Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL ASLI

Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit


dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007
(Erythroderma Patients in Dermatovenereology Department of Dr. Soetomo
General Hospital in 2005–2007)
Nanda Earlia, Firdausi Nurharini, Andri Catur Jatmiko, Evy Ervianti
Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
Surabaya

Abstrak
Latar Belakang: Eritroderma atau dermatitis eksfoliativa merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang ditandai dengan
eritema dan skuama pada hampir 90% permukaan tubuh. Penyakit ini dapat berpotensi menimbulkan komplikasi yang serius.
Tujuan: Mengetahui karakteristik dan pemberian terapi pasien eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode Januari 2005 sampai dengan Desember 2007. Metode: penelitian ini
dilakukan secara retrospektif dengan mengevaluasi rekam medik pasien eritroderma meliputi data kunjungan penderita, jenis
kelamin, umur, pekerjaan, domisili, anamnesis keluhan utama, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan histopatologi,
penatalaksanaan, dan follow up penderita. Hasil: Jumlah penderita eritroderma 30 orang (1,2%) dari seluruh penderita rawat inap.
Perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan rentang usia terbanyak ≥ 65 tahun. Dermatitis seboroik sebagai penyebab
terbanyak (43,3%), diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%), dermatitis kronis (3,3) dan pemfigus foliaseus
(3,3%). Lama perawatan pada 11 pasien selama 8–14 hari (36,6%). Kesimpulan: Berdasarkan data yang diambil dari catatan
medik selama 3 tahun didapatkan penyebab terbanyak adalah dermatitis seboroik. Pengobatan utama penderita eritroderma
adalah kortikosteroid sistemik.

Kata kunci: eritroderma, dermatitis seboroik, RSUD Dr. Soetomo

Abstrack
Background: Erythroderma or exfoliative dermatitis is an inflammatory cutaneous disease characterized by scale and erythema
in almost 90% of body surface. This disease could be potentially serious complication. Purpose: To determine characteristic
and treatment of erythroderma patients hospitalized at Department of Dermatovenereology Dr. Soetomo General Hospital Surabaya
in 2005–2007. Methods: Retrospective study method was performed by evaluating medical record of erythroderma patients
including sex, marriage state, occupation, chief complaint, physical examination, laboratory and histopatologic examination,
the management and follow up of the patients. Result: There were 30 patients with erythroderma. Male was more frequent
than female. The most frequent age group was ≥ 65 years old. The ratio between male and female cases was 1.7:1. The most
common etiology was sebhorreic dermatitis (43.3%), followed by drug eruption (26.7%), psoriasis vulgaris (23.3%), chronic
dermatitis (3.3%) and pemfigus foliaseus (3.3%). The duration of hospitalization ranged from 8–14 days in 11 patients (36.6%).
Conclusion: Based on 3 years data in medical records, there were 30 patients with erythroderma, with sebhorreic dermatitis as
the most common etiology, and most patient was treated by systemic corticosteroid.

Key words: erythroderma, sebhorreic dermatitis, Dr. Soetomo General Hospital

Alamat korespondensi: Nanda Earlia, e-mail: nandaearlia@yahoo. co.id

Pendahuluan 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya


disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak
Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu
selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma yang
erythro- (red = merah) + derma, dermatos (skin =
disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada
kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai

Pengarang Utama 5 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP


(SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)

93
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21  No. 2 Agustus 2009

mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang tentang terminologi dermatologi, morfologi serta
kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur diagnosa banding.
dengan hiperpigmentasi.1,2 Nama lain penyakit ini Eritroderma secara klinis digambarkan dengan
adalah dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun eritema luas, skuama, pruritus dan lesi primernya
sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. biasanya sulit ditentukan.1,3,4 Peradangan kulit yang
Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama begitu luas pada eritroderma merupakan salah satu
yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu penyakit yang dapat mengancam jiwa. Risiko ini
terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan semakin meningkat bila diderita oleh penderita
terdapatnya reaksi eksematus.3 Eritroderma dapat dengan usia yang sangat muda atau pada usia
timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang lanjut. Pada beberapa penderita, eritroderma dapat
telah ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik.
dermatosis spongiotik lainnya), reaksi hipersensitivitas Pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang
obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium mendasarinya, namun tetap memperhatikan keadaan
channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik umum, seperti keseimbangan cairan dan elektrolit
termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).1,4,5 tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta
Insiden eritroderma di Amerika Serikat pengendalian infeksi sekunder.1,5,8 Eritroderma bukan
bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita merupakan kasus yang sering ditemukan, namun
rawat jalan dermatologi.1 Hasan dan Jansen (1983) masalah yang ditimbulkannya cukup parah dan sering
memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1–2 per kali para dokter ahli penyakit kulit dan kelamin
100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya.
sebuah penelitian prospektif di India melaporkan Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan
35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat
dermatologi.6 Pada beberapa laporan kasus, didapatkan memengaruhi prognosis penderita.
insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, Tujuan penelitian meliputi tujuan umum yaitu
dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia rata-rata untuk mengetahui gambaran umum penderita
41–61 tahun.6,7,8 Angka kematian tergantung pada eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit
penyebab eritroderma. Sigurdson (1996) melaporkan dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama
dari 102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, periode Januari 2005 sampai dengan Desember 2007.
18% disebabkan langsung oleh eritroderma dan 74% Tujuan khusus adalah untuk melakukan evaluasi
tidak berhubungan dengan eritroderma.9 penegakan diagnosis eritroderma dan penatalaksanaan
Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal eritroderma.
turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel Manfaat penelitian adalah mengetahui gambaran
kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding umum dan melakukan evaluasi penegakan diagnosis
normal. Selain itu, proses pematangan dan pelepasan serta penatalaksanaan eritroderma berdasarkan catatan
sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan medik yang ada sehingga dapat dilakukan perbaikan
hilangnya sebagian besar material epidermis, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan eritroderma
yang secara klinis ditandai dengan skuama dan di masa mendatang.
pengelupasan yang hebat. Patogenesis eritroderma
masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru Metode
mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder
Bahan Penelitian diambil dari catatan medik
dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan
penderita eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan
molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1,
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1),
selama Januari 2005 sampai dengan Desember 2007.
tumor necrosis faktor, dan interferon-γ.3,4
Cara Kerja penelitian dilakukan secara retrospektif
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan
dengan melihat catatan medik penderita eritroderma
anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan
di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin
laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat
RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama Januari 2005
membantu menentukan penyakit yang mendasarinya.
sampai dengan Desember 2007, berdasarkan catatan
Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan
medik dicatat: data dasar (jumlah penderita, distribusi
suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan
umur, jenis kelamin, lama hari perawatan, frekuensi
pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan

94
Artikel Asli Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007

rawat inap, cara masuk rumah sakit dan pola rujukan), Pria
19 (63,3%)
anamnesis (penyebab timbulnya eritroderma,
keluhan, dan lama keluhan), pemeriksaan fisik
(makula eritematus, skuama, gatal, alopesia, kulit
ketat dan panas, menggigil, kelainan kuku, oedema
tungkai, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali,
ginekomasti), pemeriksaan penunjang (pemeriksaan Wanita
11 (36,7%)
darah, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan histopatologi
anatomi), diagnosis (saat masuk rumah sakit/MRS) dan Gambar 3. Distribusi jenis kelamin penderita
dalam masa rawat inap), penatalaksanaan (pengobatan eritroderma di Instalasi Rawat Inap
sistemik dan pengobatan topikal), follow up (saat Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
keluar rumah sakit/KRS), dan komplikasi. Dr. Soetomo Surabaya periode 2005–
2007.
Hasil
2538 Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan
  Penderita Eritroderma perempuan yaitu 19 penderita laki-laki (63,3%) dan
  Penderita Rawat Inap 11 penderita perempuan (36,7%).
Tabel 1. Distribusi penyebab eritroderma di Instalasi
1036
722 780 Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode
9 14 7 30 2005–2007. Penyebab eritroderma terbanyak
2005 2006 2007 TOTAL adalah dermatitis seboroik sebanyak 13
penderita (23,3%)
Gambar 1. Distribusi jumlah penderita eritroderma
Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Penyebab eritroderma Jumlah (%)
Kelamin (Ruang kulit laki dan wanita) Obat:
RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode - Sistemik   8 (26,7)
2005–2007. - Topikal  0
Keganasan  0
Dermatosis:
Penderita eritroderma tercatat 30 penderita yang
- Psoriasis vulgaris   7 (23,3)
merupakan 1,2% dari seluruh penderita. - Dermatitis seboroik 13 (43,4)
- Dermatitis kronis   1 (3,3)
13 (43,2%)
- Pemfigus foliaseus   1 (3,3)
10 (33,4%) Tidak diketahui  0

5 (16,6%)
Jumlah 30 (100)
2 (6,7%)
Sisik, gatal
Bercak merah, kulit ketat  
2 (6,7%)
10 (33,3%)
15–24 tahun 25–44 tahun 45–64 tahun > 65 tahun

Gambar 2. Distribusi kelompok umur penderita


eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya periode 2005–2007.

Kelompok umur terbanyak pada kelompok Bercak merah, sisik, gatal


18 (60%)
≥ 65 tahun sebanyak 13 penderita (43,2%)
Gambar 4. Distribusi keluhan penderita eritroderma
di Instalasi Rawat Inap Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya periode 2005–2007.

95
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21  No. 2 Agustus 2009

Keluhan utama terbanyak adalah bercak merah Tabel 3. Distribusi temuan laboratorium penderita
hampir diseluruh tubuh, sisik, gatal, dan rambut eritroderma di Instalasi Rawat Inap
rontok pada 18 penderita (60%). Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Soetomo Surabaya periode 2005–2007.
11 (36,6%)
Temuan laboratorium terbanyak ditemui
8 (26,7%)
adalah leukositosis, sebanyak 7 penderita
(23,3%)
4 (13,37%)
3 (10%) Temuan laboratorium Jumlah (%)
2 (6,7%) 2 (6,7%)
Leukosit > 10 × 109/L   7 (23,3)
Hb <10 g/dl   5 (16,7)
< 7 hari 8–14 hari 15–20 hari 21–30 hari 31–40 hari 41–50 hari Albumin < 3,2 g/dl   6 (20,0)
Trombosit < 150 × 109/L   2 (6,7)
Gambar 5. Distribusi lama hari perawatan penderita Natrium < 144 mEq/L   1 (3,3)
eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kalium < 3,8 mEq/L   3 (10,0)
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Eosinofil > 7%   2 (6,7)
Dr. Soetomo Surabaya periode 2005– Laju endap darah > 20 mm/jam   4 (13,3)
2007. Jumlah 30 (100)

Kelompok hari rawatan terlama adalah 8–14 hari,


yaitu sebanyak 11 penderita (36,6%). Tabel 4. Distribusi pemeriksaan histopatologi
penderita eritroderma di Instalasi Rawat
Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Tabel 2. Distribusi pemeriksaan fisik penderita Dr. Soetomo Surabaya periode 2005–2007.
eritroderma di Instalasi Rawat Inap Hasil pemeriksaan histopatologi terbanyak
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD adalah dengan kesimpulan dermatitis
Dr. Soetomo Surabaya periode 2005– seboroik, sebanyak 6 penderita (20%)
2007. Pada pemeriksaan fisik, terbanyak
didapatkan berupa makula eritematus + Pemeriksaan histopatologi Jumlah (%)
skuama + gatal + alopesia, sebanyak 18 Dilakukan (hasil ada) 14 (43,3)
penderita (60%) - Drug eruption   2 (6,7)
- Dermatitis seboroik   6 (20)
Keluhan Jumlah (%)
- Psoriasis vulgaris   3 (10)
– Makula eritematus+ skuama 18 (60,0) - Dermatitis Kronis   1 (3,3)
+ gatal + alopesia - Pemfigus   1 (3,3)
– Makula eritematus + kulit 10 (33,3) - Tanpa kesimpulan   1 (3,3)
ketat dan panas + menggigil Dilakukan (hasil tak ada)   9 (30,0)
– Makula eritematus + skuama   2 (6,7) Tidak dilakukan   7 (23,3)
+ gatal +kelainan kuku +
Jumlah 30  (100)
oedema tungkai
– Limfadenopati,  0
Hepatomegali, Splenomegali,
Ginekomasti
Jumlah 30 (100)

96
Artikel Asli Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007

Kultur urin,   Sebanyak 2 penderita (16,7%) mendapat transfusi


Kultur darah,   2,7%
PRC dan 3 penderita (10%) mendapat transfusi
7, 23%
albumin 20%.

23 (76,7%)
Tanpa Antibiotik

5 (16,6%)
Eritromisin
Tak dilakukan,  
21,70% 2 (6,7%)
Inj. Cefotaksim

Gambar 6. Distribusi hasil pemeriksaan kultur Gambar 9. Distribusi terapi antibiotika penderita
penderita eritroderma di Instalasi Rawat eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode Soetomo Surabaya periode 2005–2007.
2005–2007.
Terapi antibiotika terbanyak adalah injeksi
Pemeriksaan kultur darah dilakukan pada 7 Cefotaxim 3 × 1 g/hari pada 7 penderita (23,3%).
penderita (23,3%), sedangkan pada 21 penderita (70%)
kultur tidak dilakukan/tanpa data.
3 (10%)
Tanpa kortikosteroid
25 (83,4%)
5 (16,7%)
Metilprednisolon
22 (73,3%)
Deksametason

3 (10%) Gambar 10. Distribusi terapi kortikosteroid


1 (3,3%) 1 (3,3%)
penderita eritroderma di Instalasi
NaCl 0,9% Dekstrose 5% NaCl + Dekstrose Tanpa infus
Rawat Inap Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Gambar 7. Distribusi terapi infus penderita periode 2005–2007.
eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Terapi kortikosteroid terbanyak adalah
Dr. Soetomo Surabaya periode 2005–2007. deksametason oral, pada 27 penderita (90%).

Sebanyak 5 penderita eritroderma (16,7%)


mendapat terapi infus, dan 25 penderita (83,4%) Tanpa antipiretik
23 (76,6%)

tidak diinfus. 2 (6,7%)


Eukinin

25 (83,4%) 5 (76,6%)
Parasetamol

Gambar 11. Distribusi terapi antipiretik penderita


eritroderma di Instalasi Rawat Inap
2 (6,7%) 3 (10%) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD�����
Dr. Soetomo Surabaya periode 2005–
PRC Albumin 20% Tanpa infus 2007.
Gambar 8. Distribusi transfusi penderita eritroderma
Terapi antipiretik terbanyak adalah parasetamol
di Instalasi Rawat Inap Kesehatan
3 × 1 tabet/hari, pada 5 penderita (16,6%).
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya periode 2005–2007.

97
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21  No. 2 Agustus 2009

Meninggal > 48 jam 1 (3,3%)


Tanpa  2 (6,7%) Meninggal < 48 jam 0
Antihistamin 1 (3,3%)
Belum sembuh
24 (80%) 8 (26,7%)
Meb. Napadisilat Mulai sembuh
Cacat 0
4 (13,3%) 21 (70%)
CTM Sembuh

Gambar 12. Distribusi terapi antipruritus pada Gambar 15. Distribusi status penyakit penderita
penderita eritroderma di Instalasi eritroderma saat KRS di Instalasi Rawat
Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode
periode 2005–2007. 2005–2007.

Terapi antipruritus terbanyak adalah memhidrolin Status penyakit penderita saat KRS, terbanyak
napadisilat pada 24 penderita (80%). adalah dalam keadaan sembuh, yaitu 21 penderita
(66,7%).
29 (96,7%)
18 (60%)
21 (70%)

6 (20%)
5 (16,7%) 4 (13,3%)
3 (10%)
1 (3,3%) 1 (3,3%) 1 (3,3%)

Tx Topikal Oleumcoccos Hidrocortison/ Urea 10% Tanpa Tx


Gangguan  Hipoalbuminemia Sepsis Gagal Nafas Tanpa kompikasi
Globenicol elektrolit (ARDS)

Gambar 13. Distribusi terapi topikal penderita Gambar 16. Distribusi komplikasi penderita
eritroderma di Instalasi Rawat Inap eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Soetomo Surabaya periode 2005– Dr. Soetomo Surabaya periode 2005–
2007. 2007.

Terapi topikal terbanyak adalah oleumcoccos, Komplikasi penderita eritroderma terbanyak


pada 21 penderita (70,0%). ditemukan adalah hipoalbuminemia, pada 6 penderita
(20%).
Tanpa data 1 (3,3%)

Jelek sekali 0 Pembahasan


0
Jelek Selama periode 1 Januari 2005 sampai 31
Lemah 1 (3,3%) Desember 2007 didapatkan 30 penderita eritroderma
Cukup 7 (23,4%) yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit
21 (70%) dan Kelamin atau merupakan 1,2% dari jumlah pasien
Baik
yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo (Gambar 1).
Gambar 14. Distribusi status penampilan penderita
Di Amerika Serikat insiden eritroderma sekitar
eritroderma saat KRS di Instalasi Rawat
1% dari seluruh penderita rawat inap di bagian
Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin
dermatologi, pada penelitian ini insidennya sedikit
RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode
lebih tinggi yaitu sebesar 1,2%.4,8 Menurut umur,
2005–2007.
kelompok usia terbanyak adalah > 65 tahun (43,2%)
(Gambar 2), sesuai dengan kepustakaan yang
Status penampilan penderita saat KRS yang
mengatakan insiden tersering pada kelompok usia
terbanyak adalah dalam keadaan baik sebanyak 21
dekade 6.3 Pada penelitian ini insiden pada pria lebih
penderita (70%).

98
Artikel Asli Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007

besar dengan rasio 1,7:1 (Gambar 3), hal ini sesuai ginekomasti tidak ditemukan (Tabel 2). Sebanyak
dengan berbagai kepustakaan yang menyebutkan 10 penderita (33,3%) mengalami kenaikan suhu
eritroderma lebih sering ditemukan pada pria sebesar tubuh lebih dari 38° C, angka ini lebih besar dari
2–3 kali atau 2–4 kali dibanding wanita.1,3 penelitian yang diperoleh Sawitri yaitu sebanyak
Pada penelitian ini, penyebab eritroderma 10%. Peningkatan suhu tubuh sering kali didapatkan
terbanyak adalah dermatitis seboroik yaitu sebanyak pada kasus alergi obat serta psoriasis vulgaris yang
13 penderita (43,3%) (Tabel 1). Penelitian sebelumnya meluas setelah penggunaan obat tertentu (penisilin,
di Surabaya oleh Sawitri tahun 1992–1995 menyatakan klorokuin). 10 Kelainan kuku berupa pitting nail,
penyebab tersering adalah dermatitis kronis (22%)10 subungual hiperkeratosis, serta dystrophic nail
sedangkan Jasmin, tahun 2001–2004 didapatkan didapatkan pada 2 penderita (6,7%). Hasil ini lebih
penyebab eritrodermi terbanyak adalah dermatitis kecil dibandingkan kepustakaan yang menyatakan
seboroik sebanyak 39 penderita (57,4%).11 Berdasarkan bahwa sekitar 25% penderita mengalami kerontokan
Fitzpatrick, eritroderma dibagi menjadi 4 kelompok rambut dan kelainan kuku.1
yaitu sebagian besar kasus didahului oleh perluasan Pada pemeriksaan laboratorium (Tabel 3),
penyakit kulit (spongiotic dermatitis 20–24%, atopik ditemukan penurunan kadar hemoglobin kurang dari
9%, dermatitis kontak 6%, dermatitis seboroik 4%, 10 g/dl pada 5 penderita (16,7%). Dalam kepustakaan
dermatitis aktinik kronis 3%, dan psoriasis 23%), reaksi dinyatakan bahwa 70% kasus ditemukan adanya
hipersensitivitas obat (15%), keganasan (Cutaneous anemia.1,3 Sebanyak 7 penderita (23,3%) menunjukkan
T-Cell Lymphoma/CTCL - 16%) dan idiopatik (20%).1 leukosit >10×10 9 /L. Beberapa kepustakaan
Rook dan Wilkinson (1998) pada tabel klasifikasi menyebutkan bahwa leukositosis didapatkan sekitar
menyebutkan penyebab tersering adalah tipe eksema 41%.1,3 Peningkatan laju endap darah lebih dari 20 mm/
dan variasinya (40%), psoriasis (25%), pemfigus jam didapatkan pada 4 penderita (13,3%), kepustakaan
foliaseus (0,5%), obat (10%), kelainan herediter menyebutkan peningkatan laju endap darah pada
(1%), CTCL dan leukemia (15%) dan idiopatik 8%.3 penderita eritroderma sekitar 36%.1,4 Kadar albumin
Kepustakaan ini lebih sesuai dengan hasil penelitian, yang menurun ditemukan pada 6 penderita (20%),
dengan penyebab tersering adalah dermatitis seboroik kepustakaan menyatakan bahwa sekitar 34% penderita
(43,4%).3 Perbedaan etiologi dapat terjadi karena: eritroderma menunjukkan hipoalbuminemia.1,6 Pada
(1) jumlah sampel berbeda; (2) eritroderma akut penelitian ini juga didapatkan 3 penderita (10%)
agak sulit untuk menentukan penyakit dasarnya, dengan hipokalemia, trombositopenia ditemukan
dan banyak kemiripan pada beberapa penyakit kulit, pada 2 penderita (6,7%), dan 1 penderita (3,3%)
memungkinkan kesalahan dapat terjadi. Pada sebagian dengan hiponatremia. Dehidrasi dapat menyebabkan
penderita eritroderma didapatkan data mengenai konsentrasi elektrolit serum menjadi abnormal.1
keluhan bercak merah hampir di seluruh tubuh Eosinofil pada darah tepi didapatkan pada 2 penderita
dengan sisik, gatal, dan rambut rontok, yaitu sebanyak (6,7%), sesuai dengan penelitian Sawitri di Surabaya,10
18 penderita (60%). Sebagian penderita eritroderma yaitu namun angka ini jauh lebih kecil dari yang disebutkan
sebanyak 13 penderita (43,3%) memiliki lama keluhan di kepustakaan yaitu 35%. Eosinofilia tidak termasuk
> 1 bulan (gambar 4). Berdasarkan lama perawatan temuan laboratorium yang spesifik, meskipun
(gambar 5) didapatkan jumlah penderita terbanyak adanya peningkatan jumlah eosinofil menunjukkan
pada kelompok 8–14 hari yaitu sebesar 11 penderita kemungkinan Hodgkin’s lymphoma ataupun Drug
(36,6%). Lama hari perawatan dapat bervariasi, hal eruption. 1,3 Hasil pemeriksaan biopsi terbanyak
ini mungkin dipengaruhi oleh: (1) penderita memilih adalah dermatitis seboroik yaitu 6 penderita (20%),
rawat jalan setelah terjadi perbaikan klinis dan kondisi 3 penderita (10%) dengan kesimpulan dermatitis
umum, karena alasan penyakit yang kronis, biaya atau seboroik, 2 penderita (6,7%) menunjukkan gambaran
faktor sosial lain; (2) pulang paksa, karena memilih drug eruption, gambaran dermatitis kronis dan
rumah sakit lain atau cara pengobatan lain. pemfigus masing-masing ditemukan pada 1 penderita
Pemeriksaan fisik, didapatkan lesi makula eri (3,3%) (Tabel 4). Gambaran histopatologi biasanya
tematus+skuama+alopesia sebanyak 18 penderita 50–70% hanya menunjukkan proses keradangan
(60%), demam (>38° C) dan kadang-kadang menggigil non spesifik sub akut atau kronis dan hanya
sebanyak 10 penderita (33,3%), dan 2 penderita (6,7%) 10–20% memberikan gambaran yang sesuai dengan
dengan kelainan kuku dan oedema tungkai, sedangkan penyebab yang mendasari terjadinya eritroderma.12
limpadenopati, hepatomegali, splenomegali, dan Gambaran histopatologi tergantung dari keparahan

99
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21  No. 2 Agustus 2009

dan lamanya proses penyakit terjadi. Secara umum, Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa
pada kasus awal pemeriksaan histopatologi ditemukan penggunaan steroid sistemik maupun steroid topikal
spongiosis, akantosis, rete redge yang memanjang, poten pada psoriatic erythroderma dapat mencetuskan
hiperkeratosis, infiltrasi sel radang non spesifik, terbentuknya pustul, untuk itu dapat dipertimbangkan
kadang-kadang terdapat epidermis yang menipis. penggunaan metotreksat dosis rendah, acitretin,
Temuan ini sering mengaburkan gambaran histologik ataupun siklosporin. Pada penderita eritroderma
dari penyakit yang mendasarinya.1 Pemeriksaan dengan penyakit dasar psoriasis tidak diberikan terapi
kultur darah dilakukan pada 7 penderita (23,3%), deksametason, dapat dipertimbangkan pemberian
sedangkan pada 21 penderita (70%) kultur tidak metotreksat. Antibiotika sistemik dapat diberikan jika
dilakukan/tanpa data (Gambar 6). Pada penelitian terdapat tanda-tanda infeksi sekunder. Antihistamin
ini kultur hanya dilakukan pada penderita dengan dapat juga diberikan untuk mengurangi pruritus dan
leukositosis, dan antibiotika diberikan sesuai hasil memberi efek sedasi, sehingga pasien dapat tidur
kultur. Kultur bakteri dari kulit penderita tidak nyenyak di malam hari dan mengurangi ekskoriasi
dilakukan, dan antibiotika diberikan berdasarkan akibat garukan. Proses penyakit menyebabkan
penyebab infeksi sekunder tersering pada kulit. peningkatan basal metabolisme rate tubuh dan
Kepustakaan menyatakan bahwa pemeriksaan kultur katabolisme protein, sehingga kondisi malnutrisi
pada kulit bertujuan untuk menyingkirkan infeksi dapat memperburuk keadaan klinis, terutama pada
sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, penderita dengan hipoalbumin dan usia tua.15,16,17,18
dan kultur darah untuk menyingkirkan sepsis.14 Penderita eritroderma yang mendapatkan terapi
Penderita eritroderma, yang mendapatkan topikal adalah 29 penderita (96,7%), terbanyak
terapi infus adalah 5 penderita (16,7%) (Gambar 7). diberikan oleum coccos yaitu 21 penderita (70,0%)
Transfusi diberikan pada 5 penderita (16,6%) (Gambar 13). Berdasarkan kepustakaan, inflamasi
(Gambar 8). Penderita yang mendapatkan terapi pada kulit harus segera diterapi misalnya dengan
antibiotika sistemik adalah 7 penderita (23,3%), menggunakan cream pelembab/emolien ataupun
(Gambar 9). Kortikosteroid diberikan pada 27 steroid topikal dengan potensi rendah.1,13,14,18
penderita (90%), yaitu terdiri dari deksametason Status penampilan penderita pada saat
pada 22 penderita (73,3%) (Gambar 10). Sebanyak 7 keluar rumah sakit (KRS) sebagian besar dalam
penderita (23,3%) diberikan antipiretik (Gambar 11). golongan baik yaitu sebanyak 21 penderita (70%)
Antihistamin diberikan pada 28 penderita (93,3%) (Gambar 14), sembuh (klinis), yaitu sebanyak
(Gambar 12). Penderita eritroderma disarankan 20 penderita (66,7%) dan 1 penderita (3,3%)
rawat inap agar dapat diperiksa lebih teliti dinyatakan meninggal > 48 jam karena komplikasi
untuk menegakkan diagnosis, terapi intensif dan gagal nafas (Gambar 15). Penderita yang belum
pengawasan ketat terhadap kelainan yang terjadi, sembuh kemungkinan disebabkan ketidakseragaman
serta menegakkan diagnosis kerja, karena beberapa dalam pemberian dosis dan lamanya terapi, kurang
penyakit dapat menjadi penyebab sehingga sulit patuhnya penderita dalam pengobatan, penyakit
untuk menentukan penyebab yang pasti. Terapi yang mendasari, dan status imun penderita. Secara
eritroderma diberikan berdasarkan penyebab atau umum, prognosis baik pada pasien yang disebabkan
penyakit yang mendasarinya, dengan memperhatikan oleh reaksi obat, setelah obat penyebab dihindari
juga keadaan umum dan memperbaiki gangguan dan penderita diberikan edukasi. Penderita dengan
metabolit yang timbul. Secara umum penatalaksanaan eritroderma idiopatik prognosisnya buruk, sering
eritroderma adalah mempertahankan kelembaban kambuh atau kronis dengan gejala komplikasi
kulit, menghindari menggaruk pada kulit dan pemakaian steroid jangka panjang. Pada penderita
menghindari faktor pencetus. Monitor ketat intake dengan keganasan tergantung pada proses yang terjadi
cairan, karena pasien dapat mengalami dehidrasi dan komplikasinya.8,19,20
atau gagal jantung, serta monitor suhu tubuh untuk Sebanyak 18 penderita eritroderma (60%) tidak
menghindari pasien jatuh dalam kondisi hipotermi. mengalami komplikasi (Gambar 16). Eritroderma
Hentikan pemberian obat yang tidak perlu. Pemberian merupakan penyakit yang serius dan dapat berakibat
steroid sistemik sebaiknya dihindari sebisa mungkin, fatal bila tidak segera diterapi. Angka kematian pada
karena efek dari retensi cairan, timbulnya sekunder penderita eritroderma berkisar 18–64%. Sekitar
infeksi, diabetes, dan lain-lain, tetapi pada kasus berat 18–20% kematian disebabkan faktor yang tidak ada
dan menetap dapat dipertimbangkan untuk diberikan.

100
Artikel Asli Penderita Eritroderma di Instalasi Rawat Inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007

hubungan dengan eritroderma. Gangguan metabolik 7. Sehgal VN, Srivastava G. Exfoliative dermatitis:
dapat menyebabkan hipotermia, dekompensasi kordis, A prospective study of 80 patients. Dermatologica 1986;
kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboflebitis. Gagal 173: 278–284.
8. Umar HS, Kelly PA. Erythroderma (Generalized
jantung, infeksi saluran nafas (pneumonia) dan Acute
Exfoliative Dermatitis). July 24, 2007 Available from:
Respiratory Distress Syndrome (ARDS), serta sepsis
URL: http://www.emedicine.com/EMERG/topic142.
merupakan penyebab kematian tersering.3 htm
Diperlukan pemahaman yang sama dalam 9. Sigurdsson V, Toonstra J, Hazemans-Boer M, Van
pengisian rekam medis sehingga diperoleh data yang Vloten WA. Erythroderma.
���������������������������������������
A clinical and follow-up
lengkap dan akurat misalnya: sedapat mungkin status study of 102 patients with special emphasis on survival.
penderita rawat inap termasuk data dasar (identitas, J Am Acad dermatol. 1996; 35(1): 53–7.
pekerjaan, dan status pendidikan penderita) diisi 10. Sawitri, SS. Pohan. Eritroderma (Penelitian Retrospektif
lengkap. Pencarian penyakit dasar harus dilakukan Januari 1992–Desember 1995 di Ruang Penyakit Kulit
dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya). ������ BIPKK
dengan lebih terperinci, seperti melalui anamnesis
1997; 9: 55–61.
yang lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
11. Jasmin, Listiawan Y. Eritroderma di Instalasi Rawat
laboratorium, histopatologik atau penunjang lain Inap RSU dr. Soetomo,
�������������������������������������
Surabaya Periode Tahun 2001–
jika diperlukan. Pada saat penderita keluar rumah 2004. Studi Retrospektif. Berkala Ilmu Kesehatan
sakit diharapkan menyebutkan dugaan penyebab yang Kulit Kelamin 2007; 19(1): 26–31.
paling mungkin di resume dan hasil pemeriksaan 12. Widodo MW, Sukanto H, Barakbah J. Eritroderma di
histopatologi yang belum selesai saat penderita pulang, Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun
sebaiknya tetap dicantumkan di dalam status. Bila tidak 1998–2001. Studi Retrospektif. Berkala Ilmu Penyakit
dilakukan pemeriksaan histopatologi menyebutkan Kulit dan Kelamin 1993; 5(1): 168–75.
13. Leenutaphong V. Erythroderma in Thai patients.
alasan yang jelas, termasuk keterangan mengenai
J Med Assoc Thai 82: 743: 1999.
penolakan penderita. Pemberian obat-obatan baik
14. Thomas B. Fitzpatrick, Richard AJ, Klaus W, Dick S.
sistemik/topikal perlu diperjelas indikasinya, dan Erythroderma and Rashes in the Acutly ill Patient.
perlu dilakukan evaluasi mengenai kekambuhan dan Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology,
kesembuhan eritroderma, serta dicantumkan dengan Common & Serious Disease. 45 th ed. New ����������
York;
jelas dalam catatan medik. McGraw-Hill, 2005.
15. John W. Petrozzi, MD, John Barton, MD, Robert E.
kepustakaan Cott, MD. Papulosquamous Lesions. In: Edward E
Bondi, MD, Brian V. Jegasothy, MD, Gerald S. Lazarus,
1. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative MD, edito RSU Dermatology. Diagnosis and Therapy.
Dermatitis In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, 1st ed. Philadelphia: Prentice-Hall; 1991. p. 9–49.
Gilchrest BA, Paller AS, leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s 16. Arnold HR, Odam RB, James WD. Exfoliation
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Dermatitis. Andrew Disease of the Skin. 9 th ed.
McGraw-Hill Book Co; 2008. p. 225–32. Philadelphia: WB Saunder RSU Co, 1999.
2. Juanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Juanda 17. John C Hall. Exfoliative Dermatitis. Sauer’s Manual of
A, Juanda S, Hamzah M, editor. Ilmu ��������������������
Penyakit Kulit Skin Disease. 8th ed. ����������������������������������
Philadelphia: Lippincott Williams
dan Kelamin. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; and Wilkins; 2000.
2005. h. 197–200. 18. John Berth-Jones. Erythroderma. In: Mark Lebwohl,
3. Burton JL, Holden CA. Eczema, Lichenification Warren RH, John Berth Jones, Ian Coulson, editor
and Prurigo. ���������������������������������
In: Champion RH, Burton JL, Burn RSU. Treatment of Skin Disease, Comprehensive
DA, Breathnach, editors. Rook, Wilkinson, Ebling. therapeutic strategies. London: Mosby International
Textbook of Dermatology. 6th ed. Oxford: Blackwell, Limited; 2002. p. 205–8.
scientific publication; 1998. p. 673–7. 19. Maryam Akhyani, Zahra S Ghodsi, Siavash T,
4. Gibson LE, Perry HO. Papulosquamous Eruption and H. Dabbaghian. Research article: Erythroderma:
Exfoliative Dermatitis. In: Moschella, Hurley, editors. A clinical study of 97 cases. BMJ Dermatology 2005;
Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 5:5. Available from: URL: hhtp://www.biomedcentral.
1992. p. 607–46. com/1471-5945/5/5. Accessed on July 2008
5. Guliz Karakayll, Grant Beckham, MD, Ida Orengo, 20. Mlika B, Mourad, Mokni. Reseasrvh article:
MD, et al. Exfoliative
������������������������������������������
Dermatitis. Am Fam Phys 1999; Erythroderma in adult: a case report of 80 cases. Int
59: 1–12. J of Derm 2005; 44(9): 731–5.
6. Hasan T, Jansen CT: Erythroderma: a follow-up of
fifty cases. J Am Acad Dermatol 1983; 8: 836–840.

101

Anda mungkin juga menyukai