Pneumonia
Pneumonia
BAB I
LAPORAN KASUS
1 hari batuk semakin berat, anak tampak sesak, sesak dirasakan terus
menerus, tidak dipengaruhi oleh aktivitas. anak rewel, masih mau minum sedikit–
sedikit, kencing seperti biasa, warna kuning jernih, jumlah cukup. Kemudian
penderita dibawa ke Puskesmas Kedaton.
Pohon keluarga
Keterangan :
: Penderita
3
e. Riwayat Perinatal
Saat mengandung penderita, ibu periksa kehamilan di bidan lebih 4x, dan
disuntik TT 2 x. Riwayat penyakit selama kehamilan disangkal, riwayat
perdarahan saat kehamilan disangkal. Riwayat pernah keguguran disangkal,
riwayat sakit panas selama kehamilan disangkal. Obat-obatan yang diminum
selama kehamilan yaitu vitamin dan tablet penambah darah dari bidan.
g. Riwayat Imunisasi
- BCG : 1 kali, (1 bulan, scar (+))
- DPT : 3 kali, ( 2, 4, 6 bulan )
- Polio : 4 kali, ( 0, 2, 4, 6 bulan)
- Hep. B : 3 kali, ( 1, 4, 6 bulan )
- Campak 1 kali, ( 9 bulan )
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai umur
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran compos mentis, status gizi kesan baik.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah :
b. Nadi : 128 x /menit, regular
c. RR : 28 x /menit
d. Suhu : 36,6O C
3. Status Generalis :
Abdomen :
Inspeksi : cembung, hernia umbilikalis (-), asites (-), strie (-), lesi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :
Superior : Edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)
1.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
R/ Amoxicillin syrup 125mg Fls No. I
ʃ 3 dd 1 Cth
R/ Paracetamol 500mg II
Vitamin B kompleks tab 80mg II
Gliseril Guaiakolat 100mg II
Chlorfeniramin Maleat tab 4mg I
mf. Pulv dtd No. X
ʃ 3 dd Pulv 1
Non-Medikamentosa
o Menjelaskan kepada orangtua mengenai penyakit yang diderita dan pengenalan
tanda-tanda bahaya dari penyakit pneumonia yang diderita anak
o Menjelaskan kepada orangtua mengenai perlunya menjaga status gizi dan asupan
nutrisi agar dapat meningkatkan status imunitas penderita
6
1.7 Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad funcionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
7
WC Dapur
Ruang TV
Kamar Tidur
`
Kamar Tidur Ruang Tamu
BAB II
PEMBAHASAN
mula-mula kering, kemudian menjadi produktif sebagai produk mukopurulen dari proses
radang yang terjadi.
Hasil pemeriksaan fisik pada pneumonia tergantung dari luas daerah yang terkena
proses infamasi. Biasanya didapatkan batuk, napas cepat, sesak napas, napas cuping
hidung, retraksi suprasternal/ retraksi epigastrial, takikardi, lemah, sianosis sekitar mulut
dan hidung serta panas tinggi.Pada perkusi dada sering tidak didapatkan kelainan dan
pada auskultasi didapatkan ronkhi basah halus nyaring. Bila sarang pneumonianya
menjadi satu, mungkin pada perkusi terdengar keredupan, suara pernapasan terdengar
mengeras, pada auskultasi didapatkan ronkhi basah halus nyaring. Jika didapatkan tanda-
tanda sumbatan saluran napas bagian bawah berupa wheezing ekspirator dan eksperium
yang memanjang maka disebut pneumonia dengan komponen asmatik. Hepar dapat
terdorong kebawah atau dapat membesar. Bila terjadi komplikasi gagal jantung kongestif
maka didapatkan hepar membesar dengan tepi tumpul disertai dengan frekuensi napas >
60 x/menit dan nadi 160 x/menit.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa penderita mengalami riwayat
batuk pilek sebelumnya disertai demam selama 1 minggu, 3 hari panas terus-menerus,
sesak nafas, dan pernafasan cepat. Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan sesak
nafas, tidak sianosis, auskultasi suara dasar vesikuler dengan suara tambahan ronki
basah halus nyaring. Sakit yang seperti ini sering kambuh-kambuhan dialami penderita
sejak berumur 1 tahun. Orangtua pasien sering memeriksakan ke bidan desa dan
puskesmas.
Diagnosis pasien ini dibedakan dari bronkiolitis karena pada bronkiolitis pada
anamnesis biasanya didahului infeksi saluran nafas, disertai batuk, pilek, tanpa kenaikan
suhu atau dengan panas tidak tinggi (subfebril).Adanya sesak nafas yang makin hebat,
pernafasan yang cepat dan dangkal dan disertai serangan batuk. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan sesak nafas, nafas cepat dan dangkal. Terlihat juga nafas cuping hidung
disertai retraksi intercostal dan suprasternal, anak gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan
paru didapatkan hipersonor, ekspirium diperpanjang, wheezing, ronki basah halus
nyaring kadang terdengar pada akhir ekspirasi. Pada pasien ini dapat diusulkan untuk
melakukan x-foto lateral untuk melihat gambaran hiperaerasi dan pembesaran diameter
anteroposterior.
Pneumonia dapat disebabkan oleh kuman non spesifik maupun kuman spesifik
seperti Mycobacterium tuberculosis. Gejala klinik pada pneumonia karena proses
spesifik tidak khas, tetapi pada umumnya didapatkan keluhan badan lemah, kehilangan
12
nafsu makan, berat badan sulit naik bahkan menurun, panas sub febril yang berlangsung
lama. Bila gejala tersebut diperkuat dengan adanya riwayat kontak dengan penderita
tuberculosa maka dugaan anak tersebut terinfeksi Mycobacterium tuberculosis semakin
kuat.
Pemeriksaan fisik paru sering tidak menunjukkan kelainan meskipun daerah
perifokal luas. Dapat ditemukan manifestasi tuberkulosis ekstra torakal misalnya
konjungtivitis fliktenularis, skrofuloderma, benjolan pada tulang punggung,
selangkangan dan lutut, manifestasi pada tulang, dan tanda meningitis tuberkulosa seperti
penurunan kesadaran, kejang, kaku kuduk, rangsang meningeal dan defisit neurologis.
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah tes PPD5TU. Tes BCG biasanya dilakukan
bila dicurigai atau pada keadaan anergi. Jumlah leukosit yang meninggi, monosit yang
relatif tinggi dan laju endap darah yang meningkat akan menyongsong diagnosis.
Sedangkan pemeriksaan foto rontgen toraks memberi gambaran pembesaran kelenjar
para trakeal, penyebaran milier, bronkogen, atelektasis atau efusi pleura. Gold standart
adalah ditemukan kuman gram positif tahan asam berbentuk batang pada pemerksaan
bakteriologis dengan pengecatan Ziehl Nielsen.
Keluhan badan lemah, kehilangan nafsu makan, berat badan sulit naik bahkan
menurun, panas sub febril yang berlangsung lama, serta riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosa pada anak ini disangkal. Penderita pun telah mendapat imunisasi BCG satu
kali ketika berumur 1 tahun. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan ekstra
torakal dan intra torakal yang mengarah ke diagnosis pneumonia yang disebabkan
mycobacterium tuberculosa.
Prinsip pengelolaan pendetita sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi
aspek kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif yang pelaksanaannya disesuaikan
dengan kondisi penderita saat ini. Upaya promotif dan preventif dilakukan agar tidak ada
penularan dan tidak mengalami komplikasi, sedang upaya kuratif dan rehabilitatif
dilakukan agar penderita sembuh.
Antibiotik diberikan pada penderita pneumonia berdasarkan umur, keadaan umum
penderita dan dugaan penyebab sebagai terapi inisial secara empiris. Untuk menurunkan
panas diberikan Paracetamol dengan dosis 10–15 mg/kgBB sekali pemberian serta
pemberian ambroksol untuk mengencerkan lendir sehingga mudah dikeluarkan.
Pada pasien ini, pengelolaan pneumonia dengan pemberian antibiotika berupa
kotrimoksazol syrup 2x10ml dan obat puyer yang terdiri dari paracetamol, gliseril
guaiakolat dan chlorfeniramin maleat.
13
Dari segi preventif upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pencegahan
primer, sekunder dan tertier. Pencegahan primer merupakan tingkat pencegahan awal
untuk menghindari risiko tertular. Pencegahan sekunder untuk deteksi dini penyakit
sebelum penyakit menimbulkan gejala yang khas dan pengobatan penderita untuk
memutus mata rantai. Pencegahan tertier dengan melakukan tindakan klinis untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit tersebut
diketahui. Upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menjaga keadaan gizi
agar tetap baik, immunisasi, menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan dengan
memperhatikan kriteria rumah sehat, mencegah anak berhubungan dengan penderita
pneumonia.
Dalam upaya promotif dilakukan berupa penyuluhan yang bertujuan untuk
merubah kebiasaan yang kurang baik dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut
serta berperan aktif dalam bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif kepada
keluarga dan tetangga penderita, dan masyarakat,, yaitu dengan memberikan penyuluhan
tentang pneumonia. Penyuluhan yang diberikan tentang penyakit pneumonia adalah
proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum
menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya
dari penyakit pneumoia.
1. Faktor Genetik/Biologis.
Pada kasus ini, os adalah seorang anak berusia 2 tahun dengan status gizi baik.
Penyakit pneumonia sering terjadi pada keadaan malnutrisi, gizi kurang, atau
kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya
tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit termasuk Pneumonia
(Hiswani, 2004).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya sebuah
penyakit, apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis lingkungan. Hal ini tentu
14
saja dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada keseimbangan
dalam lingkungan. Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal An. A mendukung
terjadinya penyakit yang dialaminya tersebut. Lingkungan rumah merupakan salah
satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran
kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai
beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni
rumah (Keman, 2005).
Pencahayaan Rumah
Keadaan rumah os pada kasus ini tergolong lembab dan kurang cahaya.
Rumah os hanya memiliki beberapa buah jendela dan satu buah pintu untuk semua
ruangan. Orangtua pasien mengaku jarang membuka jendela dan gorden. Cahaya
yang masuk ke dalam rumah os sangat kurang. Hal ini menyebabkan
mikroorganisme dapat berkembang dengan pesat.
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 10% luas lantai, dengan durasi pencahayaan minimal 1 jam setiap hari,
dimana pencahayaan efektif dapat diperoleh pada pukul 08.00 sampai dengan
pukul 16.00. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat
dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat
harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup (Keman, 2005).
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya
proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu
yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB paru
relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam
rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan
sangat berkurang (Helmia & Lulu, 2004).
Kepadatan Hunian Rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak yang sangat
dekat dengan rumah tetangga-tetangga sekitarnya. Jarak antar rumah satu dan
lainnya ± 0,5-1 meter.
15
Selain itu, luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 9
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 8 m2/orang. Untuk
mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu
dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih
dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk
menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum
tingginya 2,8 m (Keman, 2005).
Riwayat Kontak
Orangtua pasien kurang memperhatikan adanya orang-orang di lingkungan
tempat tinggal yang memiliki gejala batuk berdahak yang lama seperti yang
dialami anaknya. Orangtua pasien menyangkal adanya saudara os yang memiliki
gejala yang sama dengan os sebelumnya.
3. Faktor Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan
akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhinya
berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
Pengetahuan Yang Kurang Tentang Pneumonia
Keluarga pasien sebelumnya tidak mengetahui tentang Pneumonia, pengertian,
faktor resiko, penularan, akibat dsb. Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi
tindakanya yang menjadi kurang tepat.
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya
sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat.
Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat
dan kadang menyebabkan kematian.
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia,
19
tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat
rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari
paru.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding
dada.
4) Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding
dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-
14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya
terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam
ringan.
atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena
yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi
kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan
ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini
akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial. Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia
yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit
Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia
atipikal.
neumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling
umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga
tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari
virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan
dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi,
melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi
mikoplasma. Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia
ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum,
pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous
merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-
masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam
pneumonia bakterial.
Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya
melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Serangan apnea
Sianosis
Merintih
Napas cuping hidung
Takipnea
Letargi, muntah
Tidak mau minum
Takikardi atau bradikardi
Retraksi subkosta
Demam
Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam
pertama
Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%
Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih
tinggi
Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar
Takipnea
Retraksi subkosta (chest indrawing)
Napas cuping hidung
Ronki
Sianosis
Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar
Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna
Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan
bawah yang menimbulkan infiltrasi diafragma
Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai
apendisitis.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang
berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal
hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi
empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.
Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi
dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
1. Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/KgBB. Dosis kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP – 20 mg/kgBB
sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan
sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.
2. Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas, dapat
diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin. Terapi
antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi .
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau meningitis. Antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta-
laktam/klavunalat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila
keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta-laktam dengan/ aatau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat
diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah
stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
DAFTAR PUSTAKA
26
Lampiran Foto
27