Anda di halaman 1dari 10

KETIKA PESTA SELESAI

(Sebuah Ironi yang Terlanjur Menjadi Tradisi)

KETIKA PESTA SELESAI

Denting gelas itu masih tersisa di meja


Ketika aku beranjak pergi dengan hati tersayat
Sepotong apel membusuk, setangkai mawar layu,
tissue, dibasahi air mata
kubiarkan tergeletak

siapakah yang telah menghidangkan pesta di sini?


Kilat lampu, dentum irama, aroma minuman
Wangi parfum dan mata yang menggoda
Seperti berbaur dalam debar jantungku
Dan aku mabuk

Menjelang pagi, tinggalah sisa pesta


Sebuah ruangan pucat dan hampa
Sekerat jiwa limbung dan sendiri
Sebelum pergi masih sempat kutengok isi gelas itu
Tinggal nanah yang mengental dari dosa dan kepedihanku

1995

Pesta
Pesta merupakan sebuah acara yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang
sebagai perayaan moment tertentu sebagai ungkapan kebahagiaan. Pesta sangat
identik dengan perjamuan makan, minum dan hiburan musik. Senyuman dan
canda tawa merupakan pencerminan suasana pesta yang penuh kebagagiaan.
Hampir setiap orang pastinya sudah pernah mengikuti perjamuan pesta.. “Ketika
Pesta Selesai” karya Nenden Lilis A. ini merupakan puisi yang menggambarkan
keadaan pesta ketika selesai. Diungkapkan dalam salah satu baris puisinya
yaitu /Denting gelas itu masih tersisa di meja/ . Pada larik dengan citraan audio
tersebut seolah aku lirik merekam dan memotret keadaan pesta yang sudah usai.

1
Budaya pesta sebenarnya sudah lama dilaksanakan oleh leluhur kita. Budaya kita
mengenal ”selamatan” atau tasyakuran sebagai bentuk sebauh pesta. Tasyakuran
adalah selamatan untuk berterima kasih kepada Sang Pencipta karena cita-citanya
terlaksana atau hajadnya tercapai. Tentunya hal itu diwujudkan agar segala
sesuatunya yang telah tercapai lebih mendapat berkah. Idealnya tujuan baik juga
harus dilaksanakan dengan cara yang baik pula.

Apakah Tujuan Pesta?


Sebuah pesta idealnya dilatarbelakangi oleh sebab-sebab yang baik dan berakhir
dengan kebahagiaan. Tujuan pesta adalah memberikan sedekah dan berbagi
kebahagiaan sebagai wudud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun Islam
mengajarkan dalam QS. Al Kautsar cara kita bersyukur yaitu dengan beribadah
kepada Allah dan berkorban sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya. Acara pesta sebagai wujud syukur yang paling sering kita
jumpai adalah pesta pernikahan, kelahiran buah hati, kenaikkan pangkat atau
jabatan dan lain sebagainya. Pesta-pesta tersebut biasanya dilaksanakan di
kediaman yang empunya hajat atau di dunia modern sekarang ini banyak pesta
dilangsungkan di hotel atau gedung-gedung pertemuan.

Bagaimanakah realitas pesta di kehidupan modern sekarang ini? Pesta sudah tidak
lagi dijalankan dengan cara yang baik. Di kalangan kaum hedonis pesta
merupakan bentuk gaya hidup yang menjadi sebuah keharusan. Tempat pesta
bukan lagi di rumah, melainkan di hotel-hotel mewah atau diskotik. Sudah barang
tentu sajian yang dihadirkan juga seperti minuman keras, musik, wanita penghibur
atau hal-hal lain yang memabukkan. Puisi ”Ketika Pesta Selesai” karya Nenden
Lilis A. juga menyoroti hal tersebut dalam puisinya di bait kedua dengan
larik /Kilat lampu, dentum irama, aroma minuman/Wangi parfum dan mata yang
menggoda/Seperti berbaur dalam debar jantungku/Dan aku mabuk/. Adapun di
bait kedua, Nenden Lilis A. juga menanyakan sipakah orang-orang yang membuat
pesta yang demikian? Ditulisnya dalam larik puisinya / siapakah yang telah
menghidangkan pesta di sini?/. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya
bahwa pesta-pesta yang demikian merupakan acara yang sering diselenggarakan

2
oleh kaum hedonis yang selalu mencari kesenangan dan kenikmatan materi
sebagai tujuan utama dalam hidupnya. Demikian gambaran pesta yang sudah
mulai melenceng dari nilai-nilai luhur bangsa kita yang diungkapkan oleh Nenden
lilis A. dalam puisinya.

Pergeseran Bentuk Pesta


Di dunia modern, banyak pesta yang tidak lagi menjadi sebuah acara sakral yaitu
bentuk persembahan syukur hamba pada Tuhannya. Tujuan pesta sudah mulai
bergeser menjadi ajang menampilkan materi, jabatan, bahkan memamerkan
wanita oleh para kaum lelaki. Kaum hedonis menggelar pestanya di diskotik-
diskotik. Musik dan wanita penghibur adalah hal yang wajib ditambah dengan
minuman keras. Hal demikian oleh Nenden Lilis A. digambarkan sebagai ironi
yang mengakibatkan dampak penyesalan seperti yang diungkapkan dalam
puisinya di bait ketiga yang merupakan klimaks puisnya. Adapun larik-larik puisi
itu adalah /Menjelang pagi, tinggalah sisa pesta/ Sebuah ruangan pucat dan
hampa/ Sekerat jiwa limbung dan sendiri/ Sebelum pergi masih sempat kutengok
isi gelas itu/ Tinggal nanah yang mengental dari dosa dan kepedihanku/. Melalui
ungkapan larik puisi yang demikian kita bisa menyimpulkan bahwa tentunya pesta
yang demikain itu tidaklah baik. Pesta yang demikian tersebut menimbulkan
berbagai dosa-dosa yang pada akhirnya dapat membuat rasa penyesalan.

Pesta yang Ironis


Gelak tawa, riuh, dan raut bahagia tentunya akan mudah kita jumpai pada acara
pesta. Demikian kalau disebutkan seperti apakah kira-kira perasaan orang-orang
yang mengikuti pesta. Adapun tetapi, Nenden Lilis A. dalam puisinya mempunyai
pandangan lain yang justru berlawanan dengan suasana usai pesta yang
seharusnya. Diungkapkan pada bait pertama bahwa si aku lirik usai pesta justru
bersedih. Hal tersebut nampak dalam larik /Ketika aku beranjak pergi dengan hati
tersayat/ Sepotong apel membusuk, setangkai mawar layu,/ tissue, dibasahi air
mata/. Mengapa usai pesta mengapa persaan ironis justru kemudian dirasakan oleh
si aku lirik? Di sinilah nampak adanya pertentangan batin antara si aku lirik
dengan bentuk pesta yang diikutinya.

3
Pesta yang diikuti oleh si aku lirik seperti yang diungkapkan pada bait kedua yaitu
bukanlah pesta yang baik. Adapun pesta tersebut justru penuh dengan hal-hal yang
memabukkan seperti minuman dan tatapan-tatapan mata yang menggoda. Sudah
menjadi barang tentu bahwa pesta kaum hedonis pastinya dipenuhi oleh wanita-
wanita penghibur. Di sinilah Nenden Lilis A. sebagai wanita merasa sangat ironis
dengan kaumnya. Wanita yang semestinya mempunyai kedukukan yang terhormat
dan mengemban tugas mulia di sisi keluarga justru hanya menjadi objek hiburan
atau pemuas nafsu pada sebuah pesta hedonis. Hal ironis tersebut dituangkan
dalam perasaan si aku lirik yaitu / Ketika aku beranjak pergi dengan hati tersayat/.
Adapun pesta yang diungkapakan oleh Nenden Lilis A. tentunya juga bentuk
pemborosan. Islam memvonis bahwa: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya (QS. Al Israa’:27).

”Ketika Pesta Selesai” Sebagai Sebauh Kritik Sosial


”Ketika Pesta Selesai” adalah puisi tiga bait yang mendeskripsikan bagaimana
keadaan dan suasana ketika sebuah pesta usai. Adapun hal yang menjadi menarik
adalah ketika pesta yang identiknya dengan suka cita disandingkan dengan
pandangan ironi si aku lirik. Klimaks dari ironi si aku lirik dalam puisi ini
diungkapkan di akhir puisi yaitu /Tinggal nanah yang mengental dari dosa dan
kepedihanku/. Pembicaraan dalam puisi ini adalah tentang sebuah pesta yang
diakhiri dengan perasaan sedih si aku lirik. Tentunya di sini ada sebuh pertanyaan,
mengapakah penyair membuat ironi yang demikian dalam puisinya?

”Ketika Pesta Selesai” merupakan kritik sosial mengenai kondisi ekonomi, sosial,
dan politik yang buruk pada tahun 1995 atau masa Orde Baru. Kondisi ekonomi
kala itu mulai di ambang krisis. Penguasa memerintah secara sentralisasi dan
aspirasi dari para cendikia terkesan dimatikan. Penguasa dengan mudahnya
melakukan KKN dengan tujunan memperkaya diri dan golongan. Penguasa yang
demikian merupakan para penganut hidonis yang hanya mencari kesenganan
hidup pribadi. Adapun salah satu kecendrungan kaum hedonis yaitu dengan
melakukan tindakan pesta pora.

4
Masalah yang demikian sebenarnya juga sudah jauh sebelumnya disinggung oleh
penyair wanita juga yaitu Toeti Heraty dalam puisinya yang berjudul ”Coktail
Party”. Puisi tersebut juga membicarakan tentang ironi dari sebuah pesta. Berikut
ini puisi ”Coktail Party” karya Toeti Heraty yang ditulis pada tahun 1974.

COCKTAIL PARTY

meluruskan kain-kain baju dahulu


meletakkan lekat sanggul rapi
lembut ikal rambut di dahi
pertarungan dapat dimulai
berlomba dengan waktu
dengan kebosanan, apa lagi
pertaruhan ilusi
seutas benang dalam taufan
amuk badai antara insan
taufan? ah, siapa
yang masih peduli
tertawa kecil, menggigit jari adalah
perasaan yang dikebiri
kedahsyatan hanya untuk dewa-dewa
tapi deru api unggun atas
tanah tandus kering
angin liar, cambukan halilintar
mengiringi
perempuan seram yang kuhadapi, dengan
garis alis dan cemooh tajam
tertawa lantang –
aku terjebak, gelas anggur di tangan
tersenyum sabar pengecut menyamar –
ruang menggema
dengan gumam hormat, sapa-menyapa
dengan mengibas pelangi perempuan
itu pergi, hadirin mengagumi
mengapa tergoncang oleh cemas
dalam-dalam menghela napas, lemas
hadapi saingan dalam arena?
kata orang hanya maut pisahkan cinta
tapi hidup merenggut, malahan maut
harapan semu tempat bertemu

itu pun hanya kalau kau setuju


keasingan yang mempesona, segala
tersayang yang telah hilang –
penenggelaman

5
dalam akrab dan lelap
kepanjangan mimpi tanpa derita
dan amuk badai antara insan?
gumam, senyum dan berjabatan tangan

Antara puisi ”Ketika Pesta Selesai” dan ”Coktal Party” merupakan dua buah puisi
yang mempunyai kesamaan ide. Kesamaan ide tersebut yaitu menceritakan sebauh
pesta yang kemudian dirasakan menjadi sebuah ironi oleh si aku lirik. Melalui
istilah lain dapat dikatakan bahwa puisi ”Ketika Pesta Selesai” karya Nenden Lilis
A. merupakan bentuk intertekstual dari puisi ”Coktail Party” karya Toeti Heraty.
Interteks secara luas diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan
teks yang lain. Berkaitan dengan interteks, Kristeva mengatakan bahwa setiap teks
harus dibaca atas dasar latar belakang teks-teks lain (Ratna, 2004:173).
Berdasarkan pandangan interteks tersebut maka puisi ”Ketika Pesta Selesai” karya
Nenden Lilis A. mempunyai jaringan hubungan dengan puisi ”Coktail Party”
karya Toeti Heraty.

Adapun selanjutnya dapat disebut bahwa ide ataupun teks-teks dalam puisi
”Coktail Party” karya Toeti Heraty merupakan sebuah hypogram atas puisi
”Ketika Pesta Selesai” karya Nenden Lilis A.. Berikut beberapa hypogram puisi
”Ketika Pesta Selesai” yang terdapat pada puisi ”Cocktatail Party”. Party dalam
bahasa Indonesia padanannya yaitu pesta, merupakan hypogram yang pertama.
Hypogram selanjutnya ditunjukkan dengan larik /aku terjebak, gelas anggur di
tangan/. Lagi-lagi pesta dalam puisi diidentikkan dengan minuman anggur.
Nenden Lilis A. menulis hal senada yaitu /Denting gelas itu masih tersisa di meja/,
dan juga / Kilat lampu, dentum irama, aroma minuman/.

Bentuk pesta itu digambarkan dalam puisi ”Cocktail Party” sebagai sebuah bentuk
kamuflase kaum hedonis. Adapun hal itu diungkapkan dengan larik puisi / Ruang
menggema/ dengan gumam hormat, sapa-menyapa/ dengan mengibas pelangi
perempuan/itu pergi, hadirin mengagumi/. Larik tersebut merupakan gambaran
ironi seorang wanita dalam pesta yang seolah menjadi objek keindahan. Adapun
tingkah laku wanita yang berlebihan sebenarnya telah dilarang oleh agama. Islam
dalam Al Quran memerintahkan bahwa:

6
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka…(QS. An Nuur:31).

Demikian ide dalam puisi ”Cocktail Party” kemudian diteruskan atau


diintertekskan dalam cerita puisi ”Ketika Pesta Selesai” yang pada akhirnya
diungkapkan sebuah ironi pesta secara gamblang yaitu dengan larik puisi
/Sebelum pergi masih sempat kutengok isi gelas itu/ Tinggal nanah yang
mengental dari dosa dan kepedihanku/. Demikian sebuah kritik sosial yang seide
dilontarkan oleh kedua puisi tersebut di atas. Berbagai pesan yang mendalam
tersirat di balik kedua puisi di atas. Mulai dari kritikan bentuk pesta yang salah
hingga sindiran pada pelecehan harkat dan martabat wanita oleh kaum hedonis.

”Ketika Pesta Selesai” Sebuah Ironi yang Terlanjur Menjadi Tradisi


Pesta bergaya hedonis merupakan sebuah ironi yang sekarang ini dijadikan
sebagai tradisi di dunia modern. Mulai dari sekadar pesta yang menunjukkan
kemewahan hingga pesta yang hanya mencari kesenangan sesaat seperti mabuk-
mabukan dan bermain dengan wanita penghibur seperti yang diungkapkan
Nenden Lilis A. dalam larik puisinya/Kilat lampu, dentum irama, aroma
minuman//Wangi parfum dan mata yang menggoda/. Adapun pesta-pesta yang
demikian sering digelar di diskotik hingga tempat-tempat hiburan malam lainnya.
Tempat yang demikian sangat banyak dan mudah dijumpai di kota-kota besar.
Sebuah contoh di Bandung terdapat 56 karoke, 5 diskotik, 25 pub, 14 club malam,
dan 28 panti pijat (Official Site of Bandung Tourism Ofiice). Tentunya hal yang
demikian sangat bertentangan dengan nilai luhur bangsa yang sangat menjunjung
nilai kesederhanaan, nilai moral kesopan santunan dan nilai agama.

Pesta yang ironis demikian tentunya sangat buruk karena menimbulkan berbagai
dampak negatif. Sebut saja prostitusi, miras dan narkoba adalah hal-hal yang
terlarang namun seakan legal dalam pesta di dunia modern sekarang ini. Akibat

7
negatif lainnya yaitu apabila pesta tersebut mengakibatkan kerugian pada orang
lain yang tidak mengikuti pesta. Belum lama ini kita dikejutkan dengan insiden
kecelakaan maut di kawasan Tugu Tani, Jakarta, di mana Afriyani Susanti
menabrak kerumunan pejalan kaki hingga 9 orang meninggal. Hasil penyelidikkan
menunjukkan bahwa Afriyani saat itu sedang mabuk akiabat mengonsumsi
narkoba pada sebuah acara pesta di diskotik, sebuah hal yang sangat disayangkan
tentunya.

Sebagai bangsa yang berkarakter tentunya kita mempunyai tradisi yang lebih
bijak. Ada berbagai pilihan bentuk ungkapan rasa bersyukur kepada sang
Pencipta. Tasyakuran dengan bersedekah kepada kaum yang lebih membutuhkan
merupakan pilihan yang lebih baik dan mempunyai nilai ibadah yang mulia.

Tanggapan, Masukkan, Pertanyaan dari Forum Diskusi

1. Bapak Sediono, S.Pd.


Masyarakat Hedonis ternyata sudah ada di Indonesia sejak tahun 1974 –
1995 yang tercermin dari puisi Cocktal Party dan Ketika Pesta Usai.
Apakah bentuk masyarakat hedonis tersebut selalu identik tercermin dalam
bentuk pesta?
Masyarakat Hedonis di Indonesia memang sudah tergambar sejak tahun
1974 seperti Yang terungkap dalam puisi Cocktail Party karya Toeti Heraty
dan salah satu hal yang identik dilakukan oleh masyarakat hedonis adalah
berpesta. Adapun tetapi memang tidaklah semua pesta merupakan sebuah
hal yang ironi, masih banyak pesta yan dilakukan dengan sewajarnya
dengan tujuan yang mulia yaitu bersyukur.

2. Acril Zalmansyah, S.Pd.


Dalam esai saudara, pesta terkesan sebuah hal yang ironi yang identik
dengan hal yang negatif. Fakta lain bahwa pesta tidaklah selalu identik
dengan hal negatif seperti di budaya lain ada yang berpesta untuk acara
kematian dan berpesta karena lepas jabatan. Hal tersebut diungkapkan

8
sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Bagaimana tanggapan saudara akan
hal yang demikaian?
Dalam esai ini memang menyoroti bentuk pesta yang ironi dan negatif
dampaknya. Tentunya pesta yang demikian adalah pesta yang tidak baik
dan dengan tujuan yang tidak tepat. Adapun pesta yang didasari atas tujuan
bersyukur dengan jalan bersedekah adalah pesta yang baik seperti
bersedekah untuk memohonkan doa atas kerabat yang meninggal dunia
adalah pesta yang baik, ataupun seseorang yang besyukur atas lepasnya
sebuah jabatan adalah bentuk rasa syukur yang baik untuk lebih
mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

3. Ahmad Zuhri, S.Pd.


Dalam tradisi masyarakat Sumendo, Sumatra Selatan mempunyai prinsip
untuk melakukan pesta dengan sedekah sebanyak-bnaykanya. Jadi tidaklah
semuanya pesta merupakan sebuah hal yang ironi. Bagaimana tanggapan
saudara?
Sewajarnya memang pesta harus bermanfaat untuk orang lain. Sedekah
dalam sebuah pesta merupakan hal yang mulia. Adapun tetapi perlu
diingat jangan sampai melakukan hal-hal yang berlebihan dalam pesta
karena berlebih-lebihan merupakan bentuk pemborosan.

4. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum.


Dalam masyarakat kita memang pesta terkadang ironi. Berpesta dengan
tujuan mengharap sumbangan. Sebaiknya jika berpesta jangan
mengharapkan sumbangan atau balasan. Kalau bisa berpesta itu
memberikan sesuatu yang bermanfaatseperti bersedekah.

9
Daftar Bacaan

Alquran/http://geocities.com/alquran_indo
Lilis, A. Nenden. 1997. Negeri Sihir. Bandung: Diwan Pustaka.
Official Site of Bandung Tourism Ofiice/ http://bandungtourism.com/
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Denpasar: Pustaka Pelajar.

10

Anda mungkin juga menyukai