Ikhtisar Perkembangan Program Rise Untuk Mendikbud PDF
Ikhtisar Perkembangan Program Rise Untuk Mendikbud PDF
Sejak resmi diluncurkan pada tahun 2017, Program RISE di Indonesia telah bekerja sama dengan
pemerintah daerah yang wilayahnya terpilih menjadi lokasi penelitian atau laboratorium pembelajaran
selama minimal tiga tahun—sampai 2022—untuk merancang, mengevaluasi, dan mengadaptasi kebijakan
pemerintah daerah agar lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kerja sama tersebut
disahkan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah daerah
terpilih yaitu: Pemerintah Kabupaten Way Kanan, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kebumen, dan Kota
Bukittinggi.
Sebagai bentuk komitmen kami untuk menginformasikan perkembangan penelitian terbaru Program RISE
kepada pemangku kepentingan dari pemangku kepentingan utama kami, yaitu Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud); Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti),
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas); Kementerian Agama
(Kemenag); dan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Program RISE bekerja sama dengan Badan
Litbang, Kemdikbud akan menyelenggarakan Seminar Perkembangan Program RISE di Indonesia yang
bertujuan untuk menyampaikan perkembangan terbaru mengenai pelaksanaan dan temuan awal studi
kepada Kementerian Pendidikan sebagai pemangku kepentingan utama.
Dalam acara ini, studi Program RISE yang akan dipaparkan adalah:
Studi Program RISE juga mengidentifikasi beberapa hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan
perubahan pada praktik mengajar guru, yaitu penyediaan pendamping atau pembimbing bagi guru
setelah menyelesaikan Diklat; memaksimalkan fungsi pemantauan dan evaluasi; dan
mengembangSan sistem reward and punishment bagi guru, baik yang sudah maupun yang belum
mengikuti Diklat, serta yang berhasil maupun belum berhasil memperbaiki nilai UKG-nya.
3. Studi Dampak Kebijakan Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Yogyakarta
Sejak Agustus 2018 Program RISE melakukan studi bersama Pemerintah Kota Yogyakarta di 46
sekolah menengah pertama (SMP) negeri dan swasta. Temuan awal kami menunjukkan bahwa
PPDB berbasis zonasi di sana berdampak tidak hanya pada karakteristik peserta didik yang diterima
sekolah tapi juga proses pembelajaran di kelas.
Siswa baru yang diterima melalui PPDB zonasi memang tinggal lebih dekat dengan sekolah negeri
dibanding PPDB berbasis prestasi. Namun, komposisi siswa yang diterima melalui sistem zonasi
memiliki nilai rendah dan lebih beragam dibandingkan dengan siswa yang diterima melalui sistem
prestasi. Keadaan ini menuntut guru-guru di sekolah negeri untuk beradaptasi dengan cepat.
Terlepas dari masalah yang dihadapi guru, siswa pun mengalami tantangan akibat komposisi kelas
yang heterogen. Siswa yang lambat dalam belajar bisa tertinggal dari teman-temannya dan menjadi
tidak nyaman dalam belajar. Kemudian, siswa yang cepat dalam belajar dapat kehilangan motivasi
jika tidak mendapatkan tantangan.
Demikian perkembangan Program RISE yang dapat kami sampaikan. Seluruh informasi terkait komponen
penelitian publikasi dan kegiatan Program RISE dapat diakses melalui situs web kami di
www.rise.smeru.or.id