Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PORTOFOLIO

LUKA BAKAR DERAJAT I, IIA, IIB 18%

Disusun Oleh:

dr. Rani

Pebimbing:
dr. Agnes Maria Tanri

RSAL Dr. Mintohardjo

Periode Juni 2018– Oktober 2018


BERITA ACARA

Portofolio ini telah disetujui untuk memperlengkap Program Internsip Dokter Indonesia.

Jakarta, Juli 2018


Dokter Pendamping

(dr. Agnes Maria Tanri)


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan portofolio yang berjudul “Luka Bakar
Derajat IIA-IIB 18%”. Portofolio ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
menempuh tercapainya Program Internsip Dokter Indonesia. Penulis menyadari bahwa banyak pihak
yang telah berpartisipasi dan membantu dalam penulisan portofolio ini.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama:
1. dr. Wiweka, MARS, selaku Kepala Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
2. dr. Eko Budi, Sp.An ,selaku Wakamed Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
3. dr. Robby Hilman, Sp. M, selaku Wakabin Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Mintohardjo.
4. dr. Agnes Maria Tanri, selaku dokter pendamping wahana Rumah Sakit Angkatan Laut dr.
Mintohardjo.
5. Seluruh teman-teman medis dan paramedis Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Angkatan Laut
dr. Mintohardjo yang telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan portofolio ini.
6. Kepada seluruh sahabat-sahabat internsip saya yang memberikan semangat dan inspirasi
dalam pembuatan portofolio ini

Kritik dan saran penulis harapkan guna memperoleh hasil yang lebih baik dalam
menyempurnakan portofolio ini. Semoga portofolio ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juli 2018

Penulis
KASUS PORTFOLIO

Nama Peserta: dr. Rani


Nama Wahana: RSAL Dr. Mintohardjo
Topik: Luka Bakar Derajat IIA-IIB 18%
Tanggal (Kasus): 9 Juli 2018
Nama Pasien: Tn. R No RM:
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. Agnes Maria Tanri
Tempat Presentasi: RSAL Dr. Mintohardjo
Obyektif Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi: Tn. R., laki-laki, 49 tahun, datang ke RS dengan keluhan kulit terasa panas dan perih setelah tersiram
air panas di bagian wajah, tangan kanan dan paha kanan sejak 30 menit smrs
 Tujuan: Mengetahui diagnosis dan tatalaksana luka bakar
Bahan Bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara Membahas:  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos
Data Pasien Nama: Tn. R No Registrasi: 151533
Nama RS: RSAL Dr. Mintohardjo Telepon: Terdaftar Sejak:
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Gambaran Klinis
Tn. R., laki-laki, 49 tahun, datang ke RS dengan keluhan kulit terasa panas dan perih setelah
tersiram air panas di bagian wajah, tangan kanan dan paha kanan sejak 30 menit smrs
2. Riwayat Pengobatan
 Sebelumnya pasien tidak pernah berobat ke fasilitas kesehatan manapun.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
 Disangkal
4. Riwayat Keluarga
• Disangkal
5. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-
88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill Companies.
New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November 2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery. 18th ed.
McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006
Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis luka bakar.
2. Penatalaksanaan pada luka bakar.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portfolio
1. Subjektif:
Tn. R., laki-laki, 49 tahun, datang ke RS dengan keluhan kulit terasa panas dan perih setelah
tersiram air panas di bagian wajah, tangan kanan dan paha kanan sejak 30 menit smrs
2. Objektif:
Primary Survey
A (Airway) : Clear, Stridor (-), Gargling (-)
B (Breathing) : Spontan, RR 20x/menit, pergerakan dada simetris kanan=kiri
C (Circulation): Nadi 87x/menit, reguler, isian cukup, akral hangat, capillary refill time <2
detik, akral hangat, tekanan darah 120/80 mmHg.
D (Disability) : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+.
E (Exposure) : diberikan selimut untuk mencegah hipotermi.
Secondary Survey
Keadaan umum
o Kesadaran: compos mentis
o Kesan sakit: Tampak sakit berat
Vital Signs
o KU: Tampak sakit berat
o Kesadaran: compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
o Tekanan darah:120/80 mmHg
o Frekuensi Nadi: 87 x/ menit, kuat
o Suhu: 36,5ºC
o Frekuensi Nafas: 20 x/ menit
o Saturasi O2: 98%
Status Generalis
o Kepala: tampak luka bakar derajat I
o Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+ normal
o Mulut: Bibir tidak anemis, mulut dalam batas normal
o THT: Faring tidak hiperemis, arkus faring simetris, tonsil T1-T1
o Leher: Tidak ada pembesaran KGB
o Jantung:
o I: Iktus Kordis tidak terlihat
o P: Ikturs kordis teraba pada ICS IV linea midklavikularis sinistra
o P: Kardiomegali (-)
o A: Bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur (-) gallop (-)
o Paru:
o I: Gerakan napas tampak simetris
o P: Gerakan napas teraba simetris, fremitus kanan = kiri
o P: Sonor pada kedua lapang paru,
o A: Bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, Rhonki (-) Wheezing(-)
o Abdomen:
o I: Bentuk datar, tidak terlihat scar
o P: Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak terdapat pembesaran
o P: Timpani pada seluruh lapang
o A: Bising usus positif normal
o Urogenital
o Dalam batas normal
o Extremnitas
o Tangan kanan : tampak luka bakar derajat IIA
o Paha kanan : tampak luka bakar derajat IIB
2. Assessment :
Resume:
Anamnesis: Tn. R., laki-laki, 49 tahun, datang ke RS dengan keluhan kulit terasa panas dan perih
setelah tersiram air panas di bagian wajah, tangan kanan dan paha kanan sejak 30 menit smrs
Pemeriksaan fisik : Tampak sakit ringan, compos mentis.
Status lokalis wajah : tampak luka bakar derajat I; tangan kanan : tampak luka bakar derajat
IIA, paha kanan : tampak luka bakar derajat IIB
Diagnosis Kerja:
Luka bakar derajat I, IIA, IIB 18 %
4. Rencana Tatalaksana:
o Rencana terapi
o Kompres Luka dengan kasa Nacl
o Burnazine zalp Sue
o Asam Mefenamat tab 500mg S3dd1tab
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame),
jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang
sangat rendah Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil.
Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri
dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis
penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip yang dimaksud
adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta
mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong
juga harus waspada dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit
trauma termal, seperti misalnya rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi
pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang
berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas 96,1% lebih
banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9%
di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium Indonesia Burn
and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan
data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan
bahwa 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya
karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di Indonesia masih tinggi,
sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur
dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang
berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan
juga bergantung pada lokasi tubuh.(7,8)
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel. Sel –sel
yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan epidermis),
melanosit, sel merkel dan sel Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam
yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum
corneum. (7,8)
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah dan pembuluh darah
limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari
dermis adalah lapisan retikularis. (7,8)

Gambar 3: Anatomi kulit


(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya
tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi terutama yang bersifat
iritan, misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya
radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun
jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas
kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel epidermis
atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme
dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi melindungi
kulit karena lapisan ini selalu meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering.
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan ruffinidermis dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan
sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit.
Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu keratinosit, sel
langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol
dengan pertolongan sinar matahari.(2,7)

III. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia.Ketika
kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas , durasi kontak panas
pada kulit dan ketebalan kulit..(1,4,7,10)
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh (flash),
koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya
(misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini
cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka
bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam
kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.
Gambar 4: Tipe luka bakar
(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)

IV. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang
terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut
mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat
evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua
dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan
jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat
terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12
– 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan
edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3

Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan terjadi
nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh koagulasi constituent
proteins.

2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami kerusakan
endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti
perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih viable.
Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang
berkepanjangan.

Gambar 5: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi
adekuat dan inadekuat.
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar memiliki
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi
sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan
keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi vasokontriksi di pembuluh
darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor
necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar
menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan pada luka bakar yang
berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal ini disertai
dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan
enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran
pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi sistem imun humoral
dan seluler.

Gambar 6:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan cedera termis
yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang
berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)

V. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman,
luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya berupa
kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan
pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar
derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas.
Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan
jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai dermis.
Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka bakar ini dikenali sebagai
superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A
ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan
eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka
ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan
kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini
dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .(1,2,4,7,10)
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis (deep partial
thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness burns atau luka bakar
derajat II B. Luka bakar derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk
degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari
folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat
dari hilangnya dermis. (1,2, 4,7,10)
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak
subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya
hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus
sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns memerlukan eksisi
dengan skin grafting. (1,2, 4,7,10)
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot
dan tulang. (1,2, 4,7,10)

Gambar 7: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman


(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)

II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau
Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau
Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa,
karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai
modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun,
5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 4,7,10)
Gambar 8: Wallence Rule of Nines
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Gambar 9: Lund and Browder


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. (1,4,7,10)

VI. KRITERIA PERAWATAN


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang digunakan untuk
pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka bakar adalah seperti berikut:
(1,4,7,10)

I. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar derajat III)
dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
II. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar derajat III)
dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
III. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar derajat III)
yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau sendi utama.
IV. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua kelompok
usia.
V. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
VI. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang bisa mempersulit
manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau mempengaruhi kematian.
VII. Luka bakar kimia.
VIII. Trauma inhalasi
IX. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka bakar tersebut
menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
X. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan anak yang
berkualitas maupun peralatannya.
XI. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial, emosional,
termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak. (1,4,7,10)

VII. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien
dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang
meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke
atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk
mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan
kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan
dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage.
Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan
morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas
yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui
pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran
napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan
mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu
dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,
gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax.
(1,2,4,7,10)

3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler regional
sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival seluruh
sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi pasien
secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)

I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik dan koloid:
(1,4,7,10)

Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer Laktat
dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki
osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial.
Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan penggunaannya
dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam hiperonik tersedia dalam
beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini
melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui
mekanisme penarikan cairan dari intraseluler. (1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran. Molekul
koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh karena itu
sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan
sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama 5 hari,
tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak
menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan,
elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek
antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal
ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat
mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)

II. Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oksigen, PH
buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis
dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih
menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa kristaloid adalah
cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis
tertentu. Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini
dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial
secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan
pemberian cairan kristaloid. (1,4,7,10)

III. Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat
kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan volume
intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan
memperbaiki transpor oksigen.(1,4,7,10)

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa jalur
intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan
> 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70%
adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat
menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa atau
dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB.
(1,4,7,10)

Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka
bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal <
8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa
keterlambatan. (1,4,7,10)
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila
dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan titrasi
atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 6-12cm
H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi
(0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lambung
melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada
gangguan ringan, >400 ml gangguan berat. (1,4,7,10)

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang
dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat
memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi uin <1-2
ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(1,4,7,10)

Penatalaksanaan setelah 48 jam


4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin dan
hematokrit. (1,4,7,10)

Rumus Baxter:
Pada dewasa:

1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam berikutnya.

Pada anak:

Hari I:

RL: dex 5% = 17:3

(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc

1 – 5 thn = kgBB X 75cc

5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland: (1,4,7,10)


Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu
pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam. (1,4,7,10)

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas dan
resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik (nekrotomi)
atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal .
Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi,
mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien.
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi
tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan
yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran
besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III
yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan
yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang
membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini
penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas)
menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan
memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan air hangat
mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa
krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan
berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup
luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa
autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi dan
infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih
banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup
melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan
biological dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara),
xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka sementara) dan autografts
(kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien
sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG)
dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam
satu kali operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman yang sering dijumpai
adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak
diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine
1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk
pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila
nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan nitrogen
yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein
tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan
untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila
Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk memperlancarkan
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam posisi
fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan
pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga
adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit,
hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat perawatan kritis
atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting.Kompilkasi yang dapat
terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS.Selain itu komplikasi pada
gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa,
motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi
ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan
oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi
jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur
kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan
program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. (1,4,7,10)

IX. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka
bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat
diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta.
p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic
Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill
Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November 2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery.
18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006

Anda mungkin juga menyukai