Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relative. DM merupakan penyakit yang menjadi
masalah pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu DM tercantum dalam urutan
keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit
kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak (Tjokroprawiro, 2012).
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa mendatang. Diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000
jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam
kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi
300 juta orang (Suyono, 20012). Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang
lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan Diabetes Mellitus tipe I. Penderita
diabetes mellitus tipe II mencapai 90-95 % dari keseluruhan populasi penderita DM
(Anonim, 2010).
Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam sistem fisiologisnya seperti kulit
yang keriput, turunnya berat badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan
berbagai rasa (senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang terjadi
terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti DM akan
lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006). Umur secara kronologis hanya merupakan suatu
determinan dari perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi obat secara tepat
pada orang lanjut usia. Terjadi perubahan penting pada respon terhadap beberapa obat
yang terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar individu (Katzung,
2004).
Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin
pada usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi
tubuh, komposisi tubuh berubah menjadi air 53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan
tulang dan mineral menurun 1% sehingga tinggal 5%. Faktor yang kedua adalah
turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin
yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4

1
(glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan pada
usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan
makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neurohormonal,
khususnya Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS)
plasma (Rochmah, 2006). Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung
meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang
dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor
yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap
glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(Gustaviani, 2006).
Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di Amerika dari
tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan DM yang mencapai
kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan American Diabetes Association.
Pada penelitian tersebut juga diketahui 50% dari lanjut usia dengan DM mengalami
gangguan pembuluh darah besar dan 33% dari jumlah tersebut aktif mengkonsumsi
aspirin. Disisi lain banyak dari populasi lanjut usia dengan DM memiliki tekanan darah >
140/90 mmHg, hanya 8% lanjut usia dengan kadar kolesterol LDL < 100 mg/dl.
Banyaknya obat yang diresepkan untuk pasien usia lanjut akan menimbulkan banyak
masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat dan ketidakpatuhan.
Setidaknya 25% obat yang diresepkan untuk pasien usia lanjut tidak efektif (Prest, 2010)
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah pokok penulisan dalam pembuatan laporan seminar ini dalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Dasar Diabetes Mellitus Tipe II ?
2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe II ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami dan mengetahui bagaimana konsep dan
penenanganan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus Tipe II
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan konsep dasar diabetes melitus tipe II
b. Mampu melakukan penkajian pada klien dengan Diabetes mellitus tipe II
c. Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien diabetes melitus tipe II

2
d. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diabetes
melitus tipe II
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diabetes
melitus tipe II
f. Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada pasien dengan
diabetes melitus tipe II

D. Manfaat
1. Pembaca dapat memahami definisi, etiologi, manifestesi klinik, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan pencegahan diabetes melitus tipe II
2. Khususnya mahasiswa keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan yang
tepat terhadap pasien dengan diabetes melitus tipe II
3. Perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat terhadap pasien dengan
kasus diabetes melitus tipe II

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Diabetes Melitus


1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai
dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf,
pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam dengan menggunakan
pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2012).
Menurut who 1980 dikatakan bahwa Diabetes Melitus (DM) sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. ( perkeni, 2011)
2. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah sebuah organ tubuh yang terletak pada rongga perut, di bawah
lambung, sebelah atas colon transversum dan sebelah kiri dari duodenum, bentuk
pancreas memanjang dari kanan ke kiri belakang. Pankreas merupakan sekumpulan
kelenjar yang panjangnya kira- kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata- rata 60- 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2
di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya, tetapi mensekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah.

4
Fungsi kelenjar pankreas:
a) Menghasilkan hormon (fungsi endokrin):
1) Hormon insulin yang berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi glukogen di
hepar.
2) Hormon glukogen yang berfungsi untuk mengubah kembali glikogen menjadi
glukosa darah di hepar.
b) Menghasilkan enzim- enzim pencernaan (fungsi eksokrin):
1) Amilase, berfungsi mengubah karbohidrat menjadi glukosa
2) Tripsin, berfungsi mencerna protein menjadi asam amino
3) Lipase, berfungsi mengubah lipid menjadi asam lemak
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B.
Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin
dapat larut pada pH 4-7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat
berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi
efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/ 100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar
glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda- beda. Fungsi
metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui
membran sel ke jaringan terutama sel- sel otot, fibroblas dan sel lemak.

5
2. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuhyang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh danluasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2
mm. paling tebal(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis(0,5mm)
terdapat di penis. Bagian bagian kulit manusia sebagaiberikut :
 Epidermis :Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisanbasal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi ataustratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum,lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandungjuga:
kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus,rambut dan kuku. Kelenjar
keringat ada dua jenis, ekrin danapokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan
panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapatdisemua daerah
kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir.Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5
juta yang terbanyakditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringatbesar
yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak,daerah anogenital. Puting susu
dan areola. Kelenjar sebaseusterdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan,
tapak kakidan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka,kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandungasam lemak, kolesterol dan zat lain.
 Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawahepidermis dan diatas jaringan
sukutan. Dermis terdiri darijaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars
papilaris),sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars
reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluhdarah, saraf, rambut,
kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
 Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah
dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas.Sel-sel yang
terbanyak adalah limposit yang menghasilkanbanyak lemak. Jaringan sebkutan
mengandung saraf, pembuluhdarah limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas
jaringansubkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan
subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energy.

6
2. Etiologi Klasifikasi Diabetes Melitus ( DM )

a. Diabetes Mellitus Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) Merupakan 5% - 10% Dari Seluruh
Penderita Diabetes Dengan Ciri Ciri :
 Awitan terjadi pada pada segala usia,tetapi biasanya pada usia muda yaitu
< 30 tahun.
 Bertubuh Kurus dengan penurunan berat yang baru saja terjadi.
 Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
 Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
 Komplikasi akut hiperglikemia : ketosidosis diabetik

b. DiabetesMellitus Tipe 2: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) Merupakan 90% - 95% Dari
Seluruh Penyandang Diabetes,80% mengalami obesitas dan 20% mengalami non
obesitas.
 Awitan terjadi pada pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun.
 Obesitas
 Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resitensi insulin
 Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah
hiperglikemia
 Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi.
 Komplikasi akut : sindrom nonketotik

c. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Berkurangnya
glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini
akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita
yang juga dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi
kehamilan dan persalinan.
Risiko Tinggi DM Gestasional:
 Umur lebih dari 30 tahun
 Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2

7
 Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
 Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
 Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
 Adanya glukosuria
d. Diabetes sekunder
Diabetes melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain.
 Disertai
 dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit
seperti pangkreatitis,kelainan hormonal, obat-obatan seperti glukokortikoid
dan preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes.
 Bergantung pada kemampuan pangkreas untuk menghasilkan insulin.

e. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis pada tipe I dan II yaitu IDDM antara lain :


a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan somnolen
yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggaljika tidak
segera mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulinuntuk
mengontrol karbohidrat di dalam sel.
Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II antara lain :
Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM ini dibuat
setelah adanya pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di didalam
laboratorium, keadaan hiperglikemi berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia,
poliuria,lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada penderita
diabetes mellitus tipe II ini.

8
f. PATOFISIOLOGI
Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan
sehari- hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung- tepungan), protein
(asam amino), dan lemak (asam lemak).Pengolahan bahan makanan dimulai dari
mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus.Di dalam saluran
pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan
itu.Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi
asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-
organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan
bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di
dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang
rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut
metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat
penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah salah suatu zat atau hormone
yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
Pada diabetes yang jenis diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal,
malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang
kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang
kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga
sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah
meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada diabetes mellitus
tipe 1.
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disamping tidak
begitu jelas, tetapi faktor- faktor di bawah ini banyak berperan :
1. Faktor Keturunan (herediter)
2. Obesitas/ kegemukan
3. Kurang berat badan
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50- 60%
dari normal.Jumlah sel alfa meningkat, yang menyolok adalah adanya

9
peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada
diabetes mellitus tipe 1 maupun pada diabetes mellitus tipe 2 kadar glukosa darah
jelas meningkat dan bila itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan
keluar melalui urine.
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di
otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung
koroner yang dapat berakibat serangan jantung/ infark jantung, pada ginjal
menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus
cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh
sampai menjadi busuk (gangren).Selain itu bila saraf yang terkena timbul
neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/ mati rasa,
sekalipun tertusuk jarum/ paku atau terkena benda panas.
Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan
pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi.Pada gangguan pembuluh
darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh
karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada
kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru- biruan, kemudian pada
akhirnya dapat menjadi gangren/ jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman
tumbuh subur, hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke
seluruh tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf, disebut neuropati diabetik
dapat timbul gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa sampai mati
rasa.Selain itu gangguan motorik, timbul kelemahan otot, otot mengecil, kram
otot, mudah lelah. Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak
benda tajam tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan
mudahnya terjadi infeksi. Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas
bagian yang membusuk tersebut.
Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosklerosis dan
emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan
neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik dan
autonom yang masing- masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki.

10
Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di sendi
kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada
telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu.
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas
karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat
ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis
5 P, yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
Fontaine, yaitu 4 :
a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan)
b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat
d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa
disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan
infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren.
Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit
sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan
luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor.
Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki
kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah
lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor
ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas
tempat infeksi di kulit.
Poluria, polidipsia dan penurunan berat badan menurun di sebabkan
karena kadar glukosa plasma: > 180 mg/ dl, gula akan diekskresikan ke dalam

11
urine (glikogusria). Volume urine meningkat akibat terjadinya diuersis osmotik
dan kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersarnaan (poliuria),
kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas),
bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (Polidipsia).
Glikosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4.'1 kal
bagi setiap gram karbohidrat yang diekskresikan keluar), kehilangan ini, kalau
ditambah lagi dengan deplesi jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan
penurunan berat badan yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan
(polifagia) dan asupan-kalori yang normal atau meningkat. Sintesis protein akan
menurun dalam keadaan tanpa insulin dan keadaan ini sebagian terjadi akibat
berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam otot (asam amino berfungsi
sebagai substrat glukoneogenik).
Jadi, orang yang kekurangan insulin berada dalam keseimbangan
nitrogen yang negatif. Kerja antilipolisi insulin hilang seperti halnya efek
lipogenik yang dimiliknya, dengan demikian, kadar asam lemak plasma akan
meninggi. Kalau kemampuan hati untuk mengakosidasi asam lemak terlampaui,
maka senyawa asam β hidroksibutirat dan asam asetoasetat akan bertumpuk
(ketosis). Mula mula penderita dapat mengimbangi pengumpulan asam organik
ini dengan meningkatan pengeluaran CO2 lewat sistem respirasi, namun bila
keadaan ini tidak dikendalikan dengan pemberian insulin, maka akan terjadi
asidosis metabolik dan pasien akan meninggal dalam keadaan koma diabetik.
g. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif
c. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium: normal, peningkatan semu, kemudian menurun
Fosfor : menurun
e. Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat
f. Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
g. Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
h. Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat

12
i. Amilase darah : meningkat
j. Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi pada tipe II
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
l. Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalita

h. PENATALAKSANAAN
Ada empat pilar penatalaksana DM ( perkeni 2011)
1. Edukasi
 Ketrampilan serta informasi yang bersifat dasar ( basic), awal ( initial)
atau bertahan ( survical)
Patofisiologi sederhana,cara-cara terapi,pengenalan penanganaan dan
pencegahan komplikasi akut( hipoglikemia dan hiperglikemia)
Informasi yang pragmatis( membeli dan menjimpan insulin,dispo dll)
 Pendidikan tingkat lanjut
Tindakan preventif untuk menghindari komplikasi diabetes jangka panjang.
 Pemantauan glukosa darah mandiri ( PGDM)
 Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala
komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
2. DIET DM
Diet sama penting dengan obat untuk itu perhatikan 3 J :
(Jadwal makan,jumlah kalori harus di habiskan, jenis manis-manis dihindari)
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
Jenis dan jumlah kebutuhan bahan makanan sehari
Kalori 1300 1500 1700 1900 2100 2300
PENUKAR
KH 3 4 5 5 1/2 6 1/2 7
Hewani 2 2 2 2 2 2
Hewani* 1 1 1 1 1 1
Nabati 2 2½ 2 1/2 2 1/2 3 3
Sayuran 5 5 5 5 5 5
Buah 4 4 4 4 4 4
Minyak 4 4 4 6 6 7

13
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori
 Jenis kelamin
 Tinggi dan berat badan
 Umur
 Aktifitas fisik
 Kehamilan/laktasi
 Komplikasi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement, karena
asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang dikeluarkan.
3. Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes
 Frekuensi : 3-5x/minggu
 Intensitas : ringan dan sedang
 Durasi : 30 - 60 menit
 Jenis : aerobik
Disarankan : olahraga jika kadar gula darah dibawah 250 mg/dl.
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan-jalan sore,
senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
4. Intervensi Farmokologi
Obat dan insulin ditambahkan jika kadar glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan dan
pada malam hari.
a) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang
bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,
tindakannya antara lain: Debridement : pengangkatan jaringan mati pada
luka ulkus diabetikum

14
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan sering BAK, banyak
minum, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh,
kulit kering, merah, sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma.
2) Riwayat kesehatan dahulu :
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti infark miokard. Memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan
berlemak, kurang olah raga. Berapa lama klien menderita DM,
bagaimana penanganannya, apa terapinya, apakah klien teratur dalam
minum obat.
3) Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

b. Pengkajian berdasarkan 11 pendekatan fungsional Gordon


1. Pola Persepsi Kesehatan atau Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak dari
penyakit diabetes mellitus, sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan
karena perawatan yang lama.
2. Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah dalam sel tidak ada/ tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola Eliminasi

15
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria).
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan/ bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, takhikardi/ tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot– otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari- hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif karena adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif Persepsi
Pada pasien DM dengan gangren cenderung mengalami neuropati/ mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, dan gangguan penglihatan.
7. Persepsi dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran Hubungan
Pada pasien DM dengan luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain– lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.

16
11. Nilai Keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

2. Diagnosa KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi
(tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
5. PK: Hipoglikemia PK: Hiperglikemi
6. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan

D. Fokus ntervensi Keperawatan

17
2. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Nyeri akut berhubungan dengan NOC: Manajemen nyeri :
agen injuri biologis (penurunan1. 1. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
perfusi jaringan perifer) 2. 2. Nyeri terkontrol termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. 3. Tingkat kenyamanan kualitas dan ontro presipitasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
24jam, klien dapat : 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator : mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
a. Mengenal faktor-faktor penyebab 4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri
b. Mengenal onset nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
c. Tindakan pertolongan non farmakologi
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
d. Menggunakan analgetik
farmakologis).
e. Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
kesehatan.
dll) untuk mengetasi nyeri.
f. Nyeri terkontrol 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator: 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
a. Melaporkan nyeri 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
b. Frekuensi nyeri pemberian analgetik tidak berhasil.

c. Lamanya episode nyeri 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

d. Ekspresi nyeri; wajah


Administrasi analgetik :.

18
e. Perubahan respirasi rate 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
f. Perubahan tekanan darah frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
g. Kehilangan nafsu makan
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
.
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
2 Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh a. Intake makanan peroral yang adekuat 1. Monitor intake makanan dan minuman yang
b.d. ketidakmampuan b. Intake NGT adekuat dikonsumsi klien setiap hari
menggunakan glukose (tipe 1) 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang
c. Intake cairan peroral adekuat
dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
d. Intake cairan yang adekuat
3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan
e. Intake TPN adekuat
vitamin C
4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

19
3 Ketidakseimbangan nutrisi lebih Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management
dari kebutuhan tubuh b.d. a. Kalori 1. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan
kelebihan intake nutrisi (tipe 2) b. Protein budaya serta faktor hereditas yang mempengaruhi
berat badan.
c. Lemak
2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
d. Karbohidrat
3. Kaji berat badan ideal klien.
e. vitamin
4. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
f. Mineral 5. Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan berat
g. Zat besi badan.
h. Kalsium 6. Timbang berat badan setiap hari.
7. Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan b.d NOC: Fluid management


Kehilangan volume cairan a. Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
secara aktif, Kegagalan b. Hydration 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
mekanisme pengaturan c. Nutritional Status : Food and Fluid Intake 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
Kriteria Hasil : mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan diperlukan
usia dan BB, BJ urine normal, HT normal 4. Monitor vital sign
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake

20
normal kalori harian
3) Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, 7. Monitor status nutrisi
tidak ada rasa haus yang berlebihan 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi

5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan Managemen Hipoglikemia:


PK: Hiperglikemi perawat akan menangani dan meminimalkan 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
episode hipo/ hiperglikemia. 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula
darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis
jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69
mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

21
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya
adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

22
6 Perfusi jaringan tidak efektif b.d NOC : Peripheral Sensation Management (Manajemen
hipoksemia jaringan. 1. Circulation status sensasi perifer)
2. Tissue Prefusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria Hasil :
2. Monitor adanya paretese
1. mendemonstrasikan status sirkulasi
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
a. Tekanan systole dandiastole dalam rentang
ada lsi atau laserasi
yang diharapkan
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
b. Tidak ada ortostatikhipertensi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan
6. Monitor kemampuan BAB
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
7. Kolaborasi pemberian analgetik
2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang 8. Monitor adanya tromboplebitis
ditandai dengan: 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
a. berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan
b. menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
c. memproses informasi
d. membuat keputusan dengan benar

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2011. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2010. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015. Jakarta: Prima Medik

25

Anda mungkin juga menyukai