Anda di halaman 1dari 16

Maryam Hasymia

26110170127
Tugas Pendahauluan Modul 4 dan 5

1. Jelaskan penggolongan obat antidepresi1. Jelaskan penggolongan obat anti depresi!


 Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitors (SSRI)
Obat golongan SSRI akan meningkatkan 5-HT di celah sinaps sehingga
meningkatkan aktivitas autoreseptor dan menghambat pelepasan 5-HT sehingga
kadarnya akan turun. Contoh obat golongan ini adalah Fluxetine, paroxetine,
sertraline, dan citalopram.
 Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSNRI)
Obat antidepresan glongan ini menghambat serotonin dan norepinefrin agar tidak
diserap kembali oleh saraf. Contoh golongan obat ini Effexor, Cymbalta dan
edronax.
 Trisiklik
Mekanisme kerja dari golongan trisiklik adalah dengan memblok reuptake
noaradrenalin dan serotonin yang menuju presinaps. Contoh golongan obat ini adalah
iimipramine, amitriptyline, clomipramine, dan doxepine.
 Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Golongan obat ini menghambat enzim Monoamine oksidase yang dapat
menghancurkan serotonin, epinefrin, dan dopamine dimana ketiga ini merupakan
neurotransmitter untuk perasaan bahagia. Contoh golongan obat ini adalah parnate,
nardil dan marplan.
(Nash dan Nutt, 2007).

2. Jelaskan perbedaan depresi, stress, dan frustasi!


Depresi
Depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang psikopatologis, yang disertai perasaan
sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan
berkurangnya aktivitas. Depresi dapat merupakan suatu gejala, atau kumpulan gejala
(sindroma). (Kusumanto dan Iskandar,1981).
Stress
Secara garis besar ada empat pandangan mengenai stres, yaitu: stres merupakan
stimulus, stres merupakan respon, stres merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan, dan stress sebagai hubungan antara individu dengan stressor.
a) Stres Sebagai Stimulus
Menurut konsepsi ini stres merupakan stimulus yang ada dalam
lingkungan (environment). Individu mengalami stres bila dirinya
menjadi bagian dari lingkungan tersebut. Dalam konsep ini stres
merupakan variable bebas sedangkan individu merupakan variabel
terikat.Stress sebagai stimulus dapat dicontohkan: lingkungan sekitar
yang penuh persaingan, misalnya di terminal dan stasiun kereta api menjelang
lebaran. Mereka yang ada di lingkungan tersebut, baik itucalon penumpang,
awak bus atau kereta api, para petugas, dst., sulit untuk menghindar dari
situasi yang menegangkan (stressor) tersebut. Hal serupa juga dapat diamati
pada lingkungan di mana terjadi bencana alam atau musibah lainnya, misalnya
banjir, gunung meletus, ledakan bom di tengah keramaian, dst.
b) Stres Sebagai Respon
Konsepsi kedua mengenai stres menyatakan bahwa stress merupakan
respon atau reaksi individu terhadap stressor. Dalam konteks ini stress
merupakan variable tergantung (dependen variable) sedangkan stressor
merupakan variable bebas atau independent variable.
Respon individu terhadap stressor memiliki dua komponen, yaitu:
komponen psikologis, misalnya terkejut, cemas, malu, panik, nerveus, dst. dan
komponen fisiologis, misalnya denyut nadi menjadi lebih cepat, perut mual,
mulut kering, banyak keluar keringat dst.
c) Stres Sebagai Interaksi antara Individu dengan Lingkungan
Menurut pandangan ketiga, stress sebagai suatu proses yang meliputi
stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu
dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dan lingkungan yang saling
mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional. Dalam konteks stres
sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan, stres tidak dipandang
sebagai stimulus maupun sebagai respon saja, tetapi juga suatu proses di mana
individu juga merupakan pengantara (agent) yang aktif, yang dapat
mempengaruhi stressor melalui strategi perilaku kognitif dan emosional.
Konsepsi di atas dapat diperjelas berdasarkan kenyataan yang ada.
Misalnya saja stressor yang sama ditanggapi berbeda-beda oleh beberapa
individu. Individu yang satu mungkin mengalami stres berat, yang lainnya
mengalami stres ringan, dan yang lain lagi mungkin tidak mengalami stres.
Bisa juga terjadi individu memberikan reaksi yang berbeda pada stressor yang
sama.
1) Kondisi individu, seperti: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin,
temperamen, inteligensi, tingkat pendidikan, kondisi fisik, dst.
2) Karakteristik kepribadian, seperti: introvert atau ekstrovert, stabilitas emosI
secara umum, ketabahan, locus of control, dst.
3) Variabel sosial-kognitif, seperti; dukungan sosial yang dirasakan, jaringan
sosial, dst.
4) Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima,
integrasi dalam jaringan sosial, dst.
5) Strategi coping.
Konsep stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan dapat
digambarkan sebagai berikut. Gambar 3 menggambarkan reaksi individu
terhadap stressor yang sama, ternyata bisa berbeda, dan gambar 4
menggambarkan reaksi beberapa individu terhadap stressor yang sama,
ternyata juga bisa berbeda-beda
d) Stres Sebagai Hubungan antara Individu dengan Stressor
Stres bukan hanya dapat terjadi karena faktor-faktor yang ada di
lingkungan. Bahwa stressor juga bisa berupa faktor-faktor yang ada dalam diri
individu, misalnya penyakit jasmani yang dideritanya, konflik internal, dst.
Oleh sebab itu lebih tepat bila stres dipandang sebagai hubungan antara
individu dengan stressor, baik stressor internal maupun eksternal. Menurut
Maramis, stress dapat terjadi karena frustrasi, konflik, tekanan, dan krisis.
1) Frustrasi merupakan terganngunya keseimbangan psikis karena tujuan
gagal dicapai.
2) Konflikadalahterganggunyakeseimbangankarenaindividu bingung
menghadapi beberapa kebutuhan atau tujuan yang harus dipilih salah
satu.
3) Tekanan merupakan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan oleh
individu. Tekanan bisa datang dari diri sendiri, misalnya
keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu.
Tekanan juga bisa datang dari lingkungan.
4) Krisis merupakan situasi yang terjadi secara tiba-tiba dan yang dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan.
(Musradinur, 2016).
Frustasi
Frustrasi, dari bahasa Latin frustratio, adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat
terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi
dirasakan. Rasa frustrasi bisa menjurus ke stres. Frustasi adalah suatu keadaan dalam diri
individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat
adanya halangan/rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan tersebut. (Ardani
et al,2007).
3. Bagaimana mekanisme kerja kafein dan diazepam?
a. Kafein
Kafein merupakan senyawa turunan alkaloida basa purin atau xantine berwujud
kristal yang berwarna putih. Produksi kafein oleh tanaman yaitu sebagai pestisida
alami untuk pertahanan diri terhadap serangga yang akan memakan tanaman yang
mengandung kafein. Dianata tanaman yang mengandung kadar kafein tertinggi adalah
kopi (Coffea arabica), teh (Camelia sinensis), cokelat (Theobroma cacao), dan kola
(Cola acuminata)
Mekanisme kerja kafein yaitu dengan menghambat enzim fosfodiesterase dan
menyekat reseptor adenosin, serta menginduksi translokasi kalsium intraseluler.
Reseptor adenosin menyebabkan bronkokonstriksi, mengurangi agregasi dan
menghambat pelepasan renin. Struktur kafein yang mirip kafein akan menggantikan
posisi adenosin yang akan berikatan dengan reseptor di otak. Efek dari kafein
menyebabkan peningkatan aktivitas sistem syaraf pusat (SSP), dengan meningkatnya
aktivitas mental dan membuat tubuh tetap terjaga. Kafein juga berefek meningkatkan
hormon adneralin pada darah, hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas di otot
jantung ketika memompa darah sehingga akan meningkatmya tekanan darah yang
menyebabkan aliran darah ke berbagai organ tubuh meningkat (Orru, et al. 2013).
Kafein juga menstimulasi pelepasan norepinefrin, meningkatkan kerja cGMP,
menghambat pemecahan cAMP, dan meningkatkan efek kerja dari postsinaps, serta
berpengaruh terhadap serotonin dan reseptor GABA (Maughan dan Griffin. 2003).

b. Diazepam
Diazepam merupakaan jenis obat golongan benzodiazepine yang mempengaruuhi
sistem saraf otak serta menyebabkan efek penenang. Mekanisme diazepam yaitu
dengan bekerja pada sistem GABA, dengan memperkuat hambatan neuron GABA.
Adanya interaksi benzodiazepin, meningkatkan afinitas GABA terhadap reseptornya,
yang akan mengakibatkan kerja GABA meningkat. Jika reseptor GABA aktif maka
saluran ion klorida akan terbuka menyebabkan ion Cl akan lebih banyak masuk ke
dalam sel. Menyebabkan meningkatnya jumlah ion klorida akan menyebabkan
hiperpolarisasi sel, yang mengakibatkan kemampuan sel berkurang (Katzung, 2002).

4. Sebutkan dan jelaskan golongan neurotransmitter!


(Campbell, et al., 2004).
(Sukohar, 2015).
(Wulandari dan Hendarmin, 2015).

Golongan neurotransmiter dibagi tiga, yaitu neurotransmiter asetilkolin, katekolamin,


dan asam amino. Dopamin dan norepinefrin merupakan glongan katekolamin. Serotonin
adalah golongan indolamin (Wulandari dan Hendarmin, 2015). Sedangkan, glutamat,
GABA, dan glisin adalah golongan neurotransmiter asam amino. Glutamat adalah
neurotransmiter eksitatorik yang utama dalam sistem saraf pusat. GABA adalah
neurotransmiter inhibitorik utama di sistem saraf pusat. Asetilkolin, dopamin, histamin, dan
norepinefrin adalah golongan neurotransmiter katekolamin yang beredar luas dan
mempunyai befungsi penting didalam mengatur mekanisme tidur-bangun yang dimodifikasi
untuk penggunaan anestesia yang general (Pradnyawati dan Sucandra, 2017).

 Asetilkolin

Asetilkolin (ACh) berfungsi penting dalam sistem saraf otonom. Sistem ini
mempunyai fungsi dalam mengatur kebutuhan serta aktivitas tubuh. Sistem saraf ini
berperan penting pada sel saraf motorik visceral yang mempersarafi otot polos organ
dalam, kelenjar eksokrin, serta otot jantung (Sukohar, 2015).

Dalam sitoplasma, ACh disintesis dari Acetyl-CoA dan Choline dengan proses
katalisis oleh enzim choline acetyltransferase atau dapat disingkat menjadi ChAT.
Disintesis Acetyl-CoA di mitokondria yang berjumlah banyak di ujung-ujung saraf
(nerve ending). Dari cairan ekstraseluler, choline ditranspor ke neuron terminal oleh Na-
dependent carrier membrane. Hemicholinium adalah kelompok obat yang dapat
memblok carier ini. Dari sitoplasma, ACh yang telah disintesis akan ditranspor ke
vesikel-vesikel oleh antiporter yang bertugas memindahkan proton (carrier B).
Vesamicol dapat memblok transporter ini. ACh dibuat dalam jumlah yang banyak, yaitu
dapat mencapai 1000-50000 molekul dalam satu vesikel (Sukohar, 2015).

(Sukohar, 2015).

 Norepinefrin
Norepinefrin berperan sebagai neuromodulator di CNS dan hormon di aliran
darah. Norepinefrin adalah salah satu neurotransmiter di dalam sistem saraf peripheral.
Dopamin mensintesis norepinefrin disintesis dengan dibantu oleh enzim dopamin β
hidroksilase (DBH) serta kofaktor yaitu Cu, oksigen, dan vitamin C. Apabila sitoplasma
adalah tempat sintesis dopamin, maka norepinefrin akan disintesis di tempat
penyimpanan vesikel neurotransmitter (Wulandari dan Hendarmin, 2015). Norepinefrin
yang disintesis akan disimpan di dalam vesikel hingga terjadi stimulasi. Tetapi,
norepinefrin ada yang disimpan juga pada sitoplasma (Sukohar, 2015). Sel
membutuhkan epinefrin (adrenalin) yang dapat disintesis dari norepinefrin dengan
dibantu oleh enzim phentolamine N-methyltransferase (PNMT) (Wulandari dan
Hendarmin, 2015).

(Wulandari dan Hendarmin, 2015).


(Sukohar, 2015).

 Dopamin

Dopamin adalah neurotransmiter yang termasuk monoamin. Dopamin disintesis


dari asam amino tirosin yang terhidroksilasi. Tirosin hidrosilase dan dopa
dekarboksilase merupakan enzim kunci dari sintesis dopamin. Tirosin dapat disintesis
dari fenilalanin dengan bantuan enzim fenilalanin hidroksilase yang terjadi di hati dan
dibawa menuju otak oleh tranporter asam amino. Tirosin dapat diubah menjadi DOPA
di otak dan hasil akhirnya menjadi dopamin. Kofaktor dalam membuat DOPA dari
tirosin, antara lain adalah oksigen, THB (tetrahidrobiopterin), dan besi. Kofaktor untuk
dopa dekarboksilase ialah piridoksal fosfat atau dapat disingkat menjadi PLP. Reseptor
dopamin ada dua, yaitu D1 (stimulator) serta D2 (inhibitor) (Wulandari dan Hendarmin,
2015).
(Wulandari dan Hendarmin, 2015).

 Serotonin

Nama lain serotonin adalah 5-hidroksitriptamin (5HT). Serotonin adalah


neurotransmiter monoamin. Triptofan yang mengalami dekarboksilasi dan hidroksilasi
akan menghasilkan serotonin. Di gastrointestinal pada sel enterokromafin, banyak
ditemukan 5HT (90%), sedangkan yang lainnya dapat ditemukan pada SSP dan platelet
(Wulandari dan Hendarmin, 2015).
Serotonin mempunyai peran penting dalam memodulasi marah, suhu tubuh,
perasaan, agresif. mengantuk, seksual, dan rasa lapar, serta metabolisme (Wulandari dan
Hendarmin, 2015).

Ada tujuh jenis reseptor serotonin, yaitu 5HT1 - 5HT7. 5HT1 mempunyai 6
subtipe yaitu 5HT1A - 5HT1F. Biasanya, reseptor 5HT merupakan reseptor yang
mempunyai pengaruh terhadap protein G, kecuali 5HT3 karena 5HT3 adalah reseptor
kanal ion. Pada prasinaps ataupun pasca sinaps dapat ditemukan beberapa reseptor 5HT
(Wulandari dan Hendarmin, 2015).

Serotonin dan reseptornya ada di sistem saraf pusat ataupun perifer dan ada juga
ditemukan di sistem kardiovaskuler, usus, dan darah (Setiawati, 2013).

(Wulandari dan Hendarmin, 2015).

 GABA (Asam gamma amino butirat)


GABA adalah derivat asam amino g-aminobutirat atau 4- aminobutirat. GABA
adalah inhibitor ketika penyaluran atau transmisi presinaps pada sistem saraf pusat dan
retina. GABA dihasilkan dari dekarboksilasi glutamat dengan bantuan enzim glutamat
dekarboksilase (GAD). GABA mengalami proses daur ulang di CNS melalui reaksi
GABA shunt dalam sel glial dan akhirnya menjadi glutamin. GABA memiliki 2 reseptor,
yaitu antara lain adalah GABA-A dan GABA-B. GABA-A mempunyai pengaruh
terhadap kanal Cl. GABA- B mempunyai pengaruh terhadap kanal K (Wulandari dan
Hendarmin, 2015).

(Wulandari dan Hendarmin, 2015).

Target kerja obat-obatan anestesi seperti propofol, thiopental, dan etomidat adalah
reseptor GABA. Obat anestesi ini akan saluran ion klorida apabila dalam konsentrasi
tinggi. Apabila obat-obat ini dalam konsentrasi rendah, maka sensitifitas reseptor
terhadap GABA eksogen akan meningkat (Pradnyawati dan Sucandra, 2017).
 Glisin

Glisin adalah neurotransmiter inhibitorik di medula spinalis. Glisin bekerja


meningkatkan perpindahan ion klorida agar masuk ke dalam sel dan mengakibatkan
hiperpolarisasi melalui reseptor glisin. Di otak juga terdapat reseptor glisin. Saluran ion
mempunyai peran dalam banyak proses neurologis dan bisa dipengaruhi dengan obat-
obat anestesi. Namun reseptor glisin tidak berkaitan dengan perilaku yang berubah
akibat penggunaan obat anestesi (Pradnyawati dan Sucandra, 2017).

 Glutamat

Glutamat dibentuk di siklus intermediat asam sitrat dari α-ketoglutarat. Ada dua
jalur dalam pembentukan glutamat. Jalur pertama adalah dengan dibantu oleh enzim
glutamat dehidrogenase yang akan mereduksi ketoglutarat membentuk glutamat dengan
ditambah gugus amonia. Amonia didapatkan dari degradasi asam amino ataupun
neurotransmiter, serta dapat juga dari amonia bebas yang akan berdifusi dengan
melewati blood-brain barrier. Jalur kedua adalah glutamat dibentuk dari glutamin
dengan dibantu oleh enzim glutaminase. Pada sel glial, banyak terdapat glutamin. Dalam
vesikel, disimpan glutamat dan pelepasannya bergantung pada Ca2+ (Wulandari dan
Hendarmin, 2015).
Daftar Pustaka

Campbell, N.A., Jane. B.R., Lawrence, G.M. 2004. Biologi. Edisi 5, Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Maughan RJ dan Griffin J. 2003. Caffeine ingestion dan fluid balance: A review. Human
nutrition dietetics. London : London Press.

Nash, J dan Nutt, D. 2007.. Specific Treatment and Disorders Antidepressant. Psychiatry Vol 6
(7)

Orru M., Guitart X., Karcz KM., Solinas M., Justinova Z, Barodia SK. 2013. Psychostimulant
pharmacological profile of paraxanthine, The main metabolite of caffeine in humans.
Neuropharmacology. 67: 476-84.

Pradnyawati, N.P.W., dan I Made, A.K.S. 2017. Neurofisiologi. Diakses secara online di
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/38a9
7117b59e84c098ce44b92e040968.pdf [Diakses pada 3 April 2019].

Setiawati, A. 2013. Suatu Kajian Molekuler Ketergantungan Nikotin. Jurnal Farmasi Sains dan
Komunitas, Vol. 10 (2) : 118-127.

Sukohar, A. 2015. Buku Ajar Farmakologi Neufarmakologi-Asetilkolin dan Norepinefrin.


Lampung : UNILA Press.

Wulandari, E., dan Laifa, A.H. 2015. Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran. Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah Press.

Anda mungkin juga menyukai