Anda di halaman 1dari 37

Lab/SMF Ilmu Rehabilitasi Medik Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

STROKE HEMORAGIK

Oleh
DIAN KURNIA DWI SAPUTRI
NIM. 1810029043

Pembimbing
dr. Waode Sri Nikmatiah, Sp. KFR

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Rehabilitasi Medik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
April 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus tentang “Stroke Hemoragik”. Referat ini disusun
dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Rehabilitasi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Waode Sri Nikmatiah, Sp.
KFR selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis
sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Samarinda, Mei 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 5
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 5
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................... 6
2.1. Identitas Pasien .......................................................................................... 6
2.2. Anamesis ...................................................................................................6
2.3. Status Psikiatri ........................................................................................... 8
2.4. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 8
2.5. Pemeriksaan Muskuloskeletal ...................................................................9
2.6. Tes Kortikal Luhur .................................................................................. 12
2.7. Status Neurologis .................................................................................... 12
2.8. Tes Koordinasi ........................................................................................ 14
2.9. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 15
2.10. Diagnosis ............................................................................................. 15
2.11. Diagnosis Banding ............................................................................... 15
2.12. Problem List ........................................................................................ 15
2.13. Penatalaksanaan ................................................................................... 15
2.14. Goal Penatalaksanaan .......................................................................... 16
2.15. Prognosis ............................................................................................. 16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 16
3.1. Definisi dan Klasifikasi ........................................................................... 19
3.2. Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik .............................................. 20
3.3. Faktor Risiko Stroke Non Hemoragik ..................................................... 21
3.4. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik ...................................................... 22
3.5. Diagnosis Stroke Non Hemoragik .......................................................... 24
3.5.1. Anamesis dan Pemeriksaan Fisik..................................................... 24
3.5.2. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 24
3.6. Diagnosis Banding .................................................................................. 25
3.7. Penatalaksanaan ...................................................................................... 25
3.7.1. Penatalaksanaan Fase Akut .............................................................. 26
3.7.2. Penatalaksanaan Pasca Akut ............................................................ 28
3.8. Komplikasi .............................................................................................. 30
3.9. Pencegahan .............................................................................................. 32
3.10. Prognosis ............................................................................................. 33
BAB III KESIMPULAN........................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 36
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke merupakan masalah kesehatan global yang dapat menyebabkan kematian dan
kecacatan. Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke di seluruh dunia setiap tahunnya dan 5
juta diantaranya mengalami kematian serta 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen.1 Sedangkan di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian sebesar 12,1%.2 88%
dari seluruh kejadian stroke diakibatkan oleh stroke iskemik atau non hemoragik.1
Stroke merupakan suatu penyakit kegawatan yang membutuhkan penatalaksanaan segera
karena dapat mengancam jiwa. Selain dapat menyebabkan kematian, stroke juga dapat
menyebabkan kecacatan sehingga penderita tidak dapat bekerja seperti sedia kala yang
berdampak besar pada permasalahan sosial dan ekonomi penderitanya.2
Stroke merupakan suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis yang
terjadi secara mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang
semata-mata disebabkan oleh gangguan aliran darah otak. Gangguan aliran darah pada otak
dapat berupa berkurangnya suplai darah maupun pecahnya pembuluh darah otak secara spontan.3
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah
yang tidak adekuat.5 Iskemi jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-
kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli atau
ketidakstabilan hemodinamik.3
Penegakan diagnosis stroke memerlukan data yang lengkap dimulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan stroke yang efektif
membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat dan tepat.4 Semakin cepat diagnosis ditegakkan
maka semakin cepat pula penatalaksanaan awal sehingga outcome penderita semakin baik.
Outcome penderita stroke tersebut dapat dinilai dengan menggunakan Indeks Barthel yang
diukur pada saat penderita pulang dari rumah sakit. Indeks Barthel merupakan sarana yang
digunakan untuk mengukur keluaran motorik penderita stroke.5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas Pasien
- Nama : Tn W. R.S
- Usia : 57 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Agama : Islam
- Alamat : Jl. Kemakmuran Samarinda
- Pekerjaan : Buruh Bangunan
- Pendidikan : SD
- Status : Menikah
- Suku : Jawa

2.2. Anamesis
- Keluhan Utama
Tangan dan kaki kanan tidak dapat digerakkan disertai tidak dapat mengeluarkan
bersuara
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan sejak 2 bulan SMRS.
Pasien sempat didagnosa terkena stroke hemoragik pada awal april 2018. Pasien
mengatakan keluhan awalnya berupa rasa pusing yang terjadi tiba-tiba dan setelah itu
pasien tidak sadarkan diri dan dikatakan jika tekanan darah saat masuk 280 mmHg.
Pasien sempat mengalami koma selama 3 hari dan dirawat selama 20 hari di stroke
center RS AWS. Awalnya pasien tidak mampu melakukan seluruh kegiatan, tidak
mampu menelan sehingga harus menggunakan NGT dan makan makanan cair, tidak
dapat mengeluarkan suara, mengalami kelemahan pada kaki dan tangan kiri, mata kanan
tidak dapat menutup rapat disertai dengan penglihatan kabur dan tidak mampu
mengontrol BAB maupun BAK. Saat ini pasien telah menjalani terapi wicara dan
fisioterapi sebanyak 4 kali. Pada tangan maupun kaki kanan sudah dapat bergeser
namun belum sanggup untuk diangkat. Pasien juga mengatakan telah mampu makan
makanan padat seperti nasi keras dan sayuran. Dalam 2 hari ini, pasien sudah mampu
merasakan jika akan BAB maupun BAK. Keluhan saat ini suara pasien masih belum
dapat keluar seperti dahulu disertai dengan mata kanan yang masih kabur.
- Riwayat Penyakit Dahulu
 Keluhan serupa (-)
 Riwayat HT, DM, maupun penyakit jantung tidak diketahui
 Pasien pernah menjalani pengobatan TB paru pada saat usia 23 tahun dan
dinyatakan sembuh
- Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan serupa (-)
 Riwayat HT, DM, maupun penyakit jantung tidak diketahui
- Riwayat Pengobatan
 Amlodipin stop 2 minggu yang lalu
 Pasien saat ini hanya mengkonsumsi obat Micardis dan Bisoprolol
- Riwayat Alergi
Tidak memiliki riwayat alergi
- Riwayat Psikososial dan Ekonomi
Hubungan antara keluarga baik-baik saja.
- Riwayat Kebiasaan
 Merokok (+)
 Alkohol (-)
- Anamesis Sistem
 Kepala dan Leher : Sedikit pusing
 Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
 Respirasi : Tidak ada keluhan
 Gastrointestinal : BAB lancar, sudah dapat BAB tanpa
menggunakan pencahar
 Urogenital : BAK masih menggunakan kateter, sudah
dapat nyeri pada ujung penis
 Muskuloskeletal : Kaki kanan merasa berat jika digerakkan,
tangan kanan melemah
 Kulit : Tidak ada keluhan

2.3. Status Psikiatri


- Cara berpikir : Linear
- Tingkah laku : Baik
- Kecerdasan : Baik
- Perasaan hati : Baik
- Ingatan : Sedikit lupa

2.4. Pemeriksaan Fisik


- Kesan : Lemah, belum mampu berjalan
- Kesadaran : Komposmentis
- GCS : E4V5M6
- Vital Sign :
 TD : 120/70 mmHg
 HR : 72 kali/menit
 RR : 20 kali/menit
 Suhu : 36,0o
- Tinggi Badan / Berat Badan : 163 cm / 60 kg

Kepala/leher
Wajah : Wajah tampak turun sisi dextra (+)
Mata :Anemis (-/-), ikterik (-/-),pupil isokor, diameter 3mm/3mm,
refleks cahaya (+/+) Kelopak mata turun tidak dapat menutup sempurna
dextra
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), perdarahan (-), sudut mulut dextra turun (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), Peningkatan JVP (-)

Thorax
Paru: Inspeksi : Bentuk dan besar dada normal, tampak simetris,
pergerakan simetris, retraksi supra sternum (-), retraksi
supraclavicula (-), retraksi infraclavicula (-), retraksi
intercosta (-)
Palpasi : Gerakan napas simetris D=S
Perkusi : Pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung: Inspeksi : Pemeriksaan tidak dilakukan
Palpasi : Pemeriksaan tidak dilakukan
Perkusi : Pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : S1 S2 Tunggal, Reguler. Mur-mur (-), Gallop (-), Suara
tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Penonjolan organ (-), bekas operasi (-), pelebaran vena (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), organomegali (-), asites (-)
Perkusi : Timpani dikeempat kuadran, acites (-)
Auskultasi : Bising usus (+), metalik sound (-)

Ekstremitas
Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), pucat (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik
Ekstremitas inferior: Akral hangat (+/+), pucat (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik

2.5. Pemeriksaan Muskuloskeletal


- Manual Muscle Testing (MMT)
 Skala MMT :
o Skala 0 : Tidak kontraksi otot
o Skala 1 : Terdapat kontraksi otot tetapi tidak ada
gerakan/kedutan otot
o Skala 2 : LGS penuh dan tidak dapat melawan
gravitasi
o Skala 3 : LGS penuh dan dapat menahan gravitasi
o Skala 4 : LGS penuh, dapat menahan gravitasi dan
dapat menahan tekanan yang diberi
o Skala 5 : Normal
 Ekstremitas
o Superior Dextra : Skala 2
o Superior Sinistra : Skala 5
o Inferior Dextra : Skala 2
o Inferior Sinistra : Skala 5
- Modified Asworth Scale (MAS)
 Skala MAS :
o Skala 0 : Tidak ada peningkatan tonus
o Skala 1 : Terdapat adanya tonus otot atau tahan pada akhir ROM
o Skala 2 : Terdapat peningkatan seidkit tonus otot ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan dan adanya tahanan minimal pada ROM. Sendi
masih dapat digerakkan
o Skala 3 : peningkatan tonus lebih nyata, pergerakan pasif sulit dilakukan
o Skala 4 : terdapat adanya rigid
 Ekstremitas
o Superior Dextra : Skala 1
o Superior Sinistra : Skala 0
o Inferior Dextra : Skala 1
o Inferior Sinistra : Skala 0
- Gaya Berjalan (Gait) : Tidak dapat dinilai
- Range Of Motion (ROM)
Spinal Movement Normal At Patient
Range
Lumbar Flexion 60o 60o
Extension 25o 25o
Lateral Flexion 25o 25o

Thoracic Rotation 30o 30o

Cervical Flexion 50o 50o


Extension 60o 60o
Rotation 80o 80o
Lateral Flexion 45o 45o

Upper Limb Joints Normal At Patient


Range
Elbow Flexion 140o 130o
Extension 0o 0o

Wrist Flexion 60o 60o (D/S)


Extension 60o 60o (D/S)
Ulnar Deviation 30o 30o (D/S)
Radial Deviation 20 20o (D/S)

Shoulder Abduction 180o 180o (D/S)


Flexion 180o 180o (D/S)
Extension 50o 50o (D/S)

Lower Limb Joints Normal At Patient


Range
Hip Flexion 100o 100o
Extension 30o 30o
Abduction 40o 20o
Adduction 20o 10o

Knee Flexion 150o 150o (D/S)


Extension 0o 0o (D/S)

Ankle Plantar Flexion 40o 40o (D/S)


Dorsal Flexion 20o 20o (D/S)

- Refleks Fisiologis (Tendon)


 Bisep : (+) D/S
 Trisep : (+) D/S
 Brachioradialis : (+) D/S
 Patella : (+) D/S
 Achilles : (+) D/S
- Refleks Patologis
 Hoffman : (-) D/S
 Tromner : (-) D/S
 Babinski : (-) D/S
 Chaddock : (-) D/S
 Oppenheim : (-) D/S
 Gordon : (-) D/S
 Schaffer : (-) D/S
 Gonda : (-) D/S
 Rossolimo : (-) D/S
- Functional Neuromuscular Examination
 Sitting : Baik
 Standing Balance : Tidak
 Eating Skill : Baik
 Dressing Skill : Perlu dibantu
 Personal Hygiene : Perlu dibantu
 Ambulasi : Dibantu menggunakan kursi roda

2.6. Tes Kortikal Luhur


- Tes Bahasa : Baik
- Tes Visuospasial : Baik
- Tes Praksis : Baik
- Tes Memori : Sedikit Menurun
- Tes Kalkulasi : Sedikit Menurun

2.7. Status Neurologis


- Nervus Kranialis I
 Subjektif : Tidak dapat dinilai
 Objektif : Tidak dapat dinilai
- Nervus Kranialis II
 Tajam Penglihatan : menurun pada okulo dextra
 Lapang Pandang : Baik
 Buta Warna : Tidak
- Nervus Kranialis III
 Pemeriksaan Pupil
o Diameter : D/S 0,3 cm
o Bentuk : Isokor
o Jarak : 6,5 cm
o Refleks : (+)
 Gerakan Bola Mata
o Strabismus : (-)
o Nistagmus : (-)
o Exopthalmus : (-)
- Nervus Kranialis IV
 Pergerakan mata : Normal
 Melihat kembar : (-)
- Nervus Kranialis V
 Sensorik (Sensibilitas wajah) : (+) terasa tebal
 Motorik (mengunyah) : (+)
- Nervus Kranialis VI
 Pergerakan mata ke lateral : (+)
- Nervus Kranialis VII
 Mengerutkan dahi : (+) menurun pada sisi dextra
 Menutup mata : (+) menurun pada sisi dextra (tidak mampu rapat
sempurna)
 Menggembungkan Pipi: (+)
 Perlihatkan Gigi : (+)
- Nervus Kranialis VIII
 Mendengar Suara : (+)
- Nervus Kranialis IX
 Refleks Uvula : tidak diperiksa
- Nervus Kranialis X
 Menelan : (+)
- Nervus Kranialis XI
 Memalingkan leher : (+)
- Nervus Kranialis XII
 Pergerakan Lidah : (+)
 Tremor Lidah : (-)
 Artikulasi : Baik
- Pemeriksaan Sensorik
 Ekstrapioseptik
o Raba : Baik
o Nyeri : Baik
o Suhu : Tidak dapat dinilai
 Propioseptik
o Gerak : Baik
o Getar : Tidak dapat dinilai
o Tekan : Baik
 Diskriminatif
o Diskriminasi 2 titik : Baik
o Topestesia (Melokalisasi tempat dan rasa raba) : Baik

2.8. Tes Koordinasi


- Ekuilibrium
 Tes Romberg : Tidak dapat dinilai
 Heel to toe walking : Tidak dapat dinilai
- Non Ekuilibrium
 Tes jari ke hidung : Baik
 Tes Pronasi Supinasi : Baik
 Telunjuk ke telunjuk : Baik
 Tes tumit : tidak dapat dinilai
2.9. Pemeriksaan Penunjang
Pasien pernah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dan didapatkan terdapat gambaran
stroke hemmoragik pada sisi kiri

2.10. Diagnosis
Stroke Hemoragik + Hemiparese dextra + disfonia

2.11. Diagnosis Banding


Stroke Non Hemoragik
Kelainan non neurologis / fungsional

2.12. Problem List


Tidak mampu mengangkat kaki dan tangan kanan
Tidak bisa bekerja
Tidak mampu mengeluarkan suara
Tidak dapat berjalan

2.13. Penatalaksanaan
- Terapi Farmakologis :
 Amlodipin
 Lanset
 Anti agregasi platetlet : Klopidogrel
 Metformin
- Non-Farmakologis
 Edukasi
o Kontrol rutin ke poli penyakit dalam, saraf, dan rehabilitasi medik
o Minum obat sesuai petunjuk secara teratur
o Makan makanan yang bergizi baik, rendah garam, rendah gula dan
rendah protein
o Memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya
o Memberikan penjelasan kepada pasien agar tetap semangat untuk
melakukan latihan rutin, dan memberikan penjelasan kepada keluarga
pasien agar dapat membantu dan mendukung pasien agar dapat
sembuh secara optimal
 Rehabilitasi Medik
o Fisioterapi : latihan ruang lingkup gerak sendi pasif seminggu 2 kali.
Imobilisasi bertahap, latihan duduk berdiri, latihan standing balance,
gait training, inhibin spastik anggota gerak bawah dan atas D, dan
strenghthens anggota gerak bawah dan atas D
o Okupasi terapi : latihan peningkatan activity daily living, latihan
motoric halus, ekstremitas inferior dan superior
o Terapi wicara : latihan artikulasi
o Ortotik prostetik : jika pasien sudah mampu berdiri stabil dapat
menggunakan tripod (bila pasien mampu untuk membeli)
o Psikologi : memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga
tentang penyakit dan prognosis penyakitnya jika penderita latihan terus
secara rutin
o Social medik : memberikan edukasi dan bimbingan kepada pasien
untuk berobat dan berlatih secara teratur; mengadakan edukasi dan
evaluasi terhadap lingkungan rumah

2.14. Goal Penatalaksanaan


- Mengurangi dan menghilangkan kecacatan akibat stroke
- Menurunkan tekanan darah
- Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut
- Mengembalikan kondisi seoptimal mungkin agar dapat melakukan aktifitas secara
mandiri

2.15. Prognosis
- Vitam : ad bonam
- Functionam : Dubia ad bonam
- Sanationam : Dubia ad bonam
Activity Daily Living Test (Barthel Indeks)

Bowels Transfer

0 = incontinent (or needs to be given enemata) 0 = unable – no sitting balance


1 = occasional accident (once/week) 1 = major help (one or two people, physical), can sit
2 = continent 2 = minor help (verbal or physical)
3 = independent
Scor : 1
Scor : 1
Bladder Mobility

0 = incontinent, or catheterized and unable to manage 0 = immobile


1 = occasional accident (max. once per 24 hours) 1 = wheelchair independent, including corners, etc.
2 = continent (for over 7 days) 2 = walks with help of one person (verbal or physical)
3 = independent (but may use any aid, e.g., stick)
Scor : 0
Scor : 0
Grooming Dressing
0 = needs help with personal care 0 = dependent
1 = independent face/hair/teeth/shaving (implements 1 = needs help, but can do about half unaided
provided) 2 = independent (including buttons, zips, laces, etc.)

Scor : 1 Scor : 1
Toileting
0 = dependent Stairs
1 = needs some help, but can do something alone 0 = unable
2 = independent (on and off, dressing, wiping) 1 = needs help (verbal, physical, carrying aid)
2 = independent up and down
Scor : 1
Scor : 0
Feeding Bathing
0 = unable 0 = dependent
1 = needs help cutting, spreading butter, etc. 1 = independent (or in shower)
2 = independent (food provided within reach)
Scor : 0
Scor : 1
Total Scoring 6
Stroke Hemoragik

Body function Activity Participation

 Pergerakan anggota gerak kanan  Sulit melakukan aktivitas sehari-hari  Pasien hanya berada di dalam rumah
terbatas seperti berjalan, berpakaian, toileting, dan sesekali keluar rumah dan
 Kelemahan otot anggota gerak kanan berkendara dan lain-lain berjemur, saat ingin keluar pasien
 Tidak mampu mengeluarkan suara membutuhkan orang lain untuk
saat berbicara menggunakan kursi roda

Environmental factors Personal factors

 Dukungan terapi dari keluarga sangat besar  Pasien sering melatih tangan kananya
 Health services: merupakan pasien bpjs  Riwayat penyakit yang sama pada
yang rutin melakukan terapi di poli keluarga (-)
rehabilitasi medik (fisioterapi, terapi  Usia 57 tahun dan laki-laki
okupasi, dan terapi wicara) dan poli Syaraf
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi dan Klasifikasi


Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang
sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke
dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau
gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu. 1
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan
aliran darah otak.6 Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :1
A. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun
trombosis.
B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari
21 hari.
C. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
D. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel
yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya
terjadi kematian neuron.7
Stroke non hemoragik dibagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:7
a. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak,
melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung
dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri
atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut 9 atau
menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi
atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung
berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga.
b. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat
dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri
karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan
stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah
terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit atherosklerosis.8

3.2. Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik


Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum
dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:8

1. Gangguan motoric
- Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)
- Penurunan kekuatan otot
- Gangguan gerak volunter
- Gangguan keseimbangan

20
- Gangguan koordinasi
- Gangguan ketahanan
2. Gangguan sensorik
- Gangguan propioseptik
- Gangguan kinestetik
- Gangguan diskriminatif
3. Gangguan kognitif, memori dan atensi
- Gangguan atensi
- Gangguan memori
- Gangguan inisiatif
- Gangguan daya perencanaan
- Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan kemampuan fungsional
- Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke
toilet dan berpakaian

3.3. Faktor Risiko Stroke Non Hemoragik


Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari
oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi,
dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:9
1. Tidak dapat dirubah :
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
- Genetik
2. Dapat dirubah :
- Hipertensi
- Merokok
- Diabetes
- Fibrilasi atrium
- Kelainan jantung
- Hiperlipidemia
21
- Terapi pengganti hormon
- Anemia sel sabit
- Nutrisi
- Obesitas
- Aktifitas fisik
3. Dalam penelitian lebih lanjut:
- Sindroma metabolik
- Penyalahgunaan zat
- Kontrasepsi oral
- Obstructive Sleep Apnea
- Migrain
- Hiper-homosisteinemia
- Hiperkoagulabilitas
- Inflamasi
- Infeksi

3.4. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan
otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.10
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100
gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400
gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah
aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh
curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian,
kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila
aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga
fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.11
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya
akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang
22
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.
Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol
Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya
dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-
neuron otak ini digunakan untuk keperluan :12
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport
dan pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di
luar sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang
ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui
transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang
menembus membran.13
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui
aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan
melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-5-metil-4-
isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA).
Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi
neumoral dan depolarisasi.19 Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan
mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.14

Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu
:12
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik

23
3.5. Diagnosis Stroke Non Hemoragik
3.5.1. Anamesis dan Pemeriksaan Fisik
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.8 Beberapa faktor dapat
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset
stroke seperti 8:
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis
dan hiponatremia.
3.5.2. Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).8
Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya
tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50%
pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut
dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi
trombolitik.10
24
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:15
1. CT Angiografi
2. CT Scan Perfusion
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.15

3.6. Diagnosis Banding


1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural,
tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multipel16,17

3.7. Penatalaksanaan
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang
perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi
setelah terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat.
Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul,
fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau
iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena
terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
1
hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: mencegah

25
2
cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark,
3
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, mencegah cedera neurologik lebih
lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih
lanjut oleh jenjang glutamat.6
3.7.1. Penatalaksanaan Fase Akut
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar
cedera jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah
tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.6
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu
/ mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin
perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai
patokan 5B, yaitu:18
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.18
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat
dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan
pemeriksaan funduskopi.18
3. Blood
- Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
- Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
- Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
- Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan
drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
- Keseimbangan elektrolit dijaga.18,19
4. Bowel
26
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh
diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien
tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.19
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti,
disertai latihan buli-buli.19

Penatalaksanaan komplikasi:13
- Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol
yang ada, lalu diturunkan perlahan.
- Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
- Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum
luas
- Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian
Mannitol bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan
dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid
tidak digunakan secara rutin.

Penatalaksanaan keadaan khusus:13


Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini:
- Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
- Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
- Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali
pengukuran selang 30 menit

Disertai infark miokard akut/gagal jantung19


- Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.

27
- Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.
- Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan
diobati penyebabnya.
- Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama
- Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,
- Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.

Penatalaksanaan spesifik:19
Pada fase akut dapat diberikan:
- Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
- Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
- Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin
3.7.2. Penatalaksanaan Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke.
Untuk stroke infark diberikan : 20
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur

Rehabilitasi

28
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan
psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu
stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus
di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.20

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:20
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.

Tabel 3.1. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke20


Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5  Evaluasi ambulasi
 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10  Aktifitas berpindah
 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan
2-3 minggu  Team/family planing
 Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu  Home program
 Independent ADL, tranfer, mobility

29
10-12 minggu  Follow up
 Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang
perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai
keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan
bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.20
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih
orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah.
Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin.
Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada
fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat
diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.20

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :20


1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

3.8. Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi
yang sesuai.21 Komplikasi pada stroke yaitu:21
30
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
- Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya
menimbulkan kematian.
- Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
- Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit
neurologis.
- Nyeri kepala
- Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
- Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi
kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada
pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
- Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
- Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus
stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid
pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2
pada pasien stroke ini.
- Stroke rekuren
- Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
- Deep vein Thrombosis (DVT)
31
- Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
- Stroke rekuren
- Abnormalitas jantung
- Kelainan metabolik dan nutrisi
- Depresi
- Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

3.9. Pencegahan
Pencegahan primer22
1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan
penyakit vaskular lainnya
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke
3. Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
4. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
5. Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
vaskular aterosklerotik lainnya.
6. Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur

Pencegahan sekunder22
1. Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko lainnya
- Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
- Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
- Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
- Berhenti merokok
- Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
- Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan:
- Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan
pertama, dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari

32
- Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien
dengan faktor risiko penyakit jantung.

3.10. Prognosis
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara
sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal
ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa
seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.17
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit
48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu
dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi
komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali
normal seperti sebelum serangan stroke.17
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien
stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari
kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.17
Kehilangan fungsi juga dapat terjadi pada pasien stroke. Kehilangan fungsi
yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments, disabilitas
dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut: 1
1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan oleh stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi,
terapi okupasional ditunjukkan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas : merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk
berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang yang sehat.
3. Handicaps : merupakan halangan atau gangguan pada seorang penderita
stroke untuk berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan
disabilitas.
Dalam uji klinik, Indeks Barthel merupakan skala yang sering digunakan
untuk menilai keluaran dan merupakan pengukuran yang dipercaya dapat

33
memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah
stroke.5
Indeks Barthel telah dikembangkan sejak tahun 1965 dan kemudian
dimodifikasi oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran
performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke dalam
2 kategori yaitu:5
1. Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain : makan,
membersihkan diri, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air
kecil, penggunaan toilet.
2. Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan,
berpindah dan menaiki tangga.
Skor maksimum dari Indeks Barthel ini adalah 100 yang menunjukkan bahwa
kemampuan fungsional penderita sangat mandiri dan dapat melakukan aktifitas
sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain, sedangkan skor terendah adalah 0 yang
menunjukkan bahwa penderita mengalami ketergantungan total untuk dapat
melakukan aktifitas sehari-hari.5

34
BAB III
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi


neurologis (deficit neurologis fokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke non hemoragik / stroke iskemik) atau pembuluh darah spontan (stroke
hemoragik). Penyebab stroke non hemoragik dikarenakan trombus dan emboli.
Gejala klinik yang dapat diperlihatkan oleh penderita stroke non hemoragik terdiri
dari 2 bagian yakni gangguan pada sistem karotis dan gangguan pembuluh darah
vertebrobasilaris. Kebanyakan pada penderita stroke non hemoragik pasien datang
dengan defisit neurologis yang telah ada yang didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat dan kesadaran biasanya tidak menurun. Insidens penyakit
strok iskemik hampir 55% terkena pada usia tua dengan umur ≥75 tahun. Sisanya
yaitu sebanyak 35,8% adalah mereka yang berumur 65 tahun.
Pengobatan non hemoragik stroke dibagi menjadi 2 bagian yakni
pengobatan pada fase akut dan fase sub akut. Pada fase akut (hari 0-14 sesudah
onset penyakit) sedangkan fase paska akut diberikan setelah fase akut berlalu,
sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan
pencegahan terulangnya strok. Adapun pencegahan dari strok itu sendiri yakni
pertama, dengan menjalankan perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua,
pengendalian faktor-faktor risiko secara optimal harus dijalankan. Ketiga,
melakukan medical check up secara rutin dan berkala dan si pasien harus
mengenali tanda-tanda dini stroke.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Reducing Risks, Promoting Healthy Life


[Internet]. The World Health Report 2002. 2002 [cited 2019 Apr 10].
Available from: http://www.who.int/whr/2002/en
2. Mischbach J. Pola Klinis Stroke Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2007.
3. Jusuf B. Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar Prosedur
Operasional Neurologi. Jakarta: Rafika Aditama; 2013.
4. Anderson J. The Nurse Practitioner. 2014. 25 p.
5. Mahoney F, Barthel D. Functional Evaluation : The Barthel Index. Md
State Med J. 1965;14;61-65.
6. Hartwig M. Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;
2005. 1106-32 p.
7. Mardjono M. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2006. 270-293
p.
8. Hassmann KA. Ischemic [Internet]. Stroke. [cited 2019 Apr 10]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-
%0Aoverview#showall
9. Goldstein L, Adams C, Alberts M. Primary Prevention of Ischemic Stroke.
Circ AHA J. 2006;113:873-923.
10. Sjahrir H. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung; 2003. 1-3 p.
11. Jenie M, Yudiarto L. Patofisiologi Stroke. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 1992. 17-26 p.
12. Warlow C. Stroke, In: A Practical Guide to Management. London:
Blackwell Science; 1996. 1-286; 356-59; 385-429; 548-52 p.
13. Basha A. Hipertensi : Faktor Resiko dan Penatalaksaan Hipertensi. 2004.
36
14. Meng W, Tobin J, Busija D. Glutamate induced cerebral vasodilatation in
mediated by nitric oxide through NMDA receptors. AHA J. 1995;26: 857-
863.
15. Herman GT. Fundamentals of computerized tomography: Image
reconstruction from projection. Springer; 2009.
16. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadjah mada university
press; 2005. 67-70 p.
17. Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar prosedur
operasional. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.
19-23 p.
18. Aliah A, Kuswara F, Limoa R, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Yogyakarta: Gadjah mada university press;
2005. 81-82 p.
19. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik.
Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2010. 2-4 p.
20. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
Jakarta: PT Buana Ilmu Populer; 2006.
21. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri. Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta: PERDOSSI; 2000.
22. Tobing S. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam:
Cermin dunia kedokteran [Internet]. Cermin dunia kedokteran. 2007 [cited
2010 Apr 10]. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredara
nOtak.pdf/07G

37

Anda mungkin juga menyukai