Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan fungsi mental pada seseorang
berupa perubahan sikap dan perilaku yang menimbulkan penderitaan
pada individu atau hambatan dalam melakukan peran sosial. Gangguan
jiwa bisa berupa gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition), emosi (affective) atau tindakan (psychomotor) dan bisa
disembuhkan 100%, tetapi para penderita gangguan jiwa memiliki hak
untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi. UU RI No. 18 Tahun
2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa, menyatakan bahwa upaya
kesehatan jiwa bertujuan menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas
hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari
ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan
jiwa, dalam kesehatan jiwa gangguan jiwa dibagi menjadi beberapa jenis
yang pertama perilaku kekerasan, halusinasi, harga diri rendah, isos,
defisit perawatan diri, disini saya akan menjelaskan tentang perilaku
kekerasan. (Kemenkes, 2014)

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan pada orang
adalah tindakan agresif yang ditunujkan untuk melukai atau membunuh
orang lain, perilaku merusak lingkungan berupa melempar kaca, geteng,
dan semua yang ada di lingkungan dan bisa mencederai diri sendiri.
(Yosep dalam Damaiyanti, 2012).

Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang


menunjukan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
atau lingkungan,baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal. Perilaku
yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam
bentuk destruktif dan masih terkontrol, risiko perilaku kekerasan terbagi
menjadi dua, yaitu risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri(risk for
self-directed violence)dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
(risk for other-directed violence). (Yosep, 2014 dan NANDA,2016).

Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO)


penderita gangguan jiwa dunia adalah 450 juta jiwa, dengan
perbandingan 1 per 10.000 orang per tahun. (WHO, 2013).

Menurut riset kesehatan dasar gangguan jiwa ringan (ODGJR) berjumlah


6% atau sekitar 16 juta orang, sedangkan prevalansi orang dengan
gangguan jiwa berat (ODGJB) 1,72 perseribu atau 400 ribu orang. 14,3%
atau sekitar 57 ribu orang dengan gangguan jiwa berat pernah dipasung
oleh keluarga.(Riskesdes,2013)

Berdasarkan data RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh banjarmasin bahwa


jumlah klien gangguan jiwa pada tahun 2016 sebanyak 119 orang, tahun
2017 gangguan jiwa 141 orang, tahun 2018 gangguan jiwa 138 orang,
tahun 2019 bulan mei klien rawat inap diruang Yakut sebanyak 8 orang
(jiwa pria).Diagnosis keperawatan perilaku kekerasan sebanyak 2 orang,
halusinasi sebanyak 3 orang, dan perubahan proses pikir waham
sebanyak 1 orang, harga diri rendah 1 orang, dan defisit perawatan diri 1
orang. (catatan laporan ruangan Yakut (jiwa pria,mei 2019).

Terapi yang diprogramkan dari rumah sakit adalah malukukan latian sp


yaitu dimana sp yang saya ajarkan bisa bermanfaat bagi pasien untuk
tidak mencederai diri sendiri ataupun orang lain yang ada disekitarnya
dan melatih klien bagaimana caranya melakukan sp tersebut, sp terbagi
atas lima macam yang pertama dimana kita mngidentifikasi penyebab
kenapa klien bisa marah dan mengajarkan klien tentang melampiaskan
marahnya dengan memukul bantal ataupun menarik nafas dalam, yang
kedua yaitu mengenalkan obat yang diminumnya selama ini, yang ketiga
yaitu verbal dimana disini kita mengajarkan klien untuk berinteraksi
dengan orang lain, yang ke empat yaitu dengan mengajarkan atau
memberikan penjelasan tentang pentingnya sholat lima waktu dan yang
terkhir kita harus meevaluasi apa yang sudah kita ajarkan kepada klien
apakah klien sudah mengerti apa belum misalkan klien sudah mengerti
maka anjurkan klien untuk mengingat apa yang sudah kita ajarkan.

Kenapa saya ingin mengambil kasus resiko perilaku kekerasan karena


banyak masalah-masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius dimulai dari
resiko perilaku kekerasan. Resiko erilaku kekerasan juga dapat memberi
gambaran bagaimana seseorang mengalami gangguan perilaku kekerasan
dan dampaknya yang kompleks seperti mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Atas dasar fenomena di atas penulis tertarik
mengangkat judul Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Risiko Perilaku
Kekerasan untuk membantu klien dalam menangani masalah kesehatan
yang dihadapi melalui penerapan asuhan keperawatan jiwa.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada klien resiko
perilaku kekerasan?
1.3. Tujuan Umum
1.3.1. Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada
Melaporkan hasil asuahn keperawatan pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan ruang Yakut(jiwa pria)..
1.4. Tujuan Khusus
1.4.1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
1.4.2. Mampu membuat analisa data dan merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan
1.4.3. Mampu mengidentifikasi rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan resiko perilaku kekerasan
1.4.4. Mampu meimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada
klien dengan resiko perilaku kekerasan
1.4.5. Mampu melakukan evaluasi keperaweatan dengan resiko perilaku
kekerasan
1.4.6. Mampu menguraikan dan membahas hasil asuhan keperawatan
pada klien dengan resiko perilaku kekerasan berdasarkan teori-teori
pendukung
1.5. Manfaat Penulisan
1.5.1. Bagi pengmbangan ilmu dan teknologi keperawatan
Ilmu danteknologi selalu berkembang , jadi harus menambah
keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
pemenuhan keutuhan klien dengan resiko perilaku kekerasan.
1.5.2. Bagi klien
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan Klien atau keluarga agar
kooperatif saat perawat memberikan semua tindakan khususnya
asuhan keperawatan dalam penanganan resiko perilaku kekerasan.
1.5.3. Bagi rumah sakit
Menjadi referensi dan membantu memperkuat penegakan diagnosis
keperawatan, tujuan dan intervensi klien resiko perilaku kekerasan
berdasarkan evidance based nursing practice.
1.5.4. Bagi institusi pendidikan
Menjadi landasan dalam peningkatan kemampuan klinis mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan.
1.5.5. Bagi penulis
Menjadi pengalaman dalam mengaplikasikan evidace based nursing
practice dalam merawat klien dengan resiko perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai