Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 2
Latar Belakang............................................................................. 2
Rumusan Masalah........................................................................ 2
Tujuan........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 3
Pengertian Ashabul furudh......................................................... 3
Macam-Macam Ashabul furudh................................................. 6
BAB III KESIMPULAN.......................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 15

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam merinci dan menjelaskan melalui Al-Qur'an, Hadits, dan ijma’ dan siapa-
siapa yang berhak menerima harta waris dari orang yang meninggal dan bagian
tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat.
Meskipun demikian, sampai kini persoalan pembagian harta waris masih menjadi
penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga.
Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya pemindahan
kepemilikan, yaitu berpindahnya harta benda dan hak-hak material dari pihak
yang mewarisakan, setelah yang bersangkutan wafat kepada penerima warisan
dengan jalan pergantian yang didasarkan pada hukum syara’.
Didalam aturan kewarisan, ahli waris sepertalian darah dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu: dzawil furudh, ashobah dan dzawil arham. Disini kami akan
membahas tentang dzawil furudh, furudhul muqaddaroh, dan ashobah. Untuk
memberikan warisan kepada ahli waris.

B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis membuat suatu
rumusan masalah yang akan diangkat sebagai topik pembahasan. Adapun yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, adalah:
1. Apa itu Ashabul Furud ?
2. Pengertian Furudhul Muqaddarah ?
3. Apa itu Ashabah dan macam kedudukannya ?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin penulis
capai antara lain:
1. Agar kita dapat memahami apa itu Fshabul Furud
2. Bisa mengetahui Furudhul Muqaddarah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ashabul Furud


Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang berbeda
yaitu al-qath “ketetapan yang pasti”, at-taqdir “ketentuan” dan al-bayan
“penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari
warisan yang telah ditentukan. 1[1]
Pada umumnya ahli waris ashab al furud adalah perempuan semantara ahli waris
laki-laki menerima bagian sisa ( asabah) kecuali bapak,kakek,dan suami.
Ada pun bagian-bagian yang di terima oleh ashabah al-furud adalah sebagai
berikut:
a. Anak perempuan,berhak menerima bagian :
½ jika tidak ada anak laki-laki
2/3 jika dua orang atau lebih,tidak bersama anak laki-laki

b. Cucu perempuan garis laki-laki berhak menerima bagian:


½ jika tidak bersama cucu lakidan tidak mahjub.
2/3 Jika dua orag atau lebih,tidak bersama dengan cucu laki-laki dan tidak
mahjub.
1/6 sebagai penyempurna 2/3 (takmilah li al-sulusain),jika bersama dengan
seorang anak perempuan,tidak ada cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak
perempuan dua orang atau lebih maka ia tidak mendapat bagian.

c. Ibu berhak menerima bagian :


1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far’u waris) atau saudara dua orang atau
lebih .
1/6 jika ada far’u waris atau bersama dua orang saudara atau lebih.
1/3 sisa,dalam masalah gbarrrawain yaitu ahli waris yang ada terdiri dari :
suami/istri,ibu dan bapak.

3
d. Bapak berhak menerima bagian:
1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki garis laki-laki.
1/6+ sisa,jika bersama cucu perempuan atau anak perempuan garis laki-laki.
Jika bapak bersama ibu maka:
Masing-masing menerima 1/6 jika ada anak,cucu atau saudara dua orang
atau lebih.
1/3 untuk ibu,bapak menerima sisanya,jika tidak ada anak ,cucu saudara dua
orang atau lebih.

e. Nenek jika tidak mahjub berhak menerima bagian :


1/6 jika seorang ;
1/6 dibagi rata apabila nenek lebih ddari seorang dan sederajat
kedudukannya.

f. Kakek,jika tidak mahjub, berhak menerima bagian :


1/6 jika bersama anak laki-laki atau cucu laki garis laki-laki;
1/6+ sisa jika bersama anak atau cucu perempuan dari garis laki-laki tanpa
ada anak laki-laki;
1/6 (bagi rata) dengan saudara sekandung atau se ayah,setelah di ambil untuk
ahli waris lain;
1/3 bersama saudara sekandung atau se ayah,jika tidsk ada ahli waris lain.
Masalah ini di sebut dengan al-jadd ma’a al-ikbwah ( kakek bersama saudara-
saudara).
1/2 jika tidak bersama laki-laki sekandung.
2/3 jika dua oran gatau lebih ,tidak bersama dengan laki-laki sekandung

g. Saudara perempuan sekandung,jika tidak mahjub berhak


menerima bagian :
1/2 jika seorang, tidak bersama saudara laki-laki sekandung;
2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki sekandung

4
h. Saudara perempuan seayah, jika tidak mahjub berhak
menerima bagian :
1/2 jika seorang tidak bersama laki-laki seayah;
2/3 jika dua orang atau lebih bersama saudara laki-laki seayah;
1/6 jika bersama dengan saudara perempuan sekandung seorang, sebagai
pelengkap 2/3 (takmilab li al-sulusian)

i. Saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan kedudukannya


sama. Apabila tidak mahjub, saudara seibu berhak menerima bagian :
1/6 jika seorang
1/3 jika dua orang atau lebih ;
Bergabung menerima bagian 1/3 dengan saudara kandung ,ketika bersama-
sama dengan ahli waris suami dan ibu atau sering di sebut musyarakah.

j. Suami berhak menerima bagian :


1/2 jika istrinya meninggal tidak mempunyai anak atau cucu;
1/4 jika istrinya meninggal mempunyai anak atau cucu.

k. Istri berhak menerima bagian :


1/4 jika suami meninggal tidak memiliki anak atau cucu
1/8 jika suami meninggal mempunyai anak atau cucu.

Jika seluruh ahli waris tersebut di atas ada semua ,maka tidak seluruhnya
menerima bagian. Karena ahli waris yang dekat hubungan
kekerabatannya,menghijab ahlin waris yang jauh. Maka dari mereka itu,ahli waris
yang daoat menerima bagian adalah:
 Anak perempuan 1/2
 Cucu perempuan garis laki-laki 1/6
 Ibu 1/6
 Bapak 1/6+sisa
 Istri/ suami 1/8atau ¼

5
 Apabilla ahli waris laki-laki dan perempuan seluruhnya berkumpul, maka
mendapat bagian adalah:
 Anak perempuan dan anak laki-laki bersama-sama menerima sisa
 Ibu 1/6
 Bapak 1/6
 Suami atau istri 1/4 atau 1/8

Ashabul furud ada dua macam:


1. Ashabul furudh sababiyyah
Yaitu ahli waris yang disebabkan oleh ikatan perkawinan. Yakni:
- Suami
- Isteri
2. Ashabul furudh nasabiyyah
Yaitu ahli waris yang telah ditetapkan atas dasar nasab. Yakni:
- Ayah
- Ibu
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari garis laki-laki
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara perempuan seayah
- Saudara laki-laki seibu
- Saudara perempuan seibu
- Kakek shahih
- Nenek shahih.

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:


a) Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1. Dua anak perempuan atau lebih, bila tidak ada anak laki-laki.
2. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak
ada.
3. Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih.

6
b) Yang mendapat setengah (1/2)
1. Anak perempuan kalau dia sendiri
2. Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak perempuan
3. Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuan
sebapak seibu tidak ada, dan dia seorang saja
4. Suami bila isteri tidak punya anak

c) Yang mendapat sepertiga (1/3)


1. Ibu, bila tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak ada
pula dua orangsaudara
2. Dua orang saudara atau lebih dari saudara seibu.

d) Yang mendapat seperempat (1/4)


1. Suami, bila istri ada anak atau cucu
2. Isteri, bila suami tidak ada anak dan tidak ada cucu. Kalau isteri lebih dari
satu makadibagi rata.

e) Yang mendapat seperenam (1/6)


1. Ibu, bila beserta anak dari anak laki-laki atau dua orang saudara atau lebih.
2. Bapak, bila jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki.
3. Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih) bila bersama seorang
anak perempuan. Bila anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak
mendapatharta warisan.
5. Kakek, bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, dan bapak tidak ada.
6. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih), bila beserta saudara
perempuan seibu sebapak. Bila saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka
saudara perempuan sebapak tidak mendapat warisan.

f) Yang mendapat seperdelapan (1/8)


1. Isteri (satu atau lebih), bila ada anak atau lebih.

7
Jika ahli waris dzaw al-furudh, sendirian maka ia memperoleh bagian sesuai hak
yang telah ditentukan. Tetapi jika lebih dari satu orang, maka ia mengambil sesuai
bagian yang telah ditentukan, dan kemudian dijumlahkan misalnya ahli waris itu
sendiri dari: anak perempuan, ibu dan istri maka pembagiannya:
 untuk anak perempuan ¼ = 6/24
 untuk ibu 1/6 = 4/24
 untuk istri 1/8 = 3/24
jumlah 19/24 2[3]

B. Furudhul Muqaddarah
Kata al-furud adalah bentuk jamak dari kata fard artinya bagian (ketentuan).
Al-Muqaddarah artinya ditentukan. Jadi al-furud al-muqaddarah adalah bagian-
bagian yang telah ditentukan oleh syara’ bagi ahli waris tertentu dalam pembagian
harta peninggalan. Bagian itulah yang akan diterima ahli waris menurut jauh
dekatnya hubungan kekerabatan.
Furudhul Muqaddarah ada enam macam :
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)

Dasar hukumnya adalah firman Allah surat an-Nisa ayat 11-12, yang berbunyi:
''Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu.Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, maka ia memperoleh separo harta.

8
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di
atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.(11) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-
isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak.Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris).(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun(12)''. (Q.S. An-
Nisa:11-12).

9
C. Ashabah
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud.
Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian
banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang
tidak menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris ashab al-
furud.
Jadi , asabah adalah semua ahli waris yang tidak mempunyai bagian tetap dan
tertentu baik yang di atur dalam al-qur’an maupun hadis. Mereka terdiri dari:
1. Anak laki-laki
2. Anak laki-lakinya anak laki-laki ( cucu laki-laki dari anak laki-laki)
3. Saudara kandung
4. Saudara seayah
5. Saudara ayah sekandung

Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang lebih
dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris ashabah
yang peringkat kekerabatanya berada dibawahnya tidak mendapatkan
bagian.Dasar pembagian ini adalah perintah Rasulullah SAW:
﴾‫الحقواالفراﺋضﺑﺄهﻠﻬﺎفمﺎﺑقيفألوﱃرجﻠذكر﴿متفقعﻠيه‬
‘’berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian
sisanya untuk ahli waris laki-lakiyang utama’’ (Muttafaq ‘alaih).
Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang mendapatkan
semua harta waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang memerdekakan
budak, atau yang mendapatkan sisa setelah pembagian bagian tetap.

Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:


1. Ashobah binafsihi
Ialahorang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka adalah:
Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya, bapak
dan kakek serta generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak, anak laki-
laki saudara kandung, anak laki-laki saudara sebapak dan generasi dibawahnya,

10
paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman kandung, anak laki-laki
paman sebapak.
Adapun kelompok asabah binafsih yang di utamakan satu sam lain terdiri atas 4
macam sesuai urutan berikut:

1. Cabang furu orang yang meninggal (jihat bunuwwah), yaitu anak laki-laki, dan
cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
2. Pokok/usul orang yang meninggal (jihat bunuwwah), yaitu meliputi ayah,
kakek (bapaknya bapak), dan seterusnya ke atas.
3. Hawasyi atau kerabat menyamping orang yang meninggal (jihat ukhuwah),
yaitu meliputi saudara laki-laki sekandung, saudara lak-laki seayah. Kemudian
anak saudara laki-laki seayah terus ke bawah.
4. Kerabat menyamping yang jauh (jihat umamah), yaitu keterunan dari kakek si
pewaris betapa jauhnya, seperti saudara laki-laki ayah kandung dan anak laki-laki
mereka saudara laki-laki ayah seayah dan anak laki-laki mereka.

Cara penyelesaian asabah binafsih :


Untuk memgetahui cara menyelesaikan asabah binafsi, dapat dicontohkan
sebagai berikut.
A. Seorang meninggal dunia dengan harta peninggalan sejumlah 1.200.000,00.
Ahli waris yang ditinggalkan adalah ayah dan anak laki-laki. Maka penyelasaian
sebagai berikut:
Ahli waris fard bagian dari asal masalah= 3
Ayah 1/6 1/6 x 6 = 1
Anak lelaki asabah 6–1=5
Jadi: Ayah : 1 x Rp. 1.200.000,00 / 6 = Rp. 200.000,00
Anak lelaki : 5 x Rp. 1.200.000,00 / 6 = Rp. 1.000.000.,00
B. Seorang meninggal dunia dengan harta peninggalan sejumlah Rp.
1.800.000,00. Ahli waris yang ditinggalkan adalah anak laki-lakinya saudara
seayah dan anak perampuan saudara seayah serta paman sekandung.
Ahli waris fard bagian dari asal masalah = 3
Ibu 1/3 1/3 x 3 = 1

11
Anak lelaki asabah 3–1=2
Saudara.
Jadi: Ibu : 1 x Rp. 1.800.000,00 = Rp. 600.000,00
Anak Lk. Sdr : 2 x Rp. 1.800.000,00 = Rp. 1.200.000,00
Anak Pr. Sdr : mahjub, karena zawil ahram.
Anak Lk. Sdr : mahjub, oleh anak laki-laki saudara kerana berjihat umamah,
sedangkan anak laki-laki saudara berjihat bunuwwah.

2. Ashobah bighairihi
Ialah orang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang (laki-
laki) lain yang sederajat dan seusbah. Mereka adalah:
a. Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki.
b. Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
c. Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara kandung.
d. Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama saudara
laki-laki sebapak.

Orang yang menjadi ashabah dengan orang lain atau ashabah bil ghair sama
seperti orang yang menjadi ashabah dengan dirinya sendiri dalam dua hukum
terakhir,yaitu sama-sama menerima mengambil bagian yang tersisa ,setelah
pembagian tetap. Apabila ash-habul furudh mengambil semua harta waris,ia tidak
mendapatkan apa-apa. Sedangkan dalam hukum pertama yaitu jika ia sendiri,ia
dapat mengabil seluruh harta waris-hal itu tidak terjadi pada ashabal bil
ghair,karena ia tidak mungkin sendiri.

3. Ashobah ma’al ghairi


Ialah saudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi asabah karena
didampingi oleh keturunan perempuan.mereka adalah:
a. Seorang saudara perempuan kandung atau lebih, yang ada bersama anak
perempuanatau cucu perempuan dari anak laki-laki.

12
b.Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, yang ada bersama anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.3[4]4[5]
Contoh penyelesaian Asabah Ma’al Ghair :

1. Seorang meninggal,dengan ahli waris terdiri atas anak perempuan,saudara


perempuan sekandung,dan saudara perempuan seayah. Harta yang di tinggalkan
sejumblah Rp.100.000.000,00.
Penyelesaiannya adalah :
Ahli waris Fard Bagian dari asal muasal:2
Anak Pr. ½ ½x2=1
Sdri kandung asabah ma al-ghair 2-1 = 1
Sdari seayah mahjuj,oleh anak perempuan kandung yang menjadi asabah
ma-al ghair
Dengan demikian maka :
Anak Pr. :1x Rp. 100.000.000: 2 = Rp. 50.000.000
Sdari Kdng :1x Rp. 100.000.000: 2 = Rp. 50.000.000

2. Seorang meninggal,ahli warisnya terdiri dari dua anak perempuan sekandung


dan perempuan seayah,serta anak laki-laki saudara kandung. Harta yang di
tingalkan sejumblah Rp.300.000.000
Penyelesaiannya adalah :
Ahli waris Fard Bagian dari asal muasal:2
2 ank Pr. 2/3 2/3x3= 2
Sdri seayah 3-2=1
Anak laki-laki mahjub ,oleh saudara se ayah. Jadi masing-masing mendapat:
2 Anak Pr. : 2x Rp.300.000.000 : 3= Rp. 200.000.000
Sdri seayah : 1x Rp.300.000.000 : 3= Rp. 100.000.0005[6]

13
BAB III
KESIMPULAN
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan
jumlahnya untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan
ijma’.Ashabul furud ada dua macam:
1. Ashabul furudh sababiyyah.
2. Ashabul furudh nasabiyyah.
Furudhul muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syara’
bagi ahli waris tertentu dalam pembagian harta peninggalan, atau dengan kata lain
presentase bagian yang telah ditentukan bagiannya.
Furudul Muqaddarah ada enam macam:
1. Dua pertiga (2/3)
2. Setengah (1/2)
3. Sepertiga (1/3)
4. Seperempat (1/4)
5. Seperenam (1/6)
6. Seperdelapan (1/8)
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud. Sebagai
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak
(seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak
menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris ashab al-furud.Para
fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:
1. Ashobah binafsihi
2. Ashobah bighairihi
3. Ashobah ma’a ghairi

14
DAFTAR PUSTAKA

Dian Khairul Umam.2000.Fiqih Mawaris.Bandung:Cv Pustaka Setia.


Rafiq, Ahmad. Fiqh Mawaris, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Amir Syarifudin.2004.Hukum Kewarisan Islam.Jakarta:Kencana
Komite fakultas Syariah.2000.Hukum waris.Jakarta:Senayan Abadi Publishing
Ash-Shidieqy, T.M. Hasbi.Fiqih Mawaris (Hukum-hukum Warisan dalam
Syari’at Islam), Jakarta: Bulan Bintang, 1967.
Thalib, Sajuti. Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2000.

15

Anda mungkin juga menyukai