Perubahan Perilaku PDF
Perubahan Perilaku PDF
Disusun Oleh :
NIM :1851700039
SUKOHARJO
2019
1
TUGAS PERUBAHAN PERILAKU KESEHATAN
Disusun Oleh :
NIM :1851700039
SUKOHARJO
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen Mata Kuliah Keperawatan medikal bedah yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
PENULIS
DIANATI DURAH N
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PEMBAHASAN
PEMBAHASAN ……………………………………………………14
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN ……………………………..……………………..16
B. SARAN …………………………………………..………..16
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan
prevalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang
setiap tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi
makanannya tidak memadai dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene dibawah normal (Tjay
dan Rahardja, 2007).
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita
tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah
penderita tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat
Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebanyak 429.000 orang. Pada Global
Report WHO 2010, didapat data TBC Indonesia, total seluruh kasus TBC tahun 2009 sebanyak 294.731
kasus, dimana 169.213 adalah kasus TBC baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TBC BTA negatif,
11.215 adalah kasus TBC ekstra paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah kasus
pengobatan ulang diluar kasus kambuh (Anonimc, 2011).
Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat pada parenkim paru yang tidak mempunyai
reseptor batuk. Gejala batuk kronik TB paru anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus
sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk berulang dapat timbul karena anak dengan TB
mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami Infeksi Respiratorik Akut (IRA)
berulang, diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Permasalahan infeksi Tuberkulosis
setiap tahun semakin meningkat bahkan tuberkulosis anak lebih komplek dibandingkan dengan penderita
dewasa. Kasus TB paru pada anak rentan terjadi pada umur 0-14 tahun dimana sumber penularan TB anak
adalah penderita TB dewasa yang mempunyai kontak erat dengan anak, yaitu salah satunya adalah anggota
keluarga. Pasien TB dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar dari pasien TB dengan BTA negatif. Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang
5
menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya malnutrisi. Adanya infeksi TB dan
malnutrisi pada anak dapat mengganggu pertumbuhannya. Pertumbuhan anak dapat dipantau melalui
berat badan ataupun tinggi badan dan dibandingkan dengan nilai standar berat badan ataupun tinggi badan
berdasarkan usia.
Penyakit TB paru merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Pengobatan TB paru memerlukan
waktu selama 3 bulan sampai dengan 1 tahun. Strategi penyembuhan TB paru jangka pendek dapat
dilakukan dengan pengawasan secara langsung, menggunakan strategi Directly Observed Treatment
Short-course (DOTS), maka hal tersebut akan membantu proses penyembuhan TB paru secara cepat
Dalam Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2006 penyembuhan TB paru dapat
dilakukan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), Standar obat yang dipakai adalah INH,
rifampisin, pirazinamide, streptomisin dan etambutol. Kategori anak menggunakan obat yaitu: isoniazid,
rifampisin dan pirazinamid yang diberikan setiap hari pada 2 bulan pertama dilanjutkan dengan isoniazid
dan rifampisin yang diberikan setiap hari pada 4 bulan berikutnya. Besarnya dosis ditentukan berdasarkan
berat badan anak. Penggunaan OAT harus teratur sesuai waktu yang ditentukan, jika tidak teratur akan
menimbulkan Multi Drugs Resistence (MDR) jika pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
komplikasi berbahaya hingga kematian
Menurut WHO tahun 2014 Tuberculosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Sebesar 9,6 juta jiwa terjangkit penyakit Tuberkulosis dan 1,5 juta
diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Berdasarkan global report TB tahun 2015 diperkirakan
angka kejadian TB Paru di Indonesia sebanyak 1 juta kasus baru per tahun. Berdasarkan data terbaru di
provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk yang terdeteksi menderita penyakit Tuberkulosis
atau Case Detection Rate (CDR) per kabupaten7. Di wilayah Getasan kasus Case Notification Rate (CNR)
28,91 per 100.000 penduduk di tahun 20148. Kasus TB paru anak usia 0-14 tahun di Jawa Tengah tahun
2015 sebesar 7,51%, angka tersebut meningkat dibandingkan kasus TB paru anak tahun 2014 yaitu 6,63%.
Ada sebanyak 2.975 anak yang tertular TB paru. Untuk wilayah Semarang pada tahun 2014 kasus TB
paru pada anak sebesar 432 kasus. Kasus TB paru anak pada usia 0-14 tahun di wilayah Getasan mencapai
0,35% pada tahun 20148. Di Indonesia sebanyak 1,5 juta anak meninggal akibat TB Paru pada tahun 2014.
Tingginya prevalensi kejadian TB paru pada anak setiap tahunnya, maka peran orang terdekat penting
untuk kesembuhan anak dan mengurangi angka terjadinya TB paru. Dukungan keluarga yang diterima
penderita TB dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap peran keluarga dalam mendorong kesembuhan,
terlebih lagi perannya sebagai Pengawas Minum Obat (PMO). Persepsi terhadap peran keluarga sebagai
6
PMO adalah pandangan dan penilaian penderita TB terhadap interaksi dengan keluarga berupa informasi,
perhatian, dorongan dan bantuan dari PMO sehingga memunculkan kualitas hubungan yang dapat
memengaruhi kesembuhan penderita.
Motivasi dari keluarga dapat memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas juga
memengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Hal tersebut didukung dengan penelitian
Hendiani N, Sakti H, Widayati CG didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara persepsi dukungan
keluarga sebagai pengawas minum obat dan efikasi diri penderita Tuberculosis di BKPM Semarang9.
Penanganan TB paru sangat memerlukan dukungan dan peran dari keluarga untuk mencapai keberhasilan
pengobatan. Pengobatan TB paru merupakan pengobatan jangka panjang. Selama pengobatan, pasien
harus benar-benar disiplin dalam meminum obat dan melakukan kontrol ke dokter secara rutin sampai
dianggap sembuh total. Pada anak pengobatan memerlukan pengawasan yang intensif mengingat sikap
anak yang sulit akan minum obat. Sehingga tujuan peneliti mendeskrispsikan peran keluarga dalam
merawat anak dengan TB paru.
B. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dihadapi oleh keluarga adalah bagaimana peran perilaku keluarga kepada anak
penderita TB paru, kurangnya pengetahuan tentang TB paru membuat keluarga tidak tahu
bagaimana cara mengobatinya.
C. TUJUAN
1. Perubahan perilaku peran keluarga untuk lebih memperhatikan anak yang terkena TB paru.
2. Perubahan perilaku keluarga yang mengerti akan pengertian penyakit TB paru.
3. Pemberian edukasi kepada keluarga dan anak untuk mengobati penyakit TB paru.
D. METODE
1. Metode yang dilakukan adalah dengan Teori PRECED-PROCEED ( Lawrence Green :
1991)Perilaku kesehatan ditentukan oleh faktor : Predisposing factors, terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai Enabling factors, tersedianya atau tidak
tersedianya fasilitas Reinforcing factors, terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau dari kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TERORI
1. Pengertian TBC
Penyakit tuberculosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Mikroorganisme penyebab TBC bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
mengandung oksigen seperti di paru-paru karena kandungan oksigennya sangat tinggi. TBC tidak
hanya menyerang di paru-paru namun organ lain seperti sistem saraf pusat, sistem limfatik, sistem
genitourinari, articulatio dan peritoneum. Bakteri ini dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk,
lembap dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun1. Gejala umum dari TB paru adalah:
batuk berdahak yang bercampur dengan darah selama 3 minggu atau lebih, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan, pucat, serta nyeri dada.
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi
angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan
terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah
India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di
dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun
1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance
memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan
262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
8
Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC
paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TBC
2. Penyebab TBC
Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis)
yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman
ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Percikan
dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan
setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita TBC.
Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk.
9
Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas
atau efusi pleura.
10
Gejala khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit
dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.
d. Pada anak–anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang – kejang.
5. Cara pencegahan TBC
Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
a. Menyembuhkan penderita.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Menurunkan tingkat penularan.
Cara pencegahan TBC :
b. Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa
sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
c. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
d. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah segera
dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
e. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh penderita.
f. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG. Karena
vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.
11
B. TINJAUAN TEORI PERILAKU
1. Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer : 1977 )
Menurut teori ini perilau manusia merupakan sutu proses sekaligus hasil interaksi antara
Antecedent Behavior Consequences
1. Antecedent : trigger, bisa alamiah ataupun man made
2. Behavior : reaksi terhadap antecedent
3. Consequences : bisa positif( menerima), atau negatif ( menolak )
1. Behavior intention
2. Social support
3. Accessibility to information
4. Personal autonomy
5. Action situation
12
BAB III
INTERVENSI PERUBAHAN PERILAKU
C. TAHAPAN INTERVENSI
Tahapan yang diadaptasi untuk mengobati TB paru pada anak adalah :
1. Prekontemplasi
Keluarga Penderita tidak mengerti bagaimana cara untuk sembuh
Mungkin alasannya : Kurangnya pengetahuan tentang TB paru,ketidaktahuan efek dari TB paru,
Strategi : menciptakan kesadaran mengenai pengetahuan TB paru dan manfaat hidup sehat minum
obat secara teratur.
2. Kontemplasi
Keluarga & penderita dimotivasi untuk mengobati TB paru tersebut.
Stategi : penekanan kepada keluarga akan rutin untuk berobat agar penyakitnya segera sembuh.
3. Tindakan
Keluarga & penderita merencanakan pengobatan TB paru dalam 6 bulan berturut-turut.
Strategi : memberi dukungan positif, memberi edukasi tentang TB paru
4. Pemeliharaan
Keluarga & penderita harus mengobati TB paru selama 6bulan berturut-turut.
Strategi : Memberikan dukungan agar cepat sembuh, peran keluarga sangat dibutuhkan ketika
seperti ini
5. Terminasi
Pada tahap ini stabil dimana keluarga dan penderita TB paru sudah stabil , penderita harus periksa
secara rutin.
13
D. APLIKASI INTERVENSI
14
BAB IV
PEMBAHASAN
Pemahaman Ny.R mengenai definisi penyakit TB paru, secara umum mengatakan bahwa TB paru
merupakan penyakit flek. Menurut Lippincott TB paru merupakan infeksi akut atau kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis yang mengenai bagian paru, namun bakteri
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menyerang organ lain seperti pleura, selaput otak, kulit, kelenjar
limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan lain-lain11.Penyebab TB paru disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-
0,6 mm12. Mycobacterium tuberculosis dengan mudah ditularkan melalui percikan dahak (droplet) dari
penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan.
Penyakit TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur dan adekuat
dengan lama pengobatan selama enam sampai delapan bulan, bahkan lebih dari satu tahun. Pengobatan
TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan17. Penanganan TB Paru sangat
memerlukan peran aktif dari penderita dan keluarga sebagai sistem yang mendukung. Hal ini disebabkan
karena pengobatan TB paru adalah pengobatan jangka panjang dan penderita harus minum obat. Selama
pengobatan, pasien harus benar-benar disiplin dalam meminum obat dan melakukan kontrol ke dokter
secara rutin sampai dianggap sembuh total. Jika hal ini tidak dilakukan maka proses pengobatan TB
menjadi tidak tuntas sehingga bakteri TB menjadi resisten dan berkembang menjadi MDR (Multi Drugs
Resistence)18. Limbu R & Marni dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa peran keluarga sangatlah
mendukung proses pengobatan pasien TB
Pada penderita Tuberkulosis paru, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya dalam
memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik akan tetapi juga perawatan secara psikososial.
Peran keluarga sangat penting sebagai motivator, edukator dan pemberi perawatan terhadap anggota
keluarganya yang menderita Tuberkulosis paru. Hal tersebut juga didukung dengan hasil penelitian
Hannan Mujib bahwa peran keluarga untuk perawatan pasien TB paru sangat penting. Semua riset
partisipan berperan dalam pendampingan anak setiap hari. Pendampingan dilakukan riset partisipan dalam
sekolah, hubungan sosial dan juga nutrisi anak. Riset partisipan memerhatikan dan mengontrol anak setiap
hari, karena anak setiap hari selalu berada didekat orang tua sehingga orang tua yang berperan dalam
pendampingan anak.
15
Peran keluarga adalah seberapa besar perhatian yang diberikan oleh setiap angggota keluarga pada
penderita penyakit TB paru dalam hal terapi pengobatan. Keluarga harus aktif dalam ikut merawat
penderita, mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan penderita, sikap keluarga
terhadap penderita, keaktifan keluarga mencari informasi tentang perawatan terhadap penderita. Hal ini
dikarenakan keluarga merupakan orang terdekat dari penderita dan juga sesuai dengan salah satu fungsi
keluarga yaitu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
16
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Keluarga sangatlah penting dalam proses pengobatan, upaya pengawasan minum obat (PMO) dan
pendampingan anak setiap hari. Mengingat pengobatan TB paru yang rutin selama 6 bulan, dan sikap anak
yang belum bisa mandiri dalam berobat juga minum obat. Namun disisi lain pengetahuan riset partisipan
tentang TB paru masih sederhana, sehingga perlu penambahan wawasan bagi keluarga untuk
memaksimalkan peran keluarga bagi anak dalam proses pengobatan, pengawasan minum obat (PMO) juga
pendampingan anak setiap hari.
B. SARAN
Ini hanya sebatas gambaran peran keluarga terkhusus orang tua anak yang menderita TB paru,
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan spesifik terhadap peran keluarga yang tinggal serumah
bukan hanya orang tua anak dalam merawat anak yang menderita TB paru
17