Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Era Globalisasi yang melanda seluruh dunia mempengaruhi semua bidang kehidupan. Namun

yang paling tampak dan terasa adalah bidang ekonomi, khususnya perdagangan . Era ini ditandai dengan

lahirnya berbagai macam perjanjian multilateral dan bi lateral maupun pembentukan blok-blok ekonomi

yang menjurus kepada kondisi yang b orderless dalam dunia perdagangan, sudah saatnya kita

mempersiapkan diri untuk m engantisipasinya. Majunya perdangangan dunia ini, disatu sisi memang

memberikan dampak positif, na mun disisi lain dapat menimbulkan perbedaan paham, perselisihan

pendapat maupun pertentangan atau sengketa sebagai akibat dari adanya salah satu pihak yang bers

elisih terhadap kontrak dagang tersebut. Perbedaan paham, perselisihan pendapat, pertentangan maupun

sengketa tersebut tidak dapat dibiarkan berlarut-larut dan harus diselesaikan secara memuaskan bagi

semua pihak.

Meskipun tiap-tiap masyara kat memiliki cara sendiri-sendiri untuk menyelesaikan

perselisihan tersebut, aka n tetapi perkembangan dunia usaha yang berkembang secara universal dan

global mu lai mengenal bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang homogen,“menguntungkan”dan

mem berikan rasa “aman” dan keadilan bagi para pihak. Salah satu yang cukup populer dan banyak

diminati kini adalah cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Bahkan kini pihak dunia maju enggan

untuk mengadakan hubungan bisnis tanpa diikat deng an perjanjian arbitrase.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan,

diselenggarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase, yang merupaka n “hakim swasta”

Jika dibandingkan dengan mediasi, maka arbitrase ini memberikan suatu putusan be rkenaan dengan

hak-hak dari para pihak. Putusan itu dijatuhkan oleh suatu Dewan Arbitrase yang bisa secara tunggal

maupun terdiri dari beberapa arbitrator. Putu san mereka mengikat para pihak. Prosedur yang dipakai

diatur dalam “WIPO Arbitrasi on Rules”. Para pihak dapat memilih sendiri apa yang mereka kehendaki:

seorang arb itrator tunggal atau beberapa arbitrator.

Jika tidak terpilih sendiri oleh para pihak, maka menurut ketentuan arbitrase WIPO (WIPO

arbitration Rules akan diangk at seorang arbitrator tunggal, kecuali apabila ternyata dari keadaan sekitar

per soalan bersangkutan, bahwa menurut Pusat Arbitrase ini perlu diangkat 3 orang ar bitrator. Menurut

Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara pe nyelesaian suatu sengketa

perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada p erjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis

oleh para pihak yang bersengketa . Landasan lain dari arbitrase ini juga ada di dalam Al-qur’an surah

An-nisa’ ayat 35 dan 128 sebagai berikut : “ dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara

keduanya, Maka kirimlah seora ng hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga

perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi tau

fik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengen al.” …… ……

“ dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabia tnya kikir ”

B. JENIS ARBITRASE

Yang dimaksud dengan jenis arbitrase ialah macam-macam arbitrase yang diakui eks istensi

dan kewenangannya untu memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi a ntara pihak yang
mengadakan perjanjian. Jenis arbitrase yang diakui dan memiliki validitas, diatur dan disebut dalam

peraturan dan berbagai konvensi. Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek

1. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)

adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan

tertentu. Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu diputuskan.

Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang sifatnya permanen.

2. Arbitrase Institusioianal (Lembaga Arbitrase)

Disebut juga dengan arbitrase Ad-Hoc atau Volunteer Arbitrase karena sifat dari arbitrase ini

yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini keberadaannya h anya untuk memutus dan

menyelesaikan satu kasus sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka arbitrase Ad-

Hoc inipun lenyap dan berakhir denga n sendirinya. Para arbiter yang menangani penyelesaian sengketa

ini ditentukan d an dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa, demikian pula tata cara pen

gangkatan para arbiter, pemeriksaan, penyelesaian sengketa dan tenggang waktu pe nyelesaian sengketa

tidak memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan dan penentuan

hal-hal tersebut terdahulu tidak boleh men yimpang dari apa yang telah ditemukan oleh undang-undang.

Dalam arbitrase Ad-Hoc, proses beracara dala arbitrase dapat ditentukan sendiri oleh para pihak

menurut ketentuan yang lazim berlaku, atau jika dikehendaki dapa t diikuti proses beracara pengadilan.

Arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase yang bersifat perman.

Pasal 1 ayat (2) Konvensi New Work 1958 menyebutkan l ng sengaja diadakan atau didirikan

untuk menyelesaikan sengketa atau perselisiha n.Menurut Pasal 1 angka 8 UU Nomor 30 Tahun

1999,lembaga arbitrase adalah: “Badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang

ditunjuk oleh Penga dilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk memberikan putusan mengenai sengketa

t ertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase”. Ciri dari arbitrase institusional yang dapat

pula dikatakan sebagai perbedaan an tara arbitrase institusional dengan arbitrase ad hoc adalah sebagai

berikut:
a. Arbitrase institusional sengaja didirikan untuk bersifat permanen atau selama nya, sedangkan

arbitrase ad hoc bersifat sementara dan akan bubar setelah persel isihan selesai diputus.

b. Arbitrase institusional sudah ada atau sudah bersiri sebelum suatu perselisih an timbul,oleh pihak

yang bersangkutan

c. Karena bersifat permanen atau selamanya,maka arbitrase institusional didirika n lengkap dengan

susunan organisasi,tata cara pengangkatan arbiter,dan tata cara pemeriksaan pada umumnya tercantum

dalam anggaran dasar pendirian lembaga terse but, sedangkan arbitrase ad hoc tidak ada sama sekali.

Badan arbitrase institusional ini apabila dilihat dari sudut ruang lingkupnya, m aka dapat

diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu :

A. Arbitrase Institusional Nasional (national arbitration) Menurut Ridwan Widiastoro,

arbitrase nasional yaitu penyelesaian suatu sengketa melalui badan arbitrase yang dilakukan di dalam

satu atau negara dimana unsur-un sur yang terdapat didalamnya memiliki nasionalitas yang sama.

Pengertian nasiona litas yang sama menurut beliau dalam hal ini adalah seperti; adanya persamaan ke

warganegaraan diantara para pihak, domisili yang sama, sistem dan budaya hukum y ang sama.

Sedangkan menurut Gunawan Wijaya arbitrase nasional adalah arbitrase y ang ruang lingkup

keberadaan dan yurisdiksinya hanya meliputi kawasan negara yan g bersangkutan. Dari uraian di atas

tentang arbitrase nasional, maka dapat ditar ik kesimpulan bahwa suatu arbitrase dapat dikatakan

bersifat nasional apabila :

1. Unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian arbitrasenya hanya bersifat nas ional.

2. Arbitrase tersebut hanya berskala nasional bila dilihat dari kawasan atau ter itorialnya. Beberapa

contoh arbitrase institusional nasional antara lain :

a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia, merupakan badan arbitrase nasional negara Indonesia yang

didirikan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

b. The Netherlands Arbitration Institute, yaitu pusat arbitrase nasional negara Belanda.
c. The Japanese Commercial Arbitration Association, sebagai pusat arbitrase nasi onal Jepang dalam

lingkungan KADIN Jepang.

B. Arbitrase Institusional Internasional (international arbitration) Arbitrase Internasional ini

menurut Riwan Widiastoro adalah kebalikan dari arbit rase nasional yaitu penyelesaian sengketa

melalui badan arbitrase yang dapat dil akukan di luar maupun di dalam suatu negara salah satu pihak

yang bersengketa di mana unsur-unsur yang terdapat didalamnya memiliki nasionalitas yang berbeda

sat u sama lain (foreign element). Menurut Sudargo Gautama yang dimaksud dengan unsu r asing

(foreign element) dalam suatu perjanjian arbitrase adalah sebagai beriku t: Pertama, para pihak yang

membuat klausula atau perjanjian arbitrase pada saat me mbuat perjanjian itu mempunyai tempata usaha

(place of business) mereka di negar a-negara yang berbeda. Kedua, jika tempat arbitrase yang

ditentukan dalam perjanjian arbitrase ini leta knya di luar negara tempat para pihak mempunyai usaha

mereka. Ketiga, jika suatu tempat dimana bagian terpenting kewajiban atau hubungan dagan g para

pihak harus dilaksanakan atau tempat dimana obyek sengketa paling erat hu bungannya (most closely

connected) letaknya diluar negara tempat usah para pihak .

Keempat, apabila para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa obyek perjanjian arbitrase

mereka ini berhubungan dengan lebih dari satu negara. Dari uraian tersebut terlihat jelas perbedaan

antara arbitrase nasional dengan a rbitrase internasional. Perbedaan kedua jenis arbitrase ini terletak

pada unsur- unsur yang terdapat di dalam perjanjian arbitrase itu sendiri. Seperti telah diu raikan di atas,

bahwa suatu arbitrase dikatakan bersifat nasional apabila unsurunsur yang terdapat di dalam perjanjian

arbitrase tersebut hanya mengandung unsu r-unsur yang bersifat nasional, sedangkan arbitrase

internasional adalah suatu a rbitrase yang di dalam perjanjian arbitrasenya terdapat unsur-unsur asing.

Adapu n contoh-contoh daro lembaga arbitrase ini antara lain :

1. Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC). Merupaka n pusat arbitrase

internasional yang didirikan di Paris pada tahun 1919.


2. The International Center For Settlement of Investment Disputes (ICSID). Arbit rase ini adalah badan

arbitrase yang bersifat internasional yang mengatur tentan g sengketa investasi yang berskala

internasional.

3. United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL).

C. Arbitrase Institusional Regional (regional arbitration). Arbitrase institusional regional

adalah suatu lembaga arbitrase yang lingkup keb eradaan dan yurisdiksinya berwawasan regional

seperti ; Regional Center for Arbi tration yang didirikan oleh Asia-Afrika Legal Consultative

Committee (AAALC).

C. KLASIFIKASI MENURUT JENIS SENGKETA

1. Arbitrase Kualitas, berkaitan dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.

2. Arbitrase Teknis, berkaitan dengan penyusunan dan penafsiran kontrak.

3. Arbitrase Campuran, berkaitan dengan fakta dan penerapan hokum.

4. Arbitrase Khusus, dalam bidang muamalat, perdagangan, ketenaga kerjaan, lingkungan hidup.

D. ARBITRASE KHUSUS Arbitrase khusus ini meliputi dalam bidang muamalah,

perdagangan, ketenaga kerja an dan lingkungan hidup. Di kalangan dunia bisnis misalnya, umumnya

lebih menday a gunakan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang terjadi diantara

para pihak, dari pada penyelesaiannya melalui lembaga litigasi atau pe radilan. Hal ini terjadi karena

saat sekarang ini ada suatu tendensi bahwa hampi r di setiap kontrak dagang mencantumkan klausul

penyelesaian sengketa melalui ar bitrase, dimana arbitrase merupakan suatu lembaga penyelesaian

sengketa yang sed ang populer dan paling dianjurkan untuk digunakan dibandingkan dengan lembaga

pe nyelesaian sengketa lainnya. Dalam menentukan cara penyelesaian sengketa tersebut, tentunya

banyak pertimbang an yang mendasari para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penye

lesaian sengketa yang akan atau sedang dihadapi. Namun demikian, kadangkala pert imbangan para

pelaku bisnis dalam memilih lembaga arbitrase sebagai alternatif p enyelesaian sengketa para pihak

tidaklah sama, karena itu perlu diketahui dasar pertimbangan para pihak yang bersengketa dalam
memilih arbitrase sebagai alterna tif penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang. Secara umum dalam

alinea keempat Penjelasan Umum UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesai

an Sengketa dinyatakan dalam lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga

peradilan. Kelebihan-kelebihan itu antara lain:

1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.

2. Dapat dihindarkan kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan adminis trative.

3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetah uan,

pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengket akan, jujur dan adil.

4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalah serta p roses dan tempat

penyelenggaraan arbitrase.

5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara

(prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir, Arbitrase Nasional, Sitra Aditya Bhakti, Bandung, 2000


Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, No. 30 tahun 1999, Sinar Grafika,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai