HASIL PENELITIAN
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Karakteristik Informan Penelitian
Gambaran karakteristik informan ini adalah orang tua yang berstatus
sebagai ayah atau ibu dari anak yang dirawat di ruang anak St.
Theresia lantai II dan lantai III RS. Dirgahayu Samarinda yang
bersedia menjadi informan. Adapun karakteristik informan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Umur informan
Karakteristik informan berdasarkan umur diketahui bahwa
informan berumur 31 tahun satu orang, 32 tahun tiga orang dan
38 tahun satu orang.
40
41
b. Pekerjaan informan
Berdasarkan jenis pekerjaan informan diketahui bahwa empat
orang berkerja sebagai ibu rumah tangga, satu orang sebagai
fulltimer disuatu tempat ibadah.
2. Profil Informan
a. Informan 1
Seorang ibu dengan tinggi 155 cm, berwajah tirus, kulit
sawo matang, dan rambut lurus diurai berwana hitam sepanjang
bahu. Berumur 31 tahun, dengan pendidikan SLTA. Informan
sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Informan
mempunyai tiga orang anak, dengan anak pertama berumur 7,2
tahun, yang kedua berumur 3,5 tahun dan yang ketiga berumur
1,5 tahun. Suami sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta.
Pada tanggal 19 Desember 2018 pukul 08.30 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai janji yang telah dibuat
sebelumnya pada pagi pukul 07.40 wita. Informan menyambut
peneliti dengan sikap yang ramah dan menawarkan kursi untuk
duduk. Wawancara dilakukan diluar kamar dimana anak dirawat
dan anak dijaga sementara oleh suaminya. Sebelum melakukan
wawancara peneliti menjelaskan kembali secara singkat tujuan,
maksud dan kesiapan informan untuk diwawancara. Proses
wawancara berjalan lancer meskipun ada beberapa anak
diruangan lain yang menangis dan ada petugas diruangan itu yang
melintas.
b. Informan 2
Seorang ibu dengan tinggi 160 cm, berwajah bulat, kulit
sawo matang, rambut lurus sepanjang baju dan diikat, berumur 32
tahun. Informan sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Informan mempunyai dua anak berumur 3 tahun 5 tahun. Suami
sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta.
42
d. Informan 4
Seorang ibu dengan tinggi 155 cm, berwajah bulat, kulit
sawo matang, dan rambut lurus diikat sepanjang bahu. Berumur
32 tahun, dengan pendidikan Sarjana. Informan sehari-hari
bekerja sebagai fulltimer disuatu tempat ibadah. Informan
mempunyai dua orang anak, dengan anak pertama berumur 2,9
tahun, yang kedua berumur 9 bulan. Suami sehari-hari bekerja
sebagai karyawan tambang.
Pada tanggal 29 Desember 2018 pukul 20.50 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai dengan kontrak waktu yang
telah dibuat sebelumnya. Informan menyambut peneliti dengan
sikap yang ramah dan menanyakan tempat yang nyaman untuk
berwawancara Wawancara dilakukan diluar kamar dimana anak
dirawat dan anak dijaga sementara oleh neneknya. Sebelum
melakukan wawancara peneliti menjelaskan kembali secara
singkat tujuan, maksud dan kesiapan informan untuk
diwawancara. Proses wawancara berjalan lancar meskipun anak
dari partisipan yang pertama menangis meminta susu.
e. Informan 5
Seorang ibu dengan tinggi 165 cm, berwajah bulat, kulit
putih, dan rambut lurus sedikit pirang dan diikat, sepanjang bahu.
Berumur 32 tahun, dengan pendidikan Diploma. Informan sehari-
hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Informan mempunyai dua
orang anak, dengan anak pertama berumur 5 tahun, yang kedua
berumur 3 tahun. Suami sehari-hari bekerja sebagai karyawan
tambang.
Pada tanggal 03 Januari 2019 pukul 16.30 wita, peneliti
mendatangi ruangan partisipan dimana anak partisipan dirawat
untuk melakukan wawancara sesuai dengan kontrak waktu yang
telah dibuat sebelumnya. Informan menyambut peneliti dengan
sikap yang ramah. Wawancara dilakukan diluar kamar dimana
44
“Narikin”
(tangan ibu).
“Nangis
teriak-teriak”
Perilaku agresif
“Memukul
saudara”
“Berteriak-
teriak”
Perubahan
“Lebih perilaku Sibling
manja” sebagai respon
terhadap proses
Pura-pura hospitalisasi
kesakitan pada saudaranya
“Naro kepala
dipaha”
“Tangan saya
diambil trus Perilaku mencari
ditaro perhatian
dikepalanya”
Cemburu
“Juga pingin
digendong”
“Mau nempel
terus” (dekat
dengan ibu)
Bagan 4.1 Tema 1
Peneliti akan menampilkan beberapa hasil wawancara dari partisipan seperti
dibawah ini
Kata kunci terkait perilaku agresif:
“Ia ada, kalo misal kakaknya digendong itu dia narikin (tangan ibu).
Pokoknya kaya dia ini sakit juga sudah rasanya haha.” (P1)
“Kalo menangis. Nangisnya kalo misalnya tadi saya tolak gitu. Dia
nangis teriak, teriak, teriak.”
46
“Trus itu kalo waktunya dia (kakaknya) mau tidur trus saya masih
ngurusin dia (adiknya) nah dia itu teriak-teriak.” (P4)
“Ya dia diam aja, cuma lebih manja aja dia ini. ” (P2)
“Itu jelas pasti, ada rasa kecemburuan, apa lagi ee... apa, jarak
mereka kan dekat bedakan cuma dua tahun kan.”
“Kalo pas ini sakit ya, datang juga. Mamanya datang gini, datang-
datang udah naro kepalanya di paha.”
“Biasanya sih kaya kalo saya lagi gendong dia (adenya) dia
(kakaknya) juga pingin digendong nah itu.” (P4)
“Nah dia itu gimana ya, kadang ada cemburunya, kadang dia
nanya-nanya kakaknya.” (P5)
“Kadang saya mau nemani kakaknya itu suka dilarang sama dia trus
mulai mau nempel terus (dekat dengan ibu) kan jadi susah.” (P5)
Tema ini berasal dari tiga kategori yaitu : (1) memenuhi permintaan
sibling; (2) memberi penjelasan; (3) dan memberi sanksi. Pernyataan kategori-
kategori ini diperoleh dari pertanyaan “Bagaimana cara orang tua mengatasi
reaksi sibling anak terhadap saudaranya yang sedang menjalani hospitalisasi?”
yang digambarkan secara rinci untuk memperoleh tema pada bagan 4.2.
Ada tiga partisipan yang mengatakan bahwa cara orang tua mengatasi
reaksi sibling anak terhadap saudaranya yang sedang menjalani hospitalisasi yaitu
dengan meladeni sibling terlebih dahulu dan memberikan apa yang dimintanya,
juga memberitahu jika kondisi saudaranya sedang sakit dan membutuhkan
perhatian lebih dari orang tuanya, dan ada dua partisipan yang mengatakan
menyuruh anaknya berdiri dipojok ruangan, masuk kedalam kamar untuk
mengurungnya atau meminta maaf ketika anaknya sedang marah pada ibu atau
saudaranya.
“Berdiri dipojokan”
Memberi sanksi
“Suruh peluk, peluk
kembarannya”
“Nanti ya, ini adenya lagi sakit”. Kadang dia ngerti kadang engga.”
(P4)
“Kalo saya selalu saya coba kasih tau dia (sibling), “ini kakakmu,
kalian berdua itu anak mama, jadi ngga boleh pelit sama kaka” (P5)
“Tapi kadang saya langsung ambil sikap tegas, nada tinggi “diam,
ade lagi sakit” nah tapi baru dia pergi baru dia baring tapi sedikit dia
nangis tapi nda lama kelamaan dia diam.” (P4)
“umurnyakan
masih kecil”
“masih kecil
juga kan” Kesulitan orang
Usia anak tua dalam
“Dia (sibling) menangani reaksi
masih kecil kan” sibling
“Apa karna masih kecil juga kan ngga bisa juga terlalu dipaksa.”
(P3)
“Dia masih kecilkan jadi ya itu aja paling susahnya kalo dikasih tau
ya lama ngertinya, itu aja sih haha.” (P4)
dan hambatan dalam mengatasi reaksi sibling pada anak?” yang digambarkan
secara rinci untuk memperoleh tema pada bagan 4.4.
Ada dua partisipan yang mengatakan bahwa usaha orang tua untuk
mengatasi kendala dan hambatan dalam mengatasi reaksi sibling pada anak yaitu
dengan menggendong sibling terlebih dahulu dan mengikuti apa kemauan sibling,
dan ada juga dua partisipan mengatakan tidak ingin memaksa sibling untuk segera
paham untuk menghindari emosi pada sibling dan menghindari untuk memukul
anak dengan menyuruh anak masuk kedalam kamar, dan dari lima partisipan ada
empat partisipan mengatakan mencoba untuk tetap memberi pengertian.
Kata kunci Kategori Tema
“Gendong dia
(sibling) dulu”
Memberi
“Saya ikutin aja perhatian
sih maunya
(sibling)”
Nanti malah
bikin kita emosi
(jika memaksa
anak untuk
segera paham)
Usaha orang tua
Mangendali
“dari pada saya dalam mengatasi
kan emosii
mukul (sibling) hambatan
“masuk kedalam
kamar”
(menyuruh
sibling)
“Kalo sekarang ya saya ikutin aja sih maunya (sibling) atau ngga
saya coba kasih tau pelan-pelan itu aja.” (P2)
“... sudah suntuk kepala saya dengan ini sakit, ini kan nangis trus lagi
suntuk seringkali kendalanya ya emosi, dari pada saya mukul
“masuk kedalam kamar” itu aja sih....” (P3)
“ya kadang saya kasih tau juga sih kalo kakaknya itu lagi sakit..”
(P2)
“Apa ya, paling saya gitu aja sih sambil saya kasih tau nanti lama-
lama kan dia pelan-pelan pasti ngerti juga nanti.” (P4)
“Tetap sih saya coba kasih tau, mungkin kalo dia sering dengar nanti
lama-lama dia ingat kan, trus kan lama-lama tambah besar biar dia
mikir juga.” (P5)
agar dapat menjaga anak yang sakit dan dapat lebih tenang mengurus anak yang
sakit.
Kata kunci Kategori Tema
“Dia (sibling)
bisa main
sendiri”
“Harapannya sih, dia lebih ngerti. Dia ngerti kalo dia sudah punya
adik, (P4)
“Ya pasti mau dia ngerti lah, mau dikasih tau.” (P5)
“kalo belum bisa bantu apa-apa kan paling nggak bisa lebih tenang
lah kita urus yang sakit ini sama kerjain yang lain-lain itu.” (P2)
“Ngga manja dulu biar kakaknya mudah diurus, kan dikasih apa-apa
kakaknya juga biar cepat sembuh biar mau makan, mau minum obat
paling gitu sih.” (P5)
C. Pembahasan
1. Perubahan perilaku Sibling sebagai respon terhadap proses
hospitalisasi pada saudaranya
Perubahan perilaku sibling sebagai respon terhadap proses
hospitalisasi pada saudaranya merupakan akumulasi emosional yang
dialami sibling dan diungkapkan melalui berbagai bentuk aktivitas
dan juga perilaku untuk mendapatkan perhatian orang tua yang secara
umum telah lebih besar diberikan kepada saudaranya yang sedang
menjalani hospitalisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
peneliti pada partisipan yang bersedia menjadi partisipan, maka
diperoleh hasil bahwa munculnya perilaku sibling rivalry sebagai
respon terhadap proses hospitalisasi yang dijalani saudaranya yang
mengakibatkan berubahnya porsi waktu dan perhatian orang tua yang
diberikan terhadap sibling yang terbagi atas dua kategori yaitu
perilaku agresif dan perilaku mencari perhatian.
Jhonson mendefinisikan perilaku seperti yang disepakati oleh
para ahli biologi dan perilaku, yaitu suatu keluaran dari struktur
intraorganisma dan proses yang terkoordinasi didalamnya serta
dimunculkan dan direspon untuk mengubah stimulasi sensori. Jhonson
(1980) menitik beratkan pada perilaku yang dipengaruhi secara aktual
atau potensial terhadap segala sesuatu yang membutuhkan adaptasi
atau penyesuaian keadaan yang bermakna. Perubahan perilaku yang
terjadi pada sibling tidak selalu dimulai ketika sibling memiliki
saudara yang menjalani hospitalisasi, namun dapat muncul sejak
sebelum saudaranya menjalani hospitalisasai. Kondisi saudara yang
menjalani hospitalisasi akan meningkatkan reaksi sibling yang
berupaya mempertahankan intensitas interaksi dengan orang tua dan
54
membuat anak akan merasa rendah diri dan sulit untuk bersosialisai
karena kurangnya dukungan fisik dan moral dari orang tua.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa partisipan selain
berupaya untuk memenuhi kemauan sibling juga mencoba memberi
pemahaman pada anak. Menurut KBBI pemahaman adalah gambaran
atau pengetahuan tentang sesuatu di dalam pikiran. Perlunya orang tua
memberi pemahaman pada anak terkait saudaranya yang sedang
menjalani hospitalisasi tidak semata-mata karena orang tua
menginginkan agar anak paham akan kondisi yang sedang terjadi,
tetapi juga sebagai bentuk gambaran yang diberikan kepada anak
dalam penjelasan oleh orang tua terkait kondisi yang sedang terjadi.
Alasan melibatkan penjelasan tentang mengapa suatu tindakan salah
dan biasanya tepat untuk anak yang lebih besar, terutama jika
melibatkan masalah moral. Namun, anak yang lebih kecil tidak dapat
diharapkan untuk “melihat sisi yang lain” karena sifat egosentris
mereka. Anak dalam tahap perkembangan kognitif praoperatif (todler
dan prasekolah) memiliki keterbatasan kemampuan untuk
membedakan pandangan mereka dan pandangan orang lain (Blum
dkk, 1995) dalam Wong, 2008.
Memberikan penjelasan pada anak dapat membantu anak
untuk pelan-pelan memahami apa yang dimaksud oleh orang tua
sehingga dapat mencegah interpretasi anak yang salah dalam
memahami kondisi yang terjadi dan dapat menghindari reaksi yang
negatif dari anak. Jika orang tua tidak memberikan penjelasan pada
anak maka anak akan mencari pemahamananya sendiri dan melakukan
apapun sesuai dengan apa yang dia pahami baik yang positif maupun
negatif.
Partisipan juga mengatakan sebagai orang tua akan
memberikan sanksi kepada anak untuk mengontrol sikap dan perilaku
anak yang telah berlebihan agar tetap memiliki sikap disiplin. Dalam
penelitian ini partisipan memberikan sanksi fisik dan moral kepada
anak. Menurut Gunarsa, (2007) maksud dari sanksi atau hukuman
59
menerima perlakuan itu dari orang tua dan juga dapat mengakibatkan
cedera fisik pada anak, dengan sifat anak pada usia todler yang
mempelajari sesuatu dengan menduplikasi apa yang dilakukan orang
lain disekitarnya akan beresiko pada perubahan pola pemahaman dan
perilaku anak yang cenderung akan mudah untuk menyakiti orang lain
baik secara verbal maupun nonverbal nantinya. Pengendalian emosi
memiliki dampak yang sangat baik jika dapat dilakukan dengan benar
oleh orang tua. Selain melatih kesabaran yang bedampak langsung
bagi kesehatan, ketenangan dan koping orang tua juga dapat
mengajarkan kepada anak tentang bagaimana mereka harus bersikap
ketika menghadapi dan menyelesaikan masalah dikemudian hari.
5. Harapan orang tua terhadap sikap sibling
Pada penelitian ini partisipan mengungkapkan harapannya agar
sibling dapat memahami keadaan bahwa saudaranya sedang menjalani
hospitalisasi sehingga otang tua akan memberikan waktu dan
perlakuan yang berbeda kepada saudaranya untuk mencapai
kesembuhan yang lebih cepat. Harapan adalah keadaan yang ingin
diperoleh atau diwujudkan dimasa yang akan datang, sedangkan
masalah atau kendala yang ada merupakan jarak antara harapan
dengan kenyataan yang ada (Ahmad Subagyo, 2008). Menurut Ahmad
Jauhar Tauhid, (2007) harapan adalah aspek dalam diri manusia untuk
hidup dan tumbuh, harapan adalah unsur terdalam kehidupan,
dinamika spirit manusia. Perlunya orang tua memiliki harapan yaitu
untuk memunculkan ide atau gagasan yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan masalah dengan mengambil jalan keluar yang bertuju
pada harapan yang telah dibangun sebelumnya, seperti halnya harapan
partisipan dalam penelitian ini yaitu agar anaknya dapat memahami
keadaan saudaranya yang sakit dan akan optimalnya orang tua dalam
menjalankan perannya. Ketika ada anak yang menjalani hospitalisasi
fokus utama dari orang tua adalah kesembuhan pada anak yang sakit.
Harapan akan kesembuhan anak dapat memberikan motivasi orang tua
65
kontrol sosial lebih efektif dan sebagian besar anggota keluarga dapat
menjalankan perannya masing-masing dengan tulus dan penuh
komitmen. Konflik timbul ketika orang tidak dapat memenuhi peran
mereka sesuai dengan yang diharapkan oleh anggota keluarga lainnya,
dan juga karena mereka tidak menyadai harapan tersebut atau karena
mereka memilih untuk tidak memenuhi harapan tersebut. Dalam
penelitian ini, harapan orang tua adalah ingin memenuhi apa yang
menjadi harapan untuk dapat mengurus dan merawat anak yang sakit
dengan baik untuk mempercepat proses pemulihan. Pemenuhan
harapan ini juga bergantung pada reaksi yang diberikan oleh sibling.
Reaksi positif yang diberikan sibling terhadap orang tua dapat menjadi
kekuatan bagi orang tua upaya merawat anak yang sakit dan
meningkatkan kepercayaan diri orang tua dalam mengurus anaknya
baik sehat maupun sakit.
D. Keterbatasan Penelitian
1. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan kesulitan dalam hal posisi
informan yang juga merupakan orang tua anak yang sedang menjalani
hospitalisasi sehingga perlu menyesuaikan waktu dengan kondisi anak
atau menunggu keluarga untuk menjaga anak yang sakit.
2. Suasana tempat wawancara yang terkadang ribut, sehingga menggangu
proses dan hasi wawancara.
3. Dalam menjawab pertanyaan, partisipan masih tampak kaku.