Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan fungsi mental pada seseorang berupa perubahan sikap dan perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu atau hambatan dalam melakukan peran sosial. Gangguan jiwa bisa berupa gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective) atau tindakan (psychomotor) dan bisa disembuhkan 100%, tetapi para penderita gangguan jiwa memiliki hak untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi. UU RI No. 18 Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa, menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa bertujuan menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa, dalam kesehatan jiwa gangguan jiwa dibagi menjadi beberapa jenis yang pertama perilaku kekerasan, halusinasi, harga diri rendah, isos, defisit perawatan diri, disini saya akan menjelaskan tentang perilaku kekerasan. (Kemenkes, 2014)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditunujkan untuk melukai atau membunuh orang lain, perilaku merusak lingkungan berupa melempar kaca, geteng, dan semua yang ada di lingkungan dan bisa mencederai diri sendiri. (Yosep dalam Damaiyanti, 2012).
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan,baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal. Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol, risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri(risk for self-directed violence)dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence). (Yosep, 2014 dan NANDA,2016).
Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO)
penderita gangguan jiwa dunia adalah 450 juta jiwa, dengan perbandingan 1 per 10.000 orang per tahun. (WHO, 2013).
Menurut riset kesehatan dasar gangguan jiwa ringan (ODGJR) berjumlah
6% atau sekitar 16 juta orang, sedangkan prevalansi orang dengan gangguan jiwa berat (ODGJB) 1,72 perseribu atau 400 ribu orang. 14,3% atau sekitar 57 ribu orang dengan gangguan jiwa berat pernah dipasung oleh keluarga.(Riskesdes,2013)
Berdasarkan data RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh banjarmasin bahwa
jumlah klien gangguan jiwa pada tahun 2016 sebanyak 119 orang, tahun 2017 gangguan jiwa 141 orang, tahun 2018 gangguan jiwa 138 orang, tahun 2019 bulan mei klien rawat inap diruang Yakut sebanyak 8 orang (jiwa pria).Diagnosis keperawatan perilaku kekerasan sebanyak 2 orang, halusinasi sebanyak 3 orang, dan perubahan proses pikir waham sebanyak 1 orang, harga diri rendah 1 orang, dan defisit perawatan diri 1 orang. (catatan laporan ruangan Yakut (jiwa pria,mei 2019).
Terapi yang diprogramkan dari rumah sakit adalah malukukan latian sp
yaitu dimana sp yang saya ajarkan bisa bermanfaat bagi pasien untuk tidak mencederai diri sendiri ataupun orang lain yang ada disekitarnya dan melatih klien bagaimana caranya melakukan sp tersebut, sp terbagi atas lima macam yang pertama dimana kita mngidentifikasi penyebab kenapa klien bisa marah dan mengajarkan klien tentang melampiaskan marahnya dengan memukul bantal ataupun menarik nafas dalam, yang kedua yaitu mengenalkan obat yang diminumnya selama ini, yang ketiga yaitu verbal dimana disini kita mengajarkan klien untuk berinteraksi dengan orang lain, yang ke empat yaitu dengan mengajarkan atau memberikan penjelasan tentang pentingnya sholat lima waktu dan yang terkhir kita harus meevaluasi apa yang sudah kita ajarkan kepada klien apakah klien sudah mengerti apa belum misalkan klien sudah mengerti maka anjurkan klien untuk mengingat apa yang sudah kita ajarkan.
Kenapa saya ingin mengambil kasus resiko perilaku kekerasan karena
banyak masalah-masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius dimulai dari resiko perilaku kekerasan. Resiko erilaku kekerasan juga dapat memberi gambaran bagaimana seseorang mengalami gangguan perilaku kekerasan dan dampaknya yang kompleks seperti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Atas dasar fenomena di atas penulis tertarik mengangkat judul Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Risiko Perilaku Kekerasan untuk membantu klien dalam menangani masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan keperawatan jiwa. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada klien resiko perilaku kekerasan? 1.3. Tujuan Umum 1.3.1. Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada Melaporkan hasil asuahn keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan ruang Yakut(jiwa pria).. 1.4. Tujuan Khusus 1.4.1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan resiko perilaku kekerasan. 1.4.2. Mampu membuat analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan 1.4.3. Mampu mengidentifikasi rencana asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan 1.4.4. Mampu meimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan 1.4.5. Mampu melakukan evaluasi keperaweatan dengan resiko perilaku kekerasan 1.4.6. Mampu menguraikan dan membahas hasil asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan berdasarkan teori-teori pendukung 1.5. Manfaat Penulisan 1.5.1. Bagi pengmbangan ilmu dan teknologi keperawatan Ilmu danteknologi selalu berkembang , jadi harus menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam pemenuhan keutuhan klien dengan resiko perilaku kekerasan. 1.5.2. Bagi klien Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan Klien atau keluarga agar kooperatif saat perawat memberikan semua tindakan khususnya asuhan keperawatan dalam penanganan resiko perilaku kekerasan. 1.5.3. Bagi rumah sakit Menjadi referensi dan membantu memperkuat penegakan diagnosis keperawatan, tujuan dan intervensi klien resiko perilaku kekerasan berdasarkan evidance based nursing practice. 1.5.4. Bagi institusi pendidikan Menjadi landasan dalam peningkatan kemampuan klinis mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan. 1.5.5. Bagi penulis Menjadi pengalaman dalam mengaplikasikan evidace based nursing practice dalam merawat klien dengan resiko perilaku kekerasan.