Anda di halaman 1dari 19

Pencegahan Komplikasi Cytomegalovirus Kongenital oleh Ibu

dan Tatalaksana pada Neonatus: Tinjauan Sistematis

Stuart T. Hamilton, Wendy van Zuylen, Antonia Shand, Gillian M. Scott, Zin
Naing, Beverley Hall, Maria E. Craig, and William D. Rawlinson

RINGKASAN
Human Cytomegalovirus adalah penyebab non-genetik utama dari
malformasi kongenital di negara-negara maju. CMV kongenital dapat
menyebabkan kematian janin dan neonatus atau munculnya kondisi klinis yang
serius. Dalam ulasan ini, kami mengidentifikasi intervensi berbasis bukti untuk
pencegahan CMV kongenital pada tingkat primer (pencegahan infeksi pada ibu),
tingkat sekunder (pengurangan risiko infeksi janin) dan tingkat tersier
(pengurangan risiko infeksi neonatus). Tinjauan sistematis dari literatur yang ada
mengungkapkan bahwa terdapat 24 studi yang memenuhi kriteria inklusi.
Pencegahan infeksi pada ibu melalui intervensi kebersihan dan perilaku
mengurangi tingkat serokonversi ibu selama kehamilan. Namun, bukti
menunjukkan bahwa kepatuhan ibu dalam melakukan perilaku pencegahan
merupakan faktor pembatas. Pengobatan infeksi CMV pada ibu dengan
hyperimmune globulin (HIG) menunjukkan beberapa bukti keefektifan dalam
pencegahan infeksi janin dan morbiditas janin / neonatus dengan profil keamanan
yang rasional. Namun, bukti klinis yang lebih kuat diperlukan sebelum terapi HIG
dapat direkomendasikan secara rutin. Bukti yang terbatas juga ditemukan dalam
keamanan dan keefektifan antivirus CMV yang telah terbentuk (valaciclovir,
ganciclovir, dan valganciclovir) untuk mengobati neonatus dari infeksi CMV, tetapi
toksisitas dan kurangnya data uji klinis acak tetap menjadi masalah yang besar.
Dengan tidak adanya vaksin CMV berlisensi atau bukti klinis yang kuat untuk anti-
CMV, edukasi pasien dan intervensi perilaku yang menekankan kepatuhan tetap
merupakan strategi pencegahan terbaik untuk infeksi CMV kongenital. Perlu
adanya pencarian data lebih lanjut tentang penggunaan HIG dan antivirus lainnya
dalam kehamilan, serta pengembangan dari agen antivirus yang baru dan aman.
PENGANTAR
Human CMV adalah penyebab non-genetik utama dari malformasi
kongenital di negara maju. Infeksi CMV kongenital menyebabkan gejala klinis
serius, prematuritas, kematian intrauterin atau kematian neonatal pada ratusan ribu
[1,2].
bayi setiap tahun secara global Dalam prakteknya, sebagian besar infeksi
[3]
kongenital tetap tidak terdiagnosis . Infeksi CMV maternal dengan transmisi
[2-4]
materno-fetal terjadi pada sekitar 0,64% kehamilan di negara maju . Meskipun
CMV tetap ada namun relatif jarang dibandingkan dengan kelahiran prematur
[5]
(9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia) , infeksi CMV adalah penyebab
prematur yang jarang teridentifikasi, dengan jumlah kesakitan yang tidak diketahui
[6]
. Tingkat transmisi materno-fetal lebih tinggi terjadi pada infeksi primer (14,2-
52,4%, rata-rata 32,4%) dibandingkan dengan reaktivasi atau reinfeksi non-primer
[7,8]
(1,1–1,7%, rata-rata 1,4%) . Jumlah bayi yang terinfeksi lebih besar bila
[9,10]
dilahirkan oleh wanita dengan seropositif yang mengalami infeksi primer .
Infeksi CMV menyebabkan kematian intrauterin dari bayi yang jumlahnya tidak
diketahui, mungkin sekitar ~ 0,5% [3,11,12].
Banyak bayi yang terinfeksi CMV (~ 10%) akan dilahirkan dengan SNHL
unilateral atau bilateral, kehilangan penglihatan, mikrosefali, hepatomegali,
splenomegali, trombositopenia, ikterus, petekie, cacat motorik, cacat mental,
korioretinitis, strabismus, atrofi optik dan defek pada gigi, dengan sebanyak ~ 5%
(~ 10% dari yang paling parah) meninggal karena disfungsi multiorgan [13]. Proporsi
yang signifikan (~ 15%) dari fase awal asimptomatik pada bayi yang terinfeksi
CMV, penyakitnya akan berkembang selama periode baru lahir hingga usia 5 tahun
[3,12,14]
. Kelainan pada janin merupakan hasil dari kerusakan sitopatik oleh virus
secara langsung pada janin, meskipun infeksi pada plasenta saja dapat
menyebabkan kelainan pada janin melalui imunomodulasi CMV yang terinduksi,
[11,15-19]
disregulasi plasenta dan disfungsi plasenta . Biaya kesehatan untuk infeksi
CMV adalah tinggi - diperkirakan lebih dari 2 miliar dolar per tahun di Amerika
Serikat [20].
Pemeriksaan kehamilan prenatal untuk CMV saat ini tidak
direkomendasikan di Australia, Inggris atau Amerika Serikat. Pemeriksaan ibu
[21,22]
secara rutin dilakukan di beberapa negara Eropa tetapi dilakukan demikian
tanpa rekomendasi atau panduan dari lembaga pemerintah, otoritas atau tenaga
[23]
medis mana pun . Ulasan terbaru menerangkan kontroversi seputar skrining
CMV yang berkelanjutan dan pengusulan skrining dan algoritma diagnostik [24].
Air liur dan urine anak-anak yang terinfeksi CMV adalah sumber utama
penularan di antara wanita hamil [8]. Penularan mungkin sering terjadi dari saudara
yang lebih tua di tempat pengasuhan, dengan risiko tertentu untuk wanita
[25-30]
seronegatif pada usia subur . Pengetahuan dan kesadaran akan infeksi CMV
[31–36]
saat ini terbatas di antara tenaga kesehatan dan wanita usia subur . Tenaga
kesehatan adalah sumber informasi utama mengenai CMV untuk wanita, dengan
[31,32,37]
12,5-54% wanita hanya mendengar CMV dari tenaga kesehatan . Survei
pada dokter kandungan dan ginekologi di Amerika Serikat melaporkan bahwa
hanya 44% wanita yang dikonseling mengenai pencegahan infeksi CMV dan 28%
wanita tersebut memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai risiko transmisi
CMV [38]. Survei lain di Belanda menemukan lebih dari sepertiga dari 246 praktisi
terlibat dalam perawatan ibu dan bayi dan diasumsikan bahwa pengobatan untuk
CMV sudah tersedia [33].
[39]
Menurut data terbaru tentang intervensi untuk mencegah CMV , kami
meninjau strategi secara sistematis untuk mencegah infeksi seronegatif pada wanita
hamil, janin atau neonatus dan terapi untuk mengurangi risiko simptomatik
penyakit pada neonatus yang terinfeksi CMV.

METODE
Kami melakukan tinjauan sistematis tentang pencegahan dari CMV, yang
diklasifikasikan sebagai berikut: (i) pencegahan primer infeksi pada ibu selama
kehamilan; (ii) pencegahan sekunder, atau pengurangan risiko infeksi CMV janin
yang telah diperoleh pada saat ibu hamil; dan (iii) pencegahan tersier, didefinisikan
sebagai pengurangan risiko infeksi pada neonatus.

Strategi pencarian literatur


Basis data elektronik, termasuk PubMed, MEDLINE, Embase dan
ClinicalTrials.gov, dicari sejak Januari 1968 hingga Juni 2014 tentang studi yang
relevan dengan menggunakan istilah 'cytomegalovirus kongenital' dan 'pengobatan',
'profilaksis', 'terapeutik', 'pencegahan', 'intervensi', 'antiviral' atau
'hiperimunoglobulin'.

Kriteria Seleksi
Suatu studi akan memenuhi syarat untuk dimasukkan jika (i) peserta adalah
wanita hamil atau neonatus; (ii) desain uji adalah randomised controlled trial
(RCT), controlled trial, penelitian observasional atau case series; (iii) studi yang
melaporkan data intervensi primer, sekunder atau tersier untuk infeksi CMV pada
kondisi klinis janin atau neonatus; (iv) naskah lengkap tersedia; dan (iv) laporannya
dalam bahasa Inggris. Kriteria eksklusinya adalah sebagai berikut: (i) intervensi
untuk mencegah Infeksi CMV melalui rute transmisi maternal lainnya (mis.
transfusi) dan (ii) hanya berupa tinjauan artikel, abstrak, surat atau hasil konferensi.

Seleksi Studi
Dua reviewer secara independen memeriksa judul dan abstrak dari studi
yang diambil. Hal ini ditambahkan dengan pencarian daftar referensi kata kunci
tinjauan dan semua studi yang termasuk. Naskah publikasi yang lengkap dicari dan
ditinjau untuk identifikassi studi oleh reviewer. Ketidaksepakatan tentang kriteria
inklusi pada studi akhir diselesaikan dengan diskusi antara reviewer.

Olah Data
Data yang diolah antara lain informasi mengenai desain studi, peserta
(jumlah dan usia), deskripsi dan durasi intervensi, karakteristik kelompok kontrol,
metode penilaian hasil dan kejadian infeksi atau penyakit CMV di masing-masing
kelompok.

Critical Appraisal
Penilaian risiko bias menggunakan paduan Oxford Centre for Evidence-
based Medicine (OCEBM) 2011 yang terbaru dengan skala kualitas Levels of
[40]
Evidence (Manfaat Pengobatan) . Dua reviewer secara independen menilai
kualitas penelitian sesuai dengan panduan OCEBM, dan Levels of Evidence-nya
diputuskan oleh konsensus.
HASIL
Pencarian kami menghasilkan 360 artikel non-duplikat dengan 336 artikel
dieksklusi karena tidak memenuhi kriteria inklusi, dan menyisakan 24 studi yang
memenuhi syarat (Gambar 1). Dari 24 artikel, empat adalah RCT, dua randomised
cluster control trials, tiga non-randomised phase I/II trials, enam penelitian
observasional, tiga studi case control dan enam adalah case series (Tabel 1). Tiga
puluh tujuh laporan kasus juga diidentifikasi namun tidak termasuk dalam ulasan
ini [41-77] tetapi dijelaskan di tempat lain (Lanjutan Tabel 1).

Gambar 1. Hasil dari strategi pencarian untuk intervensi pencegahan dan


pengobatan infeksi dan penyakit cytomegalovirus kongenital
Pencegahan primer CMV kongenital - pencegahan infeksi CMV primer pada
ibu
Vaksin (satu penelitian). Pass [78] melaporkan hasil dari sebuah phase II
placebo-controlled, randomised, doubleblinded trial pada wanita seronegatif yang
dalam 1 tahun ini melahirkan. Kelompok uji dari 225 wanita menerima satu hingga
tiga vaksinasi glikoprotein B intramuskular yang ditambah dengan MF59 pada 0, 1
dan 6 bulan, dan 216 wanita dari kelompok kontrol menerima satu sampai tiga dosis
plasebo. Infeksi terjadi dalam 8% (18/225) atau 3,3 per 100 orang per tahun dari
kelompok vaksin dan 14% (31/216) atau 6,6 per 100 orang per tahun dari kelompok
plasebo (p = 0,02), untuk efektivitas vaksin secara keseluruhan sebanyak 50%
(interval kepercayaan (CI) 95%, 7–73). Wanita seronegatif yang hamil selama
percobaan, infeksi terjadi pada 1% (1/81) bayi dari ibu yang berada di kelompok
vaksin dan 3% (3/97) bayi dari ibu dalam kelompok plasebo (p = 0,41).
Intervensi kebersihan dan perilaku (tiga penelitian). Adler et al.[79]
melaporkan pada pemeriksaan cluster RCT efektivitas dari pendekatan pencegahan
perilaku untuk mengurangi transmisi CMV anak-ke-orang tua. Ibu dalam kelompok
edukasi diberi informasi tentang infeksi CMV dan komplikasinya. Instruksi
diberikan secara lisan dan tertulis dan termasuk perilaku protektif (sering mencuci
tangan setelah terkena cairan tubuh anak atau benda yang digunakan anak dan
memakai sarung tangan karet selama mengganti popok dan menangani cucian kotor
anak-anak) dan perilaku untuk menghindari (kontak intim dengan anak seperti
berciuman di mulut, tidur bersama, berbagi handuk / lap mandi dan berbagi
makanan atau minuman). Dari 28 ibu seronegatif yang tidak hamil dan memiliki
anak berusia di bawah 36 bulan, menghadiri kegiatan edukasi CMV, didapatkan
sebanyak 37% (4/11) serokonversi terjadi dalam kelompok edukasi, lebih sedikit
dibandingkan dengan 47% (8/17) pada kelompok kontrol. Kelompok edukasi kedua
(kelompok ketiga) yang menerima bantuan sosial tambahan untuk kepatuhan dan
pemecahan masalah memiliki tingkat serokonversi lebih rendah (25%, 2/8). Tak
satu pun dari wanita hamil di kelompok keempat yang menerima intervensi setara
dengan itu dari serokonversi kelompok edukasi (0%, 0/14).
Adler et al. [80] melaporkan cluster RCT berikutnya dari 166 ibu
seronegatif yang juga hamil atau mencoba hamil dan punya anak dengan usia <36
bulan. Kelompok intervensi menerima informasi dan instruksi perilaku sebagai ibu
[79]
yang identik pada Adler et al. Studi pada tahun 1996 . Mereka yang menerima
intervensi (edukasi dalam langkah-langkah untuk mencegah transmisi CMV)
memiliki tingkat serokonversi identik 7,8% (9/115) dibandingkan dengan
kelompok kontrol (4/51). Tingkat serokonversi untuk wanita dengan seorang anak
dengan CMV yang sudah hamil sebelum percobaan adalah 5,8% (1/17)
dibandingkan dengan 42% (10/24) untuk wanita yang mencoba untuk hamil (p =
0,008).
Vauloup-Fellous dkk. [81] melaporkan dalam kelompok studi tunggal di
mana konseling kebersihan dalam pencegahan CMV pada kehamilan 12 minggu
dapat mengurangi tingkat serokonversi. Informasi kebersihan secara rinci diberikan
kepada orang tua secara lisan dan tertulis serupa dalam penelitian Adler et al. Studi
[79]
1996 , kecuali memakai sarung tangan pelindung tidak disarankan. Tingkat
serokonversi ibu adalah 0,19% (5/2595) pada usia kehamilan 36 minggu
dibandingkan dengan tingkat serokonversi 0,42% (11/2595) pada ibu sebelum
konseling pada trimester pertama kehamilan. Dari 16 serokonversi, 15/16
merupakan wanita yang berisiko tinggi terinfeksi, 12/16 memiliki anak di bawah 3
tahun di rumah dan 7/16 adalah dokter atau perawat.

Pencegahan sekunder CMV kongenital - pencegahan dan profilaksis


pengobatan infeksi CMV pada janin selama kehamilan
Terapi CMV HIG. Profilaksis HIG (empat penelitian). Nigro dkk. [82],

secara prospektif, non-randomised, controlled phase I and II study, meneliti tentang


imunisasi pasif untuk pencegahan infeksi pada janin dan pengobatan janin yang
terinfeksi pada wanita yang serokonversi selama kehamilan. Dalam profilaksis
kelompok penelitian, wanita dengan infeksi CMV primer selama kehamilan (usia
kehamilan <21 minggu) dengan status infeksi janin yang tidak diketahui diberikan
100U / kg iv HIG setiap bulan sejak diagnosis sampai melahirkan. Tingkat infeksi
pada bayi tersebut mengalami penurunan, 16% (6/37), dibandingkan dengan 40%
(19 /47) dalam kelompok kontrol yang tidak diobati (pengurangan risiko absolut
sebesar 24%). Satu-satunya prediktor yang terkait dengan penurunan yang
signifikan dalam risiko infeksi kongenital adalah pemberian HIG dengan OR 0,32
(95% CI, 0,10-0,94; p = 0,04).
Revello dkk. [39], dalam double-blinded, randomised, placebo-controlled
study menyelidiki rejimen pengobatan profilaksis HIG yang serupa dengan studi
oleh Nigro tahun 2005, dan penelitian ini dilakukan untuk mengulangi perbedaan
[68]
yang diamati pada studi Nigro (pengurangan risiko absolut sebesar 24%) . Ibu
dengan infeksi primer yang telah dikonfirmasi diperoleh antara usia kehamilan 5
dan 26 minggu yang diberikan 100 U / kg iv HIG atau plasebo setiap bulan mulai
dari 6 minggu sejak diduga infeksi sampai usia gestasi 36 minggu atau
amniosentesis CMV-positif. Terdapat penurunan tingkat infeksi janin yang tidak
signifikan secara statistik sebanyak 30% (18/61) infeksi kongenital pada kelompok
yang diberi HIG dibandingkan dengan 44% (27/62) pada kelompok kontrol yang
diberi plasebo (pengurangan risiko absolut sebesar 14%) (95% CI,- 3 hingga 31; p
= 0,13). Tingkat komplikasi kehamilan (kelahiran prematur, preeklampsia dan
hambatan pertumbuhan janin) pada wanita yang tersisa dalam penelitian hingga
waktu kelahiran lebih tinggi dalam kelompok HIG (13%, 7/53) daripada pada
kelompok plasebo (2%, 1/51; p = 0,06).
Nigro dkk. [83] baru-baru ini melaporkan studi observasi dari sejumlah
sumber dan studi desain yang berbeda yang menyelidiki efek pemberian HIG
terhadap berat saat lahir dan usia kehamilan. Penelitian ini terdiri dari 358 wanita
yang mengalami infeksi CMV primer selama kehamilan, 221 di antaranya termasuk
[82,84]
dalam studi sebelumnya . Dari 162 wanita yang menerima setidaknya satu
dosis HIG (satu hingga delapan dosis, 100-200 U / kg atau 150-200 mg / kg berat
ibu), 64% (103 / 162) melahirkan bayi yang baru lahir yang terinfeksi dibandingkan
dengan 85% (164/194) perempuan yang tidak menerima HIG (OR 0,32 [95% CI,
[39]
0,19-0,53, p <0,001]). Sebaliknya, pada studi Revello et al. , pemberian HIG
tidak terkait dengan berkurangnya berat badan saat lahir atau berkurangnya usia
kehamilan, meskipun banyaknya pasien yang losses to follow up dan kelengkapan
data tidak disebutkan.
Buxmann dkk. [85], dalam studi observasional retrospektif, menyelidiki
efektivitas profilaksis HIG dan pengobatan untuk CMV. Kelompok prefentif terdiri
dari 38 wanita dan 39 bayi mereka dengan infeksi primer ibu selama yang trimester
pertama atau kedua kehamilan, di mana pengujian cairan ketuban tidak dilakukan
sebelum terapi HIG. HIG diberikan secara intravena ke 37/38 ibu (satu hingga lima
dosis, median dosis 200 U / kg), dan kepada 2/39 bayi melalui vena umbilical (dua
hingga empat dosis, 500–800 U). Totalnya, 9/39 bayi terinfeksi secara kongenital
(termasuk satu diantaranya merupakan kehamilan yang diterminasi), memberikan
tingkat transmisi keseluruhan dengan pemberian HIG sebanyak 23%. Tingkat
transmisi CMV setelah pemberian HIG adalah 21% (5/24) pada infeksi saat
perikonsepsi atau trimester pertama dan 27% (4/15) setelah infeksi pada trimester
kedua. Sedangkan pada kelompok tanpa pemberian HIG, setelah infeksi CMV
trimester pertama dan trimester kedua, masing-masing, Bodéus dkk. [86] melaporkan
[87]
tingkat transmisi 34,5% (39/113) dan 44,1% (60/136) dan Enders et al.
melaporkan tingkat transmisi 30% (25/83) dan 38% (29/76).
Terapi menggunakan HIG (enam penelitian). Nigro dkk. [82], dalam
kelompok pengobatan studi mereka, memberi wanita hamil dengan CMV yang
terdeteksi dalam cairan ketuban (menunjukkan infeksi janin) dengan iv HIG 200 U
/ kg berat ibu. Beberapa ibu (9/31) diberikan dosis HIG lanjutan intraumbilical atau
cairan intra-amniotik iv jika USG mengindikasikan keterlibatan janin yang
persisten (400 U / kg berat janin). Wanita yang menerima HIG melahirkan bayi
dengan penurunan tingkat penyakit simtomatik (3%, 1/31) dibandingkan dengan
wanita yang menolak pemberian HIG (50%, 7/14). Satu-satunya prediktor yang
terkait dengan pengurangan yang signifikan dalam risiko infeksi kongenital adalah
kelompok yang diberi HIG (OR 0,02 [95% CI,- ∞ hingga 0,15, p <0,001]). Penyakit
CMV simtomatik didefinisikan oleh kematian janin atau bayi, keterlibatan
neurologis, cacat mental (IQ di bawah 70) atau keterlambatan motorik.
Visentin et al. [88], dalam partly randomised case control study,
menggunakan kriteria yang sama dengan yang digunakan oleh penelitian Nigro
2005 [82]. Wanita dengan CMV primer sebelum usia kehamilan 17 minggu janin
yang terinfeksi secara kongenital, yang ditentukan pada amniosentesis pada usia >
20 minggu, diberikan satu kali dosis pengobatan HIG IV (200 U / kg berat badan
ibu) pada usia kehamilan 20-24 minggu. Bayi yang tidak diobati berasal dari wanita
yang menolak pengobatan atau yang memiliki infeksi CMV sebelum tersedianya
HIG. Lebih sedikit bayi yang memiliki kondisi yang buruk pada usia 1 tahun pada
kelompok yang diberikan HIG (13% atau 4/31) dibandingkan dengan 43% (16/37)
pada ibu yang tidak diberikan HIG (p <0,01). Kondisi yang buruk didefinisikan
sebagai bayi dengan keterlibatan neurologis atau audiologis, enterokolitis
hemorargik nekrosis atau penyakit hati kronik.
Nigro dkk. [84], dalam case–control study, mengevaluasi kembali bayi dari
[82]
studi pada tahun 2005 . Penelitian ini terdiri dari 64 bayi yang terinfeksi
kongenital dari kehamilan dengan infeksi primer maternal yang terkonfirmasi pada
kehamilan ≤20 minggu. Dalam kasus ini (n = 32) adalah bayi yang terinfeksi
kongenital simtomatik dengan defisit pendengaran dan / atau retardasi psikomotor.
Kontrol yang sesuai (n = 32) adalah bayi yang terinfeksi kongenital yang tidak
menunjukkan gejala. Satu-satunya faktor risiko untuk bayi yang terkena dampak
adalah tidak menerima HIG iv di\engan dosis 200 U / kg berat ibu (dua hingga
empat dosis mingguan; p = 0,001).
Dalam kelompok pengobatan pada sebuah penelitian observasional oleh
Buxmann et al. [85], empat wanita dengan janin yang terinfeksi kongenital
menerima terapi HIG yang dimulai antara 16 dan 35 hari setelah diagnosis (cairan
ketuban CMV-positif) menggunakan dua atau tiga dosis intraumbilical atau intra-
amniotik dari HIG (500–1000 U per dosis). Tiga dari empat ibu juga menerima IV
HIG (satu hingga tiga dosis) pada 180–220 U / kg berat badan ibu. Hasil untuk tiga
kehamilan yang menerima baik janin maupun ibu adalah CMV asimtomatik pada
umur 1 tahun. Hasil untuk bayi keempat adalah CMV simtomatik; Namun, janin ini
menunjukkan temuan USG yang abnormal sebelum pemberian HIG termasuk
IUGR, mikrosefali dan GIT ekogenik.
Kelompok Studi Terapi Imunoglobulin pada Janin dengan Infeksi CMV di
Jepang tahun 2012 [89] sebuah multi-centre trial terdiri dari 12 wanita hamil yang
janinnya ditemukan memiliki CMV simptomatik dengan kelainan yang terdeteksi
oleh USG prenatal, pemeriksaan MRI dan CT. Pemberian HIG termasuk injeksi ke
dalam rongga peritoneum janin yang terkena (11/12, 1.0–3.7 g HIG, dua hingga
enam dosis) dan / atau pemberian ibu secara IV (5/12, 1,5–15,0 g HIG, satu hingga
lima dosis). Setelah pemberian HIG, pemeriksaan USG menunjukkan hilangnya
asites sebanyak 57,1% (4/7), penurunan volume asites 14,3% (1/7), peningkatan
IUGR 54,5% (6/11) dan hilangnya ventrikulomegali ringan 40% (2/5), dan dalam
suatu kasus, hepatomegali dan hidronefrosis juga menghilang. Tingkat
kelangsungan hidup bayi yang terkena dampak adalah 83,3% (10/12). Mengenai
morbiditas, 25% (3/12) dari bayi berkembang normal, 42% (5/12) memiliki
kesulitan pendengaran dan 33,3% (4/12) mengalami pertumbuhan yang tertunda.
Nigro dkk. [90] melaporkan sebuah case control study yang menyelidiki
mengenai pemberian HIG untuk GIT hiperekogenik pada janin, dengan 9/17 ibu
diberi HIG (satu hingga tiga dosis iv, 200 U / kg) dan 8/17 tidak diberi. GIT
ekogenic teratasi pada 78% (7/9) janin yang diobati dan 38% (3/8) dari janin tidak
diobati (p = 0,15). Saat lahir, semua 17 bayi terinfeksi CMV. Dalam kelompok HIG,
89% (8/9) normal saat lahir dan selama follow up (3-8 tahun), dan pada kelompok
yang tidak diobati, sebanyak 88% (7/8) sangat terpengaruh pada 2-7 tahun usia (p
<0,0004). Satu janin yang dirawat memiliki tuli persisten berat, dan satu neonatus
yang tidak diobati meninggal segera setelah kelahiran prematur.
Valasiklovir (dua penelitian). Jacquemard dkk. [91], dalam sebuah
penelitian pilot observasional yang dilakukan dari 2003 hingga 2005, menilai
valasiklovir oral pada ibu (8 g / hari) sebagai pengobatan untuk infeksi CMV. Dua
puluh kehamilan
termasuk 21 janin yang dirawat pada usia 28 minggu (median, kisaran: 22–34)
untuk 7 minggu (median, kisaran: 1–12). Meskipun tujuan dari penelitian ini bukan
untuk menunjukkan efektifitas klinis valasiklovir, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa 52% (10/21) bayi pada kelompok pengobatan memiliki hasil yang buruk
dibandingkan dengan 58% (14/24) pada kelompok yang tidak diobati.
Roxby dkk. [92], dalam randomised doubleblind, placebo-controlled
clinical trial pada perempuan Kenya dengan HIV-positif mengevaluasi efek
profilaksis valasikilvir (500mg) pada ibu dengan tingkat RNA HIV-1, baru-baru ini
melaporkan hasil untuk akuisisi CMV pada bayi. Ibu juga menerima monoterapi
zidovudine dan nevirapine perinatal. Dari bayi yang dites saat lahir, sebanyak dua
kali lipat yang terdeteksi CMV pada kelompok plasebo (6,9%, 4/58) dibandingkan
dengan kelompok valasiklovir (3,3%, 2/61), tetapi tidak signifikan secara statistik
(p = 0,4). Total dari akuisisi CMV kumulatif pada bayi tidak berbeda antara
kelompok studi pada usia 1 tahun, dan waktu median untuk deteksi CMV.
Pencegahan tersier CMV kongenital - pengobatan CMV kongenital
simtomatik pada neonatus
Ganciclovir (enam penelitian). Nigro dkk. [93], dalam sebuah studi pilot
observasional, menyelidiki efektifitas dua rejimen terapi gansiklovir (5mg / kg
untuk 2 minggu [kelompok 1] atau 7,5mg / kg dua kali sehari untuk 2 minggu dan
10mg / kg tiga kali seminggu selama 3 bulan [kelompok 2]) pada 12 bayi dengan
infeksi CMV simtomatik. Pada kelompok 1, 33% (2/6) memiliki hasil normal pada
follow-up 18 bulan. Di kelompok 2, 83% (5/6) menunjukkan perbaikan klinis, salah
satunya kemudian terjadi retardasi psikomotor ringan. Setelah terapi kelompok 2
berhenti, satu bayi menunjukkan retardasi psikomotor berat dan gangguan
pendengaran setelah perbaikan sementara.
Whitley dkk. [94] melaporkan dalam fase awal II hasil farmakokinetik dan
farmakodinamik pada 42 bayi dengan gejala CMV diobati dengan dosis harian
gansiklovir 8 atau 12 mg / kg / hari selama 6 minggu. Perbaikan atau stabilisasi
terjadi pada 16% (5/30) bayi dalam 6 bulan atau setelahnya. Dari 13 bayi (13/42)
dengan retinitis sejak awal, 62% (8/13) memiliki normalisasi lengkap, dan 38%
(5/13) terjadi pelepasan retina. Resolusi hepatosplenomegali terjadi pada 7% (3/42)
bayi; Namun, 64% (27/42) memiliki hepatosplenomegali persisten tanpa resolusi
signifikan.
Michaels dkk. [95] melaporkan sebuah case series pada sembilan bayi
berusia 3 hari hingga 11 bulan dengan gejala CMV, yang menerima iv ganciclovir
selama 5,5–18 bulan diikuti oleh gansiklovir oral (550mg / m2 / dosis tiga kali
sehari selama 6-36 bulan. Di awal terapi, 56% (5/9) bayi didiagnosis dengan SNHL
(dua sedang dan tiga parah). Saat follow up, sebanyak 60% (3/5) tetap memiliki
SNHL yang tidak berubah, sementara 40% (2/5) telah terjadi peningkatan
pendengaran di satu telinga. Tidak ada perburukan pada 44% (4/9) bayi dengan
pendengaran normal.
Kimberlin et al. [96] melakukan phase III randomised, controlled study
untuk menentukan efektifitas terapi gansiklovir IV (6 mg / kg dua kali sehari selama
6 minggu) pada neonatus dengan penyakit CMV simtomatik yang melibatkan CNS.
Dari 100 peserta terdaftar, hanya 42% (42/100) yang dapat dievaluasi titik akhir
primernya. Studi ini mengungkapkan 84% (21/25) neonatus dengan penyakit CMV
simtomatik di kelompok pengobatan gansiklovir memiliki peningkatan
pendengaran atau pendengaran normal yang berlanjut pada 6 minggu, dibandingkan
dengan 59% (10/17) pada kelompok yang tidak diobati (p = 0,06). Pada 6 bulan
follow-up, tidak ada penerima gansiklovir yang memiliki penurunan pendengaran,
dan juga pada 41% (7/17) pasien kontrol (p <0,01). Pada usia 1 tahun atau lebih,
21% (5/24) yang menerima gansiklovir telah terjadi penurunan pendengaran di
telinga, dibandingkan dengan 68% (13/19) pada kelompok kontrol (p <0,01).
Tanaka-Kitajima dkk. [97] melaporkan case series sebanyak enam bayi
dengan infeksi CMV simtomatik diobati dengan gansiklovir 5–12 mg / kg dua kali
sehari selama 2-7 minggu dari hari 0 hingga 45 (median, hari 14). Setelah
pemberian gansiklovir, tanda-tanda aktif chorioretinitis, trombositopenia dan
anemia menghilang atau membaik dalam semua kasus. Semua pasien mengalami
defisit neurologis termasuk gangguan pendengaran; Namun, pada dua bayi,
perbaikan dari gangguan pendengaran diamati pada 12 hingga 41 bulan follow up.
Lackner et al. [98], dalam sebuah case control observasional, meneliti terapi
gansiklovir iv (5–10mg / kg selama 21 hari) untuk SNHL pada 23 bayi yang
terinfeksi CMV asimtomatik selama 4 hingga 10 tahun periode follow up.
Pengobatan dimulai dalam 10 hari pertama kehidupan. Semua 23 anak-anak
memiliki pendengaran sensorineural normal pada usia satu tahun, tetapi 5/23 anak-
anak kemudian losses to follow up. Dari delapan bayi dalam kelompok yang tidak
diobati, SNHL terjadi pada 11% (2/8). SNHL tidak berkembang di salah satu
neonatus yang diobati dengan gansiklovir (0/10).
Valganciclovir (dua penelitian). Lombardi dkk. [99] melaporkan open
case series dari 12 bayi berusia ≤30 hari dengan CMV simptomatik, yang menerima
valgansiklovir oral (15 mg / kg dua kali sehari) selama 6 minggu. Pada awalnya,
60% (8/12) bayi didiagnosis dengan SNHL (lima sedang dan tiga berat), dan pada
6 bulan follow-up, 75% (6/8) bayi memiliki SNHL yang tidak berubah, sedangkan
25% (2/8) memiliki peningkatan pendengaran (dari sedang ke ringan). 4/12 bayi
dengan pendengaran normal di awal dan pada 3 bulan kehidupan menunjukkan
pendengaran normal di 6 bulan yang masih bertahan.
Del Rosal et al. [100] melaporkan retrospective case series terbaru dari 13
bayi dengan infeksi CMV dan keterlibatan CNS, yang menerima valganciclovir oral
(32 mg / kg / hari dua kali sehari) untuk median durasi pengobatan selama 6 bulan
(4/13 juga menerima gansiklovir intravena; 12 mg / kg / hari dua kali sehari). Hasil
menunjukkan sebanyak 85% sudah memiliki kelainan pendengaran di awal
dibandingkan dengan 50% pada 12 bulan. 18 menunjukkan kehilangan
pendengaran di awal (tujuh ringan, tiga sedang dan delapan berat), dan pada 12
bulan, sembilan tetap stabil, tujuh telah membaik dan tidak ada yang terjadi
perburukan. Dalam delapan telinga yang normal sejak awal, tidak ada kerusakan
ditemukan pada saat 12 bulan.

DISKUSI
Studi ini adalah tinjauan sistematis pertama dalam menyelidiki intervensi
untuk pencegahan primer, sekunder dan tersier pada CMV kongenital. Meski
sejumlah case series, case control dan studi observasi telah diidentifikasi, terdapat
kekurangan yang signifikan dari data uji klinis yang kuat dalam menyelidiki
profilaksis atau intervensi pengobatan untuk CMV. Bukti dengan tinggi kualitas
dari RCT akan diperlukan sebelum setiap intervensi dapat direkomendasikan dan
akan dilakukan mungkin diperlukan sebelum sistem kesehatan akan setuju untuk
mengcover biaya terkait.
Untuk pencegahan primer CMV, Studi intervensi perilaku menunjukkan
tingkat serokonversi berkurang dengan edukasi. Namun, baik pada studi tahun 1996
[79] [80]
maupun 2004 sebelumnya telah mempertimbangkan risiko seleksi dan
[101]
deteksi bias . Adler dkk. Studi 2004 juga mengamati tingkat serokonversi
identik dalam kelompok edukasi dan kontrol saat wanita hamil dan yang sedang
berusaha untuk hamil dimasukkan dalam analisis, ternyata menunjukkan beberapa
manfaat untuk wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang berusaha hamil.
Penemuan ini dikaitkan dengan wanita hamil menjadi lebih termotivasi untuk
mengubah perilaku mereka dan mematuhi instruksi dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil, hal ini konsisten dengan temuan mereka tahun 1996. Studi
[81]
Vauloup- Fellous dkk. 2009 tidak memiliki data kontrol, yang membatasi
interpretasi temuan mereka; namun, penelitian ini juga menunjukkan beberapa
bukti untuk efektifitas intervensi perilaku. Secara keseluruhan, biaya rendah yang
diberikan, kecenderungan dalam efektifitas pada wanita hamil dan dampak positif
dari kontrol ibu atas langkah - langkah ini, prosedur kebersihan di makalah ini akan
direkomendasikan.
Untuk pencegahan sekunder CMV, studi profilaksis HIG oleh Nigro et al.
[82] [39]
dan Revello et al. seharusnya tidak dikombinasikan sebagai meta-analisis
untuk menghasilkan rekomendasi yang definitif, karena kombinasi dari data
[102]
percobaan non-acak dan acak tidak direkomendasikan . Meskipun kedua studi
menunjukkan beberapa bukti manfaat, masalah metodologis yang terkandung pada
masing-masing menunjukkan tidak ada yang definitif. Studi Nigro 2005
menimbulkan provokatif dan hipotesis; Namun, kurangnya pengacakan mungkin
menyebabkan kesalahan tipe 1. Meskipun RCT Revello gagal untuk mengulangi
perbedaan yang terlihat di studi sebelumnya, penggunaan data pilot untuk
menentukan ukuran sampel untuk memperkirakan pengurangan risiko mungkin
[103.104]
menghasilkan kesalahan tipe 2 . Penelitian Revello dipersembahkan untuk
menunjukkan pengurangan absolut dalam infeksi CMV dari 24% pada kasus yang
diobati dan yang tidak diobati; sebagai tingkat non-signifikan yang diamati
sebanyak 14%, kemampuan untuk mendeteksi perbedaan ini kecil (33%). Namun,
interval kepercayaan 95% dari -3% hingga 31% yang dilaporkan dalam penelitian
ini tidak mengeksklusi efek klinis yang relevan, dan setidaknya sebuah RCT yang
saat ini dilakukan di Amerika Serikat (ClinicalTrials.gov identifier NCT01376778)
harus memberikan bukti yang lebih pasti untuk profilaksis HIG. Studi tentang terapi
HIG memiliki masalah metodologis yang sama yaitu mencegah kesimpulan
definitif mengenai efektifitas pengobatan. Namun, semua penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi pada ulasan ini secara konsisten menunjukkan
kecenderungan yang menguntungkan. Sayangnya, di sana tidak ada uji klinis acak
yang menyelidiki khasiat pengobatan HIG terhadap CMV saat ini. Bukti efektifitas
valasiklovir untuk pencegahan sekunder CMV lebih terbatas daripada terapi HIG
dengan hanya dua studi yang tersedia: satu RCT profilaksis (di mana akuisisi CMV
merupakan tujuan sekunder pada populasi yang homogen dan berpenyakit) dan satu
studi pilot farmakokinetik (di mana hanya efek yang sangat sederhana yang
diamati).
Untuk pencegahan tersier gejala infeksi CMV pada neonatus, semua
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi kami menunjukkan beberapa bukti
keberhasilan pengobatan gansiklovir dan valgansiklovir, khususnya dalam
menstabilkan atau mengobati SNHL. Namun, dari enam studi gansiklovir dan dua
studi valgansiklovir yang termasuk, hanya RCT gansiklovir yang berisi data case-
[96] [97]
control dan dari semuanya hanya satu ysng menunjukkan hubungan
pengobatan dengan neutropenia.
Kesimpulan utama dari tinjauan sistematis ini berdasarkan pada sejumlah
studi terbatas, yang memiliki beberapa risiko bias. Namun demikian, dalam ketidak
adanya vaksin CMV dan bukti terbatas tentang efektifitas HIG / antiviral, edukasi
dan intervensi perilaku tetap menjadi strategi pencegahan terbaik untuk CMV
hingga saat ini. Penentuan dari serostatus wanita, anggapan idealnya, dapat
mengidentifikasi wanita seronegatif dengan risiko tinggi CMV karena paparan.
Meskipun perilaku higienis akan jelas mengurangi tingkat transmisi, atas dasar dari
bukti yang tersedia saat ini, kepatuhan ibu untuk intervensi perilaku tampaknya
menjadi faktor pembatas. Karena itu, penyedia layanan kesehatan sebaiknya
melakukan konseling kepada semua wanita yang merencanakan kehamilan dan
wanita hamil mengenai risiko dari CMV dan menekankan pentingnya kepatuhan
dalam perilaku pencegahan untuk mengurangi risiko ini, bahkan ketika
merencanakan kehamilan. Strategi perilaku yang direkomendasikan oleh Pusat
[105]
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit , yang menunjukkan beberapa bukti
efektifitas atas dasar studi yang terkandung dalam tinjauan ini, ditunjukkan pada
Tabel 2.

Tabel 2. Strategi perilaku yang direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian


dan Pencegahan Penyakit
 Cuci tangan Anda sesering mungkin dengan sabun dan air selama 15-20
detik, terutama setelah mengganti popok, memberi makan anak-anak,
menyeka hidung atau air liur anak kecil atau setelah memegang mainan
anak
 Jangan berbagi makanan, minuman atau peralatan makan yang digunakan
oleh anak-anak
 Jangan menaruh dot anak di mulut Anda
 Jangan berbagi sikat gigi dengan anak kecil
 Hindari kontak dengan air liur saat mencium seorang anak
 Bersihkan mainan, meja, dan permukaan lain yang bersentuhan dengan
urin atau air liur anak-anak

Dalam kasus di mana suspek infeksi CMV primer atau yang telah
didiagnosis selama kehamilan, rujukan yang tepat kepada ahli yang berpengalaman
dalam mengelola Infeksi CMV pada kehamilan sangat direkomendasikan. Jika
pasien meminta intervensi, setelah diskusi tentang keterbatasan data untuk
pengobatan, pengobatan HIG lebih cenderung dipilih karena data yang tersedia dan
toksisitas obat yang telah diketahui. Sebagai pengobatan CMV simptomatik pada
neonatus, terapi gansiklovir didukung oleh hasil dari RCT yang telah
[96]
dipublikasikan . Sebuah RCT dari valganciclovir (saat ini tersedia bagian
abstraknya) melaporkan bahwa terapi 6 bulan lebih baik dibandingkan 6 minggu
[106]
.
Mengingat bukti yang tersedia hingga saat ini, prioritas untuk case control
trial di masa depan harus difokuskan kepada intervensi perilaku primer, intervensi
pengobatan dan profilaksis HIG sekunder, dan intervensi tersier gansiklovir /
valgansiklovir. Seperti pada Agustus 2014, terdapat satu uji coba klinis yang sedang
berlangsung yang menyelidiki strategi pencegahan primer (intervensi perilaku),
tiga uji coba yang menyelidiki strategi pencegahan sekunder (dua uji coba
profilaksis HIG dan satu uji coba valasiklovir) dan dua penelitian pencegahan
tersier dari CMV (valganciclovir; Tabel Tambahan 2). Data uji klinis ini yang
dikerjakan selama bertahun-tahun mendatang harus memiliki analisis statistik yang
tepat, untuk menginformasikan pengambilan keputusan dalam pencegahan dan
pengobatan CMV yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai