Anda di halaman 1dari 71

APLIKASI HORMON rEIGH (recombinant growth hormone) PADA

PAKAN GEL DALAM MEMACU LAJU PERTUMBUHAN IKAN NILA


GIFT JANTAN (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL

SKRIPSI

SYAHRIR
L221 13 507

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
APLIKASI HORMON rEIGH (recombinant growth hormone) PADA PAKAN GEL
DALAM MEMACU LAJU PERTUMBUHAN IKAN NILA
GIFT JANTAN (Oreochromis niloticus) HASIL SEX REVERSAL

Oleh:
Syahrir

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
ii
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Mappakalompo, Kecamatan


Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Provinsi
Sulawesi Selatan pada tanggal 27 desember 1994 dan
diberi nama SYAHRIR oleh Ayahanda Baso Dg.
Tawang dan Ibunda Nurjannah Dg. Senga, sebagai
putra kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai
jenjang pendidikan di SD Negeri 70 Boddia pada tahun
2000-2007 dan pada tahun 2010 penulis menamatkan
sekolah di SMP Negeri 2 Galesong Selatan. Kemudian
dilanjutkan ke SMK Negeri 1 Galesong Selatan hingga
tamat pada tahun 2013. Ditahun yang sama melalui jalur
POSK, penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan,
Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin (UNHAS), Makassar. Dalam menjelankan aktifitas sebagai
mahasiswa, Penulis pernah mengikuti Unit Kegitan Mahasiswa (UKM) Profesi
Budidaya Perairan (BDP) FIKP UNHAS sebagai anggota pada tahun 2013, dan
anggota pada Ikatan Keluarga Mahasiswa Bidik Misi (IKAB), serta mantan Ketua
Umum pada organisasi eksternal kampus di Aquatic Study Club of Makassar
(ASCM) untuk periode 2016-2017.
Penulis menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Departemen Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan dengan
judul penelitian: Aplikasi Hormon rEIGH (recombinant growth hormone) Pada
Pakan Gel Dalam Memacu Laju Pertumbuhan Ikan Nila Gift Jantan
(Oreochromis niloticus) Hasil Sex Reversal.

iii
ABSTRAK

Syahrir/L22113507. Aplikasi Hormon rEIGH (recombinant growth hormone)


Pada Pakan Gel Dalam Memacu Laju Pertumbuhan Ikan Nila Gift Jantan
(Oreochromis niloticus) Hasil Sex Reversal. Di Bawah Bimbingan Dody Dh.
Trijuno Sebagai Pembimbing Utama dan Edison Saade Sebagai Pembimbing
Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pakan gel sebagai


carrier agent hormon pertumbuhan terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju
pertumbuhan relatif, rasio konversi pakan (FCR), tingkat konsumsi pakan, dan
faktor kondisi rata-rata ikan nila gift jantan hasil sex reversal yang diberi
perlakuan hormon rEIGH dengan menggunakan pakan gel pada dosis yang
berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April–Mei 2017 di Hatchery
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Hewan uji yang digunakan adalah benih ikan nila umur 57 hari yang ditebar
dengan kepadatan 22 ekor/akuarium dengan ukuran 37x40x34 cm. Pakan uji
yang diberikan adalah pakan gel yang mengandung dosis hormon rEIGH
berbeda. Parameter yang diukur adalah sintasan, pertumbuhan relatif, food
convertion ratio (FCR), tingkat konsumsi pakan, dan faktor kondisi. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan. Pakan gel mengandung rEIGH dengan dosis 0.015, 0.030, dan 0.045
g/kg pakan, serta kontrol (tanpa rEIGH) diberikan tiga kali sehari selama 1 bulan.
Hasil analisi ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa pakan uji dengan kandungan
dosis hormon rEIGH berbeda tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap
sintasan, pertumbuhan relatif, FCR, tingkat konsumsi pakan, dan faktor kondisi
rata-rata ikan uji.

Kata kunci : Hormon pertumbuhan, Dosis, Ikan nila gift jantan, Pakan gel,
Pertumbuhan.

iv
ABSTRACT

Syahrir/L22113507. Application of Hormone rEIGH (recombinant growth


hormone) In Gel Feed to Accelerate Spur Growth Rate of Sex Reversed Male
Tilapia Gift (Oreochromis niloticus). Under the Guidance of Dody Dh. Trijuno as
the Main Guide and Edison Saade as Member Guide.

This study aims to analyze the efficiency of gel feed as a carrier agent for
recombinant growth hormone (rEIGH ) on survival rate, relative growth rate, food
convertion ratio (FCR), feed consumption rate, and condition factor of sex
reversed male tilapia gift. The research was conducted in April-May 2017 at Fish
Hatchery of Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University,
Makassar. The test animals were 57 days old tilapia seed stocked with density of
22 individu/aquarium with size of 37x40x34 cm. The test feed given was gel feed
containing different doses of the hormone rEIGH. The parameters measured
were survival rate, relative growth, food conversion ratio (FCR), feed
consumption rate, and condition factor. This study used a Completely
Randomized Design (RAL) with 4 treatments and 3 replications. The gel feed
contains rEIGH at doses of 0.015, 0.030, and 0.045 g/kg of feed, with control
(without rEIGH) administered three times daily for 1 month rearing period. The
result of ANOVA showed that test feed with different doses of hormone rEIGH
had no significant effect (p> 0,05) on the survival rate, relative growth, FCR, feed
consumption rate, and average condition of fish test.

Keywords : Growth hormone, Doses, Male tilapia gift, Gel feed, Growth.

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakhatuhu...

Segala puji Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan karunia-Nya serta Shalawat dan Salam yang

tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW atas segala perjuangan beliau

dalam membawa penerangan jalan dan petunjuk tentang kehidupan Dunia dan

Akhirat untuk umat Manusia.

Alhamdulillah atas izin dan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa, Penulis

akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan berhasil menulis Skripsi dengan

judul “Aplikasi Hormon rEIGH (recombinant growth hormone) Pada Pakan

Gel Dalam Memacu Laju Pertumbuhan Ikan Nila Gift Jantan (Oreochromis

niloticus) Hasil Sex Reversal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Dalam laporan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dan memberikan bantuan serta

saran dalam perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan Skripsi dari

awal sampai akhir selama dalam proses penelitian dilaksanakan. Terima kasih

yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Dody Dh. Trijuno, M.App.Sc selaku Pembimbing Utama dan

Bapak Dr. Ir. Edison Saade, M.Sc selaku pembimbing anggota, yang

selama ini dengan sabar mendukung, memberikan bimbingan, dan

mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan hasil

penelitian ini.

vi
2. Bapak Dr. Ir. Edison Saade, M.Sc selaku penasehat akademik yang

dengan sabar dalam memberikan dukungan, nasehat, dan memberikan

arahannya kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan laporan hasil

penelitian ini.

3. Bapak Dr. Ir. Irfan Ambas, M.Sc, ibu Prof. Dr. Ir. Haryati Tandipayuk, M.Si

dan ibu Andi Aliah Hidayani, S.Si.M.Si selaku Penguji yang telah

memberikan saran dalam pelaksanaan penelitian ataupun setelahnya.

4. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin yang telah banyak membantu dalam proses pengurusan berkas.

5. Bapak Julius sebagai pembimbing lapangan selama penelitian yang

senantiasa membantu membimbing, memberikan dukungan semangat, dan

nasehat serta doanya.

6. Kepada kedua orang tua Penulis, Ayahanda Baso Dg. Tawang dan

Ibunda Nurjannah Dg. Senga yang selalu memberikan dukungan serta

doanya kepada Penulis.

7. Saudara Penulis Nasrun yang telah banyak memberikan motivasi baik

sebelum dan sesudah penelitian.

8. Teman seperjuangan Kuasa Sari, Anggun Canrika S.Pi., Sarnita Wahab

S.Pi., Nurlia S.Pi., dan Agustina S.Pi. yang selalu menemani dalam suka

maupun duka baik selama penelitian berlangsung ataupun setelah selesai.

9. Terima kasih yang tak terhingga buat teman-teman Six University Initiative

Japan-Indonesia (SUIJI) Unhas 2016, Outbound Student Exchange 2017

Di Jepang, English Home, BDP #13, dan Aquatic Study Club of

Makassar (ASCM) yang senantiasa memberi dukungan, semangat, nasehat

dan doanya selama penulis melaksanakan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Skripsi ini masih banyak

vii
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi

penyusunan ataupun tata bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, Penulis

meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun guna melengkapi dalam

menyempurnakan laporan Skripsi kedepannya. Atas semua perhatian dari segala

pihak, Penulis ucapkan banyak terima kasih. Semoga laporan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi diri pribadi ataupun bagi para pembaca. Amin...

Makassar, 24 November 2017

Syahrir

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
ABSTRACT ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan dan manfaat .............................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Morfologi dan klasifikasi ikan nila gift ................................................... 4
B. Pemisahan kelamin secara manual ...................................................... 6
C. Kebutuhan nutrisi ikan nila gift .............................................................. 8
D. Pertumbuhan dan hormon pertumbuhan .............................................. 10
E. Pengertian pakan gel ............................................................................ 12
F. Kelangsungan hidup (sintasan) ............................................................ 14
G. Pertumbuhan bobot relatif .................................................................... 15
H. Rasio konversi pakan (FCR) ................................................................ 18
I. Konsumsi pakan ................................................................................... 20
J. Faktor kondisi ....................................................................................... 21
K. Kualitas air ............................................................................................ 22

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan tempat ................................................................................ 24
B. Alat dan bahan ..................................................................................... 24
C. Prosedur penelitian ............................................................................... 26
1. Ikan uji .............................................................................................. 26
2. Pakan uji .......................................................................................... 26
- Pengolahan bahan baku ............................................................ 27
- Pembuatan pakan uji ................................................................. 28
- Persiapan alat dan wadah penelitian ......................................... 29
- Aklimatisasi ikan uji .................................................................... 29
- Pemeliharaan ikan uji ................................................................. 29

ix
- Pemberian pakan ....................................................................... 30
- Pengukuran kualitas air .............................................................. 30
3. Perlakuan dan rancangan percobaan .............................................. 31
4. Parameter yang diukur ..................................................................... 31
- Sintasan ..................................................................................... 31
- Laju pertumbuhan bobot relatif .................................................. 31
- Rasio konversi pakan (FCR) ...................................................... 32
- Konsumsi pakan ......................................................................... 32
- Faktor kondisi ............................................................................. 33
5. Analisis data ..................................................................................... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Sintasan ................................................................................................ 34
B. Pertumbuhan bobot relatif .................................................................... 36
C. FCR ...................................................................................................... 38
D. Konsumsi pakan ................................................................................... 40
E. Faktor kondisi ....................................................................................... 41
F. Kualitas air ............................................................................................ 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ........................................................................................... 45
B. Saran .................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1 Kebutuhan nutrisi ikan nila ….................................................................... 9

2 Kisaran parameter kualitas air optimal ikan nila .................................. 23

3 Alat yang digunakan dalam penelitian ................................................. 24

4 Bahan yang digunakan dalam penelitian ............................................. 26

5 Komposisi bahan baku dan nutrisi pakan uji ....................................... 27

6 Jenis parameter, alat, dan waktu pengukuran kualitas air .................. 30

7 Sintasan ............................................................................................... 34

8 Pertumbuhan bobot relatif ................................................................... 36

9 FCR ..................................................................................................... 38

10 Konsumsi pakan .................................................................................. 40

11 Faktor kondisi ...................................................................................... 41

12 Kualitas air ........................................................................................... 43

xi
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1 Morfologi ikan nila gift ............................................................................. 4

2 Anatomi ikan nila gift ........................................................................... 5

3 Alat kelamin jantan dan betina ............................................................ 7

4 Bagan mekanisme kerja GH ............................................................... 16

5 Wadah pemeliharaan ikan uji .............................................................. 25

6 Tata letak wadah percobaan selama penelitian ................................. 31

7 Grafik laju pertumbuhan relatif per 10 hari pemeliharaan .................. 36

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1 Sintasan rata-rata ikan uji yang diberi pakan uji dengan dosis
hormon rEIGH yang berbeda .............................................................. 52

2 Laju pertumbuhan bobot relatif rata-rata ikan uji yang diberi pakan
gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda .................................. 53

3 Laju konversi pakan rata-rata ikan uji yang diberi pakan gel dengan
dosis hormon rEIGH yang berbeda ..................................................... 54

4 Hasil analisis uji kualitas air ................................................................. 55

5 Tingkat konsumsi pakan ikan uji yang diberi pakan gel dengan dosis
hormon rEIGH yang berbeda .............................................................. 56

6 Hasil perhitungan faktor kondisi rata-rata ikan uji yang diberi pakan
gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda .................................. 57

7 Hasil analisis uji proksimat pakan gel .................................................. 57

xiii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus) berasal benua Afrika dan pertama kali

didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

pada tahun 1996. Ikan nila disebarluaskan keseluruh daerah Indonesia melalui

masa penelitian dan adaptasi (Arifin, 2008). Ikan nila gift sangat mudah dalam

melakukan proses pemijahan, disebabkan karena ikan ini memiliki kemampuan

dalam mempercepat proses pematangan gonad serta dapat melakukan proses

pemijahan berkali-kali (Suyanto, 1994). Oleh karena itu, dapat mengakibatkan

proses pertumbuhan menjadi lambat dan benih yang dihasilkan berukuran kecil

sehingga dapat menurunkan permintaan konsumen atau tidak diminati pasar.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dikembangkan suatu alternatif

dalam budidaya dengan pemeliharaan ikan secara tunggal kelamin (monosex

culture), yakni hanya memelihara ikan nila jantan, karena memiliki pertumbuhan

yang relatif lebih cepat, memiliki daging yang empuk, serta ukurannya yang lebih

besar jika dibandingkan ikan nila betina (Suyanto, 1994 dan Fitzsimmons, 2004).

Secara biologis laju pertumbuhan ikan nila gift jantan jauh lebih cepat jika

dibandingkan dengan jenis ikan nila betina (sexual dimorphism) (Popma &

Masser, 1999). Data-data empiris menunjukkan bahwa dalam penggunaan

populasi tunggal kelamin (monosex) jantan pada kegiatan usaha budidaya akan

memberikan dampak produksi yang lebih baik jika dibandingkan dengan proses

produksi campuran (mixed-sex) (Tave, 1996; Chapman, 2000; Dunham, 2004;

Gustiano, 2006; Ariyanto, et al., 2010 dalam Gustiano, 2006).

Peningkatan produksi budidaya dapat dicapai dengan meningkatkan laju

pertumbuhan. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan

laju pertumbuhan adalah dengan menggunakan hormon pertumbuhan

1
rekombinan (recombinant growth hormone, rEIGH). Pemberian rEIGH telah diuji

dan dilaporkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan secara signifikan pada

ikan, baik pada spesies yang sama dengan sumber gen yang digunakan (Acosta

et al., 2007) maupun pada spesies yang berbeda (Alimuddin et al., 2010 dan

Handoyo et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka penggunaan rEIGH

khususnya pada ikan diduga dapat meningkatkan laju pertumbuhan termasuk

ikan nila gift jantan apabila dikombinasikan dalam formulasi pakan gel.

Salah satu pakan buatan yang dikembangkan saat ini dan bisa dicobakan

yaitu pakan gel. Pakan gel adalah pakan buatan yang diformulasi dari beberapa

bahan baku berkualitas, terjangkau, dan ramah lingkungan dengan

menggunakan tepung rumput laut sebagai bahan pengental (thickening agent)

dan dibuat dengan cara pemasakan serta memiliki kandungan air sekitar 50-70%

(Saade et al., 2013). Selain itu, pakan gel juga memiliki aroma yang cepat

menyebar atau nilai aktraktanitasnya tinggi ke dalam media pemeliharaan saat

diberikan kepada organisme (ikan) sehingga memudahkan organisme dalam

mendeteksi makanan secara langsung.

Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukannya penelitian tentang

aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone, rEIGH)

untuk mengetahui efektivitas pakan gel sebagai “carrier agent” hormon dalam

memacu laju pertumbuhan ikan nila gift (O. niloticus) jantan hasil sex reversal.

Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan

dalam merangsang pertumbuhan ikan nila jantan menjadi lebih cepat agar

meminimalisir waktu pemeliharaan yang biasanya berkisar antara 3-6 bulan

sesuai yang dikemukakan oleh Arie (2003) menjadi di bawah 3 bulan masa

pemeliharaan, sehingga proses pemeliharaan dapat relatif singkat dan modal

usaha yang nantinya digunakan dalam proses budidaya dapat diminimalisir

sedini mungkin baik dalam skala menengah atau besar.

2
B. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pakan gel sebagai

carrier agent hormon pertumbuhan terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju

pertumbuhan relatif, rasio konversi pakan, tingkat konsumsi pakan, dan faktor

kondisi rata-rata ikan nila gift jantan hasil sex reversal yang diberi perlakuan

hormon rEIGH dengan menggunakan pakan gel pada dosis yang berbeda.

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

rujukan dalam pemeliharaan ikan nila untuk merangsang proses pertumbuhan

secara cepat serta dapat memberi pengetahuan dalam membantu kegiatan

budidaya agar dapat meminimalisir tingkat konsumsi pakan serta lama proses

pemeliharaan.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Nila Gift

Gambar 1. Morfologi ikan nila GIFT (Oreochromis niloticus)


(Sumber: dokumentasi pribadi, 2017).

Ikan Nila GIFT (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia) merupakan

generasi ke-3 dan ke-6 yang diintroduksikan ke Indonesia pada tahun 1994 dan

1996 dari Philipina, melalui Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Balitkanwar)

Bogor sebagai salah satu anggota INGA (International Network for Genetics in

Aquaculture). Nila GIFT merupakan ikan nila unggul yang dihasilkan dari

perbaikan mutu genetika ikan nila dari 8 negara (Taiwan, Mesir, Thailand,

Ghana, Singapura, Israel, Senegal, Kenya) melalui program pemuliaan yaitu

persilangan dan seleksi famili.

Ikan nila gift (O. niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup dalam

kondisi lingkungan yang berbeda dari habitat aslinya karena ikan nila gift memiliki

toleransi tinggi terhadap kualitas air yang rendah. Secara sepintas, nila gift dan

nila lokal agak sulit dibedakan, baik dari segi warna ataupun organ tubuh,

terutama sewaktu benih. Namun demikian, perbedaannya dapat diketahui jika

dilihat agak lebih dekat. Dilihat dari samping, tubuh ikan nila ini memanjang

4
dengan perbandingan dan tinggi 2 : 1. Sementara perbandingan tinggi dan lebar

tubuh 4 : 1. Ini menunjukkan bahwa nila gift bentuk tubuhnya lebih tebal, berbeda

dengan nila lokal yang tubuhnya lebih memanjang karena memiliki perbandingan

panjang dan tinggi 2,5 : 1. Ketebalannya hanya memiliki perbandingan tinggi dan

lebar 3 : 1 sehingga bentuk tubuhnya lebih tipis. Tanda lainnya yang dapat dilihat

dari nila gift adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian bawah

tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal berwarna putih agak

kehitaman. Sisik pada nila gift kasar dan tersusun rapi. Sepertiga bagian sisik

belakang menutupi sisik bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis

yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis pada bagian

atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung.

Sementara linea lateralis bagian bawah memanjang mulai dari bawah sirip

punggung hingga pada bagian pangkal sirip ekor. Kepalanya relatif kecil dengan

mulut berada di ujung kepala serta memiliki mata yang agak besar (Arie, 2003).

Secara jelas bagian-bagian tubuh ikan nila gift dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Anatomi Ikan Nila Gift (Anonim, 2016).

5
Keterangan bagian-bagian tubuh pada ikan nila gift, yaitu: (a) Celah mulut

(rima oris), (b) Mata (organon visus), (c) Tutup insang (apparatus opercularis),

(d) Sirip punggung (pinna dorsalis), (e) Sirip dada (pinna pectoralis), (f) Sirip

perut (pinna abdominalis), (g) Sirip belakang (pinna analis), dan (h) Sirip ekor

(pinna caudalis). Berdasarkan kebiasaan makannya ikan nila gift termasuk

pemangsa segala jenis makanan alam baik berupa lumut-lumut, plankton, dan

sisa-sisa bahan organik maupun makanan seperti dedak, bungkil kelapa, bungkil

kacang, ampas tahu dan sebagainya (Sugiarto, 1988). Menurut Santoso (1996),

adapun klasifikasi ikan nila gift (O. niloticus), antara lain :

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Sub kelas : Acanthopterigii

Bangsa : Percomorphii

Sub bangsa : Percoidea

Famil : Chiclidae

Marga : Oreochromis

Jenis : Oreochromis niloticus.

B. Pemisahan Kelamin Secara Manual

Pemisahan kelamin secara manual merupakan cara yang paling

sederhana karena hanya memerlukan keterampilan membedakan jenis kelamin

ikan nila dengan melihat urogenital papillae dan telah diuji oleh beberapa peneliti

Hickling (1963); Meschkat et al. (1967) Mukti (1998) dalam Andri (2013). Pada

betina terdapat 2 lubang, sedangkan pada jantan terdapat 1 lubang. Lovshin dan

Da Silva (1975) serta Mukti (1998) dalam Andri (2013), mengatakan bahwa

memisahkan benih ikan berdasarkan jenis kelamin kurang efisien karena boros

6
waktu dan tenaga. Kegiatan pemilihan tergantung pada keterampilan petani

dalam mengenal perbedaan jantan–betina ikan. Biasanya derajat kesalahannya

dapat mencapai 10%. Adapun perbedaan jenis kelamin jantan dan betina pada

ikan nila gift dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. (a) alat kelamin jantan terlihat ada tonjolan, dan (b) alat kelamin
betina terlihat ada cekungan (Sumber: Anonim, 2016).

Ciri-ciri yang dapat menjadi pembeda antara benih ikan nila jantan dan

betina adalah sebagai berikut: Sisik nila jantan lebih besar dari pada sisik nila

betina, alat kelamin jantan berupa satu lubang di papilla yang berfungsi sebagai

muara urine dan sperma, sedangkan alat kelamin betina terdiri dua lubang yang

juga terletak di papilla, salah satu lubang untuk muara urine dan lubang lain

untuk pengeluaran telur, dan sisik di bawah dagu dan perut nila jantan berwarna

gelap, sedangkan pada betina berwarna putih/cerah.

7
C. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Gift

Ikan membutuhkan energi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Energi

tersebut berasal dari nutrien yang dikonsumsi oleh ikan. Menurut Lovell (1989)

dalam Anonim (2016), faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrien pada ikan

diantaranya adalah jumlah dan jenis asam amino esensial, kandungan protein

yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan faktor fisiologis ikan. Campuran

yang seimbang dari bahan baku dalam penyusunan pakan serta kecernaan

pakan merupakan dasar untuk penyusunan formulasi pakan yang sesuai dengan

kebutuhan nutrisi ikan (Cho & Watanabe, 1985 dalam Anonim, 2016).

Ikan nila akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik apabila diberi

formulasi pakan yang seimbang, dimana di dalamnya terkandung bahan-bahan

seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan serat. Nutrisi pada

pakan merupakan sumber energi utama bagi metabolisme ikan. Sebagai hewan

yang hidup di lingkungan perairan dimana sumber karbohidrat lebih sedikit dari

pada di darat yang merupakan sumber energi bagi metabolisme ikan. Ikan

beradaptasi dengan menggunakan energi yang berasal dari protein dan lemak.

Kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah

ukuran ikan, suhu perairan, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam

pakan yang dapat dicerna, serta kualitas protein yang terkandung (Furuichi, 1988

dalam Anonim, 2016). Ikan yang sesuai kandungan nutrisinya di dalam pakan

dapat menunjang proses pendederan hingga ukuran konsumsi. Arie (2003),

menjelaskan bahwa biasanya ukuran pendederan belum cukup dijadikan sebagai

ikan konsumsi karena ukurannya baru mencapai 15-20 g. Sementara untuk

konsumsi lokal umumnya berukuran 150-250 g dan untuk ekspor 500 g. Untuk

itu, hasil dari pendederan perlu dipelihara di tempat pembesaran. Pembesaran

dapat diartikan sebagai kegiatan pemeliharaan hingga ukuran konsumsi. Masa

8
pembesaran biasanya lebih lama dibandingkan pendederan, yaitu sekitar 3-6

bulan atau tergantung kebutuhan pasar. Untuk menunjang proses pembesaran

maka kebutuhan nutrisi ikan terutama protein harus disesuaikan.

Menurut Ballestrazzi et al. (1994), yang menjelaskan bahwa retensi suatu

protein merupakan parameter untuk menunjukkan besarnya kontribusi protein

yang dikonsumsi dalam pakan pada pertambahan protein tubuh. Retensi protein

perlu mendapat perhatian secara khusus untuk melihat kontribusi protein yang

dikonsumsi dalam pakan terhadap pertambahan bobot tubuh ikan. Nilai retensi

protein juga menunjukkan kualitas protein yang terkandung dalam pakan,

semakin tinggi nilai retensi protein maka kualitas pakan akan semakin baik.

Adapun kebutuhan nutrisi ikan nila gift dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi ikan nila


No. Kandungan protein Jumlah yang dibutuhkan Referensi
1. Protein Larva 35 % Santiago et al. (1982)
Benih-Konsumsi 25-30 % Santiago et al. (1986)
2. Asam amino Santiago and Lovel
(1988)
 Arginin 4,2 %
 Histidin 1,7 %
 Isoleusin 3,1 %
 Leusin 3,4 %
 Lysine 5,1 %
 Metione + Cystin 3,2 % (Cys 0,5)
 Phenilalanin + 5,5 % (Tyr 1,8)
Tyrosin
 Thereonin 3,8 %
 Triptopan 1,0 %
 Valin 2,8 %
3. Lemak 6-10 %
4. Asam lemak 0,5 % Jauncey & Ross
essensial (1982)
5. Fospor ˂0,9 % Takeuchi et al. (1982)
6. Karbohidrat 30-40 % Watanabe et al.
(1980)
7. Digestibility energy 2500 – 4300 Kkal/kg Jauncey & Ross
(DE) (1982)
Sumber : BBAT Sukabumi (2005) dan Indrayani (2011) dalam Anonim (2016).

9
D. Pertumbuhan dan Hormon Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, baik panjang

maupun berat. Pertumbuhan pada organisme dapat terjadi secara sederhana

dengan peningkatan jumlah sel-selnya, dan juga dapat terjadi sebagai akibat

peningkatan ukuran sel. Pada umumnya, pertumbuhan ditandai dengan adanya

peningkatan jumlah dan ukuran sel. Pada organisme, agar pertumbuhan dapat

terjadi maka laju sintesis molekul yang kompleks dari organisme misalnya protein

harus melebihi laju perombakannya. Artinya harus ada tembahan molekul

organik (asam amino, asam lemak, gliserol, dan glukosa) yang diambil oleh

organisme itu dari lingkungannya (Fujaya, 2004). Dinyatakan pula bahwa

pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam (internal) dan

faktor luar (eksternal). Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol

seperti sifat genetik, umur, dan jenis kelamin, sedangkan faktor luar adalah

makanan dan kualitas perairan (Effendie, 2003 dalam Habibullah, 2015).

Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) merupakan polipeptida

essensial yang dibutuhkan oleh vertebrata untuk proses pertumbuhan dan

perkembangan tubuh secara normal (Anathy et al., 2001). rGH merupakan

protein yang diproduksi oleh bioreaktor seperti bakteri Escherichia coli yang

membawa vektor ekspresi gen hormon pertumbuhan. Produksi untuk rGH

menggunakan bioreaktor dilakukan setelah diketahui bahwa pemberian hormon

pertumbuhan alami dapat memacu pertumbuhan dan gen penyandinya telah

berhasil diisolasi. Berbagai rGH ikan telah berhasil diproduksi beberapa

diantaranya seperti rGH ikan salmon (Sekine et al., 1985), rGH ikan flounder (Jeh

et al., 1988), rGH ikan mas “rCcGh”, rGH ikan gurame “rOgGH”, dan rGH ikan

kerapu kertang “rEIGH” (Alimuddin et al., 2010). Peran growth hormone (GH)

dalam tubuh ikan adalah meningkatkan sintesis protein, meningkatkan asam

10
lemak bebas, meningkatkan sistem glukoneogenesis, dan meningkatkan

keseimbangan positif Ca, Mg, dan P pada ikan. Peran GH berlangsung hampir

pada semua proses fisiologis dalam tubuh termasuk regulasi ion, keseimbangan

osmosis, metabolisme lemak-protein-karbohidrat, pertumbuhan tulang keras dan

tulang rawan, reproduksi, dan fungsi imun (Reinecka et al., 2005). Mekanisme

kerja GH secara langsung memacu pertumbuhan tubuh khususnya merangsang

pelepasan somatomedin dan mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat,

dan lemak (Moriyama dan Kawauchi, 2001). Menurut Bolander (2004) dalam

Fitriadi et al. (2014), menyatakan bahwa mekanisme kerja tidak langsung adalah

menstimulasi pertumbuhan linear skeleton yang diperantarai oleh insulin growth

factor-1 (IGF-1). Sintesis dan pelepasan IGF-1 diawali dengan masuknya

rangsangan eksternal yang diintegrasikan oleh otak menjadi suatu perintah ke

kelenjar pituitari untuk mensintesis dan mensekresikan GH. GH masuk ke dalam

jaringan pembuluh darah, selanjutnya berikatan dengan reseptor spesifik yaitu

growth hormone receptor (GHR) pada beberapa organ target terutama hati untuk

menstimulasi sintesis dan pelepasan IGF-1.

Peran hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) terhadap laju

pertumbuhan, Food Convertion Ratio (FCR), dan kelulus hidupan ikan tidak

dapat terpisahkan karena proses yang terjadi dalam tubuh yang disebabkan oleh

hormon pertumbuhan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dan

mempengaruhi banyak aspek di dalam tubuh yang berperan dalam

meningkatkan laju pertumbuhan, kelulushidupan, maupun tingkat konsumsi

pakan ikan. Kelenjar pituitari merangsang pengeluaran hormon pertumbuhan

(growth hormone, GH) dan hormon pertumbuhan akan merangsang

pertumbuhan sel-sel tubuh. Pengeluaran hormon pertumbuhan juga dirangsang

oleh hormon pelepas pertumbuhan yang diproduksi oleh Hyphothalamus yaitu

growth hormone releasing hormone (GH-RH). Selain itu ada juga hormon yang

11
memiliki fungsi berlawanan dengan GH-RH, yaitu hormon pelepas yang sifatnya

menghambat yaitu growth hormone inhibiting hormone (GH-IH) yang juga

dihasilkan oleh Hyphothalamus. Jumlah hormon pertumbuhan yang dihasilkan

oleh kelenjar pituitari akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari ikan itu

sendiri. Jika hormon pertumbuhan diproduksi dalam jumlah sedikit maka

pertumbuhan yang dihasilkan akan lambat sebaliknya jika hormon pertumbuhan

yang diproduksi lebih banyak maka pertumbuhan yang dihasilkan akan menjadi

lebih cepat (Fitriadi et al., 2014).

E. Pengertian Pakan Gel

Untuk menaikkan produksi ikan secara optimal perlu diberikan pakan

yang berkualitas tinggi baik berupa pakan alami atau pakan buatan, yang berarti

bahwa pakan harus memenuhi kebutuhan nutrisi atau kebutuhan gizi bagi ikan.

Pakan merupakan salah satu penunjang dalam perkembangbiakan ikan, dimana

fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan

(Djajasewaka,1985). Pada sistem budidaya faktor yang perlu diperhatikan adalah

pertumbuhan, sedangkan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah

pakan (Anggraeni dan Nurlita, 2013 dalam Habibullah, 2015).

Pakan merupakan salah satu faktor yag dapat menunjang dalam

perkembangan budidaya ikan secara intensif maupun semi intensif, baik ikan air

tawar, ikan air payau, maupun ikan air laut (Komariyah dan Indra, 2009 dalam

Habibullah, 2015). Pakan adalah salah satu unsur penting dalam kegiatan

budidaya yang menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan

pada kegiatan budidaya umumnya adalah pakan komersial yang menghabiskan

sekitar 60-70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan. Hal inilah yang

menyebabkan pentingnya pakan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk

12
memperbaiki nilai nutrisi pakan, yakni dengan salah satu cara pembuatan pakan

basah (gel) yang tidak memerlukan biaya yang cukup besar.

Pakan gel adalah salah satu pakan buatan tipe basah atau lembab bagi

kultivan (hewan air yang dipelihara) yang terbuat dari beberapa bahan baku

dengan menggunakan tepung rumput laut, Euchema cottoni sebagai bahan

pengental (thickening agent) dengan kandungan air antara 50-70% dan dibuat

dengan pemasakan atau tanpa mesin pellet. Kelebihan pakan gel adalah (i)

pembuatannya sangat praktis dan murah serta ramah lingkungan, (ii) diyakini

bahwa semua orang dewasa bisa membuatnya, (iii) alat yang dibutuhkan untuk

membuatnya tersedia pada setiap rumah tangga, hanya menggunakan kompor,

panci dan talang (iv) tidak membutuhkan perawatan alat (mesin pencetak pakan)

yang membutuhkan keahlian tentang mesin, (v) aromanya cepat menyebar ke

media air sehinga keberadaannya cepat dideteksi oleh kultivan atau nilai

atraktanitasnya (daya pikat) tinggi, (vi) mudah diterima dan dikonsumsi oleh

kelompok kultivan yang sulit menerima pakan buatan, dan (vii) mikro organisme

dan kotoran yang melekat pada bahan baku pakan mampu disterilkan melalui

pemasakan (Saade et al., 2014). Dasar pertimbangan strategis munculnya pakan

gel adalah untuk membantu para pembudidaya ikan (budayan) baik dalam skala

tradisonal dan semi-intensif agar mampu mengoptimalkan secara keseluruhan

tingkat produktifitas dan kesejahteraannya. Jumlah budayan skala tradisonal

(ekstensif) dan semi intensif adalah 90% dari total jumlah budayan nasional, dan

budayan intensif hanya 10% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).

Pakan gel merupakan salah satu pakan buatan yang praktis diberikan untuk

kultivan karena bahan baku yang dipakai dalam formulasi pakan gel mudah

didapat dan diperoleh serta tidak membutuhkan waktu yang lama atau efisien

dalam proses pembuatannya.

13
F. Kelangsungan Hidup (sintasan)

Kelangsungan hidup atau disebut juga dengan survival rate (SR)

merupakan persentase ikan uji yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah

ikan uji yang ditebar pada saat pemeliharaan dalam suatu wadah. Effendie

(1997), menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup merupakan nilai

persentase jumlah ikan yang hidup selama periode pemeliharaan.

Kelangsungan hidup ikan nila sangat ditentukan oleh pakan dan kondisi

lingkungan sekitar. Pemberian pakan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup

serta kondisi lingkungan yang baik, maka dapat menunjang keberlangsungan

hidup ikan nila yang dipelihara.

Dari hasil penelitian Muhammad (2014), yang bertujuan untuk menguji

respons pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada ikan nila strain SULTANA

ukuran berbeda yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan

rekombinan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus). Ikan nila dengan

ukuran bobot badan 3,5 ± 0,25 g (perlakuan A), 12,5 ± 0,40 g (perlakuan B), dan

40 ± 2,50 g (perlakuan C), dengan prosedur pembuatan pakan mengandung

rEIGH yang dicampur ke dalam pakan komersil (kadar protein 32%) dengan

dosis 3 mg/kg pakan. Dipelihara dalam hapa ukuran 2x1x1 m3, kedalaman air

0,75 m dengan padat tebar 50 ekor. Ikan dipelihara selama delapan minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup (TKH) ikan nila

yang diberi perlakuan rEIGH dan kontrol tidak berbeda nyata untuk semua

ukuran ikan yakni berkisar antara 90,67–96,67% (p>0,05). TKH yang sama

menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan diduga hanya diakibatkan oleh

perlakuan pemberian rEIGH dan bukan karena perbedaan kepadatan yang

mengakibatkan perbedaan kelangsungan hidup.

14
G. Pertumbuhan Bobot Relatif

Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan suatu ekspresi matematika.

Pengukuran waktu yang baik sehubungan dengan pertumbuhan pada ikan yakni

umur dari ikan tersebut. Sedangkan, Laju pertumbuhan relatif dirumuskan

sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval waktu, atau dengan kata lain

ialah perbedaan ukuran pada waktu akhir interval dengan ukuran pada waktu

awal interval dibagi dengan ukuran pada waktu akhir interval. Umumnya

pertambahan dalam berat jauh lebih banyak digunakan karena mempunyai nilai

praktis dari pada panjang (Samsi, 2013). Berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya dalam Muhammad (2014), menyatakan bahwa saat ini penggunaan

GH untuk meningkatkan pertumbuhan ikan budidaya mendapat perhatian yang

cukup besar. Peningkatan pertumbuhan ikan memberi manfaat yang besar untuk

memperpendek waktu produksi, meningkatkan efisiensi pakan, meningkatkan

produksi, dan mengontrol ketersediaan produk.

Hasil penelitian yang bertujuan mengevaluasi respons petumbuhan ikan

nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi pakan mengandung rElGH pada dosis

berbeda. Benih dengan bobot rata-rata 3.5 g dipelihara dalam akuarium

berukuran 1.0x0.5x0.5 m3 selama delapan minggu. Kedalaman air 40 cm (200 L)

dengan kepadatan 25 ekor dan diberikan pakan komersil (pellet) yang dicampur

dengan hormon rEIGH. Dosis perlakuan hormon yang digunakan adalah 0.03,

0.3, dan 3 mg/kg pakan dan kontrol tanpa rEIGH. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pertumbuhan ikan nila merah yang diberi rEIGH mampu terpacu

pertumbuhannya dibandingkan dengan kontrol. Bobot tubuh ikan nila yang diberi

perlakuan rEIGH pada dosis 0,03-3,00 mg/kg pakan mampu meningkatkan

pertumbuhan sebesar 24,07-31,68% dibandingkan pada kontrol. Perbedaan

respons pertumbuhan antara ikan yang diberi rEIGH dengan kontrol terlihat mulai

15
minggu kedua hingga minggu kedelapan pemeliharaan. Pada dosis 0.03, 0.30,

3.00 mg/kg pakan dapat meningkatkan pertumbuhan masing-masing sebesar

24.07%, 27.66%, dan 31.67% dibanding dengan ikan kontrol. Hasil percobaan ini

mengindikasikan bahwa pemberian rEIGH secara oral pada dosis 0.03 sampai

3.00 mg/kg pakan memberikan respons pertumbuhan yang sama (p>0.05) dan

dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 24,07 sampai 31,68. Sedangkan

berdasarkan analisis ekonomi yang diperoleh diketahui bahwa rEIGH pada dosis

3,00 mg/kg pakan merupakan dosis yang efisien.

Gambar 4. Bagan Mekanisme Kerja GH (Samsi, 2013).

16
Penggunaan GH dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu melalui

oral, perendaman, dan penyuntikan (Moriyama dan Kawauchi, 2004 dan

Hardiantho et al., 2012). Alimuddin et al. (2010), telah berhasil membuat protein

hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) ikan gurami, ikan mas, dan ikan kerapu

kertang. Pemberian rGH yang berbeda pada ikan nila melalui teknik penyuntikan

meningkatkan bobot 20,94% (rGH ikan kerapu kertang), 18,09% (rGH ikan mas),

dan 16,99% (rGH ikan gurami). Acosta et al. (2007), melaporkan perendaman

hormon pertumbuhan dapat meningkatkan bobot ikan nila sebesar 17,1%.

Perendaman hormon pertumbuhan terhadap ikan gurami juga dapat

meningkatkan bobot ikan gurami sebesar 75% (Alimuddin et al., 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Gustiano et al.

(2006) yang meneliti tentang “Pertumbuhan jantan dan betina 24 famili ikan nila

(O. niloticus) pada umur 6 bulan”, menyatakan bahwa pembentukan 24 famili

dilakukan dengan cara pemijahan secara berpasangan. Pemeliharaan larva

dilakukan dalam hapa yang dipasang di kolam tanah dan masing-masing famili

diseleksi atau diambil 100 ekor pada saat rata-rata populasi yang berukuran 5 cm

dengan berat lebih dari 5 gram. Pemeliharaan selanjutnya dilakukan dengan

menandai masing-masing individu terpilih (individual tag) dan pembesaran

dilakukan secara bersamaan (communal rearing) dalam jaring ukuran 2x2x1,5 m

dalam kolam tanah selama 3 bulan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

pertumbuhan jenis jantan (15,9 di kolam dan 21,4 di danau) lebih cepat

dibandingkan dengan jenis betina (8,2 di kolam dan 15,0 di danau). Beberapa

penelitian terdahulu juga melaporkan hasil yang serupa (Jangkaru et al., 1988;

Subagyo et al., 1993; Popma dan Masser, 1999 dalam Gustiano et al. 2006).

Data ekspresi pertumbuhan juga memperlihatkan bahwa lingkungan danau

memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan lingkungan

kolam. Berdasarkan kesimpulan bahwa individu-individu dari famili yang sama

17
memiliki pertumbuhan diatas rata-rata populasi untuk perbedaan jenis kelamin

dan lingkungan. Ikan nila jantan memiliki pertumbuhan cepat dibandingkan

dengan jenis betina. Lingkungan danau memberikan pertumbuhan yang lebih

baik dibandingkan dengan kolam. Menurut Ariyanto et al. (2010), perbedaan

pertumbuhan bobot tersebut dipengaruhi oleh karakteristik organ reproduksi.

Kematangan gonad pada ikan betina berlangsung lebih cepat jika dibandingkan

pada ikan jantan. Energi yang dihasilkan oleh metabolisme tidak semua

digunakan untuk pertumbuhan badan tetapi juga digunakan untuk pematangan

gonad. Astutik (2004) dalam Ariyanto et al. (2010), diketahui pertumbuhan ikan

nila jantan lebih cepat 20% dibandingkan dengan ikan nila betina, komposisi

(rendemen) daging pada ikan jantan juga lebih banyak.

H. Rasio Konversi Pakan (FCR)

Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang

diberikan dengan jumlah bobot ikan yang dihasilkan. Semakin kecil nilai konversi

pakan berarti tingkat efisiensi pemanfaatan pakan lebih baik, sebaliknya apabila

konversi pakan besar, maka tingkat efisiensi pemanfaatan pakan kurang baik.

Dengan demikian konversi pakan menggambarkan tingkat efisiensi pemanfaatan

pakan yang dicapai. Baik tidaknya suatu kualitas pakan tidak hanya dilihat dari

nilai konversi pakan, tetapi juga dapat ditunjukkan dari nilai efisiensi pakan. Nilai

efisiensi pakan diperoleh dari hasil perbandingan antara pertambahan bobot

tubuh ikan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama masa

pemeliharaan. Semakin besar nilai efisiensi pakan, berarti semakin efisien ikan

memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk pertumbuhannya. Barrows dan

Hardy (2001) dalam Iskandar dan Elrifadah (2015), menyatakan bahwa nilai rasio

konversi pakan dipengaruhi oleh protein pakan, protein pakan yang sesuai

dengan kebutuhan nutrisi ikan mengakibatkan pemberian pakan lebih efisien.

18
Selain itu dipengaruhi oleh jumlah pakan yang diberikan, dengan semakin sedikit

jumlah pakan yang diberikan maka pakan semakin efisien.

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Ihsanudin et al.

(2013) yang mengamati tentang “Pengaruh pemberian hormon pertumbuhan

(rGH) melalui metode oral dengan interval waktu yang berbeda terhadap

pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan nila larasati”, menyatakan bahwa

penelitian yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4

perlakuan dan 3 ulangan, dimana setiap perlakuan diberikan dosis hormon rGH

sebanyak 2 mg/kg pakan. Perlakuan pertama adalah pererlakuan A (kontrol

tanpa rGH), B (ikan diberi pakan rGH setiap 3 kali sehari), C (ikan diberi pakan

rGH setiap 4 kali sehari), dan perlakuan D (ikan diberi pakan rGH setiap 5 kali

sehari). Hasil rasio konversi pakan (FCR) ikan nila larasati terbaik yang diperoleh

adalah perlakuan B (0,68) yang memiliki nilai FCR terkecil, sehingga dapat

dikatakan mempunyai nilai FCR paling bagus dikarenakan pemanfaatan pakan

untuk pertumbuhan sangat efisien dibandingkan pada ketiga perlakuan lainnya.

Menurut DKPD (2010), nilai FCR yang baik yakni berkisar antara 0-8-1,6 dalam

mengkonversi 1 kilogram daging.

Sedangkan menurut hasil penelitian Abdullatif (2014) yang bertujuan

mengevaluasi kinerja pertumbuhan ikan nila yang diberi rEIGH melalui pakan

dengan kadar protein berbeda yang ditambahkan masing-masing 3 mg/kg pakan

mengandung hormon pertumbuhan, melaporkan bahwa benih ikan nila sebanyak

25 ekor per perlakuan dipelihara selama 50 hari dalam hapa berukuran 2x1x1 m 3

yang dipasang dalam kolam beton ukuran 20x10x1 m3 . Ikan diberi pakan secara

at satiation dengan frekuensi 3 kali sehari. Pakan mengandung hormon

pertumbuhan rekombinan diberikan 2 kali perminggu pada hari senin dan kamis.

Bobot pakan harian ditimbang untuk menentukan nilai konversi pakan. Hasil

penelitian menunjukkan pengaruh rEIGH terhadap laju konversi pakan, yakni

19
tidak memiliki pengaruh signifikan (p>0,05). Kinerja pertumbuhan perlakuan

maupun FCR pakan diperkaya rEIGH dengan kadar protein 20% dan 15% tidak

berbeda nyata.

I. Konsumsi Pakan

Informasi mengenai pola tingkat konsumsi pakan ikan sangat diperlukan

dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan pakan.

Konsumsi pakan ikan merupakan ukuran kebutuhan suatu populasi ikan

terhadap makanannya. Konsumsi pakan dapat meningkatkan produksi panas

dalam tubuh, juga meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan dalam laju

metabolik ini dikenal sebagai “specific dynamic action (SDA)” dari pakan yang

dikonsumsi. Biokimia SDA belum sempurna dipahami, tetapi energi yang

dilepaskan pada umumnya terjadi karena deaminasi asam amino. Apabila laju

pencernaan asam amino lebih besar dari laju penggunaannya dalam proses

sintesis protein, asam amino yang berlebihan akan dideaminasi, sehingga

memungkinkan terjadi suatu proses oksidasi biologis atau penimbunan sisa

karbon (Vahl, 1979 dalam Haetami, 2012).

Pengaturan konsumsi pakan ikan merupakan pengaturan energi yang

masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi

disesuaikan dengan laju metabolismenya. Pada dasarnya ikan mengkonsumsi

pakan pada saat merasa lapar (nafsu makan tinggi) dan jumlah pakan akan

semakin menurun bila ikan mendekati kenyang. Lateral Hiphothalamus ini

merupakan pusat pengatur dan pengontrol tingkah laku pakan pada teleostei.

Pemberian pakan yang berlebihan akan mengakibatkan adanya sisa pakan yang

tidak termakan sehingga dapat menurunkan kualitas media pemeliharaan ikan

yang dibudidayakan, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup

dan produksi ikan yang dibudidayakan (Cholik et al., 1986).

20
J. Faktor Kondisi

Faktor kondisi merupakan penunjuk dari keadaan ikan. Menurut Effendie

(2002) dalam Nugroho et al. (2013), faktor kondisi merupakan penunjuk keadaan

baik ikan yang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival atau reproduksi.

Faktor kondisi atau indeks ponderal sering disebut faktor K. Faktor kondisi dapat

menggambarkan ketebalan daging ikan, dengan diketahui faktor kondisi suatu

populasi ikan maka dapat diprediksi kondisi fisik ikan tersebut (kurus atau

gemuk). Di dalam penggunaan secara secara komersil, kondisi ini mempunyai

arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia. Jadi, kondisi ini dapat

memberikan keterangan baik secara biologis maupun secara komersil.

Menurut Mayekiso dan Hecht (1990), secara umum faktor kondisi ikan

jantan lebih besar dibandingkan ikan betina karena energi yang diperoleh ikan

betina diinvestasikan lebih besar untuk perkembangan gonad. Pertumbuhan

seekor ikan dapat diukur dari pertambahan panjang badan dan kenaikan

bobotnya, maka untuk mengetahui normal tidaknya pertumbuhan ikan

pemeliharaan, sebaiknya kita mengukur panjang dan menimbang bobot badan

ikan itu, setiap kali sebelum menebar, dan setiap kali mengambil hasil akhir yang

diukur ialah panjang standar, yaitu panjang antara ujung moncong sampai

pangkal sirip ekor. Bila ikan tumbuh normal atau baik, bobotnya akan bertambah

sesuai dengan pertambahan panjangnya. Makin panjang ikan itu, makin beratlah

badan yang seharusnya. Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat

material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan

tetap. Dalam hal ini, dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan

pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila

terdapat berat tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan

menyebabkan perubahan nilai perbandingan.

21
K. Kualitas air

Kualitas air adalah semua variable baik fisik, kimia, dan biologi yang

mempengaruhi sintasan, pertumbuhan, reproduksi, dan produksi biomassa

hewan kultivan. Menurut Boyd (1981), kualitas air untuk keperluan budidaya ikan

adalah setiap perubah (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan dan

kelangsungan hidup, perkembangbiakan, pertumbuhan, dan produksi ikan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas air dalam pemeliharaan, yaitu:

1. Suhu air

Suhu air yang rendah akan mempengaruhi pertumbuhan proses

metabolisme di dalam tubuh ikan, sehingga pada batas-batas suhu air terendah

kadang-kadang menyebabkan ikan tidak mau makan. Untuk ikan yang berukuran

kecil konsumsi makanan harus lebih banyak dari pada ikan yang berukuran

besar, berhubungan dengan kecepatan metabolismenya (Djajasewaka, 1985).

Suhu air yang optimum berpengaruh terhadap berbagai parameter,

seperti pertumbuhan, perkembangan, laju konversi pakan, dan ketahanan

penyakit serta suhu dapat mempengaruhi dalam batasan tertentu, dimana laju

metabolisme kebutuhan energi sebanding dengan konsumsi O2. Suhu air

merupakan faktor terpenting dalam pemberian makanan. Pada suhu tinggi ikan

akan mencerna lebih banyak makanan dimana konversi makanan menjadi

daging dibanding pada suhu rendah (Zonneveld et al., 1991). Djarijah (2002),

menyatakan suhu optimal untuk kehidupan ikan nila berkisar antara 25–30 0C.

2. Kadar Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut sangat penting untuk kehidupan ikan dan hewan air

tawar lainnya. Apabila oksigen terlarut dalam air sangat rendah, maka perairan

tersebut tidak baik untuk kehidupan ikan dan makhluk lainnya. Kandungan

oksigen di perairan akan mempengaruhi kecepatan makan ikan (Asnawi, 1983).

22
Handayani (2006), menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang

dibutuhkan ikan berkisar antara 3,59–9,65 mg/L.

3. Derajat Keasaman (pH)

Menurut Cholik et al. (1986), secara alami pH perairan dipengaruhi oleh

konsentrasi CO2 dan senyawa bersifat asam. Phytoplankton dan tanaman air

lainnya akan mengambil CO2 dari air selama proses fotosintesa sehingga

mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari.

pH air yang lebih rendah dari 5,0 menyebabkan penggumpalan lendir pada ikan

sehingga ikan akan mati lemas sedangkan pH yang lebih tinggi dari 9,0 akan

menyebabkan ikan tidak mempunyai nafsu makan. Sedangkan Djarijah (2002),

menyatakan ikan nila di alam hidup optimal pada pH nya 7–8.

4. Nitrogen dalam bentuk Amoniak (NH3)

Amoniak merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan ikan karena bersifat toksik sehingga dalam

konsentrasi yang tinggi dapat meracuni organisme. Organisme perairan yang

pada umumnya menggunakan protein sebagai sumber energi menghasilkan

amoniak dalam metabolismenya. Sumber dari senyawa ini adalah ekskresi

organik maupun timbunan organik. Amoniak merupakan hasil akhir metabolisme

protein (Zonneveld et al., 1991). Oleh sebab itu, agar ikan dapat tumbuh dengan

baik maka konsentrasi amoniak dalam media pemeliharaan seharusnya tidak

melebihi 0,3 ppm (Cholik et al., 1986).

Tabel 2. Kisaran Parameter Kualitas Air Optimal Ikan Nila

Parameter kuallitas air Nilai Optimal Sumber Referensi

Suhu 25-30 0C Djarijah (2002)


Oksigen terlarut 3,59–9,65 ppm Handayani (2006)
pH 7–8 ppm Djarijah (2002)
Amoniak (NH3) <0,3 ppm Cholik et al. (1986)

23
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada

Bulan April–Mei 2017. Sedangkan analisis nutrisi dan pembuatan pakan

dilakukan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan

Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Manajemen Pakan, Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 3 dan 4, sebagai berikut:

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam penelitian


No Alat Spesifikasi Kegunaan
1 Timbangan digital Elektrik 500 g Mengukur bahan baku pakan
2 Akuarium 37 x 40 x 34 cm Sebagai wadah pemeliharaan
Batangan skala
3 Thermometer Mengukur suhu
1- 130 0C
Parameter
4 Kertas pH/lakmus Mengukur derajat keasaman
keasaman 1-14
Spectonik
5 Spektrofotometer Mengukur amoniak
genesys 20 visible
Penyuplai oksigen ke media
6 Peralatan aerasi Aerator
pemeliharaan
7 Kotak pakan 10 x 7,5 x 6 cm Tempat penyimpanan pakan uji
8 Kompor gas Kuantum Alat untuk memasak pakan uji
9 Pisau/cutter Aluminium Pemotong pakan uji
Menghaluskan dan
10 Mortar Keramik
mencampurkan adonan
Wadah penyimpanan bahan
11 Mangkuk Plastik
baku untuk pencampuran
12 Kulkas Panasonik Penyimpakan pakan uji
Wadah untuk memasak pakan
13 Panci Aluminium
uji
Pengadukan pada saat
14 Sendok/spatula Plastik
pemasakkan

24
No Alat Spesifikasi Kegunaan
Mengukur panjang dan
15 Mistar Aluminium
ketinggian akuarium
16 Tetrimetris Metode titrasi Mengukur kadar oksigen terlarut
17 Serok Mesh size 0,5 inci Pengambilan ikan saat sampling
18 Tabung gas 3 kg Pengisi gas kompor
19 Waring ± 1 mm Penutup wadah ikan uji
20 Kantong plastik 12 sheet Penutup badan akuarium
Penyimpanan sementara ikan
21 Bak Fiber glass
uji
Petanda pada akuarium dan
22 Spidol Snowman
plastik sampel
23 Plastik sampel Plastik Menyimpan ikan uji yang mati
Penyimpanan pakan ketika
24 Talang plastik 40 x 30 x 10 cm
masak
Pencampuran hormon ke dalam
25 Spoit 2 ml
adonan pakan
Pompa type Memompa air pemeliharaan ke
26 12 buah dalam wadah penyaringan
AQUILA (P) 3800
Penyaring kotoran dan sisa-sisa
27 Kapas filter Ketebalan 1,5 cm
pakan
20 buah per Tempat bekteri pengurai amonia
28 Bioball duri
akuarium dan penjernih air tumbuh

Gambar 5. Wadah Pemeliharaan Ikan Uji

25
Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Bahan Spesifikasi Kegunaan
1 Ikan nila GIFT O. niloticus Sebagai ikan uji
2 Air media Air tawar Sebagai media ikan uji
Pemberi tanda pada wadah
3 Label Kertas
ikan uji dan wadah pakan uji
4 Perlengkapan ATK Buku tulis & pulpen Mencatat kegiatan penelitian
5 Pakan Gel Sebagai pakan uji
Hormon rEIGH (recombinant Sebagai bahan uji dalam
6 memacu pertumbuhan
pertumbuhan growth hormone)
Pelarut pada hormon
7 Larutan fisiologis Cair
pertumbuhan

C. Prosedur Penelitian

1. Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan nila Gift

jantan hasil sex reversal yang diperoleh dari pembudidaya ikan nila di Balai

Benih Ikan (BBI) Bantimurung, Desa Minasabaji, Kecamatan Bantimurung,

Kabupaten Maros, yang dipijahkan secara alami. Total benih yang digunakan

adalah 264 ekor, pada duabelas akuarium dengan ukuran 37x40x34 cm pada

ketinggian air ± 27 cm dengan volume air ± 40 liter yang diisi ikan uji sebanyak

22 ekor setiap wadah. Untuk bobot rata-rata awal ikan uji yang digunakan

2,91±0,31 g dengan umur 57 hari dengan kepadatan 1 ekor/m2.

2. Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan adalah pakan gel dengan komposisi bahan

baku tersaji pada Tabel 5. Tepung ikan lokal diperoleh dari ikan-ikan yang

bernilai ekonomis rendah, ampas tahu diperoleh dari industri tahu, dan tepung

kepala udang diperoleh dari perusahaan exportir udang di Kawasan Industri

Makassar (KIMA). Pakan yang digunakan pada penelitian ini dibuat di

Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Manajemen Pakan, Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

26
Tahapan penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua tahapan yaitu tahapan persiapan dan

tahapan pelaksanaan. Pada tahapan persiapan terdiri dari pengolahan bahan

baku, pembuatan pakan uji, persiapan alat dan wadah penelitian, aklimatisasi

ikan uji. Sedangkan tahapan pelaksanaan terdiri dari pemeliharaan ikan uji,

pemberian pakan uji, dan pengukuran kualitas air. Pengamatan bobot dan

pengukuran benih ikan nila Gift (O. niloticus) dilakukan setiap 10 hari sekali saat

sampling.

1) Persiapan penelitian

– Pengolahan bahan baku

Secara umum tahapan dalam pengolahan bahan baku pakan adalah

pemotongan kecil-kecil, pengeringan, penggilingan, penepungan, dan penapisan.

Produk akhir pengolahan bahan baku pakan adalah terciptanya bahan baku

dalam bentuk tepung halus dengan diameter partikel kurang dari 0,5 mm.

Selanjutnya, bahan baku disimpan di dalam lemari hingga siap digunakan.

Tabel 5. Komposisi bahan baku dan nutrisi pakan uji*1 (%)


Presentase kandungan hormon rEIGH
Bahan baku
A B C D
Tepung ikan lokal 50 50 50 50
Tepung kepala
11 11 11 11
udang
Tepung ampas tahu 5 5 5 5
Tepung kopra 11 11 11 11
Minyak jagung 9 9 9 9
Karagenan 6 6 6 6
Hormon 0 0,015 0,030 0,045
Sellulose/CMC 4 3,985 3,970 3,955
Mikro mix*2 4 4 4 4
Total 100 100 100 100
Air mineral/bersih ± 400 ml ± 400 ml ± 400 ml ± 400 ml

27
Komposisi nutrisi

Protein 34,01*3 35,99 35,25 30,74


Lemak 0,58 1,20 0,88 0,87
Karbohidrat 43,69 37,46 42,35 47,21
Kadar abu 21,74 25,36 21,51 21,18
*4
DE (kkal/g) 310,60 302,67 313,89 310,53
C/P ratio 9,13 8,41 8,90 10,10
*1 Modifikasi Saade (2011).
*2 Vitamin A 900 IU, B1 2.400 mg, B2 4.350 mg, B6 900 mg, C 192.400 mg, D3
300.000 IU, E 2.250 mg, K3 360 mg, Ca panthotenate 1.350 mg, inositol
33.750 mg, lisin 36.000 mg, methionin 16.500 mg, folic acid 450 mg, biotin
300 mg, nicotinamide 6.000 mg, cholin chloride 4.500 mg, Co, Cu, I, Mn, Se,
Zn, enzim protease, amylase dan sellulose + 1 kg lactose.
*3 Hasil analisis di Lab. Kimia Makanan Ternak Fak. Peternakan UNHAS.
*4 Gross energy: 1 g protein: 4,5 kkal/g, 1 g lemak: 8,0 kkal/g, 1 g karbohidrat:
3,5 kkal/g (Shimeno et al., 1995 and Shitaka & Shimeno 1994).

 Pembuatan pakan uji

Tahapan pembuatan pakan uji, meliputi formulasi pakan sesuai Tabel 5.

Penimbangan bahan baku (timbangan elektrik kapasitas 500 g). Pencampuran,

dicampur dari bahan baku dengan persentase terkecil hingga terbesar. Mikro

mix, minyak jagung, dan hormon dicampur dalam satu wadah, tetapi terlebih

dahulu hormon rEIGH (dosis 10 mg/botol) dilarutkan ke dalam 2 ml larutan

fisiologis dan dihomogenkan dengan cara mengocok botol yang berisi hormon

tersebut sekitar ± 10 menit hingga diyakini homogen yang ditandai dengan tidak

ada gumpalan pada bagian pinggir botol. Setelah itu botol yang berisi 2 ml

larutan hormon sebelumnya diambil mengunakan spoit sebanyak setiap dosis

perlakuan, kontrol sebanyak (0 ml), dosis 0,015 sebanyak (0,3 ml), dosis 0,030

sebanyak (0,6 ml), dan dosis 0,045 sebanyak (0,9 ml), kemudian ditambahkan

setelah adonan matang atau sekitar 5-10 menit setelah api kompor dimatikan.

Penambahan air (400 ml/100 g adonan pakan). Pemasakan, dilakukan di kompor

dengan nyala api yang kecil dan untuk menjamin bahwa bahan baku tercampur

merata, maka dilakukan pengadukan selama pemasakan. Pemasakan dan

28
pengadukan dihentikan bila suhu adonan mencapai 700C atau mulai terlihat asap

dan gelembung keluar dari dasar panci. Pencetakan, dituang ke dalam talang

plastik ukuran 40x30x10 cm dan didiamkan serta diangin-anginkan pada suhu

kamar hingga berbentuk puding. Pemotongan (sesuai ukuran bukaan mulut ikan

uji). Penyimpanan, (freezer suhu -5oC) agar tahan lama hingga siap digunakan.

- Persiapan alat dan wadah penelitian

Tahapan ini dilakukan untuk mempersiapkan alat–alat dan wadah yang

dibutuhkan selama melakukan penelitian. Alat–alat yang digunakan dikumpulkan

pada suatu tempat yang aman agar penelitian dapat berjalan semestinya.

Sebelum digunakan seluruh alat–alat penelitian dibersihkan terlebih dahulu.

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis wadah yaitu

wadah penyimpanan pakan berupa kotak plastik dan wadah pemeliharaan benih

ikan nila berupa akuarium yang dilengkapi dengan peralatan aerasi yang

sebelumnya sudah disucihamakan dengan menggunakan larutan klorin dengan

dosis 0.2 ppm dan natrium tiosulfat dengan dosis 0.2 ppm.

– Aklimatisasi ikan uji

Benih ikan nila gift jantan yang digunakan dalam penelitian ini terlebih

dahulu diaklimatisasi. Ikan uji tersebut diaklimitisasi terhadap lingkungan

penelitian dan pakan uji selama 10 hari di bak penampungan, tergantung tingkat

kejinakan dan penerimaan ikan uji terhadap pakan uji yang diberikan. Kemudian

setelah diaklimatisasi Ikan uji dimasukkan ke dalam akuarium berukuran

37x40x34 cm yang telah disiapkan untuk dilakukan pemeliharaan.

2) Pelaksanaan penelitian

– Pemeliharaan ikan uji

Pemeliharaan ikan uji dilakukan selama 30 hari. Akuarium tersebut diisi

dengan air bersih yang telah diendapkan selama 24 jam sebelumnya. Agar

29
media air pemeliharaan tetap layak pakai hingga akhir penelitian maka dilakukan

sistem resirkulasi di dalamnya. Wadah pemeliharaan dilengkapi waring sebagai

penutup akuarium dengan maksud agar kotoran dari luar akuarium tidak masuk

ke dalam akuarium serta berfungsi pula sebagai pelindung dari hama.

– Pemberian pakan

Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari pagi (08.00), siang (12.00), dan

sore (16.00) dengan metode satiasi. Untuk mengetahui jumlah pakan yang

dikonsumsi oleh ikan uji, maka baik sebelum maupun sesudah pemberian pakan

dilakukan penimbangan pada kotak pakan yang berisi pakan uji terlebih dahulu.

– Pengukuran kualitas air

Parameter lingkungan yang penting pada habitat ikan nila yaitu suhu, DO,

amoniak, dan pH. Kelebihan maupun kekurangan nilai dalam standar parameter

tersebut dapat menyebabkan kematian pada ikan. Oleh karena itu, pada

penelitian ini dilakukan pengukuran kualitas air untuk menjaga lingkungan ikan

sesuai nilai standar yang dibutuhkan ikan tersebut untuk hidup, lebih jelas dapat

dilihat pada Tabel 2. Adapun sebagai data penunjang selama penelitian

berlangsung dapat dilihat pada spesifikasi pengukuran kualitas air di bawah ini.

Tabel 6. Jenis Parameter, Alat, dan Waktu Pengukuran Kualitas Air.


Jenis
Satuan Nama Alat Waktu Pengukuran
Parameter
Termometer Dua kali sehari (jam 08:00 dan
Temperatur oC
batang jam 14:00)
Oksigen Tiga kali yaitu awal, pertengahan,
ppm Tetrimetris
terlarut dan akhir penelitan
pH ppm Kertas pH/lakmus Sekali seminggu
Tiga kali yaitu awal, pertengahan,
Amoniak ppm Spektrofotometer
dan akhir penelitan

30
3. Perlakuan dan Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

empat perlakuan dan tiga ulangan. Dengan demikian penelitian ini terdiri atas

duabelas satuan percobaan. Adapun tata letak keempat perlakuan tersebut

adalah:

A2 A3 A1 B1 D1 D2

C2 B3 D3 C1 B2 C3

Gambar 6. Tata letak wadah percobaan selama penelitian.

4. Parameter yang diukur

 Sintasan

Sintasan dihitung dengan menggunakan rumus yang digunakan Effendie

(1997), sebagai berikut:

Sintasan = Nt/N0 x 100%

Keterangan: SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah benih pada akhir penelitian (ekor)

N0 = Jumlah benih pada awal penelitian (ekor).

 Laju pertumbuhan bobot relatif

Effendie (1997), mengemukakan bahwa untuk menghitung Pertumbuhan

Relatif dapat digunakan rumus berikut:

Pertumbuhan relatif (RG) = (Wt – W0) x 100%


W0

31
Keterangan: RG = Pertumbuhan relatif (%)

Wt = Rata-rata bobot tubuh ikan pada akhir penelitian (g).

W0 = Rata-rata bobot tubuh ikan pada awal penelitian (g).

 Rasio konversi pakan (FCR)

Untuk menghitung FCR dapat digunakan rumus yang dikemukakan oleh

NRC (1977) dalam Iskandar dan Elrifadah (2015), yaitu:

FCR = F
(Wt + D) – W0

Keterangan: FCR = Food convertion ratio

Wo = Berat hewan uji pada awal penelitian.

Wt = Berat hewan uji pada akhir penelitian.

D = Jumlah ikan yang mati

F = Jumlah pakan yang dikonsumsi.

 Konsumsi pakan

Tingkat konsumsi pakan dihitung dengan cara menjumlah total

keseluruhan pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji mulai dari awal hingga akhir

masa penelitian. Adapun total perhitungan konsumsi pakan yang dihitung, yaitu

wet basis (berat basah) dan dry basis (berat kering), dimana :

Wet basis = Total keseluruan pakan yang dikonsumsi (30 hari)

Dry basis = F – (KA*F)

Keterangan : F = Total konsumsi pakan (berat basah) (g).

KA = Kandungan air (%).

32
 Faktor kondisi

Faktor kondisi ditentukan berdasarkan Okgerman (2005) dalam Mulfizar

et al. (2012) dengan rumus sebagai berikut:

Faktor kondisi (K) = WL-3 x 1000

Keterangan: K = Faktor kondisi (%).

W = Bobot (g).

L = Panjang (cm).

5. Analisis data

Untuk menganalisis pengaruh perlakuan terhadap sintasan, pertumbuhan

relatif, rasio konversi pakan, tingkat konsumsi pakan, dan faktor kondisi ikan uji

setelah diberikan pakan gel yang mengandung hormon pertumbuhan rEIGH

maka dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA), data yang

berpengaruh kemudian dilanjutkan dengan uji W-Tuckey untuk menganalisis

perlakuan mana yang terbaik.

33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintasan, pertumbuhan relatif, food convertion ratio (FCR), tingkat

konsumsi pakan, dan faktor kondisi rata-rata ikan uji yang diberi pakan uji selama

30 hari pemeliharaan dengan menggunakan dosis hormon rEIGH yang berbeda.

A. Sintasan

Sintasan rata-rata ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada

Tabel 7, sedangkan nilai sintasan keseluruhan disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 7. Sintasan rata-rata ikan uji yang diberi pakan uji dengan dosis hormon
rEIGH yang berbeda.
Dosis hormon (%) Sintasan rata-rata (%) ± SD
A (0) 80,30 ± 22,42
B (0,015) 81,82 ± 7,87
C (0,030) 87,88 ± 13,12
D (0,045) 89,39 ± 2,62

Sintasan rata-rata ikan uji pada setiap perlakuan berkisar antara 80,30–

89,39%. Hasil analisis ragam (Anova) menunjukkan bahwa penambahan hormon

pertumbuhan rEIGH yang berbeda pada pakan uji tidak memberikan pengaruh

yang nyata (p>0,05) terhadap sintasan rata-rata ikan uji. Sintasan yang sama

pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua pakan uji memiliki kontribusi

nutrient yang sama dalam mempertahankan kelangsungan hidup ikan uji. Pada

penelitian ini, pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari dan diberikan

secara satiasi (sampai kenyang), sehingga kebutuhan ikan uji terhadap pakan uji

dapat tercukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Bachtiar (2002), yang menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan untuk ikan

nila adalah tiga kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore. Jumlah pakan yang

dikonsumsi pada ikan uji antara 610,41–632,13 g/akuarium (Wet basis = dalam

bobot basah) (Lampiran 5). Nilai sintasan rata-rata yang diperoleh pada

34
penelitian ini cukup tinggi. Hal tersebut diduga ketersediaan pakan secara

kualitatif dan kuantitatif yang cukup untuk kebutuhan ikan uji.

Menurut hasil penelitian Muhammad (2014), yang bertujuan untuk

menguji respons pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada ikan nila strain

SULTANA ukuran berbeda yang diberi pakan mengandung hormon pertumbuhan

rekombinan ikan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus), menyatakan bahwa

hasil penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup (TKH) ikan nila yang

diberi perlakuan rEIGH dan kontrol tidak berbeda nyata untuk semua ukuran ikan

yakni berkisar antara 90,67–96,67% (p>0,05). Selain itu, kualitas air selama

penelitian berada dalam kondisi yang optimal untuk kehidupan ikan uji, hal ini

sesuai dengan pendapat Boyd (1981), yang menyatakan bahwa dalam suatu

perairan jika ketersediaan pakan cukup dan didukung oleh kualitas air yang

normal maka ikan dapat hidup dengan baik. Disamping itu, salah satu hal yang

berpengaruh pada sintasan ikan uji yaitu kepadatan dan kualitas air. Seperti

pada penelitian yang dilakukan oleh Hardiantho et al. (2012), kepadatan yang

tinggi dalam bak penampungan, terjadi persaingan tempat, makanan, dan

oksigen sehingga semakin tinggi kepadatan populasi, maka tingkat

kelangsungan hidup menjadi kecil. Selanjutnya Ninef (2002), mengemukakan

bahwa ketersediaan makanan yang cukup dan kualitas air yang menunjang

sangat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan serta padat penebaran

tinggi akan menyebabkan tingkat persaingan makanan dan ruang menjadi tinggi

yang akan menurunkan tingkat kelangsungan hidup organisme. Padat

penebaran pada penelitian ini yaitu 22 ekor/37x40x27 cm2 untuk setiap akuarium

dengan volume air ± 40 liter dan kepadatan 1 ekor/m2. Sintasan rata-rata ikan uji

sangatlah ditentukan oleh pakan dan kondisi lingkungan sekitarnya.

35
B. Pertumbuhan Bobot Relatif

Laju pertumbuhan bobot relatif rata-rata ikan uji selama 30 hari

pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan nilai pertumbuhan relatif

keseluruhan disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 8. Laju pertumbuhan relatif rata-rata ikan uji yang diberi pakan gel dengan
dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Dosis hormon (%) Laju pertumbuhan relatif (%) ± SD
A (0) 79,77 ± 12,71
B (0,015) 80,17 ± 18,91
C (0,030) 78,11 ± 6,51
D (0,045) 66,04 ± 3,03

Pertumbuhan relatif rata-rata ikan uji pada setiap perlakuan berkisar

antara 66,04–80,17%. Berdasarkan hasil analisis ragam (Anova) yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa penambahan hormon pertumbuhan rEIGH yang

berbeda pada pakan uji tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju

pertumbuhan relatif rata-rata ikan uji.

Grafik Laju Pertumbuhan Relatif


40
Pertumbuhan Relatif Rata-rata

35
30
25
20 A;
D;
C; 20,88
19,69
B; 19,68
18,54
15
10
5
0
10 20 30
A 11,23 33,64 20,88
B 12,43 35,23 18,54
C 16,36 27,78 19,68
D 11,05 25,15 19,69

Lama Pemeliharaan (hari)

Gambar 7. Grafik laju pertumbuhan relatif per 10 hari pemeliharaan.

36
Berdasarkan grafik hasil di atas bahwa pada 20 hari masa pemeliharaan

terjadi peningkatan pertumbuhan relatif rata-rata ikan uji yang tertinggi pada

dosis hormon 0,015% dan setelah 10 hari masa pemeliharaan berikutnya

mengalami penurunan pertumbuhan relatif rata-rata untuk setiap perlakuan.

Diduga bahwa pada masa pemeliharaan dari hari 20-30 terjadi akumulasi

hormon di dalam tubuh ikan yang memacu hormon GH-IH (growth hormone

inhibiting hormone) bereaksi yang sifatnya menghambat. Hal ini sesuai dengan

pendapat Fitriadi et al. (2014), yang menyatakan bahwa pengeluaran hormon

pertumbuhan juga dirangsang oleh hormon pelepas pertumbuhan yang

diproduksi oleh Hyphothalamus yaitu growth hormone releasing hormone (GH-

RH). Selain itu ada juga hormon yang memiliki fungsi berlawanan dengan GH-

RH, yaitu hormon pelepas yang sifatnya menghambat yaitu growth hormone

inhibiting hormone (GH-IH) yang juga dihasilkan oleh Hyphothalamus. Dalam hal

ini, rGH berdifusi ke dalam tubuh ikan dan dapat diterima oleh reseptor sehingga

terjadi mekanisme secara tidak langsung dengan bantuan dari IGF-1 untuk

berbagai aksi fisiologis yang mempengaruhi laju pertumbuhan. Menurut

Moriyama dan Kawauchi (2001), Wong et al. (2006), dan Debnanth (2010),

menjelaskan bahwa mekanisme secara tidak langsung adalah mekanisme GH

dalam mempengaruhi pertumbuhan yang dimediasi oleh IGF-1 di dalam hati

ikan. Faktor lain yang berperan dalam mekanisme ini yaitu reseptor GH (GHr),

GH binding proteins (GHBPs), IGF reseptor (IGFr), IGF binding proteins dan

(IGFBPS). GH reseptor berfungsi untuk menangkap sinyal sekresi kelenjar

pituitari untuk memproduksi GH, sedangkan GHBPs untuk melindungi GH dari

pituitari dalam pengangkutan di dalam darah. IGF reseptor mempunyai fungsi

menangkap sinyal IGF-1 dalam organ-organ yang menjadi target, sedangkan

IGFBPs berfungsi dalam melindungi dan mengangkut IGF-1 di dalam darah

menuju organ target.

37
Hasil penelitian lainnya yang memberikan menampilkan pertumbuhan

berbeda yaitu penelitian pertama Muhammad (2014) yang mengamati tentang

“Respons pertumbuhan ikan nila merah yang diberi pakan mengandung hormon

pertumbuhan rekombinan pada dosis berbeda”, menyatakan bahwa perbedaan

respons pertumbuhan antara ikan yang diberi rEIGH dengan kontrol terlihat mulai

minggu kedua hingga minggu kedelapan pemeliharaan. Pada dosis 0.03, 0.30,

dan 3.00 mg/kg pakan dapat meningkatkan pertumbuhan masing-masing

sebesar 24.07%, 27.66%, dan 31.67% dibandingkan dengan ikan kontrol (tanpa

ditambah kuning telur). Hasil percobaan ini mengindikasikan bahwa pemberian

rEIGH secara oral pada dosis 0.03 sampai 3.00 mg/kg pakan memberikan

respons pertumbuhan yang sama (p>0,05). Dalam hal ini, pertumbuhan yang

dihasilkan pada setiap interval waktu pemeliharaan diindikasikan bahwa

perbedaan pertumbuhan yang terjadi akibat pakan uji yang berbeda dimana

pakan yang digunakan dalam penelitian Muhammad (2014), menggunakan

pakan komersil (pellet) yang bereaksi antara minggu kedua sampai minggu

kedelapan pemeliharaan. Sedangkan pada penelitian ini, pakan gel yang diujikan

dapat meningkatkan laju pertumbuhan untuk setiap perlakuan pada 20 hari masa

pemeliharaan dan menurun setelahnya pada dosis GH yang relatif lebih tinggi.

C. FCR

Rasio konversi pakan rata-rata ikan uji selama 30 hari pemeliharaan

dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan nilai konversi pakan keseluruhan disajikan

pada Lampiran 3.

Tabel 9. Laju konversi pakan rata-rata ikan uji yang diberi pakan gel dengan
dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Dosis hormon (%) FCR (%) ± SD
A (0) 2,99 ± 0,40
B (0,015) 3,11 ± 0,37
C (0,030) 3,23 ± 0,45
D (0,045) 3,91 ± 0,47

38
Laju konversi pakan rata-rata ikan uji pada setiap perlakuan berkisar

antara 2,99–3,91%. Berdasarkan hasil analisis ragam (Anova) yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa penambahan hormon pertumbuhan rEIGH yang

berbeda pada pakan uji tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0,05)

terhadap konversi pakan rata-rata ikan uji.

Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang

diberikan dengan jumlah bobot ikan yang dihasilkan. Semakin kecil nilai konversi

pakan berarti tingkat efisiensi pemanfaatan pakan lebih baik, sebaliknya apabila

konversi pakan besar maka tingkat efisiensi pemanfaatan pakan kurang baik.

Menurut Iskandar dan Elrifadah (2015), yang menyatakan bahwa baik tidaknya

suatu kualitas pakan tidak hanya dilihat dari nilai konversi pakan, tetapi juga

dapat ditunjukkan dari nilai efisiensi pakan. Nilai efisiensi pakan diperoleh dari

hasil perbandingan antara pertambahan bobot tubuh ikan dengan jumlah pakan

yang dikonsumsi oleh ikan selama masa pemeliharaan. Semakin besar nilai

efisiensi pakan, berarti semakin efisien ikan dalam memanfaatkan pakan yang

dikonsumsi untuk pertumbuhannya. Menurut hasil penelitian Abdullatif (2014)

yang bertujuan mengevaluasi kinerja pertumbuhan ikan nila yang diberi rEIGH

melalui pakan dengan kadar protein berbeda, melaporkan bahwa pakan yang

mengandung hormon pertumbuhan rEIGH 3 mg/kg pakan yang diberikan 2 kali

per minggu pada hari senin dan kamis, menunjukkan hasil penelitian terhadap

laju konversi pakan tidak memiliki pengaruh signifikan (p>0,05). Dalam hasil

penelitian ini yang menggunakan dosis hormon yang berbeda antara 1,5-4,5

mg/kg pakan kurang efisien dalam memberikan pengaruh yang signifikan untuk

menekan laju konversi pakan, hasil penelitian lainnya juga dikemukakan oleh

Abdullatif (2014) di atas yang menunjukkan bahwa penggunaan dosis hormon 3

mg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai FCR ikan nila.

39
D. Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi pakan rata-rata ikan uji selama 30 hari pemeliharaan

dapat dilihat pada Tabel 10, sedangkan nilai konsumsi pakan keseluruhan

disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 10. Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji yang diberi pakan gel
dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Konsumsi Pakan (g) ± SD
Dosis hormon (%)
Berat Basah Berat Kering
a
A (0) 619,40 ± 11,25 129,21 ± 2,35
B (0,015) 619,03 ± 1,85a 130,86 ± 0,39
C (0,030) 619,50 ± 6,81a 127,56 ± 1,40
D (0,045) 613,46 ± 3,66a 147,54 ± 0,88

Tingkat konsumsi pakan rata-rata pada ikan uji berkisar antara 613,46–

619,50 g (berat basah) dan 127,56–147,54 g (berat kering). Hasil analisis ragam

(Anova) menunjukkan bahwa penambahan hormon pertumbuhan rEIGH yang

berbeda pada pakan uji tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat

konsumsi pakan rata-rata ikan uji. Proses makan pada ikan dimulai dari tingkat

konsumsi nafsu makan, kemudian dilanjutkan dengan respon terhadap

ransangan dan pencarian sumber rangsangan, menentukan lokasi, jenis pakan,

dan penangkapan pakan. Apabila rasa pakan sesuai dengan keinginan ikan,

maka pakan tersebut akan dikonsumsi. Sebaliknya jika rasa pakan tidak enak,

maka pakan tersebut akan dibiarkan atau tidak dimakan. Tingkat konsumsi

pakan rata-rata antara setiap perlakuan yaitu hampir sama dan tidak jauh

berbeda (p>0,05), yang menandakan bahwa konsumsi pakan rata-rata yang

diberikan memiliki daya pikat yang sama untuk dikonsumsi oleh ikan baik pakan

yang mengandung hormon ataupun tidak.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan pakan

yakni tidak hanya mengutamakan nilai nutrisi pakan pada saat formulasi namun

40
juga harus mempertimbangkan jumlah pakan yang akan dimakan. Perbedaan

tingkat konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh kandungan dan karakteristik fisik

pakan seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, rasa, dan aroma. Tingkat konsumsi

pakan yang hampir sama pada setiap perlakuan diindikasikan bahwa setiap

pakan yang mengandung hormon ataupun tidak memiliki daya aktraktanitas yang

sama, sehingga dapat dikatakan pula bahwa baik tidak diberikan perlakuan

hormon daya pikat pakan uji (gel) yang diujikan memiliki daya rangsangan yang

tinggi untuk dimakan. Sesuai dengan pernyataan Saade et al. (2014), yang

menyatakan bahwa pakan gel memiliki aroma yang cepat menyebar ke media

pemeliharaan sehinga keberadaannya cepat dideteksi oleh kultivan atau nilai

atraktanitasnya (daya pikatnya) tinggi serta mudah diterima dan dikonsumsi oleh

kelompok kultivan yang sulit menerima pakan buatan.

E. Faktor Kondisi

Faktor kondisi rata-rata ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat

pada Tabel 11, sedangkan nilai faktor kondisi keseluruhan disajikan pada

Lampiran 6.

Tabel 11. Faktor kondisi rata-rata ikan uji yang diberi pakan gel dengan dosis
hormon rEIGH yang berbeda.
Dosis hormon (%) FK (%) ± SD
A (0) 31,56 ± 0,84
B (0,015) 32,68 ± 2,09
C (0,030) 33,49 ± 2,05
D (0,045) 33,35 ± 0,88

Faktor kondisi rata-rata pada ikan uji berkisar antara 31,56–33,49%.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Anova) yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa penambahan hormon pertumbuhan rEIGH yang memiliki dosis berbeda

pada pakan uji tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap faktor

kondisi rata-rata ikan uji.

41
Faktor kondisi dihitung untuk menilai kesehatan ikan secara umum,

produktivitas, dan kondisi fisiologis dari suatu populasi ikan. Faktor kondisi ini

mencerminkan karakteristik morfologi tubuh, kandungan lipid, dan tingkat

pertumbuhan ikan (Bister et al., 2000; Rypel & Richter, 2008; Froese, 2006;

Stevenson & Woods, 2006 dalam Mulfizar et al., 2012). Faktor kondisi

berhubungan erat dengan pertumbuhan ikan serta menandakan keadaan dari

ikan tersebut di dalam suatu perairan atau wadah pemeliharaan. Faktor kondisi

dapat memberikan penjelasan tentang keadaan ikan yang dipelihara baik secara

fisik untuk ketahanan hidup ataupun untuk proses reproduksi, dengan

diketahuinya faktor kindisi fisik ikan maka dapat menggambarkan keadaan tubuh

ikan (kurus atau gemuk) di dalam wadah pemeliharaan.

Dari hasil penelitian di atas yang menunjukkan bahwa faktor kondisi rata-

rata ikan uji pada setiap perlakuan menurun seiring bertambahnya ukuran ikan,

diindikasikan bahwa seiring bertambahnya ukuran ikan uji maka faktor kondisi

rata-rata ikan uji akan menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie

(1997) dalam Iskandar dan Elrifadah (2015), yang mengemukakan bahwa ikan

yang berukuran kecil mempunyai kondisi relatif tinggi kemudian menurun ketika

ikan bertambah ukuranya. Hasil penelitian lainnya juga menggambarkan faktor

kondisi yang sama yaitu sesuai pernyataan Tuegeh et al. (2012) yang mengamati

tentang beberapa aspek biologi ikan baronang (Sigganus vermiculatus) di

perairan Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan, yang

menyatakan bahwa nilai rata-rata faktor kondisi individu jantan berada pada nilai

84,46% yang menunjukkan bahwa ikan baronang jantan memiliki perkembangan

yang kurang baik. Menurut Anderson dan Neuman (1996) dalam Nasir et al.

(2016), menjelaskan bahwa jika nilai faktor kondisi rata-rata berada dibawah

angka 100 menunjukkan faktor kondisi ikan kurang baik, sebaliknya jika berada

diatas angka 100 hal ini menunjukkan faktor kondisi ikan dalam keadaan baik.

42
F. Kualitas Air

Kisaran hasil analisis parameter kualitas air meliputi suhu, pH, amoniak,

dan oksigen terlarut yang diukur di Laboratorium Produktifitas dan Kualitas

Perairan Universitas Hasanuddin dapat diihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Parameter kualitas air selama pemeliharaan.


Nilai parameter kualitas air
Dosis
hormon (%) Suhu
pH Oksigen terlarut (ppm) NH3 (ppm)
(0C)
A (0) 25 – 29 6,7 – 7,0 4,48 – 8,3 0,002 – 0,064
B (0,015) 25 – 29 6,7 – 7,0 5,12 – 6,4 0,002 – 0,013
C (0,030) 25 – 29 6,7 – 7,0 5,12 – 6,08 0,002 – 0,013
D (0,045) 25 – 29 6,7 – 7,0 4,48 – 6,4 0,003 – 0,013
a a b
Optimum 25-30 7,0 – 8,0 3,59-9,65 <0,3 ppmc
Keterangan : a Djarijah (2002)
b
Handayani (2006)
c
Cholik et al. (1986).

Kualitas air selama pemeliharaan masih dalam kondisi optimal pada

setiap wadah uji, hal ini dikarenakan media pemeliharaan dilakukan

pengontrolan, agar kualitas air tetap dalam kondisi yang optimal, sehingga

menciptakan lingkungan yang sesuai dengan habitat ikan uji. Selama

pemeliharaan berlangsung suhu tercatat antara 25-29°C. Hal ini sesuai dengan

pendapat Djarijah (2002), yang menyatakan bahwa suhu optimal untuk

kehidupan ikan nila berkisar antara 25-30°C. Selama pemeliharaan tercatat pH

yaitu 7, hal ini sesuai dengan pernyataan Djarijah (2002), yang menyatakan

bahwa ikan nila di alam hidup optimal pada perairan yang memilik pH antara 7-8.

Kandungan oksigen terlarut selama pemeliharaan berada dalam batas toleransi.

Oksigen terlarut selama penelitian adalah 4,48–8,3 mg/L. Menurut Handayani

(2006), oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan yaitu 3,59–9,65 mg/L. Kadar

amoniak selama masa pemeliharaan masih dalam batas toleran. Cholik et al.

(1986), menyatakan bahwa kandungan amoniak dalam air tidak boleh melebihi

43
0,3 mg/L. Selama pemeliharaan parameter kualitas air menunjukan dalam

kondisi yang baik dan tidak mempengaruhi parameter media pemeliharaan ikan

uji. Sehingga dapat dikatakan bahwa parameter kualitas air selama penelitian

masih dalam keadaan optimal untuk pemeliharaan mulai dari awal sampai akhir

penelitian.

44
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

Tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot relatif, FCR, tingkat

konsumsi pakan, dan faktor kondisi rata-rata Ikan nila GIFT yang diberikan

perlakuan hormon rEIGH berbeda dalam pakan gel menunjukkan tidak ada

pengaruh signifikan baik antara perlakuan maupun dengan kontrol. Perlakuan

pemberian hormon rEIGH pada pakan gel tidak mempengaruhi Tingkat

kelangsungan hidup, laju pertumbuhan relatif, FCR, tingkat konsumsi pakan, dan

faktor kondisi rata-rata Ikan nila GIFT yang dipelihara selama 30 hari

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan dalam penggunaan hormon

pertumbuhan rEIGH pada pakan gel agar perlu diukur absorbsi kandungan

hormon di dalamnya serta perlu diteliti kembali pada dosis yang relatif lebih tinggi

dari sebelumnya untuk melihat pengaruh yang lebih baik sebagai carrier agent

hormon pertumbuhan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Abdullatif, Z. 2014. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila yang Diberi Pakan Dengan
Kadar Protein Berbeda dan Diperkaya Hormon Pertumbuhan
Rekombinan Ikan Kerapu Kertang. Departemen Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Acosta, J., Morales, R., Morales, A., Alonso, M., and Estrada, MP. 2007. Pichia
patoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerated the
growth of Tilapia. Biotechnol. Lett. 29: 1671-1676.

Alimuddin, Lesmana I., Sudrajat AO., Carman O., and Faizal I. 2010. Production
and bioactivity potential of three recombinant growth hormone of farmed
fish. Indonesian Aquaculture Journal, 5(1):11-16.

Alimuddin., Lesmana, I., Sudrajat, A.O., Carman, O., and Faizal, I. 2011.
Production and Bioactivity Potential of Three Recombinant Growth
Hormones of Farmed Fish. Indonesian Aquaculture Jour 5: 11-17.

Anathy, VT., Venogupal, R., Koteeswaran, TJ., Pandian, and Mathavan, S. 2001.
Cloning, sequencing and expression cDNA encoding growth hormone
from Indian catfish Heteropneustes fossilis. Journal of Bioscience 26: 315-
324.

Andri, 2013. Budidaya Ikan Gurami, Nila, dan Lele. Pinang Merah Publisher.
Yogyakata.

Anonim. 2016. Pengaruh Substitusi Tepung Ikan Dengan Tepung Kepala Ikan
Teri Pada Pakan Dengan Proporsi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Ikan Nila GIFT Oreochromis niloticus. http://www.google.co.id. Diakses
pada tanggal 28 Oktober 2016 pada pukul 20.00 Wita.

Arie, U. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Arifin. 2008. Budidaya Ikan Nila. (Materi Pelatihan dan Praktek). Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor.

Ariyanto, Sumantadinata, dan Sudrajat. 2010. Diferensiasi Kelamin Tiga


Genotipe Ikan Nila Yang Diberi Bahan Aromatase INHIBITOR. Loka Riset
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Departemen
Budidaya Perairan-FPIK, Institut Pertanian Bogor.

Asnawi, S.1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba, 81. PT. Gramedia. Jakarta.

Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan Di Kolam Pekarangan. Jakarta: Agro Media


Pustaka.

Ballestrazzi, RD., Lannari ED agoro, and Mion, A. 1994. The effect of dietary
protein level and source on growth and body composition, total ammonia,
and relative phosphate excretion of growing sea bass Dicentrarchuss
labrax. Aquaculture 127: 197–206.

46
Boyd, C.E. 1981. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Department
of Fisheries and Allied Aquaculture. Aurburn University Alabama.
Agricultural Experiment Station. 318 page. C.E. 1982. Water Quality
Management For Fish Bond Culture. Elsevier Amsterdam.

Cholik, C.Y., B. Cowey, and R. Watanabe. 1986. Finfish Nutrition in Asia :


Methodology Approaches Research Center. Ottawa. 154 pp.

Debnant, S. 2010. A Review on the Physiology of Insulin Like Growth Factor-I


(IGF-I) Peptide in Bony Fishes and Its Phylogenetic Correlation in 30
Different Taxa of 14 Families of Teleosts. Advances in Environmental
Biology, 5: 31-52.

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKPD). 2010. Petunjuk Teknis Pembenihan dan
Pembesaran Ikan Nila. Dinas Kelautan dan Perikanan, Sulawesi Tengah.
2 hlm.

Djajasewaka. 1985. Pakan Ikan. (Makanan Ikan). Yasaguna. Jakarta.Dunham,


R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotecnology: Genetic Approaches.
New york: CABI Publishing, 384 pp.

Djarijah, A.S. 2002. Nila Merah, Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.
Kanisius. Yogyakarta. 85 hal.

Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka


Nusantara.

Fitriadi, M.W., Basuki F., dan Nugroho R.A. 2014. Pengaruh Pemberian
Recombinant Growth Hormone (rGH) Melalui Metode Oral Dengan
Interval Waktu Yang Berbeda Terhadap Kelulushidupan Dan
Pertumbuhan Larva Ikan Gurame var Bastard (Osphronemus gouramy
Lac, 1801). Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Diponegoro.
Semarang.

Fitzsimmons, K. 2004. Introduction to Tilapia Sex-Determination and Sex-


Reversal. http://www.aq.arizona.edu.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit


Rineka Cipta: Jakarta.

Gustiano, R. 2006. Perbaikan Mutu Genetik Ikan Nila. Makalah Bidang Riset
Perikanan Budidaya. Simposium Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 6 hlm.

Gustiano, R., Arifin, O. Z., Widiyanti A., dan Winarlin L. 2006. Pertumbuhan
Jantan dan Betina 24 Famili Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Umur
6 Bulan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor.

Habibullah. 2015. Transmisi Transgen (PhGH) dan Performa Pertumbuhan Ikan


Lele (Clarias gariepinus) Transgenik F3. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
Sukamandi. Subang. Jawa Barat.

Haetami, K. 2012. Konsumsi dan Efisiensi Pakan Dari Ikan Jambal Siam yang
Diberi Pakan Dengan Tingkat Energi Protein Berbeda. Jurnal Akuatika
Vol. III No. 2. Staf Pengajar FPIK, Universitas Padjadjaran. Bandung.

47
Handayani, S. 2006. Studi Efisiensi Pemanfaatan Karbohidrat Pakan bagi
Pertumbuhan Ikan Gurame (Osphronemus goramy Lac.) Sejalan dengan
Perubahan Enzim Pencernaan dan Insulin. Desertasi. Institut pertanian
Bogor. Bogor.

Handoyo B, Alimuddin, dan Utomo NBP. 2012. Growth, feed convertion and
retention, and proximate of eel juvenile treated by immersion of
recombinant giant grouper growth hormone. Jurnal Akuakultur Indonesia,
11(12):132-140.

Hardiantho D, Alimuddin, Prasetiyo AE, Yanti DH, dan Sumantadinata K. 2012.


Performa Benih Ikan Nila Diberi Pakan Mengandung Hormon
Pertumbuhan Rekombinan Ikan Mas Dengan Dosis Berbeda. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 11(1):17-22.

Ihsanudin, M., Rejeki, S., dan Yuniarti, T. 2013. Pengaruh Pemberian


Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rGH) Melalui Metode Oral Dengan
Interval Waktu yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan
Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis niloticus). Program Studi Budidaya
Perairan, Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro. Semarang.

Iskandar, R. dan Elrifadah, N. 2015. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang.
Fakultas Pertanian Universitas Achmad Yani. Banjarbaru.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2011. Statistik


Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
318 hal.

Mayekiso, M., and Hecht, T. 1990. The Feeding and Reproductive Biology of a
South African Anabantid Fish Sandelia bainsii. Hydrobiol. Trop. 23(3):
219-230.

Moriyama, S. and Kawauchi, H. 2001. Growth Regulation by Growth Hormone


and Insulin-Like Growth Factor-I in Teleosts. Otsuchi Mar Sci. 26: 23-27.

Moriyama, S. and Kawauchi, H. 2004. Somatic acceleration of juvenile abalone


Haliotis discus hannai by immersion in and intramuscular injection of
recombinant salmon growth hormone. Aquaculture 229: 469–478.

Muhammad. 2014. Respons Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Nila yang Diberi
Pakan Mengandung Hormon Pertumbuhan Rekombinan (rEIGH) Ikan
Kerapu Kertang. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulfizar, Muchlisin, ZA., dan Dewiyanti, I. 2012. Hubungan Panjang Berat dan
Faktor Kondisi Tiga Jenis Ikan Yang Tertangkap Di Perairan Kuala
Gigieng, Aceh Besar. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Kelautan dan
Perikanan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Nasir, M., Muchlisin, ZA., dan Muhammadar, AA. 2016. Hubungan Panjang Berat
dan Faktor Kondisi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) Di Sungai Ulim
Kabupaten Pidie jaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan.
Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

48
Ninef, M.C.H. 2002. Pengaruh Padat Penebaran Yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Juvenil Abalon (Holiotis Spp.) yang
Dipelihara Dalam Kurungan Apung. Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan. Uht. Surabaya.

Nugroho, E.S., Efrizal, T., dan Zulfikar, A. 2013. Faktor Kondisi dan Hubungan
Panjang Berat Ikan Selikur (Scomber australasicus) Di Laut Natuna yang
Didaratkan Di Pelantar Kud Kota Tanjungpinang. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Riau.

Popma, T.J. & Masser, M. 1999. Tilapia: Life History and Biology. SRAC Publ.
No. 283, 4 pp.

Reinecke, M., Bjomsson, BT., Dickoff, WW., McCormick, SD., Navarro, I., and
Power, DM. 2005. Growth Hormone and Insulin-Like Growth Factors In
Fish: where we are and where to go. Gen Comp Endocrinol 142: 20-24.

Saade, E., D.D. Trijuno, Haryati, dan Zainuddin. 2014. Pengaruh Tingkat
Kekerasan Pakan Gel yang Menggunakan Tepung Rumput laut,
Euchema cottoni sebagai Bahan Pengental terhadap Dispersi Padatan,
Daya Pikat dan Tingkat Kelezatan pada Ikan Koi, Cyprinus carpio
haematopterus. Simposium Nasional I Kelautan dan Perikanan 2014
"Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Ekosistim".
Makassar, 3 Mei 2014.

Saade, E., Zainuddin, S. Aslamyah, dan R. Bohari. 2013. Studi tentang Kualitas
Fisik Pakan Basah Tipe Puding yang Menggunakan Tepung Rumput Laut
Euchema cottoni sebagai Bahan Pengental pada Dosis Berbeda.
Prosiding Internasional Conference and Seminar National Climate
Change Triangle. Faculty of Marine Science and Fisheries. Hasanuddin
University. Makassar-Indonesia, 11 September 2013.

Samsi, N. 2013. Biology-Environmental of Science. Rumus Pertumbuhan Ikan.


http://nursamsirusmidin.blogspot.co.id/2013/07/rumus-pertumbuhan-ikan.
html. www.blogspot.com. Diakses pada tanggal 22 november 2017 pukul
16.00 wita.

Santoso, B. 1996. Budidaya ikan nila. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.

S. Shimeno, D. Kheyyali, and Shitaka : Metabolic Response To Dietary


Carbohydrate To Protein Ratios In Carp. Fisheries. Sci.,61, 277-281
(1995).

Sugiarto. 1988. Teknik Pembenihan Ikan Nila. Penerbit CV. Simplex (Anggota
IKAPI). Jakarta.

Suyanto, S.R. 1994. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hal.

T. Shitaka and S. Shimeno : Metabolic Response To Stearic Acid, Linoleic Acid,


And Highly Unsurated Fatty Acid In Carp. Fisheries Sci., 60, 735 – 739
(1994).

49
Tuegeh, S., Tilar, F.F., dan Manu, G.D. 2012. Beberapa Aspek Biologi Ikan
Baronang (Sigganus vermiculatus) Di Perairan Arakan Kecamatan
Tatapan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1.

Wong, A.O.L., Hong, Z., Yonghua, J., and Wendy, K., Ko, W. 2006. Feedback
Regulation of Growth Hormone and Secretion in Fish and the Emerging
Concept of Intrapituitary Feedback Loop (Review). Comparative
Biochemistry and Physiology, 144: 284-305.

Zonneveld, W., Huisman, G., dan Boon J.H., 1991. Prinsip-Prinsip dan Budidaya
Ikan. Gramedia. Jakarta, 318 halaman.

50
51
Tabel Lampiran 1. Sintasan rata-rata ikan uji yang diberi pakan uji dengan dosis
hormon rEIGH yang berbeda.

Dosis Jumlah ikan (ekor)


Sintasan
Hormon Perlakuan Ulangan
(awal) (akhir) (Nt/N0*100%)
(%)
1 22 21 95,45
A 2 22 12 54,55
0 3 22 20 90,91
Rata-rata 80,30
1 22 19 86,36
B 2 22 16 72,73
0,015 3 22 19 86,36
Rata-rata 81,82
1 22 16 72,73
C 2 22 21 95,45
0,030 3 22 21 95,45
Rata-rata 87,88
1 22 20 90,91
D 2 22 19 86,36
0,045 3 22 20 90,91
Rata-rata 89,39

Hasil analisis ragam (ANOVA) sintasan rata-rata ikan uji yang diberi pakan gel
dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Sumber
JK Db KT F Sig.
keragaman
Perlakuan 175.583 3 58.528 .313 .816
Galat 1494.667 8 186.833
Total 1670.250 11
Keterangan: tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

52
Tabel Lampiran 2. Laju pertumbuhan relatif rata-rata ikan uji yang diberi pakan
gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.

Dosis Bobot tubuh (g)


Pertumbuhan Relatif
Hormon Perlakuan Ulangan
(awal) (akhir) (Wt-W0)/W0*100%
(%)
1 2,47 4,17 68,83
A 2 3,50 6,78 93,71
0 3 2,97 5,25 76,77
Rata-rata 79,77
1 3,43 5,61 63,56
B 2 3,07 5,41 76,22
0,015 3 2,69 5,40 100,74
Rata-rata 80,17
1 2,59 4,74 83,01
C 2 2,87 4,90 70,73
0,030 3 2,68 4,84 80,60
Rata-rata 78,11
1 3,00 4,95 65,00
D 2 2,89 4,73 63,67
0,045 3 2,75 4,66 69,45
Rata-rata 66,04

Hasil analisis ragam (ANOVA) laju pertumbuhan spesifik rata-rata ikan uji yang
diberi pakan gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Sumber
JK Db KT F Sig.
keragaman
Perlakuan 393.000 3 131.000 .918 .475
Galat 1142.000 8 142.750
Total 1535.000 11
Keterangan: tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

53
Tabel Lampiran 3. Laju konversi pakan rata-rata ikan uji yang diberi pakan gel
dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.

Dosis Bobot (g)


Σ Pakan yang FCR
Hormon Perlakuan Ulangan
dikonsumsi (g) (awal) (akhir)
(%)
1 615,28 54,31 87,63 3,39
A 2 610,80 79,96 81,30 2,63
0 3 632,13 65,39 105,02 2,83
Rata-rata 2,95
1 619,64 75,45 106,64 3,03
B 2 620,50 67,45 86,59 3,51
0,015 3 616,95 59,16 102,53 2,79
Rata-rata 3,11
1 612,04 56,98 75,82 3,74
C 2 621,08 63,19 102,97 3,04
0,030 3 625,38 59,05 101,55 2,91
Rata-rata 3,23
1 617,51 65,89 98,99 3,45
D 2 612,45 63,61 89,95 4,39
0,045 3 610,41 60,39 93,24 3,88
Rata-rata 3,91
Keterangan: FCR = F/(Wt+D)-W0*100%

Hasil analisis ragam (ANOVA) laju konversi pakan rata-rata ikan uji yang diberi
pakan gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Sumber
JK Db KT F Sig.
keragaman
Perlakuan 1.583 3 .528 1.583 .268
Galat 2.667 8 .333
Total 4.250 11
Keterangan: tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

54
Tabel Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Kualitas Air

Data Hasil Analisis Awal Penelitian


Nilai parameter kualitas air
Dosis Hormon (%) Oksigen terlarut
Suhu (0C) pH NH3 (ppm)
(ppm)
Kontrol (A) 25 – 29 6,7 – 7,0 6,08 0,0126
0,015 (B) 25 – 29 6,7 – 7,0 6,08 0,0126
0,030 (C) 25 – 29 6,7 – 7,0 6,08 0,0126
0,045 (D) 25 – 29 6,7 – 7,0 6,08 0,0126
Optimum 25-30a 7,0 – 8,0 a
3,59-9,65b <0,3 ppmc
a
Keterangan : Djarijah (2002)
b
Handayani (2006)
c
Cholik et al. (1986).

Data Hasil Analisis Pertengahan Penelitian


Nilai parameter kualitas air
Dosis Hormon (%) Oksigen terlarut
Suhu (0C) pH NH3 (ppm)
(ppm)
Kontrol (A) 25 – 29 6,7 – 7,0 4,48 0.064
0,015 (B) 25 – 29 6,7 – 7,0 5,12 0.005
0,030 (C) 25 – 29 6,7 – 7,0 5,12 0,003
0,045 (D) 25 – 29 6,7 – 7,0 4,48 0,003
a a
Optimum 25-30 7,0 – 8,0 3,59-9,65b <0,3 ppmc
Keterangan : a Djarijah (2002)
b
Handayani (2006)
c
Cholik et al. (1986).

Data Hasil Analisis Akhir Penelitian


Nilai parameter kualitas air
Dosis Hormon (%) Oksigen terlarut
Suhu (0C) pH NH3 (ppm)
(ppm)
Kontrol (A) 25 – 29 6,7 – 7,0 8,3 0,002
0,015 (B) 25 – 29 6,7 – 7,0 6,4 0,002
0,030 (C) 25 – 29 6,7 – 7,0 5,8 0,002
0,045 (D) 25 – 29 6,7 – 7,0 6,4 0,004
Optimum 25-30a 7,0 – 8,0a 3,59-9,65b <0,3 ppmc
Keterangan : a Djarijah (2002)
b
Handayani (2006)
c
Cholik et al. (1986).

55
Tabel Lampiran 5. Tingkat konsumsi pakan ikan uji yang diberi pakan gel
dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Dosis hormon Konsumsi pakan (g)
Ulangan
(%) Berat basah Berat kering
1 615,28 128,35
2 610,80 127,41
0
3 632,13 131,86
Rata-rata 619,40 129,21
1 619,64 130,99
2 620,50 131,17
0,015
3 616,95 130,42
Rata-rata 619,03 130,86
1 612,04 126,02
2 621,08 127,88
0,030
3 625,38 128,77
Rata-rata 619,50 127,56
1 617,51 148,51
2 612,45 147,29
0,045
3 610,41 146,80
Rata-rata 613,46 147,54

- Berat Basah
Hasil analisis ragam (ANOVA) tingkat konsumsi pakan rata-rata ikan uji yang
diberi pakan gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Sumber
JK Db KT F Sig.
keragaman
Perlakuan 79.583 3 26.528 .545 .665
Galat 389.333 8 48.667
Total 468.917 11
Keterangan: tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

- Berat Kering
Hasil analisis ragam (ANOVA) tingkat konsumsi pakan rata-rata ikan uji yang
diberi pakan gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Sumber
JK Db KT F Sig.
keragaman
Perlakuan 772.917 3 257.639 154.583 .000
Galat 13.333 8 1.667
Total 786.250 11
Keterangan: tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

56
Tabel Lampiran 6. Hasil perhitungan faktor kondisi rata-rata ikan uji yang diberi
pakan gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.

Dosis Faktor kondisi Fulton (K) FK


hormon Perlakuan Ulangan -3
(%) Bobot (g) Panjang (cm) (K= WL x 1000)
1 8,888 6,56 31,48
A 2 11,660 7,11 32,44
0 3 9,717 6,81 30,77
Rata-rata 31,56
1 10,294 6,91 31,20
B 2 8,728 6,29 35,07
0,015 3 10,479 6,91 31,76
Rata-rata 32,68
1 9,769 6,58 34,29
C 2 9,413 6,71 31,16
0,030 3 10,023 6,59 35,02
Rata-rata 33,49
1 9,438 6,61 32,68
D 2 8,263 6,22 34,34
0,045 3 9,754 6,66 33,02
Rata-rata 33,35

Hasil analisis ragam (ANOVA) faktor kondisi rata-rata ikan uji yang diberi pakan
gel dengan dosis hormon rEIGH yang berbeda.
Sumber
JK Db KT F Sig.
keragaman
Perlakuan 9.583 3 3.194 1.095 .405
Galat 23.333 8 2,917
Total 32.917 11
Keterangan: tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

Tabel Lampiran 7. Hasil Analisis Uji Proksimat Pakan Gel

Komposisi (%)
No Kode sampel Protein Lemak Serat
Air BETN Abu
kasar kasar kasar
1 Pakan ikan (A) 79,14 34,01 0,58 13,54 30,15 21,74
2 Pakan ikan (B) 78,86 35,99 1,20 15,06 22,40 25,36
3 Pakan ikan (C) 79,41 35,25 0,88 13,21 29,14 21,51
4 Pakan ikan (D) 75,95 30,74 0,87 14,07 33,14 21,18
Keterangan: 1. Kecuali Air, Semua Fraksi Dinyatakan Dalam Bahan Kering
2. BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.

57

Anda mungkin juga menyukai