Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Diabetes Melitus

a. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson,

2012). Menurut Persatuan Endokrin Indonesia (Perkeni) pada tahun 2015, DM

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karna kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya. DM adalah gangguan metabolik dari berbagai penyebab yang ditandai

oleh hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein, yang dihasilkan dari defek sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya

(Wickenberg, 2015).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DM

merupakan suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

dari berbagai penyebab termasuk genetis dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karna kelainan sekresi maupun kerja insulin.

b. Diagnosis dan Gejala

Perkeni (2015), membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar

berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,

polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan

gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh,

gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila

8
9

ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala

khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.

Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara:

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2) Atau, gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L).

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl

(11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

Glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air (Sudoyo, 2010).

c. Komplikasi DM

Komplikasi ini melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikrovaskuler) dan

pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makrovaskuler) (Price & Wilson, 2012).

1) Mikrovaskuler

Mikrovaskuler merupakan salah satu perubahan patologik paling penting dan

khas dari DM. Gambaran khas berupa penebalan difus membran basal kapiler

di seluruh tubuh. Ginjal (nefropati diabetik), retina (retinopati diabetik), saraf-

saraf perifer (neuropati), kulit, dan otot skelet merupakan organ yang umumnya

terkena.

a) Nefropati

Manifestasi awal dari nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika

hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan mengalami insufisiensi

ginjal dan uremia.


10

b) Neuropati dan katarak

Neuropati dan katarak pada pasien diabetes diangggap sebagai akibat

akumulasi sorbitol di dalam jaringan saraf atau lensa mata. Enzim

reduktase-aldose memproduksi sorbitol pada kedua jaringan saat kadar

glukosa darah tinggi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer, saraf-

saraf kranial atau sistem saraf otonom.

c) Retinopati

Hiperglikemia berkaitan dengan insiden dan berkembangnya retinopati.

Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sekuler yang

kecil) dari arteriola retina. Akibatnya perdarahan, neovaskularisasi, dan

jaringan parut retina menyebabkan kebutaan.

2) Makrovaskuler

Makrovaskuler diabetik mempunyai gambaran berupa aterosklerosis. Pada

akhirnya, makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan

vaskuler. Jika mengenai arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufiensi

vaskuler perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada

ekstremitas serta insufiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria

koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

d. Penatalaksanaan

Menurut Sudoyo (2010), modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes

melitus terdiri dari; pertama terapi non farmakologis yang meliputi perubahan

gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi

gizi medis, meningkatkan aktifitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang

berkaitan dengan penyakit diabetes dilakukan secara terus menerus, kedua terapi

farmakologis , yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.
11

Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non

farmakologis yang telah diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak

meninggalkan terapi non farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya. Berikut

adalah terapi non farmakologis menurut Sudoyo (2010):

1) Terapi gizi medis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang

sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetesi). Terapi gizi

medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan diet berdasarkan

kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapan gizi medis antara lain:

a) Menurunkan berat badan

b) Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

c) Menurunkan kadar glukosa darah

d) Memperbaiki profil lipid

e) Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

f) Memperbaiki sistem koagulasi darah

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi

karbohidrat, protein dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan

mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan

diabetesi secara tepat. Berikut jenis bahan makanan untuk diabetesi:

a) Karbohidrat

Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak

boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh
12

lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak

jenuh rantai tunggal (MUFA= monounsaturated fatty acid). Pada setiap 1

gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

b) Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari

total kalori perhari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana

diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu

ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein

mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram.

c) Lemak

Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan

makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam

lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya,

lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh.

Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi

diabetesi karna terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang

sering dijumpai pada diabetesi.

Hasneli (2016) telah melakukan penelitian tentang penerapan model DM-

Disc terhadap kepatuhan diet pasien DM tipe 2, didapatkan kadar gula darah

pasien DM turun setelah dilakukan diet dengan DM-Disc dengan p-value

0,000. DM-Disc berupa lingkaran/cakram yang memiliki diameter 20 cm

dengan 6 lempeng (1 lempeng nama hari, dan 5 lempeng untuk daftar makanan

dan minuman) yang bisa diputar, pada setiap menu sudah ditentukan takaran

makanan atau minuman yang bisa dikonsumsi oleh pasien DM sesuai standar
13

nutrisi untuk pasien DM. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan DM-

Disc untuk manajemen diet penderita DM, berikut gambar DM disc tersebut:

Gambar 1
DM -Disc

Bagian depan DM-Disc Bagian belakang DM-Disc

Sumber: Hasneli (2016)

Peneliti melakukan pemantauan jumlah dan jenis makanan yang

dikonsumsi oleh penderita DM dengan 24 hour food recall. Menurut Yuliati

dan Ratnaningsih (2016), 24 hour food recall adalah wawancara yang

dilakukan dengan mengingat kembali 24 jam yang lalu estimasi jumlah

makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh seseorang, besarnya porsi

makanan diukur dengan ukuran rumah tangga (URT), kemudian dikonversi ke

ukuran metrik (gram).

2) Latihan jasmani

Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karna efeknya

dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko

kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa darah oleh otot dan memperbaiki


14

pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan

berolahraga. Latihan juga dapat menambah laju metabolisme istirahat (resting

metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada pendereita diabetes

karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan

mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak

darah, yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar

kolesterol total serta triglesrida. Semua manfaat ini sangat penting bagi

penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena

penyakit kardiovaskuler (Smeltzer & Bare, 2014).

3) Pendidikan

DM merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan

mandiri yang khusus seumur hidup. Karna diet, aktifitas fisik dan stres fisik

serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien

harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan

hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna

menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak,

tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi diabetik jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2014).

Menurut Perkeni (2015) edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu

selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian

yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri

dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

Terapi farmakoligis terdiri dari obat oral dan obat suntikan, menurut Perkeni

(2015) terapi farmakologis DM adalah:


15

1) Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5

golongan:

a) Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

(1) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan

sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia (orang

tua, gangguan faal hati, dan ginjal). Sediaan obat generik golongan

ini adalah: Glibenclamide, Glipizide, Glicazide, Gliquidone, dan

Glimiperide.

(2) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan dieksresikan secara cepat melalui hati. Obat ini dapat

mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin

terjadi adalah hipoglikemia.

b) Peningkat sensitivitas terhadap Insulin

(1) Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di


16

jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada

sebagian besar kasus DM tipe 2. Metformin tidak boleh pada

beberapa keadaan seperti: GFR <30 ml/menit/1,73 m², adanya

gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecendrungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskuler, sepsis, renjatan,

PPOK, gagal jantung). Efek samping yang mungkin berupa

gangguan saluran pencernaan seperti halnya dispepsia.

(2) Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion mempunyai efek menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa dijaringan perifer. Golongan ini

meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung karna dapat memperberat

edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila

diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang

masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c) Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorpsi glukosa dalam usus

halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah

sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada

keadaan: GFR ≤30ml/min/1,73 m², gangguan faal hati yang berat,

irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa

bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan

flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan

dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.


17

d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidose-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang

tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi

insulin dan menekan glukagon bergantung kadar glukosa darah

(Glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan

Linagliptin.

e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan antidiabetes oral jenis

baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal

ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.

Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

2) Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk antihiperglikemia suntik, yaitu Insulin, Agonis GLP-1 dan

kombinasi insulin dan GLP-1. Insulin diperlukan pada keadaan:

a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

b) Penurunan berat badan yang cepat

c) Hiperglikemia berat yang disertai dengan ketosis

d) Krisis Hiperglikemia

e) Gagal dengan kombinasi obat antihiperglikemia oral (OHO) dosis

optimal

f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

g) Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makanan


18

h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

i) Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO

j) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:

(a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

(b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

(c) Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)

(d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

Efek samping terapi insulin: terjadinya hipoglikemia dan reaksi alergi

terhadap insulin.

2. Tinjauan Gula Darah Puasa

a. Definisi

Menurut Perkeni (2015), Glukosa darah puasa adalah jumlah glukosa dalam

plasma darah setelah tidak ada asupan kalori minimal 8 jam. Gula darah puasa

merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi diabetes melitus pada

seseorang, dimana kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl pada satu kali pemeriksaan

atau lebih merupakan kriteria diganostik penyakit diabetes (Smelstzer & Bare,

2014).

b. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Gula darah

Glukosa merupakan pecahan dari karbohidrat yang akan diserap tubuh dalam

aliran darah, glukosa berperan sebagai bahan bakar utama dalam tubuh, yang

fungsinya menghasilkan energi. Glukosa darah dipengaruhi beberapa faktor,

antara lain faktor pencetus dalam hal ini terjadinya pola makan yang salah, obat,

umur, dan kurangnya aktifitas dan lain sebagainya (Shofiati, 2013).


19

1) Pola makan yang salah

Pola makan diartikan sebagai suatu bentuk kebiasaan konsumsi makanan

pada sesorang dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan makan ini terbagi

menjadi dua yaitu kebiasaan makan yang benar dan kebiasaan makan yang

salah. Pola makan yang salah bisa memicu timbulnya penyakit DM, sehingga

diperlukan perencanaan makan dengan mengikuti prinsip 3 J (tepat jumlah,

jenis dan jadwal) agar kadar gula darah tetap terkendali (Shofiati, 2013).

Karbohidrat merupakan sumber energi utama sehingga disebut sebagai zat

tenaga, dalam hal ini tingginya kadar gula darah dipengaruhi oleh tingginya

asupan energi dari makanan. Protein adalah senyawa kimia yang mengandung

asam amino, yang berfungsi sebagai zat pembangun, tetapi bisa juga sumber

energi setelah karbohidrat terpakai. Lemak merupakan sumber energi padat,

dua kali lipat dari karbohidrat karena konsumsi karbohidrat berlebih akan

disimpan di jaringan lemak (adiposa), hal ini berdampak pada peningkatan

lemak tubuh sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin menimbulkan

DM (Sofiati, 2014).

2) Obat Antidiabetik

Obat antidiabetik merupakan salah satu pengelolaan pada penderita DM,

bila ditemukan kadar glukosa darah masih tinggi atau belum memenuhi kadar

sasaran metabolik yang diinginkan, sehingga penderita harus minum obat (obat

hipoglikemik oral atau OHO), atau bisa dengan bantuan suntikan insulin sesuai

indikasi (Shofiati, 2013).

3) Usia

Adanya resiko untuk menderita DM yaitu seiring dengan bertambahnya

umur, berkisar diatas usia 45 tahun sehingga harus dilakukan pemeriksaan


20

glukosa darah (Perkeni, 2015). Berdasarkan hasil penelitian, kelompok umur

45-54 tahun lebih tinggi 2,2% bila dibandingkan dengan kelompok umur 35-

44 tahun (Shofiati, 2013).

4) Kurangnya aktifitas

Pelaksanaan aktifitas atau latihan jasmani yang dilakukan penderita DM

berkisar antara 5-30 menit dapat menurunkan kadar glukosa darah, timbunan

lemak, dan tekanan darah, karna ketika aktifitas tubuh tinggi penggunaan

glukosa oleh otot ikut meningkat, sehingga sintesis glukosa endogen akan

ditingkatkan agar kadar gula dalam darah tetap seimbang, jadi tubuh akan

mengkompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi akibat aktifitas yang berlebih

maka kadar glukosa tubuh menjadi rendah, sebaliknya jika kadar glukosa darah

melebihi kemampuan tubuh menyimpan maka kadar glukosa darah melebihi

normal (Shofiati, 2013).

c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Mengidentifikasi DM pada seseorang adalah dengan pemeriksaan kadar

glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja.

Pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan plasma vena,

seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik terpercaya. Walaupun demikian

sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena,

ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang

berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soegondo, 2011).

Ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan kadar glukosa

darah diantaranya:
21

1) Tes gula darah puasa

Tes gula darah puasa yaitu mengukur kadar gula darah setelah tidak makan

atau minum manis kecuali air putih selama 8 jam, tes ini biasanya dilaksanakan

pada pagi hari sebelum sarapan pagi (American Diabetes Association (ADA),

2018). Menurut Perkeni (2015), kadar gula darah puasa sebagai patokan

penyaring untuk DM adalah: 80-109 mg/dl (baik), 110-125 mg/dl (sedang), dan

≥ 126 mg/dl (buruk).

2) Tes gula darah sewaktu

Kadar gula darah sewaktu bisa disebut juga kadar glukosa darah acak, tes

ini bisa dilakukan kapan saja, karna kadar glukosa darah swaktu bisa dikatakan

normal jika hasilnya < 200 mg/dl (ADA, 2018).

3) Uji toleransi glukosa oral

Tes toleransi glukosa oral merupakan cara mengukur kadar glukosa darah

sebelum dan sesudah 2 jam mengkonsumsi makanan atau minuman yang

mengandung glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300 ml air.

Hasil uji toleransi glukosa oral adalah normal jika kadar gula darah < 140

mg/dl, prediabetes jika kadar gula darah 140-199 mg/dl dan Diabetes jika kadar

gula darah ≥ 200 mg/dl (ADA, 2018).

4) Uji HBA1C

Uji HBA1C juga dikenal dengan Glycosylated Haemoglobin Test

digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan

terakhir, uji ini lebih sering dipakai untuk mengontrol kadar glukosa darah

penderita DM, klasifikasi kadar HBA1C normal jika < 5,7%, Prediabetes jika

5,7 – 6,4% dan diabetes jika ≥ 6,5% (ADA, 2018).


22

Pemantauan kadar gula darah dapat menggunakan alat pengukur glukosa darah

yang disebut glucometer. Glucometer ini menggunakan reagen kering dan

menggunakan darah kapiler yang diambil dari ujung jari tangan. Hasil

pemeriksaan menggunakan alat ini dapat dipercaya jika kalibrasi alat dilakukan

dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan yang dianjurkan (Dalimartha &

Adrian, 2012). Glucometer digunakan untuk memantau tingkat glukosa darah

perifer pada pasien. Glucometer memberikan informasi penting tentang apakah

kadar gula darah berada pada kisaran yang tepat. Umumnya glucometer memiliki

rentang ukur hingga 500 mg/dl (Christian & Waterstram, 2012). Berikut adalah

gambar Glucometer yang akan digunakan oleh peneliti:

Gambar 2
Glucometer

Sumber: Dokumentasi Pribadi

3. Tinjauan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii)

a. Deskripsi Tanaman

Menurut Daswir (2011), kayu manis ini adalah tanaman asli Indonesia, yang

dikenal dengan nama Indonesia Cinnamon, cassia vera, kaneel cassia atau Padang

kaneel. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 600-1500 meter diatas

permukaan laut. Kayu manis ini banyak ditemui di Sumatera Barat dan Jambi

(Kerinci). Tanaman kayu manis secara umum dapat tumbuh dengan tinggi
23

mencapai 8-27 meter, panjang daun antara 5-17 cm dan lebar daun 3-10 cm.

Warna daun hijau muda dengan pucuk merah muda, kulit batang kayu manis

memiliki bau khas aromatik, rasa agak manis, agak pedas, dan kelat

(Arumningtyas, 2016). Berikut adalah gambar kayu manis:

Gambar 3
Kayu Manis

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Cinnamomum_burmannii

b. Kandungan dan Manfaat kayu manis

Kandungan utama dari tanaman kayu manis adalah sinamaldehide yang

memiliki potensi antidiabetik secara langsung (Daswir, 2011). Arini dan Ardiaria

(2016) mengatakan, komponen utama pada kayu manis adalah cinnamaldehida

dengan persentase sebesar 94,728% dimana dalam 1 gram bubuk kayu manis

didapatkan cinnamaldehida sebanyak 0,95 gram. Cinnamaldehida memiliki

fungsi serta reseptor yang sama dengan obat golongan sulfonilurea yang memiliki

efek antihiperglikemik dengan cara kerja utama sel ꞵ melepaskan insulin lebih

banyak dalam waktu singkat (Arini & Ardiaria, 2016).

Hasil analisa fitokimia dari beberapa studi menunjukkan adanya beberapa

senyawa penting dalam ekstrak kayu manis diantaranya alkaloid, protein, tannin,

glikosida, flavanoid, saponin, asam cinnamat, polifenol dan cinnamaldehid dari

sekian senyawa tersebut, bahan aktif yang paling berperan adalah asam canamat,
24

cinnamaldehid, polifenol dan flavanoid (Gaber, dkk, 2012). Berbagai penelitian

melaporkan bahwa cinnamaldehid mampu meningkatkan transport glukosa darah

pada sel adipose dan otot skelet sehingga mampu menurunkan glukosa darah

secara signifikan (Shen, dkk, 2011). Asam cinamat dilaporkan mampu berperan

sebagai insulin (Firdaus, 2014). Polifenol dan flavanoid memiliki aktifitas

antioksidan tinggi yang didasarkan pada kemampuan menangkap radikal bebas

terutama pada sel ꞵ Pankreas (Yang, dkk, 2012).

c. Efek Samping Kayu Manis

Kayu manis mengandung koumarin yang memiliki resiko hepatotoksisitas,

yaitu toksisitas yang khusus terjadi pada hepar (Jana & Zdenka, 2012). Menurut

European Food Safety Authority (EFSA) tahun batas kritis untuk konsumsi

koumarin adalah 0,1 mg/KGBB/hari Kadar koumarin pada dosis 10 gram kayu

manis adalah 0,004 gram koumarin (Arini & Ardiaria, 2016). Efek samping

terhadap perawatan dengan kayu manis umumnya ringan dan jarang, namun

belum ada efek samping tersebut yang didokumentasikan terkait dengan

pemberian oral ekstrak kayu manis dalam studi klinis sampai saat ini (Leach &

Kumar, 2012).

d. Cara Membuat Rebusan Kayu Manis

Kayu manis yang dibutuhkan 10 gram berdasarkan perhitungan manual

dengan mempertimbangkan batas kritis untuk konsumsi koumarin yang

terkandung dalam kayu manis (Arini & Ardiria, 2016). Kayu manis direbus

dengan 100 ml air sampai mendidih dan ditunggu selama 5 menit, lalu saring air

hasil rebusan dan masukkan kedalam gelas (Hastuti, 2014).

Air rebusan kayu manis tersebut diminum dua kali sehari segera setelah

makan pagi pukul 07.00 – 09.00 WIB dan setelah makan malam pukul 19.00 –
25

21.00 WIB (Arini & Ardiaria, 2016). Dalam penelitian ini lama pemberian

konsumsi air rebusan kayu manis yang peneliti gunakan adalah tiga hari,

berdasarkan hasil penelitian Utami (2012) tentang pengaruh pemberian jus

Alpukat terhadap kadar gula darah penderita DM, didapatkan penurunan kadar

gula darah responden 35,50 mg/dl. Berikut gambar cara membuat rebusan kayu

manis:

Gambar 4
Cara mempersiapkan dan membuat rebusan kayu manis

Sumber: Dokumentasi Pribadi


26

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap

konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2013). Kerangka konsep

diharapkan akan memberikan gambaran dan mengarahkan asumsi mengenai variabel-

variabel yang akan diteliti serta hubungan variabel satu dengan yang lainnya. Variabel

yang ingin diamati terdiri dari variabel independent atau variabel bebas dan variabel

dependent atau variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah rebusan kayu

manis, sedangkan variabel terikat adalah kadar glukosa darah puasa penderita DM tipe II.

Pada penelitian ini terdapat variabel perancu yaitu obat yang dikonsumsi dan asupan

diet, agar penelitian tidak bias peneliti mengontrol variabel perancu dengan kriteria

inklusi responden menggunakan obat oral Metformin dan Metformin dengan

Glibenclamide, serta untuk asupan diet dengan DM Disc dan formulir 24 Hours Food

Recall, tetapi untuk hasil variabel perancu tidak diteliti.

Skema 1
Kerangka konsep “Pengaruh Rebusan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii) Terhadap
Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe II”

Kelompok Eksperimen

Input Proses Output

Kadar glukosa darah Diberikan air rebusan Kadar glukosa darah


puasa penderita DM kayu manis 100 cc 2 kali puasa penderita DM
sebelum diberikan air sehari segera setelah setelah
rebusan kayu manis makan pagi pukul 07.00 – mengkonsumsi air
09.00 WIB dan setelah rebusan kayu manis
makan malam pukul selama 3 hari
19.00 – 21.00 WIB berturut-turut
selama 3 hari berturut-
turut

Variabel perancu:
1. Obat antidiabetik
2. Pendidikan kesehatan tentang asuan
nutrisi dengan manajemen diet DM
Disc
27

Kelompok Kontrol

Input Output

Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah


penderita DM penderita DM

Variabel perancu:
1. Obat antidiabetik
2. Pendidikan kesehatan tentang asuan
nutrisi dengan manajemen diet DM
Disc

Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan teoritis yang kebenarannya masih harus dibuktikan

melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris. Hipotesis ini dapat benar atau salah dan

dapat diterima atau ditolak setelah dibuktikan melalui hasil penelitian (Setiadi, 2013).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Nol (Ho)

Konsumsi rebusan kayu manis tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa

darah puasa penderita DM tipe II

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Konsumsi rebusan kayu manis berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah

puasa penderita DM tipe II.

Anda mungkin juga menyukai