Hubungan Asupan Kalsium Dengan Status Gizi Pada Anak SD Kelas 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

1

HUBUNGAN ASUPAN KALSIUM DENGAN STATUS GIZI


PADA ANAK SD KELAS 1
ASSOCIATION CALIUM INTEKE WITH NUTRITIONAL STATUS IN
CHILDREN ON 1ST GRADE OF ELEMENTARY SCHOOL
Asri Nur latifah, Ariyani Sudja, Holil M Par’i, Asep Iwan P
Gizi Masyarakat, Jurusan Gizi, Politeknik Kementrian Kesehatan Bandung
ABSTRAK
Prevalensi Berat badan telah meningkat dari tahun ke tahun dikalangan anak-anak.
Asupan Kalsium yang kurang dapat mempengaruhi satus gizi anak menjadi
gemuk. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan antara asupan kalsium
dengan status gizi pada anak sekolah dasar kelas 1.
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Merdeka 5 Kota Bandung pada bulan
Februari 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan
menggunakan odds ratio dengan menggunakan kelompok kasus : kontrol = 1 : 2,
didapatkan kelompok kasus sebanyak 18 anak dan kelompok kontrol sebanyak 36
anak dengan total sampel sebanyak 54 anak. Data yang dikumpulkan terdiri dari
data primer ( nama, jenis kelamin, umur, status gizi dan asupan kalsium diperoleh
dengan wawancara menggunakan kuesioner).
Hasil analisa Odds Ratio, diketahui bahwa besarnya hubungan asupan kalsium
dengan kejadian kegemukan adalah 1,12 (95% Cl = 0,358 ; 3,508, p = 1,000). OR
= 1,12 kali dibanding dengan asupan klsium yang cukup mempunyai peluang
untuk menjadi kegemukan 1,12 kali dibanding dengan anak yang asupan
kalsiumnya cukup.
Kata kunci : asupan kalsium, susu, status gizi, kegemukan
ABSTRACT
The prevalance of body weight has increased form year to year among children.
Inadekuat calsium intake can influence children nutritional status became
overweight. The purpose of this research is to know the association between
calcium intake and children nutritional status of primary school grade 1.
This reserch was conducted in SD Negeri 5 Merdeka in Bandung city on February
2015. The method that used was case control by using odds ratio with groups of
cases: control = 1:2, The group cases that obtained was 18 children and conrtol
about 36 anak with total sampel about 54 children. Data was collected consist of
primary data (name, sex, age, nutritional status and calcium intake was obtained
by interview using a questionnaire).

The results of Odds Ratio analysis, it was known that the association between
calcium intake and the incidence of obesity was 1.12 (95% CI = 0.358; 3.508, p =

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
2

1.000). OR = 1.12 times compared with sufficient calcium intake has opportunity
to become overweight 1.12 times compared with children whose has sufficient
calcium intake.
Key Words: intake calcium, nutritional status, milk, overweight

PENDAHULUAN
Prevalensi berat badan berlebih dan obesitas telah meningkat dari tahun ke
tahun dikalangan anak-anak diseluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia
(Barasi,2009). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 dan 2013, masalah
kejadian kegemukan di Indonesia pada kelompok anak umur 5 -12 tahun adalah
sebanyak 9,2 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 18,8 persen tahun 2013.
Anak yang mengalami kelebihan berat badan dapat terjadi obesitas ketika
dewasa adalah 2 sampai 6,7 kali lipat (Ariani, 2007) Obesitas pada masa Anak
berpotensi mengalami penyakit metabolik (Diabetes Melitus 2) dan penyakit
degeneratif (penyakit jantung, penyumbatan darah, dan lain-lain) di kemudian
hari. Dampak obesitas pada anak usia 6-7 tahun juga dapat menurunkan tingkat
kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas anak menjadi menurun dan cenderung
malas akibat kelebihan berat badan (Sjarif D , 2004 dan Barasi, 2009).
Penyebab terjadinya obesitas adalah multifaktor namun lebih banyak
dijelaskan oleh ketidakseimbangan asupan makanan sumber energi dan
pengeluaran energi. Kegemukan juga dapat diduga akibat kekurangan salah satu
mineral mikro yaitu kalsium (Wahyu ,2009).

Kalsium merupakan zat gizi mikro yang penting diperlukan tubuh. Pada
semua tahap kehidupan, 99% kalsium tubuh terdapat di tulang, dan sekitar 1% ada
dalam cairan interseluler dan cairan ekstraseluler (Wariyah dkk, 2008).
Fungsi kalsium ekstraseluler adalah membantu pembentukan darah,
memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan
berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma
terhadap ion natrium (Bringhurst et al dan Setiyohadi dalam Ginayah dan Sanusi,
2011).
Fungsi kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara
lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan
sel (Bringhurst et al dan Setiyohadi dalam Ginayah dan Sanusi, 2011).
Selain fungsi tersebut kalsium dapat mempengaruhi berat badan atau
lemak melalui 2 mekanisme. Kalsium interseluler berperan mengatur metabolisme
lemak adiposit dan simpanan triasilgliserol. Meningkatnya kadar kalsium di dalam
adiposit akan menurunkan aktivitas asam lemak sintase (enzim kunci lipogenesis).
Kalsitriol (1,25 dihidroksivitamin D3) diketahui menigkatkan masuknya kalsium
ke dalam adiposit. Masuknya kalsium ke dalam adiposit melalui membran vitamin
D reseptor (mVDR) akan menurunkan aktivitas asam lemak sintase sehingga
terjadi penghambatan lipogenesis dan peningkatan lipolisis (Zemel et al, 2000)

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
3

Secara fisiologis konsentarsi kalsitriol di dalam plasma dipengaruhi


konsentrasi kalsium di dalam plasma secara berlawanan. Hal ini terjadi karena
pada saat konsentrasi kalsium di dalam plasma tinggi, terjadi penurunan aktivitas
hormon paratiroid (PTH) sehingga pembentukan kalsitriol (1,25 dihidroksivitamin
D3) berkurang (Guyton & Hall, 2008). Hal ini akan meningkatkan masuknya
kalsium ke dalam adiposit dan menurunnya aktivitas asam lemak sintase, proses
lipogenesis terhambat dan terjadi lipolisis yaitu pemecahan triasilgliserol di
jaringan adiposa. Akibatnya simpanan triasilgliserol di jaringan adiposa menurun
sehingga dapat mencegah timbunan lemak yang berlebih (Zemel et al, 2000)

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus
kontrol yang sepadan dengan menggunakan odds ratio yang menggambarkan
hubungan antara asupan kalsium dengan status gizi (IMT/U).

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Merdeka 5 Kota Bandung pada
bulan Februari 2015.

Populasi dan Sample


Populasi dan sampel adalah siswa anak kelas 1 SD Negeri Merdeka 5 Kota
Bandung yang diwawancarai mengenai asupan kalsium.

Batasan Sampel Kasus dan Kontrol adalah anak yang berusia 6-8 tahun, tidak
alergi terhadap susu, dan hadir saat penelitian. Sampel Kasus adalah anak SD
dengan IMT/U > 1 SD. Sampel Kontrol adalah anak SD dengan IMT/U < 1 SD.

Pada penelitian ini menggunakan sampel kasus : kontrol = 1 : 2, diperoleh


dari perhitungan didapatkan sampel kasus sebanyak 18 anak dan sampel kontrol
sebanyak 36 anak dengan total sampel sebanyak 54 anak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sempel yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 54 sampel yang


merupakan siswa kelas 1 di SD Negeri Merdeka 5 Kota Bandung. Berdasarkan
Data yang diperoleh , gambaran umum sampel meliputi jenis kelamin seperti
diuraikan sebagai berikut;

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
4

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin


Kasus Kontrol Total
Jenis Kelamin
n % n % n %
Laki-laki 7 38,9 20 55,6 27 50,0
Perempuan 11 61,1 16 44,4 27 50,0
Jumlah 18 100,0 36 100,0 54 100,0

Berdasarkan tabel 5.1, tidak adanya perbedaan jumlah sampel antara jenis
kelamin laki-lakai dan perempuan. Pada kasus gemuk anak perempuan
mempunyai proporsi yang lebih besar (61,11%) dibanding dengan anak laki-laki
sebesar (38,9%).
Hasil penelitian Yamborisut et al (2015) menyatakan jumlah empat lipatan
kulit anak perempuan lebih signifikan lebih besar dari anak laki-laki (p= 0,001).
Empat lipatan kulit tersebut adalah bisep, trisep, Subcapular dan suprailiac.
Jumlah empat lipatan kulit digunakan untuk mengetahui pengukuran persen lemak
tubuh sebagai indikator kegemukan tubuh (Par’i 2013 dan Yamborisut et al,
2015). Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan hormonal di antara kedua jenis
kelamin (Artaria, 2014)

Distribusi Frekuensi Berdasarakan Asupan Kalsium

Berdasarkan AKG tahun 2013 menurut jenis kelamin tidak ada perbedaan
terhadap asupan kalsium yang dikonsumsi untuk usia 6-9 tahun.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Kalsium


Pada Anak Sd Kelas 1
ASUPAN Kasus Kontrol Total
KALSIUM n % n % n %
Kurang 8 44,4 15 41,7 23 42,6
Cukup 10 55,6 21 58,3 31 57,4
Jumlah 18 100,0 36 100,0 54 100,0
Berdasarkan tabel 5.2, terdapat proporsi yang tidak jauh beda pada asupan
kalsium pada kelompok kasus antara asupan kalsium kurang (44,4%) dan cukup
(55,6%). Pada kelompok kontrol yang mempunyai asupan kalsium cukup lebih
banyak (58,3%) dibandingkan dengan asupan kalsium yang kurang (41,7%).
Hasil rata-rata asupan kalsium adalah 829,42 mg, dengan nilai maximum
sebesar 1463,49 mg dan nilai minimum sebesar 201,21 mg.
Berdasarkan hasil SFFQ didapatkan asupan kalsium yang cukup berasal
dari sumbangan konsumsi susu. Hal tersebut sependapat dengan Mann dan

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
5

Truswell dalam Hardinsyah dkk (2008) susu merupakan sumber kalsium yang
paling baik dan penyumbang kalsium terbesar dari konsumsi kalsium harian.
Terdapat penelitian Zemel et al (2000) yang menyatakan bahwa kalsium
dalam bentuk produk susu mempengaruhi efek besar pada menghambat
penumpukan lemak dibanding asupan kalsium dari sumber bahan makanan lain.

Asupan kalsium dapat mempengaruhi berat badan atau lemak melalui 2


mekanisme. Kalsium interseluller berperan mengatur metabolisme lemak adiposit
dan simpanan triasilgliserol. Meningkatnya kadar kalsium di dalam adiposit akan
menurunkan aktivitas asam lemak sintase (enzim kunci lipogenesis) sehingga
proses lipogenesis terhambat dan terjadi lipolisis yaitu pemecahan triasilgliserol di
jaringan adiposa. Akibatnya simpanan triasilgliserol di jaringan adiposa menurun
sehingga dapat mencegah timbunan lemak yang berlebih (Zemel et al, 2000)

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Kalsium Dalam Susu


Tabel 5.3 Distribusi Asupan Kalsium Dengan Kebiasaan Minum Susu
Asupan Kalsium
Kebiasaan Total
Kasus Kontrol
Minum Susu
n % n % n %
>2x sehari 8 44,4 20 55,5 28 51,9
1x sehari 6 33,3 15 41,7 21 38,9
3x seminggu 0 0,0 1 2,8 1 1,8
2x seminggu 3 16,7 0 0,0 3 5,6
Tidak 1 5,6 0 0,0 1 1,8
konsumsi
Jumlah 18 100 36 100 54 100,0

Berdasarkan Tabel 5.5 distribusi asupan kalsium dengan kebiasaan minum


susu, terdapat 1,8% (1 sampel) yang tidak mengkonsumsi susu dari total sampel,
sebanyak 51,9% (28 sampel) atau lebih dari setengah total sempel mempunyai
kebiasaan 2 kali atau lebih dalam sehari mengkonsumsi susu.
Berdasarkan hasil tabel 5.5 dan wawancara yang dilakukan pada orang tua
sampel terdapat sampel yang tidak mengkonsumsi susu pada periode sebulan
terakhir. Hal tersebut karena sampel tidak terbiasa minum susu bukan karena
alergi atau lactose intoleran, tetapi karena tidak terbiasa dan tidak menyukai susu.

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
6

Menurut Putri (2009) asupan kalsium dapat dipenuhi dari konsusmsi susu.
Pada usia 4-8 tahun dibutuhkan lebih dari 2,5 gelas susu atau setara dengan 800
mg kalsium.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Kalsium Dalam Susu


ASUPAN Kasus Kontrol Total
KALSIUM n % n % n %
DALAM SUSU
< 800 mg 14 77,8 26 72,2 40 74,1
> 800 mg 4 22,2 10 27,8 14 25,9
Jumlah 18 100,0 36 100,0 54 100,0

Berdasarkan tabel 5.4, sampel yang mempunyai asupan kalsium dalam


susu <800 mg lebih banyak (74,1%) dibandingkan dengan asupan kalsium dalam
susu >800 mg (27,8%) tetapi, pada tabel 5.3 lebih dari setengahnya (51,9%)
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi susu 2 kali atau lebih setiap harinya.
Menurut Wiseman dalam Hardinsyah dkk (2008) jenis susu dapat
mempengaruhi jumlah kalsium yang masuk ke dalam tubuh. Dalam Daftar
Komposisi Bahan Makanan, setiap jenis susu memiliki kandungan kalsium yang
berbeda setiap 100 gramnya. Pada penelitian ini, jenis susu yang biasa
dikonsumsi adalah susu bubuk, susu cair dalam kemasan dan susu kental manis.
Selain jenis susu yang dikonsumsi, jumlah serta cara pengenceran konsumsi susu
pada susu bubuk dan susu kental manis berbeda setiap sampel. Keanekaragaman
jenis susu, jumlah serta cara pengenceran susu bubuk dan susu kental manis pada
sampel mempengaruhi hasil asupan kalsium dalam susu.
Susu kental manis merupakan susu yang diawet dengan penambahan gula
pada tingkat perbandingan tertentu. Kandungan gula pada susu kental manis ini
sebanyak 45%. Kandungan gula yang yang tinggi jika dikonsumsi terus-menerus
akan menyebebkan kegemukan pada anak. Menurut pakar Persatuan Ahli Gizi
Indonesia tahun 2011, bahwa susu kental manis bukanlah susu, karena susu kental
manis diciptakan untuk sebagai topping makanan atau kue-kue.
Kecukupan asupan kalsium sehari sebanyak 1000 mg, dengan
mengkonsumsi susu 2,5 gelas setiap harinya dapat menyumbang 800 mg kalsium.
Untuk mencukupi asupan kalsium diperlukan 200 mg dari bahan makanan yang
lainnya.

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
7

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Kalsium Bahan


Makanan Selain Susu
ASUPAN KALSIUM Kasus Kontrol Total
BAHAN MAKANAN n % n % n %
SELAIN SUSU
< 200 mg 2 11,1 12 33,3 14 25,9
> 200 mg 16 88,9 24 66,7 40 74,1
Jumlah 18 100,0 36 100,0 54 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 sebagain besar sampel (74,1%) sudah memenuhi


asupan kalsium dari bahan makanan selain susu. Pada kelompok kasus
mempunyai proporsi yang lebih besar (88,9%) dalam mencukupi asupan kalsium
dari bahan makanan selain susu. Perbedan tersebut disebabkan jumlah dan
frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi.
Bahan makanan yang dikonsumsi cenderung beranekaragam, namun pada
kelompok kasus mempunyai jumlah makanan yang dikonsumsi lebih banyak dan
lebih sering dibanding kelompok kontrol.
Bahan makanan yang mengandung tinggi kalsium seperti dari kacang-
kacangan serta olahannya, protein hewani, dan sayuran. Berdasarkan hasil SFFQ
produk olahan kacang-kacangan seperti tahu dan tempe lebih sering dikonsumsi
setiap harinya. Berdasarkan bahan makanan sayuran seperti bayam, brokoli dan
sawi hijau banyak dikonsumsi. Selain bahan makanan yang mengandung tinggi
kalsium, serealia seperti beras dan roti menyumbang asupan kalsium karena
sering dikonsumsi.
Menurut Gopalan dalam Fikawati dkk (2005) pola makan orang Asia
didominasi oleh makanan yang banyak mengandung asam fitat sehingga
biovailabilitas kalsium menjadi rendah.
Serealia, kacang-kacangan dan hasil olahannya (tahu, tempe) serta sayuran
hijau sebenarnya merupakan sumber kalsium yang cukup baik namun karena
umumnya bahan makanan ini mengandung zat gizi yang menghambat penyerapan
kalsium (seperti serat, asam fitat, dan oksalat) maka biovaibilitas kalsium menjadi
rendah. (Miller dalam Hardiansyah dkk, 2008 dan Kartono dalam Fikawati dkk,
2005).
Asam fitat adalah ikatan yang mengandung fosfor yang akan membentuk
kalsium fosfor yang juga tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi
(Almatsier,2004).
Asam oksalat dengan kalsium akan membentuk kalsium oksalat yang tidak
larut dan sulit diabsorpsi (Guthrie & Picciano, 1995 dalam Mulyani, 2009).

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
8

Hubungan Asupan Kalsium Dengan Status Gizi

Tabel 5.6
Hubungan Asupan Kalsium Dengan Status Gizi Pada Anak Sd Kelas 1

Kasus Kontrol OR 95% Cl p - Value


ASUPAN
KALSIUM n % n %
Kurang 8 44,4 15 41,7
0,358 ;
1,12 1,000
Cukup 10 55,6 21 58,3 3,508
Jumlah 18 100 36 100

Menurut analisis Odds Ratio, diketahui bahwa besarnya hubungan asupan


kalsium dengan kejadian kegemukan adalah 1,12 (95% Cl = 0,358 ; 3,508, p =
1,000). OR = 1,12 artinya anak yang asupan kalsium kurang mempunyai peluang
untuk menjadi kegemukan 1,12 kali dibanding dengan anak asupan kalsium
cukup, tetapi hubungan ini tidak bermakna secara satistik. Penelitian Yamborisut
et al (2015) di Thailand menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalsium
dengan kegemukan pada anak usia 6 – 12 tahun (p = 0,039). Perbedaan ini
mungkin disebabkan karena perbedaan jumlah sampel yang diamati, dan
penyebaran lokasi penelitian. Jumlah sampel penelitian Yamborisut et al (2015)
di Thailand sebanyak 1570 anak. Penyebaran dilakukan pada 6 provinsi yg
mewakili dari setiap bagian, yang selanjutnya masing-masing provinsi
dikelompokkan menjadi bagian kota dan desa. Dengan penyebaran lokasi
penelitian maka dapat melihat keanekaragaman sampel (heterogenitas sampel).
Hal ini mungkin disebabkan oleh SFFQ yang menanyakan mengenai
kebiasaan kebanyakan padahal konsumsi makanan bisa sangat fluktuatif. Terdapat
hal lainnya yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, serta proses
penyerapan kalsium dapat mempengaruhi hasil tersebut. Menurut Guthrie &
Picciano (1995) dalam Mulyani (2009) absorpsi kalsium merupakan proses
kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Berdasarkan penelitian Heaney (2003) dengan 20mg kalsium : 1g protein
terjadi penurunan 0,01 kg/tahun, penelitian ini mendapatkan perbandingan
23,1mg kalsium : 1g protein, artinya terdapat kecenderungan terjadinya
penurunan berat badan menjadi normal.

KESIMPULAN

Asupan kalsium pada kelompok kasus antara asupan kalsium cukup


(55,6%) dan kurang (44,4%) mempunyai proporsi yang tidak jauh berbeda

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
9

Asupan kalsium cukup pada kelompok kontrol lebih banyak (58,3%)


dibandingkan dengan asupan kalsium yang kurang (41,7%)
Anak yang mempunyai asupan kalsium yang kurang mempunyai peluang
menjadi status gizi gemuk 1,12 kali dibanding dengan asupan kalsium yang
cukup, tetapi hubungan ini tidak bermakna secara statistik. (OR = 1.12 , 95% Cl =
0,358; 3,508, p = 1,000)

SARAN

Mengingat kegemukan pada anak akan beresiko menjadi kegemukan pada


dewasa (Ariani, 2007) maka perlu memperhatikan konsumsi makanan tinggi
kalsium , yang cukup dari susu sebanyak 500 ml (2,5 gelas ) setiap harinya dan
ditambah dengan makanan sumber yang tinggi kalsium non susu seperti telur,
kacang-kacangan dan produk olahannya serta sayuran hijau.
Jika tidak meminum susu, asupan kalsium dapat terpenuhi dengan
memakan makanan yang tinggi kalsium seperti telur, kacang-kacangan dan
produk olahannya serta sayuran hijau.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama
Ariani, Ani dan Tiangsa Sembiring. 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak
Sekolah Dasar di Kota Medan. Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 40 y No. 2. Juni 2007. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/RS H. Adam Malik, Medan.
Barasi, 2009. Glace Ilmu Gizi. Penerbit Erlangga. PT Gelora Aksara
Pratama
Fikawati, Sandra., Syafiq, Ahmad., Puspasari, Puri. 2005. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di Kota
Bandung. Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Ginayah, M dan Sanusi H. 2011. Continuing Medical Education
Hiperkalsemia. CDK 184/vol 38 no 3/April 2011, Makasar,
Sulawesi Selatan.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11.Jakarta: EGC
Hardinsyah, Evy Damayanti, Wirna Zulianti. 2008. Hubungan Konsumsi
susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi bandan
remaja. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2008 3 (1): 43-48.

asri.nurlatifah@yahoo.co.id
10

Heaney, Robert P. 2003. Normalizing calcium intake: Projected


population effects for body weight 1,2. J. Nutr. January 1, 2003 vol.
133 no. 1 268S-270S
Mulyani, Endang. 2009. Konsumsi Kalsium Pada Remaja di SMP 201
Jakarta Barat Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Jakarta.
Putri, Aryenda Atmadyanti. 2009. Pre Activation Strategy Of The Drink
Milk Movement Campaign Through Microsite Media. Institut
Teknologi Sepuluh November. Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan.
Sjarif D. Anak Gemuk, Apakah Sehat? Jakarta: Divisi Anak Dan Penyakit
Metabolic. Fkui: Jakarta, 2004.

Wahyu , Genis Ginanjar, 2009. Hal 112 Obesitas Pada Anak

Wariyah, C. Astuti, M. Supriyadi, Anwar, C. , 2008. Calsium Absorption


Kinetic On Indonesia Rice. Indo. J. Che, 2008, 8 (2), 252-257.

Yamborisut, U., Wimonpeerapattana, W., Rojroongwasinkul, N.,


Boonpraderm, A., Senaprom, S., Thasanasuwan, W., Khouw, I.,
Deurenberg, P. 2015. Calcium Intake in Ralation to Body Mass
Index and Fatness in Thai School-Aged Children. Open Journal of
Pediatrics, 5, 104-112.
Zemel, M. B., Shi ,H., Greer, B. Direienzo, D, And Zemel Paula C. 2000.
Regulation of adiposity by dietary calcium. FASEB J.14, 1132-
1138

asri.nurlatifah@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai