Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTISME

A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Saraf


Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai
bentuk bervariasi. Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata
rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau
sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan
tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau
organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot
dan kelenjar (Pearce, 2014).
1. Sel Saraf
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf
adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau
tanggapan.
a. Struktur Sel Saraf
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya
terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi
mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi
mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya
sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu
dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar
akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan
kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. Sel
Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di
seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann
disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan
memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin
disebut nodusRanvier, yang berfungsi mempercepat penghantaran
impuls.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel
saraf intermediet (asosiasi).
1) Sel saraf sensori
Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari
reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan
sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf
sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
2) Sel saraf motor
Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem
saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa
tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motor
berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek
berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya
dapat sangat panjang.
3) Sel saraf intermediet
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini
dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi
menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem
saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor
sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit
bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat
saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf.
2. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang
belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ yang sangat
lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan.
Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3
lapisan selaput meninges. . Ketiga lapisan membran meninges dari luar
ke dalam adalah sebagai berikut:
a. Durameter : merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan
tengkorak
b. Araknoid : disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-
labah. Di dalamnya terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan
limfa yang mengisi sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput
araknoid adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya
kerusakan mekanik.
c. Piameter : Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat
dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi
oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1) badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea) 2)
serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba) 3) sel-
sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam
sistem saraf pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar
atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum
tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu,
sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
1) Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak
tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung
(medulla oblongata), dan jembatan varol.
a) Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua
aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak
besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau
sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan
refleks otak.
Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat
bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah
belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang
menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam
proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan
belajar berbagai bahasa.
Di sekitar kedua area tersebut adalah bagian yang mengatur
kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan
merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis,
berbicara,kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di
bagian belakang.
1) Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah
serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus
sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus
parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian).
Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf
sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi
dan mengenali segala jenis rangsangan somatik (Ellis, 2006).
2) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling
depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks
anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat
area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola
mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area
asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).
3) Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari
lobus oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah
dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting
dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).
4) Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus
temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006).
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi
menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

b) Otak tengah (mesensefalon)


Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di
depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang
mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti
penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
c) Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot
yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada
rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar
yang normal tidak mungkin dilaksanakan Jembatan varol (pons
varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak
kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan
sumsumtulang belakang.
d) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang
dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga
mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung,
tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak
alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu,
sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip.
e) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak
bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk
kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang
sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas
sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk
ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum
tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari
sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor.
Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi
konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motor.
Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi. Kumpulan
serabut saraf membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang
membawa impuls ke otak merupakan saluran asenden dan yang
membawa impuls yang berupa perintah dari otak merupakan saluran
desenden.
3. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf
tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas
yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol
aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak
saluran pencernaan, dan sekresi keringat.
a) Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial),
yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang
belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang
belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari :
1) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
2) lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
3) empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf
nomor 5, 7, 9, dan 10.
b) Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal
dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ
yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan
masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga
membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada
ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem
saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur
antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion.
Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga
mempunyai urat pra ganglion pendek,sedangkan saraf parasimpatik
mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion
menempel pada organ yang dibantu. (Pearce, 2014).

B. Definisi
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti
aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya
sendiri. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak
yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Winarno, 2013).
C. Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya autis diantaranya yaitu (Rahayu,
2014):
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya
kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan
pada 5-20% penyandang autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada
otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu
selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga
disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis,
dan Cytomegalovirus Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan
dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan
dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya
cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam
janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah,
arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air
bahkan makanan.

D. Klasifikasi
Ada 3 klasifikasi yang dapat terjadi pada penderita autisme yaitu, (Winarno,
2013) :
1. Autisme Persepsi adalah autisme yang asli karena kelainan sudah timbul
sebelum lahir
2. Autisme Reaksi terjadi karena beberapa permasalahan yang
menimbulkan kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah
rumah, atau sekolah dan sebagainya.
3. Autisme yang timbul kemudian terjadi setelah anak agak besar
dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anal lahir.
Macam – macam gangguan perkembangan pada anak autis menurut
Feist (2010) adalah:
1. Gangguan komunikasi adalah gangguan kominikasi yang terjadi pada
anak autis berupa gangguan verbal dan non verbal seperti keterlambatan
kemampuan berbicara, berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh,
kata-kata yang tidak dimengerti oran lain kerika berbicara mimik muka
datar tanpa ekspresi.
2. Gangguan interaksi merupakan gangguan pada interaksi dengan orang
lain seperti menarik diri, anak menghindai kontak mata lawan bicara,
tidak menoleh krtika dipanggil, bila anak menginginkan sesuatu
seringkali menarik tangan orang lain (tidak mengeskpresikan dengan
cara menunjuk benda yang diinginkan dan tidak mau bergaul dengan
orang lain.
3. Gangguan perilaku yang terjadi pada autis seperti perilaku hiperaktif atau
hipoaktif, perilaku destruktif. Contoh anak pada umumnya memainkan
mobil-mobilan dengan cara mendorong sambil berkata “ngeeeng”,
namun pada anak autis mobil-mobilan dimainkan dengan cara dibalik
dan diputar-putar rodanya.
4. Gangguan emosi merupakan gangguan emosional pada anak autis
seperti anak cepat marah, tertawa sendiri tidak pada tempatnya,
beberapa anak autis sering mengamuk tak terkendali bahkan ada yang
menjadi agresif dan destruktif.
5. Gangguan persepsi sensorik meliputi perasaan sensitif terhadap
penglihatan misalnya anak tidak mau kontak mata saat berbicara pada
pendengaran bila mendengar suara keras menutup telinga, suka
mencium, menggigit atau menjilati benda yang disukainya.

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat terjadi pada penderita autisme adalah sebagai
berikut (Rahayu, 2014) :
1. Autisme pada bayi usia < 12 bulan
a) Tidak ada kontak mata ketika diajak berbicara
b) Tidak tersenyum kembali kepada anda saat diajak berbicara atau
tersenyum
c) Tidak berespon terhadap suara
d) Tidak tertarik ketika diajak bermain bersama
e) Tidak menoleh ketika namanya dipanggil
2. Autisme pada usia 12-24 bulan
a) Tidak dapat menggunakan peralatan sehari-hari seperti sikat gigi,
sisiran, atau bermain.
b) Tidak mengeluarkan kata-kata untuk mulai berbicara pada usia 16
bulan biasanya anak dapat berbicara satu kata dan usia 24 bulan
sudah bisa berbicara dua kata
3. Autisme pada usia 2 tahun ke atas
a) Menghindari kontak mata
b) Kemampuan berbahasa yang lambat agak sulit memberitahukan apa
yang dibutuhkan
c) Memiliki pola berbicara yang aneh
d) Tidak memiliki ketertarikan untuk bermain dengan orang lain
e) Tidak bisa meniru bentuk suatu benda misal menggambar bentuk
bola
f) Mengalami masalah dalam tingkah laku anak menjadi hiperaktif,
impulsif atau agresif

F. Patofisiologis
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui
adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang
tua, beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme
adalah faktor genetic penyebab kelainan kromosom pada manusia yang
disebut syndrome fragile X, kehamilan atau kelahiran seperti komplikasi saat
kehamilan dan persalinan adanya perdarahan yang disertai terhisapnya
cairan ketuban yang bercampur feces, dan masuknya obat-obatan makan,
ataupun keracunan logam yang berasal dari polusi udara. Cacat bawaan
atau kongenital adanya kelainan pada otak anak yang berhubungan dengan
jumlah sel saraf, baik itu selama hamil atau setelah persalinan kemudian
juga disebabkan oleh kongenital rubella, herpes, dan cytomegalovirus
infection. Kelainan anatomi otak adanya gangguan pada corpus callosum,
gangguan pada nervus VI dan VII di otak kecil yang dapat menyebabkan
gangguan proses sensorik seperti daya ingat, berpikir, belajar, berbahasa
dan proses perhatian. Disfungsi metabolik terjadi gangguan pemecahan
komponen asam amino fenilanin (Phe) yang menyebabkan gangguan pada
pembentukan neurotransmiter, akumulasi ketokolamin yang toksik bagi saraf
dapat terjadi gangguan perilaku.
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang
lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata
atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan
terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak
membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung
kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu
(Christie, 2011).
Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua, memiliki sikap
menolak perubahan secara ekstrem, keterikatan yang tidak pada tempatnya
dengan objek, perilaku menstimulasi diri, pola tidur tidak teratur, perilaku
destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain, peka terhadap suara-suara
yang lembut bukan pada suatu pembicaraan, kemampuan bertutur kata
menurun, menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus, respons yang
tidak sesuai dengan stimulus, dan tidak mampu menangis ketika lapar
(Wong, 2009).
PATHWAY (Sumber : Wong 2009 dan Pearce 2014)

Genetik Kehamilan/kelahiran Cacat bawaan/kongenital Kerusakan otak Disfungsi metabolik

Kelainan kromosom pada Adanya komplikasi seperti kelainan pada otak anak yang gangguan pada corpus terjadi gangguan pemecahan
manusia yang disebut berhubungan dengan jumlah sel callosum, gangguan pada komponen asam amino
perdarahan dan penggunaan nervus VI dan VII
syndrome fragile X saraf fenilanin
obat saat kehamilan

Protein dalam membantu Gangguan pada otak


mereseptor sel saraf terganggu

Gangguan pada stimulus di hemisfer otak

Abnormalitas pertumbuhan sel saraf

AUTISME

Gangguan komunikasi Gangguan Interaksi sosial Gangguan perilaku anak Gangguan emosi Gangguan persepsi sensori

Menghindari orang
lain, tidak ada kontak Anak suka bermain penglihatan
Keterlambatan Bicara yang tidak Anak mudah marah Tahan terhadap pendengaran
mata, acuh tak acuh sendiri, tertawa sendiri
dalam berbicara dimengerti orang atau mengamuk sakit
lain
Menutup telinga bila Adanya
Tidak ada sosialisasi mendengar suara gangguan
Sulit dalam dengan orang lain dengan nada keras penglihatan
berkomunikasi atau adanya kelainan kongenital atau
Risiko Cidera
pada telinga trauma
Hambatan interaksi
Hambatan komunikasi sosial
verbal
Risiko keterlambatan
perkembangan
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita autisme biasanya adalah (Kim, 2015)
yaitu:
1. Masalah sensorik autis sangat sensitif terhadap input sensorik antara lain
demam, nyeri, dan dingin
2. Kejang
3. Flu batuk
4. Masalah kesehatan mental biasanya rentan terhadap depresi,
kecemasan, perilaku impulsif dan perubahan suasana hati

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita autis adalah
(Kim, 2015) :
1. Test neupsikologis
Test neupsikologis merupakan tes bidang psikologis yang mempelajari
tentang struktur dan fungsi otak serta perilaku psikologis
2. Test pendengaran
Tes pendengaran berfungsi untuk mengetahui adanya gangguan
pendengaran seseorang
3. MRI (Magnetic resonance imaging)
MRI (Magnetic resonance imaging) adalah pemeriksaan yang
memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk
menam[ilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh
4. EEG (elektro encepalogram)
EEG (elektro encepalogram) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk
mengukur aktivitas kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya
kelainan dari otak

I. Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme (Wong, 2009) yaitu:
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan
penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem
yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan
memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias
diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai
di Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam
bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol,
banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan
bicaranya sangat kurang.
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan
untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak
diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam
motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang
kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi
integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan
otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah
dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini
membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah,
membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang
terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka
untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari caranya.
6. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik
membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan
teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini
dengan teknik-teknik tertentu.
7. Terapi Perilaku.
Autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,
cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk.
Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari
perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya.
8. Terapi perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari
minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian
ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,
misalnya dengan metode Dan PECS (Picture Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai
untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang
tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para
perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan
riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh
adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan
fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif,
pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal
yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari
gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila
mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari
dalam tubuh sendiri (biomedis).
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian (Wong, 2009)

a. Edukasi kepada keluarga


Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat
mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi,
berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya
keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar,
walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.
b. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah
pengawasan dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika
dicurigai terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat
emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan
emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa
obat yang diberikan adalah Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin,
naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi kejang dan
perilaku agresif).

J. Asuhan Keperawatan (Wong, 2009)


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Penyakit Sekarang
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak
yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya,
menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak
mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk
hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat
tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik,
secara fisik terlalu.
2) Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah
nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak
kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan
persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism
adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi
(nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan,
lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir
rendah ( < 2500 gram).
3) Riwayt Kesehatan Penyakit Keluarga
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita
autisme.
c. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
9) Kemampuan bertutur kata menurun
10) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
d. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
e. Gastrointestinal
1) Penurunan nafsu makan
2) Penurunan berat badan
K. Diagnosa Keperawatan (Herdaman, 2018)
1. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan konsep diri
2. Hambatan interaksi sosial b.d gangguan proses pikir
3. Risiko keterlambatan perkembangan
4. Risiko Cidera

L. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Hambatan komunikasi  Anxiety Self Control  Socialization
Verbal b.d gangguan  Coping Enhancement
konsep diri Kriteria Hasil : 1. Buat jadwal interaksi
1. Mampu berbicara 2. Dorong pasien ke
dengan jelas kelompok atau
2. Dapat menerima program
komunikasi orang lain keterampilan
3. Mampu mengontrol 3. Identifikasi
respon kecemasan perubahan perilaku
terhadap tertentu
ketidakmampuan 4. Berikan umpan balik
berbicara posotif jika pasien
4. Mampu berinteraksi dengan
mengkomunikasikan orang lain
kebutuhan dengan 5. Gunakan teknik
orang lain bermain peran untuk
5. Tidak ada gangguan meningkatkan
komunikasi verbal dan interaksi
no verbal 6. Fasilitasi pasien
delam memberikan
masukan dan
membuat
perencanaan
2 Hambatan interaksi  Self Esteem :  Communication
sosial b.d gangguan Situational Enhancement
proses pikir  Communication 1. Berikan satu kalimat
Impaired simple setiap
Kriteria Hasil : bertemu
1. Mampu berinteraksi 2. Dorong pasien
dengan orang, untuk berkomunikasi
kelompok atau secara perlahan
organisasi 3. Dengarkan dengan
2. Perkembangan fisik, penuh perhatian
kognitif dan psikososial 4. Berdiri didepan
anak sesuai usia pasien saat
3. Dapat mengungkapkan berbicara
keinginan dengan 5. Anjurkan kepada
orang lain keluarga secara
teratur memberikan
stimulus komunikasi
6. Gunakan gambar
kertas, pensil untuk
memfasilitasi
komunikasi yang
optimal
Konsultasikan
dengan dokter untuk
kebutuhan terapi
3 Risiko keterlambatan  Family Coping  Parent education
perkembangan Disable 1. Ajarkan kepada
Kriteria Hasil : orangtua tentang
1. Pengetahuan orangtua perkembangan
terhadap normal
perkembangan anak 2. Demonstrasikan
meningkat aktivitas yang
2. Perkembangan anak menunjang
sesuai usia perkembangan
3. Tidak terjadi 3. Ajarakan tentang
keterlambatan mainan yang sesuai
perkembangan pada usia anak
anak 4. Ajarkan tentang
perilaku yang sesuai
dengan usia anak
5. Lakukan
pemeriksaan
pendengaran
6. Konsultasikan
kedokter apabila
ada perilaku yang
tidak sesuai dengan
usia anak
4 Risiko Cidera  Risk Control  Environment
Kriteria hasil: Management
1. Pasien terbebas dari 1. Sediakan
risiko cidera lingkungan yang
2. Mampu memodifikasi aman
gaya hidup untuk 2. Identifikasi
mencegah cidera kebutuhan pasien
3. Mampu mengenali 3. Menghindari
perubahan status lingkungan
kesehatan berbahaya
4. Menyediakan
tempat tidur yang
aman dan bersih
5. Mengontrol
lingkungan pasien
6. Jelaskan pada
pasien dan keluarga
tentang perubahan
status kesehatan
Daftar Pustaka

Christie, Phil, dkk. 2011. Langkah Awal Berinteraksi Dengan Anak Autis. Jakarta:
PT Gramedia Pendidikan Nasional Dridjen Dikti.

Feist, J., dan Feist, G.J. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika

T. Heather Herdman. 2018. NANDA International Nursing Diagnosis: Definitions


and Cassification.

Kim, S. K. 2015. Recent Update Of Spectrum Disorders. Korean Journal Of


Pediatrics, 58 (1), 8-14. Doi:103345/kjp.2015.58.1.8.

Pearce, C. Evelyn. 2014. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: EGC.

S.M. Rahayu. “Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis”, Jurnal Pendidikan
Anak, Vol . III, No. 1, p.420, 2014.

Winarno. 2013. Autisme dan Peran Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Wong, D. L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai