Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria
2.1.1. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina dan
tidak dapat bertransmisi secara langsung dari satu orang ke orang lain.1 Penyakit
malaria disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium di dalam eritrosit dan biasanya
disertai gejala demam yang dapat berlangsung secara akut ataupun kronis. Infeksi
malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi atau mengalami komplikasi sistemik yang
dikenal sebagai malaria berat.2

2.1.2 Epidemiologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi di
lebih dari 100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan Amerika
Selatan. Plasmodium falciparum adalah spesies pre- dominan di Afrika, Haiti, dan New
Guinea. Plasmodium vivax predominan di Bangladesh, Amerika Tengah, India,
Pakistan, dan Sri Lanka. P. vivax dan P. falciparum predominan di Asia Tenggara,
Amerika Selatan, dan Oceania. Plasmodium ovale adalah spesies yang paling tidak
umum, terutama tersebar di Afrika.3 Malaria hampir terdapat di seluruh dunia terutama
di daerah tropis dan sub tropis. Lebih dari setengah penduduk masih hidup di daerah
endemis malaria sehingga berisiko tertular malaria. Berdasarkan laporan, malaria
endemis maupun sporadis di daerah Jawa-Bali dengan angka kesakitan dan kematian
masih tinggi dibandingkan daerah luar Jawa dan Bali maupun di pulau-pulau lainnya.4
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden malaria di
Indonesia tahun 2013 adalah 1,9%. Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0%. Lima
provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa
Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah
(5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15
provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, yang sebagian besar
berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali merupakan daerah dengan prevalensi
malaria lebih rendah dibanding provinsi lain.5
Malaria dapat mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan
serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), sehingga merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama.6 Malaria dapat pula menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil.7
Malaria sebagian besar terjadi pada daerah endemis seperti di Afrika dan Asia.
Berdasarkan data Word Health Organization (WHO) pada tahun 2010, secara global
estimisasi kematian yang diakibatkan oleh malaria sebesar 655.000 kasus di seluruh
dunia dan bahkan kematian terbesar 91% terjadi pada anak di bawah umur lima tahun,
yang sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak Afrika.8

2.1.3 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk
betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik
yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.9,10
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi
di dalam organ-organ tubuh.10,11

2.1.4 Patofisiologi
Spesies Plasmodium dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan memiliki siklus
hidup yang kompleks. Parasit ini dapat bertahan hidup di lingkungan seluler yang
berbeda, baik dalam tubuh manusia (fase aseksual) maupun nyamuk (fase seksual).
Replikasi Plasmodium terjadi melalui 2 tahap dalam tubuh manusia. Fase eritrositik
yang terjadi di dalam sel-sel hati dan fase eritrositik yang terjadi di dalam sel darah
merah.3
Fase eksoeritrositik dimulai dengan inokulasi sporozoit ke dalam peredaran
darah oleh nyamuk Anopheles betina. Dalam hitungan menit, sporozoit akan
menginvasi sel-sel hepatosit, berkembang biak secara aseksual dan membentuk skizon.
Setelah 1-2 minggu, sel-sel hepatosit ruptur dan mengeluarkan ribuan merozoit ke
dalam sirkulasi. Skizon spesies P. falciparum, P. Malariae, dan P. knowlesi sekali
ruptur tidak akan lagi berada di hati. Skizon spesies P. vivax dan P. ovale ruptur dalam
6-9 hari dan ruptur sekunder pada skizon yang dorman (hipnozoit) dapat terjadi setelah
beberapa minggu, bulan atau tahun sebelum mengeluarkan merozoit dan menyebabkan
relaps (malaria kronis).3,12
Fase eritrositik dimulai saat merozoit dari hati menginvasi sel darah merah. Di
dalam eritrosit, parasit ini bertransformasi menjadi bentuk cincin yang kemudian
membesar membentuk tropozoit. Tropozoit berkem- bang biak secara aseksual yang
kemudian ruptur dan mengeluarkan eritrositik merozoit, yang secara klinis ditandai
dengan demam. Beberapa dari merozoit ini berkembang menjadi gametosit jantan dan
gametosit betina, sekaligus melengkapi fase siklus aseksual pada manusia. Gametosit
jantan dan gametosit betina ini dicerna oleh nyamuk Anopheles betina saat mengisap
darah dari manusia. Dalam perut nyamuk, gametosit jantan dan betina ini bergabung
untuk membentuk zigot. Zigot berkembang men- jadi ookinet kemudian menembus
dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar, nyamuk ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.3

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium.13


2.1.4 Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang
dengan parasitemia tanpa gejala. Selain demam tinggi yang bersifat paroksismal, dapat
ditemukan keluhan menggigil, berkeringat, dan nyeri kepala. Selain itu, sering
ditemukan kelelahan, anoreksia, nyeri punggung, mialgia, pucat, dan muntah.
Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga sering
salah diintepretasikan de- ngan gastroenteritis akut atau infeksi virus akut lainnya.
Anak-anak yang berasal dari daerah endemis malaria (partially immune) umumnya
menunjukkan gejala minimal seperti berkurangnya aktifitas, anoreksia atau bahkan
asimptomatik; tidak harus disertai demam, terutama bagi anak di daerah endemis. Pada
anak dengan asimptomatik yang positif parasit malaria di darah, dapat hanya
menunjukkan splenomegali sebagai temuan tunggal.3,14,15
Sistem imunitas penderita sangat memengaruhi manifestasi klinis malaria. Pada
daerah endemis, mayoritas kematian terjadi pada anak-anak yang lebih muda akibat
anemia berat. Pada populasi yang sama, orang dewasa dan anak-anak lebih besar
biasanya menunjukkan gejala minimal dan bahkan asimptomatik. Pada daerah non-
endemis, imunitas parsial penderita umum- nya belum terbentuk atau terbentuk pada
usia dewasa, dan mayoritas kematian diakibatkan oleh malaria serebral. Nyeri kepala,
pusing dan iritabilitas dapat mendahului malaria serebral, tetapi pada anak non-imun
(tidak tinggal di daerah endemis sejak lahir) kondisi
dapatcepatberubahdarikondisisadarpenuh menjadi koma dalam hitungan jam. Kejang
adalah kondisi yang umum pada anak-anak dan sering disertai peningkatan tekanan
intracranial.3,14
Komplikasi penting malaria berat pada anak adalah hipoglikemia. Hal ini terjadi
karena supresi proses glukoneogenesis parasit di hati dan sekaligus menginduksi
sekresi insulin di pankreas. Sekresi insulin meningkat dengan penggunaan kina dan
dapat mengakibatkan sekuele neurologis yang berat. Distres pernafasan adalah
komplikasi umum lain pada anak-anak, umumnya konsekuensi dari asidosis berat.
Berbeda dengan anak- anak, distres pernafasan pada orang dewasa biasanya akibat
edema paru dan juga ARDS (acute respiratory distress syndrome). Gejala-gejala
seperti black water fever dan algid malaria (kolaps pembuluh darah, syok, dan
hipotermi) jarang terjadi pada anak.3,14,15
Malaria anak sering menunjukkan gejala beragam sesuai kelompok umur. Hasil
penelitian di kabupaten Sikka-NTT, gejala klinis yang membedakan malaria pada anak
dengan penyakit lain adalah splenomegali, menggigil, dehidrasi ringan, riwayat kejang,
dan pucat; dengan nilai spesifisitas 77,0%. Sedangkan gejala klinis terbaik pada pasien
anak umur >5 tahun adalah splenomegali, menggigil, nyeri perut, dan dehidrasi ringan,
dengan nilai spesifisitas 79,5%. Riwayat kejang terutama didapatkan pada bayi kurang
dari satu tahun, diare pada balita, dan nyeri perut pada anak lebih besar. Infeksi malaria
pada anak usia sekolah mempengaruhi prestasi belajar; malaria akut tidak berat
mempengaruhi kemampuan kognitif anak di sekolah secara signifikan.14,16

2.1.5 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Untuk anak <5 tahun diagnosis
menggunakan MTBS namun pada daerah endemis rendah dan sedang ditambahkan
riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi sebelumnya. Pada MTBS
diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah.
Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT).11 Di daerah
non-endemis, diagnosis klinis malaria tidak berat harus didasarkan pada kemungkinan
paparan malaria (berpergian ke daerah endemis) dan riwayat demam 3 hari terakhir
tanpa gejala penyakit berat lainnya. Di daerah endemis, diagnosis klinis didasarkan
pada riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan atau adanya gejala anemia (pucat pada
palmar merupakan tanda paling reliabel pada anak yang lebih muda). Tetap perlu
diperhatikan adanya gejala klasik seperti demam, menggigil, pucat disertai
splenomegali; dan gejala lain seperti nyeri kepala, mual-muntah, nyeri otot-tulang,
riwayat kejang (terutama bayi <1 tahun), diare (balita), dan nyeri perut (anak >5 tahun).
Riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat
malaria satu bulan terakhir dan juga riwayat transfusi darah penting ditelusuri.3,15
2.1.5.1 Anamnesis11
 Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. 


 Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria. 


 Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria. 


 Riwayat tinggal di daerah endemis malaria. 


2.1.5.2 Pemeriksaan Fisik11


 Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C
 Konjungtiva atau telapak tangan pucat
 Sklera ikterik
 Pembesaran limpa (splenomegali)
 Pembesaran hati (hepatomegali)
2.1.5.3 Pemeriksaan Laboratorium11
 Pemeriksaan dengan mikroskop: Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan: a) ada
tidaknya parasit malaria (positif atau negatif). b) Spesies dan stadium

plasmodium.
 c) Kepadatan parasit. 


Gambar 2. A. Apusan darah tebal; B-H. Apusan darah tipis; B. Signet ring P. falciparum
tropozoit; C. Gametosit berbentuk pisang khas pada P. falciparum; D. Ameboid tropozoit
khas P. vivax; E. Skizon P.vivax; F. Gametosit sferis P. vivax; G. Tropozoit P. ovale; dan H.
Tropozoit pita P. malariae.3

 Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test).
 Mekanisme

kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk
penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan
untuk mengevaluasi pengobatan. 


2.1.6 Komplikasi (Malaria Berat)


Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan
minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium:1

1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)


2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)


3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam

4. Distres pernafasan


5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80 mm Hg
(pada anak: <70 mmHg)

6. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)


7. Hemoglobinuria


8. Perdarahan spontan abnormal


9. Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92%


Gambaran laboratorium:1

1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)


2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).


3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis sedang-

rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit <15%)


4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di daerah endemis
rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di daerah endemis tinggi)

5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)


6. Hemoglobinuria


7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)

2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Pengobatan Simptomatik
Pemberian antipiretik pada anak demam untuk mencegah hipertermia dengan
dosis paracetamol 15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Apabila terjadi hipertermia (suhu
rektal >40°C), berikan paracetamol dosis inisial 20 mg/kgBB/dosis dilanjutkan dengan
dosis rumatan 15 mg/kgBB/dosis. Pada anak kejang, sebaiknya berikan diazepam
intravena perlahan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis atau diazepam rektal 5 mg
(berat badan <10 kg) atau 10 mg (berat badan >10 kg), dan segera rujuk ke rumah sakit,
karena kejang merupakan salah satu gejala malaria berat yang membutuhkan
penanganan lanjutan. Suplementasi zat besi dengan atau tanpa zinc secara bermakna
meningkatkan kadar hemoglobin pada penderita malaria tropikana di daerah endemis.
Namun, pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan,
17,18
kecuali bila disebabkan oleh defisiensi besi.

2.1.7.2 Pengobatan Anti Malaria


1. Malaria Falsiparum dan Malaria Vivaks11
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria
vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.

Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin11

Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin11
2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps11
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3. Pengobatan malaria ovale11
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah dengan
Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria
vivaks.
4. Pengobatan malaria malariae11
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan
dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin

5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale11

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin
dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Tabel 3. Pengobatan infeksi campur P.falciparum P.vivax/P.ovale dengan DHP + Primakuin 11

Catatan:
a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat
badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan),
maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan. 


c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal. 


d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil. 


6. Pengobatan Malaria Berat11


Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau
puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika
dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang
lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan.

a. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan 


Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus
langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artesunat
intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb)
b. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau Rumah

Sakit


Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat


diberikan kina drip. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg
serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium
bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat.
Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml
sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus

perlahan-lahan. 
 Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena

sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena
setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat.
Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini
diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intramuskular/intravena.

Pemberian kina pada anak:
 Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila

umur < 2 bulan : 6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %
sebanyak 5-10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai
penderita dapat minum obat.

2.1.8 Prognosis
Sebagian besar anak dengan malaria tanpa komplikasi akan menunjukkan
perbaikan dalam 48 jam setelah mulai pengobatan dan bebas demam setelah 96 jam.
Apabila malaria dapat dideteksi dini dan diberi pengobatan yang tepat, prognosis
malaria tanpa komplikasi pada anak umumnya baik.

Anda mungkin juga menyukai