.

2.9 Strategi Pelaksanaan


SP PASIEN SP KELUARGA
Pertemuan 1 Pertemuan 1
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda 1. Diskusikan masalah yang
dan gejala perilaku kekerasan dirasakan dalam merawat pasien
yang dilakukan dan akibat 2. Jelaskan pengertian, tanda dan
perilaku kekerasan gejala dan proses terjadinya
2. Jelaskan cara mengontrol perilaku perilaku kekerasan (gunakan
kekerasan : sisik, obat, verbal dan booklet)
spiritual 3. Jelaskan cara merawat pasien
3. Latihan cara mengontrol perilaku perilaku kekerasan
kekerasan secara fisik: tarik nafas 4. Latih satu cara merawat PK
dalam dan meumukul kasur dan dengan melakukan kegiatan fisik:
bantal tarik nafas dalam dan pukul
4. Masukan pada jadwal kegiatan bantal/kasus
untuk latihan fisik 5. Anjurkan untuk membantu sesuai
jadwal kegiatan dan memebrikan
pujian
Pertemuan 2 Pertemuan 2
1. Evaluasi kegiatan latiahn fisik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
berikan pujian merawat atau melatih pasien cara
2. Latih cara mengontrol perilaku fisik, beri pujian
kekerasan dengan obat (6 benar, 2. Jelaskan 6 benar cara
obat, guna, dosis, frekuensi, cara, memberikan obat
kontinuitas minum obat, akibat 3. Latih cara memberikan atau
jika tidak meminum obat sesuai membimbing minum obat
program, akibat putus obat). 4. Anjurkan membantu sesui jadwal
3. Masukan pada jadwal kegiatan kegiatan dan memberikan pujian
untuk latihan fisik dan minum
obat
Pertemuan 3 Pertemuan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik dan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
obat, serta beri pujian merawat atau melatih pasien fisik
2. Latih pasien mengontrol perilaku 1 dan 2 dan memberikan obat,
kekerasan secara verbal (3 cara, berikan pujian
yaitu: mengungkapkan, meminta, 2. Latih keluarga cara
menolak dengan benar) membimbing: cara berbicara
3. Masukan pada jadwal kegiatan yang baik
untuk latihan fisik, minum obat 3. Latih keluarga cara membimbing
dan verbal kegiatan spiritual
Pertemuan 4 Pertemuan 4
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga
obat dan verbal, beri pujian dalam merawat atau melatih
2. Latih pasien mengontrol perilaku pasien fisik 1 dan 2 dan
kekerasan secara spiritual (2 memberikan obat, berikan pujian
kegiatan) dan kegiatan spiritual. Beri
3. Masukan pada jadwal kegiatan pujian
untuk latihan fisik, minum obat, 2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
verbal tanda kambuh dan rujukan
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan berikan pujian
Pertemuan 5 sd 12 Pertemuan 5 sd 12
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga
obat dan verbal, spiritual. Beri dalam merawat atau melatih
pujian pasien fisik 1 dan 2 dan
2. Nilai kemampuan yang telah memberikan obat, berikan pujian
mandiri kegiatan spiritual dan follow up.
3. Nilai apakah perilaku kekerasan Beri pujian.
terkontrol 2. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke RSJ atau
PKM

SP1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab


perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
 Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Baihaqi, panggil saya Fuah
saya mahasiswa Keperawatan dari UMB yang akan praktek disini selama
5 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 08.00-16.00. Saya yang akan
merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”
Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau
marah?” “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang
perasaan marah bapak”. “Berapa lama bapak mau kita berbincang-
bincang?” Bagaimana kalau 10 menit? “Dimana enaknya kita duduk
untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
 Kerja
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak
pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang? “Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke
rumah dan istri belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab
marah pasien), apa yang bapak rasakan?” “Apakah Bapak merasakan
kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?” “Setelah itu apa yang bapak
lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Maukah bapak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?” ”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah
satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan
rasa marah.” ”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu?” ”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan
maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?” “Nah, sebaiknya latihan ini
bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
 Terminasi
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri
atau dilanjutkan?” “Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-
bincang tentang kemarahan bapak?” ”Iya jadi ada 2 penyebab bapak
marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........ (sebutkan) dan
yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak
yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas
dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat
jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas
dalam?, jam berapa saja pak?” ”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya
datang dan kita latihan cara yang lain untuk mencegah/mengontrol
marah. Tempatnya disini saja ya pak”

Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
 Orientasi
Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi” “Bagaimana perasaan bapak saat ini,
adakah hal yang menyebabkan bapak marah?” “Baik, sekarang kita
akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua” “Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20
menit?” Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”
 Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan
kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak
dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.“Sekarang mari kita
latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.
Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”. “Kekesalan lampiaskan ke kasur atau
bantal.” “Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada
perasaan marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat
tidurnya”
 Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan
marah tadi?” “Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak
sebutkan lagi?Bagus!” “Mari kita masukkan kedalam jadual
kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam berapa?
Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi.
dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat
jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul
kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?” “Besok pagi kita
ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi
ya. Sampai jumpa”

SP2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat


a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah
yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
 Orientasi
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita
ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas
dalam, pukul kasur bantal, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara
minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?” “Dimana
enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?” “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit”
 Kerja
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?” Berapa macam obat yang
Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
minum? Bagus! “Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya
oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini
namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang.
Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1
sian g, dan jam 7 malam”. “Bila nanti setelah minum obat mulut
bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bisa
mengisap-isap es batu”. “Bila terasa mata berkunang-kunang,
bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu” “Nanti di
rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama
obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian
cek lagi apakah benar obatnya!” “Jangan pernah menghentikan
minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena
dapat terjadi kekambuhan.” “Sekarang kita masukkan waktu
minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
 Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara minum obat yang benar?” “Coba bapak sebutkan lagijenis obat
yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?. Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan
minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana
bapak melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah
rasa marah. Sampai jumpa”

SP3 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :


a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
 Orientasi
Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas
dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?” “Coba saya lihat jadwal
kegiatan hariannya.” “Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya
dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau diingatkan suster
baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau
tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan. “Bagaimana
kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di
tempat yang sama?” “Berapa lama bapak mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
 Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam
atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara
dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang
penyebab marahnya karena minta uang sama isteri tidak diberi.
Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk
membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak
ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah
karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
 Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara mengontrol marah dengan bicara yang baik?” “Coba bapak
sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari” “Bagus
sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat
jadwalnya?” Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?” “Nanti kita akan
membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi?
Baik sampai nanti

SP4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
 Orientasi
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya” “Bagaimana kalau sekarang kita latihan
cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di
tempat tadi?” “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?
 Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus.
Baik, yang mana mau dicoba? “Nah, kalau bapak sedang marah
coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda
juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”. “Bapak bisa melakukan sholat
secara teratur untuk meredakan kemarahan.” “Coba Bpk sebutkan
sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”
 Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara yang ketiga ini?” “Jadi sudah berapa cara mengontrol marah
yang kita pelajari? Bagus”.“Mari kita masukkan kegiatan ibadah
pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik
kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan
bila bapak merasa marah” “Setelah ini coba bapak lakukan jadual
sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi” “Besok kita ketemu
lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak?
Seperti sekarang saja, jam 10 ya?” “Nanti kita akan membicarakan
cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah
bapak, setuju pak?”
2.10 Pengertian
Harga Diri Rendah
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 2002 ).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung
di ekspresikan.
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan
Sundeen, 2005). Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang
terhadap diri dan kemampuan yang diekspresikan secara langsung dan
tidak langsung (Bawlis,2002)

2.11 Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi


a. Faktor predisposisi
1) Factor yang mempengaruhi harga diri
Harga diri adalah sifat yang diwariskan secara genetik. Pengaruh
lingkungan sangat penting dalam pengembangan harga diri. Faktor-
faktor predisposisi dari pengalaman masa anak-anak merupakan
faktor kontribusi pada gangguan atau masalah konsep diri. Anak
sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua. Penolakan
orang tua menyebabkan anak memilki ketidakpastian tentang dirinya
dan hubungan dengan manusia lain. Anak merasa tidak dicintai dan
menjadi gagal mencintai dirinya dan orang lain.
Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak tidak didorong untuk menjadi
mandiri, berpikir untuk dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas
kebutuhan sendiri. Kontrol berlebihan dan rasa memiliki yang
berlebihan yang dilakukan oleh orang tua dapat menciptakan rasa
tidak penting dan kurangnya harga diri pada anak. Orangtua
membuat anak-anak menjadi tidak masuk akal, mengkritik keras, dan
hukuman.
Tindakan orang tua yang berlebihan tersebut dapat menyebabkan
frustasi awal, kalah, dan rasa yang merusak dari ketidak
mampuan dan rendah diri. Faktor lain dalam menciptakan
perasaan seperti itu mungkin putus asa, rendah diri, atau peniruan
yang sangat jelas terlihat dari saudara atau orangtua. Kegagalan
dapat menghancurkan harga diri, dalam hal ini dia gagal dalam
dirinya sendiri, tidak menghasilkan rasa tidak berdaya, kegagalan
yang mendalam sebagai bukti pribadi yang tidak kompeten.
Ideal diri tidak realistik merupakan salah satu penyebab
rendahnya harga diri.Individu yang tidak mengerti maksud dan
tujuan dalam hidup gagal untuk menerima tanggung jawab diri
sendiri dan gagal untuk mengembangkan potensi yang dimilki.
Dia menolak dirinya bebas berekspresi, termasuk kebenaran
untuk kesalahan dan kegagalan, menjadi tidak sabaran, keras,
dan menuntut diri. Dia mengatur standar yang tidak dapat
ditemukan. Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada
penghinaan diri dan kekalahan diri. Hasil ini lebih lanjut dalam
hilangnya kepercayaan diri.
2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah
diterima oleh masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang
mampu, kurang mandiri , kurang objektif, dan kurang rasional
dibandingkan pria. Pria dianggap kurang sensitive, kurang
hangat, kurang ekpresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar
tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak seperti lazimnya
maka akan menimbulkan konflik didalam diri mapun hubungan
sosial. Misalnya wanita yang secara tradisional harus tinggal
dirumah saja, jika ia mulai keluar rumah untuk mulai sekolah
atau bekerja akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan
peran yang tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan
masyarakat terhadap wanita atau pria.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Intervensi orangtua terus-menerus dapat mengganggu pilihan
remaja. Orang tua yang selalu curiga pada anak menyebakan
kurang percaya diri pada anak. Anak akan ragu apakah yang dia
pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka
timbul rasa bersalah. Ini juga dapat merendahkan pendapat anak
dan mengarah pada keraguan, impulsif, dan bertindak keluar
dalam upaya untuk mencapai beberapa identitas. Teman
sebayanya merupkan faktor lain yang mempengaruhi identitas.
Remaja ingin diterima, dibutuhkan, diingikan, dan dimilki oleh
kelompoknya.

2.12 Faktor presipitasi


1) Trauma
Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap
situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi
dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Situasi dan
stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya
bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang,
dan prosedur tindakan dan pengobatan.
2) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan
frustasi yang dialami individu dalam peran.
Transisi perkembangan
Transisi perkembangan adalah perubahan normatif berhubungan
dengan pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan
ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus
dilakukan inidividu dengan menyelesaikan tugas perkembangan
yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi
konsep diri.

Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi
situasi merupakan bertambah atau berkurangnya orang yang
penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau
kematian orang yang berarti, misalnya status sendiri menjadi
berdua atau menjadi orang tua.

Transisi sehat sakit


Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke
tahap sakit. Beberapa stressor pada tubuh dapat menyebabakan
gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep
diri yaitu gambaran diri, peran ,dan harga diri. Masalah konsep
diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis, sossiologis, atau
fisiologis, namun yang lebih penting adalah persepsi klien
terhadap ancaman perilaku.

2.13 Tanda dan Gejala


Menurut L. J Carpenito dan Keliat , perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah antara lain :
Data Subjektif:
 Mengkritik diri sendiri atau orang lain
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Perasaan lemah dan takut
 Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
 Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
 Hidup yang berpolarisasi
 Ketidakmampuan menentukan tujuan
 Mengungkapkan kegagalan pribadi
 Merasionalisasi penolakan
Data Objektif:
 Produktivitas menurun
 Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
 Penyalahgunaan zat
 Menarik diri dari hubungan social
 Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
 Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
 Tampak mudah tersinggung /mudah marah

2.14 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri HDR Kerancuan Depersonali


Diri Positif Identitas sasi
2.15 Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia
dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami
diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa
sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat
sebagai berikut :
 Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat.
 Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
 Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.
 Tidak menyebabkan kantuk
 Memperbaiki pola tidur
 Tidak menyebabkan lemas otot.

Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang


hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok
stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005).
Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga
diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi.
Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy
yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).

2.16 Pohon Masalah


Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri

Koping individu tidak efektif

2.17 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Isolasi sosial: Menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Koping individu tidak efektif
2.18 Data yang Perlu Dikaji
1. Koping tidak efektif
a. Data Subjektif:
1) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
2) Klien malu bertemu dan berhadan dengan orang lain.
b. Data Objektif :
1) Ekspresi wajah sedih.
2) Tidak ada kontak mata ketika diajak berbicara.
3) Suara pelan dan tidak jelas.
4) menangis.
2. Harga diri rendah
a. Data Subjektif :
1) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
2) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
3) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
4) Mengungkapkan dirinya tidak berguna
5) Mengkritik diri sendiri
b. Data Objektif :
1) Merusak diri sendiri dan orang lain
2) Menarik diri dari hubungan social
3) Tampak mudah tersinggung
4) Tidak mau makan dan tidak mau tidur
3. Isolasi Sosial: Menarik diri
a. Data Subjektif:
1) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
2) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
3) Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
b. Data Objektif
1) Ekspresi wajah kosong
2) Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
3) Suara pelan dan tidak jelas

2.19 Diagnosis Keperawatan Jiwa


1. Harga Diri Rendah
2. Koping Tidak efektif
2.20 Rencana Tindakan Keperawatan
Harga diri rendah
1. Untuk Klien
a. Tujuan umum: Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga
diri rendah/ klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan).
b) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
d) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan kedua yang dimiliki dan
membuat jadwal
2. Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Koping individu tidak efektif


1. Untuk Klien
a. Tujuan Umum: Koping klien efektif
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien mampu mengungkapkan masalah secara baik
Tindakan:
a) Identifikasi koping yang selama ini di gunakan
b) Membantu menilai koping yang biasa di gunakan
c) Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis
d) Melatih koping : berbincang (meminta, menolak, dan
mengungkapkan/ membicarakan masalah secara baik)
e) Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
3) Klien mampu beraktivitas sesuai dengan jadwal kegiatan
a) Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b) Melatih koping: beraktivitas.
c) Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
4) Klien mampu berlatih olahraga
5) Klien mampu melakukan relaksasi
2. Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien di rawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

2.11 Strategi Pelaksanaan Tindakan


Strategi Pelaksanaan
Diagnosa Pasien Keluarga
Gangguan SP 1 p SP 1 k
konsep 1. Mendiskusikan 1. Mendiskusikan
diri: HDR kemampuan dan aspek masalah yang di
positif yang dimiliki rasakan keluarga
pasien dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai 2. Menjelaskan
kemampuan yang masih pengertian, tanda
dapat digunakan gejala, proses
3. Membantu pasien terjadinya HDR yang
memilih/menetapkan di alami pasien
kemampuan yang akan
dilatih 3. Menjelaskan cara
4. Melatih kemampuan yang merawat pasien
sudah dipilih dengan HDR
5. Memberikan pujian yang 4. Latih keluarga
wajar terhadap memberi tanggung
keberhasilan pasien jawab kegiatan
6. Menyusun jadwal pertama yang dipilih
7. pelaksanaan kemampuan klien: bimbing dan
yang telah dilatih dalam beri pujian.
rencana harian 5. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal
harian yang dibuat
SP 2 p SP 2 k
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan SP 1 pasien mempraktekkan cara
2. Melatih kemampuan merawat pasien
kedua yang dipilih klien dengan masalah HDR
3. Menganjurkan pasien 2. Melatih keluarga
memasukan dalam melakukan cara
kegiatan harian merawat pasien
dengan masalah HDR
langsung pada pasien
3. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal
dan memberi pujian.
Sp 3 p SP 3 k
1. Mengevaluasi jadwal 1. Evaluasi kegiatan
kegiatan kegiatan 1 dan keluarga dalam
kegiatan 2 pasien membimbing klien
2. Melatih kemampuan dalam kegiatan
ketiga yang dipilih klien pertama dan kedua
3. Menganjurkan pasien yang dipilih dan
memasukan dalam dilatih klien, berikan
kegiatan harian: dua pujian.
kegiatan masing-masing 2. Bersama keluarga
dua kali per hari melatih klien dalam
melakukan kegiatan
ketiga yang dipilih
klien.
3. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal
dan memberi pujian.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
keluarga dalam membimbing klien
membimbing klien dalam dalam kegiatan
kegiatan pertama, kedua, pertama, kedua dan
dan ketiga yang dipilih ketiga yang dipilih
dan dilatih klien, berikan dan dilatih klien,
pujian. berikan pujian.
2. Bersama keluarga melatih 2. Bersama keluarga
klien dalam melakukan melatih klien dalam
kegiatan keempat yang melakukan kegiatan
dipilih klien. keempat yang dipilih
3. Anjurkan membantu klien klien.
sesuai jadwal dan memberi 3. Jelaskan follow up ke
pujian: dua kegiatan RSJ/ PKM tanda
masing-masing dua kali kambuh dan rujukan.
per hari. 4. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal
dan memberi pujian.
SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan
dan berikan pujian keluarga dalam
2. Latih kegiatan dilanjutkan membimbing klien
sampai tak terhingga melakukan kegiatan
3. Nilai kemampuan yang yang dipilih oleh
telah mandiri klien dan berikan
4. Masukan nilai apakah pujian
harga diri klien meningkat 2. Nilai kemampuan
keluarga dalam
membimbing klien
3. Nilai kemampuan
keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/ PKM

Deficit Perawatan Diri


2.21 Pengertian
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting)
2.22 Etiologi
Penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri
2. Faktor presipitasi
Beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
kurang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
berbagai stressor antara lain:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosioekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus dia harus menjaga kebersihan kakinya. Yang
merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, hambatan
lingkungan, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri
(Nanda, 2006).
3. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut
yaitu :
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
2.22 Pohon Masalah
Gangguan pemeliharaan kesehatan

Defisit perawatan diri : mandi,


Defisit perawatan diri : mandi, ber core
berhias
problem

Isolasi sosial : menarik diri


Skema 1 : pohon masalah defisit perawatan diri : mandi, berhias
(Sumber : Keliat, 2006)

2.24 Tanda dan Gejala


a. gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
b. ketidakmampuan berhias atau berdandan, ditandai dengan rambut
acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
c. ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB
atau BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB atau BAK.

2.25 Manifestasi Klinis


Adapun jenis dan karakteristik kurang perawatan diri tanda dan gejala
menurut meliputi :
1. Kurang perawatan diri mandi atau hygiene
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi atau kebersihan
diri secara mandiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien
dalam memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau
aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Kurang perawatan diri berpakaian atau berhias
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas berpakaian dan berhias
untuk diri sendiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien
dalam mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Kurang perawatan diri makan
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas makan, dengan batasan
karakteristik ketidakmampuan klien dalam mempersiapkan makanan,
menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan
dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. Kurang perawatan diri toileting
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas toileting, dengan
batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam pergi ke toilet atau
menggunakan pispot, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB atau BAK dengan
tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.

2.26 Proses Keperawatan

A. Pengkajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri
tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara
mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar
(BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri.
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang
perawatan diri maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui
observasi pada pasien yaitu:
 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
 Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut
acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak
berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosa keperawatan :
Kurang Perawatan Diri : - Kebersihan diri

- Berdandan
- Makan
- BAB/BAK

2.27 Tindakan keperawatan


1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan:
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

b. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, perawat
dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
 Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
 Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan
diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki
tentu harus dibedakan dengan wanita.
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
 Berpakaian
 Menyisir rambut
 Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien, perawat dapat melakukan tahapan
sebagai berikut:
 Menjelaskan cara mempersiapkan makan
 Menjelaskan cara makan yang tertib
 Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


Saudara dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai
tahapan berikut:
 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
SP1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara
merawat diri dan melatih pasien tentang cara-cara perawatan
kebersihan diri
Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya perawat S”
”Namanya siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 08.00-14.00. Selama di rumah sakit ini
saya yang akan merawat T”
“Dari tadi saya lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”
” Berapa lama kita berbicara? 20 menit ya....? Mau dimana...? disini aja ya”
Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini?
Menurut T apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan
diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik
seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur
menjaga kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul
ada kudis, kutu...dsb”

“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan
sisiran dan berdandan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa
gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran
2x perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.

“Berapa kali T makan sehari?


”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.”

“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya...


kita kencing dan berak harus di WC, Nah... itu WC di ruangan ini, lalu jangan
lupa membersihkan pakai air dan sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang
perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti,
handuk, sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, saya akan membimbing T
melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil
shampoo gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai bersih..
bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara
merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai
odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T
mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih.
Terakhir siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan
handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir
rambutnya dengan baik.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi
?”
”Bagaimana perasaan T setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri tadi ? Sekarang coba T ulangi lagi tanda-tanda bersih dan
rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...? dua kali pagi dan
sore, Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nah... lakukan ya
T..., dan beri tanda kalau sudah dilakukan misalnya M (mandiri) kalau
dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan T
(tidak) tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan, oke? Pagi-
pagi sehabis makan ya....”
“ Assalamu’alaikum”

SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:


a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur

Orientasi
“Selamat pagi T...”
“Bagaimana perasaan T hari ini? Bagaimana mandinya? Sudah dilakukan?
Sudah ditandai di jadual hariannya?”
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau
di ruang tamu ? lebih kurang setengah jam”.

Kerja
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ? Apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian
yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan,
lihat ke cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali
perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari T dirapikan! Ya,
Bagus !”

Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah berdandan”.
“Coba T, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya T setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi
ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore
jam berapa?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Di ruang makan bersama dengan
pasien yang lain ya...”
“Assalamu’alaikum”

SP 2 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita


a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias

Orientasi
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini? Bagaimana mandinya?”
“Sudah di tandai dijadual harian?”
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T
kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya (sisir, bedak, lipstik)
Kerja
“Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi? Bagus….! Nah…sekarang disisir
rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” Coba dibedakin
mukanya T, yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles
tipis. Nah…coba lihat dikaca!

Terminasi
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”
“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan
harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di
ruang makan bersama pasien yang lain”.
“Assalamu’alaikum”

SP 3 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri


a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

Orientasi

“Selamat siang T,”


” Wow...masih rapi ya T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan
langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
Kerja
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T
makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum
disantap kita berdoa dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan
pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan
piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya
bagus!” Itu perawat A sedang bagi obat, coba...T minta sendiri obatnya.”
Terminasi

“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.


”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan?” (cuci tangan, duduk yang
baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci
tangan)
”Nah... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual? Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman
kalau jam 10.00 disini saja ya...!”
“Assalamu’alaikum”

SP 4 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara


mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan
jadual kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Di sana aja ya...!

Kerja
Untuk pasien pria:
“Dimana biasanya T berak dan kencing?” “Benar T, berak atau kencing yang
baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang
tempat ya.....”
“Sekarang, coba T jelaskan kepada saya bagaimana cara T cebok?”
“Sudah bagus ya T, yang perlu diingat saat T cebok adalah T membersihkan anus
atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing
yang masih tersisa di tubuh T”. “Setelah T selesai cebok, jangan lupa tinja/air
kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing
tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di
kakus/ WC. Jika T membersihkan tinja/air kencing seperti ini, berarti T ikut
mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air
kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, T perlu merapihkan kembali
pakaian sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana
telah tertutup rapi, lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
Untuk pasien wanita:
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari
arah depan ke belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk
mencegah masuknya kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah T selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya
sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika T membersihkan
tinja/air kencing seperti ini, berarti T ikut mencegah menyebarnya kuman yang
berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu
cuci tangan dengan menggunakan sabun.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing


yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.
“ Nah...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa
melakukan jadual kegiatannya.”
“Assalamu’alaikum”

2. Tindakan keperawatan pada keluarga


a. Tujuan
1) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kurang perawatan diri.
b. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan
diri yang baik maka Saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga
agar keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar
kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang
dapat Saudara lakukan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien
2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma
3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan
membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadual
yang telah disepakati).
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan
pasien dalam merawat diri.
6) Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri

SP1 Keluarga: Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang


masalah perawatan diri dan cara merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri
Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu, saya S, perawat yang merawat T”
“Apa pendapat Bapak tentang anak Bapak, T?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang dialami T dan bantuan
apa yang dapat diberikan.”
“Berapa lama waktu Bapak/ Ibu yang tersedia?, bagaimana kalau 20 menit?,
mari kita duduk di kantor perawat!”

Kerja
“Apa saja masalah yang Bapak/ Ibu rasakan dalam merawat T ?” Perawatan diri
yang utama adalah kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK”
“Perilaku yang ditunjukkan oleh T itu dikarenakan gangguan jiwanya yang
membuat pasien tidak mempunyai minat untuk mengurus diri sendiri. Baik...akan
saya jelaskan ; untuk kebersihan diri, kami telah melatih T untuk mandi, keramas,
gosok gigi, cukuran, ganti baju, dan potong kuku. Kami harapkan Bapak/Ibu
dapat menyediakan alat-alatnya. T juga telah mempunyai jadual pelaksanaanya
untuk berdandan, karena anak Bapak/ Ibu perempuan, kami harapkan dimotivasi
sehabis mandi untuk sisiran yang rapi, pakai bedak,dan lipstik. Untuk makan,
sebaiknya makan bersama keluarga dirumah, T telah mengetahui lanhkah-
langkahnya: Cuci tangan, ambil makanan, berdoa, makan yang rapih, cuci piring
dan gelas, lalu cuci tangan. Sebaiknya makan pas jam makan obat, agar sehabis
makan langsung makan obat. Dan untuk BAB?BAK, dirumah ada WC Bapak/Ibu
?Iya..., T juga sudah belajar BAB/BAK yang bersih. Kalau T kurang motivasi
dalam merawat diri apa yang bapak lakukan?
Bapak juga perlu mendampinginya pada saat merawat diri sehingga dapat
diketahui apakah T sudah bisa mandiri atau mengalami hambatan dalam
melakukannya.”
”Ada yang Bapak/Ibu tanyakan?”
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak?Ibu setelah kita bercakap-cakap?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi apa saja yang harus diperhatikan dalam
membantu anak Bapak, T dalam merawat diri.”
” Baik nanti kalau Bapak/Ibu besuk bisa ditanyakan pada T.”
“Dan di rumah nanti, cobalah Bapak/Ibu mendampingi dan membantu T saat
membersihkan diri.”
“Dua hari lagi kita akan ketemu dan Bapak/Ibu akan saya dampingi untuk
memotivasi T dalam merawat diri. Assalamu’alaikum”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien


Orientasi
“Assalamualaikum Bapak/Ibu sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang
ketemu lagi”
“Bagaimana Bapak/Ibu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita
bicarakan dua hari yang lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung menemui T ya?”
“Berapa lama ada waktu Bapak/Ibu?”
Kerja
“Sekarang anggap saya adalah T, coba bapak praktekkan cara memotivasi T
untuk mandi, berdandan, buang air, dan makan”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada T”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi T minum obat dan melakukan
kegiatan positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat T”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada T?”
(Ulangi lagi semua cara di atas langsung kepada pasien
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat T ?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali
bapak dan ibu membesuk T”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini
dan kita akan mencoba lagi cara merawat T sampai bapak dan ibu lancar
melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
“Assalamu’alaikum”

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


Orientasi
“Assalamualaikum Bapak/Ibu hari ini T sudah boleh pulang, untuk itu perlu
dibicarakan jadual T selama di rumah”
“Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu membesuk apakah sudah terus dilatih
cara merawat T?”
“Nah sekarang mari kita bicarakan jadual di rumah tersebut disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
KERJA
“Pak, Bu...,ini jadual kegiatan T dirumah sakit, coba perhatikan apakah dapat
dilaksanakan di rumah?
“Pak/B, .jadual yang telah dibuat selama T di rumah sakit tolong dilanjutkan di
rumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh anak ibu dan bapak selama di rumah. Kalau misalnya T menolak terus
menerus untuk makan, minum, dan mandi serta menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka segera hubungi
perawat A di Puskesmas.......... yang terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini
nomor telepon puskesmasnya...............”
“Selanjutnya perawat A yang akan membantu memantau perkembangan T selama
di rumah”

Terminasi
“Bagaimana Pak, Bu...ada yang belum jelas? Ini jadual harian T untuk dibawa
pulang.” Dan ini surat rujukan untuk perawat A di puskesmas”
“Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis, atau ada gejala-gejala
yang tampak.”
“ Silahkan selesaikan administrasinya. Assalamu’alaikum””

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8,


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang :RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000

Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC:
Jakarta.

Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition.
Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.

Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
http://elmoresagala.wordpress.com/2013/12/04/lp-jiwa-gangguan-konsep-diri-
harga-diri-rendah/

http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-isolasi-sosialmd#

http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-pendahuluan-perilaku-
kekerasan#

Aziz R, dkk, (2003) Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang :RSJD Dr.
Amino Gonohutomo

Keliat Budi Ana, (1999) Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC

Keliat Budi Ana, (1999) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC

Stuart GW, Sundeen, (1995) Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book

Tim Direktorat Keswa, (2000) Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,


Bandung: RSJP Bandung

Anda mungkin juga menyukai