Anda di halaman 1dari 44

CASE REPORT

(Bronkopneumonia)

Oleh:

Aminah Zahra
Diptha Renggani
M. Addin Syakir
Putu A. L. Amrita Kirana

Pembimbing:

dr. Elvi Suryati, Sp.A


dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018

0
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena ridho dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “Bronkopneumonia”.
Adapun penulisan case report ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi
Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Elvi Suryati, Sp.A dan Dr.
Murdoyo Rahmanoe, Sp.A selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya
dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan
dalam penulisan case report ini. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan guna menyempurnakan case report ini dan semoga dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Wassalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh

Bandar Lampung, 23 Oktober 2018

Penulis

1
STATUS PENDERITA

No. Rekam Medik : 00.56.63.97


Masuk RSAM : 01 Oktober 2018 pukul 15.00 WIB

Anamnesis
Alloanamnesis dari Ibu Pasien

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Lahir : 24 Maret 2018
Umur : 0 tahun 6 bulan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Pejambon, Negeri Katon, Pesawaran

IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Kandung
Nama : Tn. S
Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SD

Ibu Kandung
Nama : Ny. L
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD

2
ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 01/10/2018 dengan ibu pasien pukul

14.00 WIB.

Keluhan Utama

Batuk berdahak disertai sesak yang terus memberat sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan

Pilek sejak + 1 bulan, demam, malas menetek

Riwayat penyakit sekarang : (alloanamnesis dengan ibu pasien)

Anak batuk sudah 1 bulan hilang timbul dan mengeluarkan dahak berwarna putih

tidak bercampur darah. Batuk seringkali dirasakan anak terutama pada pagi dan

malam hari. Anak juga ada keluhan yang hilang timbul yaitu pilek yang sudah 1

bulan dan demam tinggi yang sudah sekitar 2 minggu. Ibu mengatakan, anak

sudah dibawa berobat ke bidan 2-3 kali, lalu diberi obat puyer, tapi belum ada

perbaikan.

Sejak 3 hari SMRS anak tampak sesak, tapi tidak disertai suara mengi dan grok-

grok. Anak masih batuk, masih pilek, demam tinggi. 1 hari SMRS anak

bertambah sesak, malas menetek. Kemudian ibu membawa anak ke klinik Sp.A.

Saat itu karena anak tampak sesak, maka dirujuk ke RS Abdul Moeloek.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah dirawat sebelumnya. Ada riwayat batuk pilek sebelumnya,

riwayat mengi atau mengorok tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

3
Kakak pasien sebelumnya juga mengalami batuk-batuk 1 minggu namun sudah

sembuh. Riwayat anggota keluarga dengan sakit batuk lama, asma, tbc, penyakit

jantung tidak ada.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

 Riwayat Kehamilan: Ibu pasien tidak mengalami keluhan apapun selama

kehamilan, ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan ANC ke bidan setempat

dan rutin mengkonsumsi tablet besi sejak trimester I sampai trimester III.
 Riwayat Persalinan: Ibu melahirkan pasien pada usia kehamilan 38 minggu

dengan persalinan normal, pasien lahir dibantu oleh bidan dengan jenis kelamin

laki-laki, BBL = 3700 gram, PBL = 50 cm, warna kulit merah dan bayi

langsung menangis.

Riwayat Makanan

0-5 bulan : ASI eksklusif (frekuensi 7-8 kali/hari)

5-sekarang : ASI-MP ASI (bubur susu, frekuensi 7-8 kali/hari)

Riwayat Imunisasi

BCG : sudah dilakukan 1x, usia 1 bulan


DPT : sudah dilakukan 3x, usia 2, 3, 4 bulan
Hepatitis : sudah dilakukan 4x, usia 0, 2, 3, 4 bulan
Polio : sudah dilakukan 4x, usia 1, 2, 3, 4 bulan
Kesan: Lengkap sesuai usia dan sesuai jadwal imunisasi dasar Kementerian

Kesehatan

PEMERIKSAAN FISIK

Status Saat Ini

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, sesak, dan gizi lebih

4
Kesadaran : Compos mentis (GCS = E4M6V5 = 15)

Nadi : 140x/menit
Napas : 56x/menit
Suhu : 36,20 C
SpO2 : 93 %
BB saat lahir : 3,7 kg
BB sekarang : 10 kg
TB : 65 cm
Antropometri : BB/U = 10/8 x 100% = 125% (obesitas)
TB/U = 65/67 x 100% = 97% (gizi baik)
BB/TB = 10/7,4 x 100% = 135% (obesitas)
Kesan : Obesitas

5
Pemeriksaan Umum

 Pucat : tidak ada


 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : tidak ada
 Oedem : tidak ada
 Turgor : baik
 Pembesaran KGB : tidak ada

6
KEPALA
Muka : Simetris, normocephal, pucat (-), ikterik (-) oedem (-)
Rambut : Hitam lebat, tidak mudah dicabut
Ubun-Ubun Besar : Datar, tidak menonjol/cekung
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), palpebra

edema (-/-), sekret (-/-) mata cekung (-), kornea jernih,

pupil isokor, relfeks cahaya (+/+)


Telinga : Hiperemis (-), serumen (-), discharge (-)
Hidung : Deviasi(-), deformitas (-),sekret (-/-),
nafas cuping hidung (+)
Mulut : Sianosis(-), sariawan (-), lidah kotor (-) deviasi (-), atrofi

papil lidah(-), gusi berdarah (-), karies gigi (-), uvula

berada di tengah, edema tonsil (-), faring berwarna

kemerahan, abses (-).

LEHER

Bentuk : Simetris
Trakea : Ditengah, tidak ada deviasi
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran

THORAX

JANTUNG
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat, retraksi (+) suprasternal, substernal
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I – II reguler, murmur (-), gallop (-)

PARU-PARU

Anterior Posterior
Sinistra Dextra Sinistra Dextra
Pergerakan nafas Pergerakan nafas
sinistra = dextra sinistra = dextra
Inspeksi Retraksi (+) supra sternal, Retraksi (+) supra sternal,
substernal substernal

7
Nyeri (-), Nyeri (-), vokal Nyeri (-), Nyeri (-), vokal
Palpasi vokal fremitus fremitus vokal fremitus
normal normal fremitus normal
normal
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
Auskultasi Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Ronkhi +/+ Ronkhi +/+ Ronkhi +/+ Ronkhi +/+
Keterangan: ronkhi basah halus nyaring

ABDOMEN
Inspeksi : cembung, ptekie (-), luka (-)
Palpasi : massa (-), nyeri (-), asites (-), pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat

ANUS DAN GENITALIA EKSTERNA


Kemerahan (-), discharge (-)

EKSTREMITAS
Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik,

anemis (-/-)
Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik,

anemis (-/-)

Status Neurologis

Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah


Kiri Kanan Kiri Kanan
Motorik
 Kekuatan 5 5 5 5
 Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
 Tonus Normal Normal Normal Normal
 Reflek Fisologis Bisep (+), Bisep (+), Patella (+) Patella (+)
Trisep (+) Trisep (+) Achilles (+) Achilles (+)
 Reflek Patologis - - Babinsky (-) Babinsky (-)

8
Gordon (-) Gordon (-)
Gonda (-) Gonda (-)
Shcafer (-) Shcafer (-)
Oppenheim(-) Oppenheim(-)
Hoffman (-) Hoffman (-)
Sensorik normal normal normal normal

Tubuh
Rangsang Meningeal Kaku kuduk (-), Brudzinki I (-), Brudzinki II (-), Kernig(-),
Lasseque (-)
Otonom BAB (+), BAK (+) jumlah sedikit, frekuensi jarang, warna
merah kecokelatan, frekuensi sering tapi sedikit, nyeri saat
berkemih (-)

9
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2018

A. Hematologi Lengkap

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,8 g/dL 10.2-12.9
Hematokrit 32 % 42-52
Eritrosit 5,0 Jt/uL 4,7-6,1
Leukosit 22.300 /uL 4.800-10.800
Trombosit 490 10^3/uL 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 0-8
Batang 0 % 0-8
Segmen 34 % 17-60
Limfosit 46 % 20-90
Monosit 20 % 1-11
MCV 64 fl 79-99
MCH 22 pg 27-31
MCHC 34 g/dl 26-34

KIMIA DARAH
GDS 103 mg/dl < 140

Hematologi Lengkap (04 Oktober 2018)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7 g/dL 10.2-12.9
Hematokrit 34 % 42-52

10
Eritrosit 5,2 Jt/uL 4,7-6,1
Leukosit 13.100 /uL 4.800-10.800
Trombosit 352 10^3/uL 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 0-8
Batang 0 % 0-8
Segmen 46 % 17-60
Limfosit 41 % 20-90
Monosit 8 % 1-11
MCV 65 fl 79-99
MCH 21 pg 27-31
MCHC 32 g/dl 26-34
LED 60 mm/jam 0-10

Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax PA

11
Kesan:

- Bronkopneumonia bilateral
- Tidak tampak kardiomegali

DIAGNOSIS BANDING

Bronkiolitis, pneumonia

DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia

PENATALAKSANAAN

12
 TATALAKSANA IGD

IVFD ¼ NS mikro gtt X


O2 ½ l/menit
Gentamicin 48 mg/ 24 jam I.V
Dexamethasone 2 mg/8 jam I.V
Ventolin ½ resp + flixo ½ resp nebu /4 jam

 TATALAKSANA RUANGAN

IVFD D5 ½ NS 6 tpm
Inj. Cefotaxime 500 mg/12 jam
Inj. Gentamicin 40 mg/24 jam
Inj. Ranitidine 10 mg/12 jam
Nebu meptin 1 resp/8 jam
Oral Paracetamole 4 x 1 cth (prn)
ASI adekuat

PROGNOSIS

- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


- Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter

13
02 Agustus 2018 S/ Batuk berdahak disertai sesak yang P/
terus memberat sejak 3 hari SMRS - O2 nasal 1 liter/menit
- Inf d5 ¼ ns 7 tpm
RPS: Anak batuk sudah 1 bulan hilang - Cefotaxime 500 mg/
timbul dan mengeluarkan dahak 8 jam
- Gentamicin 40 mg/24
berwarna putih tidak bercampur darah.
jam
Batuk seringkali dirasakan anak - PCT syr 3 x ¾
terutama pada pagi dan malam hari. - Ventolin nebu/8 jam
- Diet ASI adekuat
Anak juga ada keluhan yang hilang
- Jika anak tambah
timbul yaitu pilek yang sudah 1 bulan sesak, pasang NGT
dan demam tinggi yang sudah sekitar - R/ foto thorax AP
2 minggu. Ibu mengatakan, anak
sudah dibawa berobat ke bidan 2-3
kali, lalu diberi obat puyer, tapi belum
ada perbaikan.

Sejak 3 hari SMRS anak tampak


sesak, tapi tidak disertai suara mengi
dan grok-grok. Anak masih batuk,
masih pilek, demam tinggi. 1 hari
SMRS anak bertambah sesak, malas
menetek. Kemudian ibu membawa
anak ke klinik Sp.A. Saat itu karena
anak tampak sesak, maka dirujuk ke
RS Abdul Moeloek.

RPD: Pasien belum pernah dirawat


sebelumnya. Riwayat batuk pilek (+),
riwayat mengi atau mengorok (-)

RPK: Kakak pasien sebelumnya juga


mengalami batuk-batuk 1 minggu
namun sudah sembuh.

O/

14
KU : tampak sakit sedang
Kes: compos mentis
T : 37,6ºC
HR : 96x/menit
RR : 30x/menit
SPO2 : 93%
Bb : 10 kg
Tb : 70 cm
Kepala : Normocephal
Mata : edema periorbital (-/-)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax
- I: tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (+)
suprasternal, substernal
- P : Ekspansi simetris
- P : Sonor
- A: Ronki basah halus nyaring
(+/+), BJ I/II reguler
Abdomen
- I : cembung, lemas, simetris
- A : Bu (+) normal
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema ekstremitas
inferior (-/-)

A/ Bronkopneumonia
03 Agustus 2018 S/ Sesak sudah mulai berkurang, batuk P/
berdahak (+), demam (-) - Inf d5 ¼ ns 7 tpm
O/ - Cefotaxime 500 mg/
Ku : tampak sakit sedang 8 jam
Kes: compos mentis - Gentamicin 40 mg/24
T : 36,9ºC jam
HR : 90x/menit - PCT syr 3 x ¾
RR : 28x/menit - Ventolin nebu/8 jam
SPO2 : 90%

Kepala : Normocephal
Mata : edema periorbital (-/-)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax

15
- I: tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (+)
suprasternal, substernal
- P : Ekspansi simetris
- P : Sonor
- A: Ronki basah halus nyaring
(+/+), BJ I/II reguler
Abdomen
- I : cembung, lemas, simetris
- A : Bu (+) normal
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema ekstremitas
inferior (-/-)

A/ Bronkopneumonia
04 Oktober 2018 S/ Sudah tidak sesak, batuk (+) P/
berdahak putih. - Inf d5 ¼ ns 6 tpm
- Cefotaxime 500 mg/
O/ 8 jam
KU : tampak sakit sedang - Gentamicin 40 mg/24
Kes: compos mentis jam
T : 36,7ºC - Ranitidine 10 mg/12
HR : 100x/menit jam (Stop)
RR : 24x/menit - Nebu meptin 1 resp/8
SPO2 : 97% jam
- PCT syr 4 x 1 cth
Kepala : Normocephal (prn)
Mata : edema periorbital (-/-)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax
- I: tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (-)
- P : Ekspansi simetris
- P : Sonor
- A: Ronki basah halus nyaring
(↓ /↓), BJ I/II reguler
Abdomen
- I : cembung, lemas, simetris
- A : Bu (+) normal
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)

16
Ekstremitas : edema ekstremitas
inferior (-/-)

A/ Bronkopneumonia

05 Oktober 2018 S/ Sudah tidak sesak, batuk membaik, P/


demam (-)
- Inf d5 ¼ ns 6 tpm
O/ - Cefotaxime 500 mg/
KU : tampak sakit sedang 8 jam
Kes: compos mentis - Gentamicin 40 mg/24
T : 36,7ºC jam
HR : 98x/menit - Nebu meptin 1 resp/8
RR : 24x/menit jam
SPO2 : 97% - PCT syr 4 x 1 cth
(prn)
Kepala : Normocephal
Mata : edema periorbital (-/-)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax
- I: tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (-)
- P : Ekspansi simetris
- P : Sonor
- A: Ronki basah halus nyaring
(↓↓/↓↓), BJ I/II reguler
Abdomen
- I : cembung, lemas, simetris
- A : Bu (+) normal
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema ekstremitas
inferior (-/-)

A/ Bronkopneumonia
06 Oktober 2018 S/ Batuk sangat jarang P/
- Boleh pulang
O/ - Cefadroxil 2 x 1 cth
KU : tampak sakit sedang - Ambroxol 3 x ½ cth
Kes: compos mentis
T : 36,6ºC
HR : 96x/menit

17
RR : 24x/menit
SPO2 : 96%

Kepala : Normocephal
Mata : edema periorbital (-/-)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax
- I: tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (-)
- P : Ekspansi simetris
- P : Sonor
- A: Ronki basah halus nyaring
(-/-), BJ I/II reguler
Abdomen
- I : cembung, lemas, simetris
- A : Bu (+) normal
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema ekstremitas
inferior (-/-)

A/ Bronkopneumonia

TINJAUAN PUSTAKA

18
2.1 Anatomi Paru-Paru

Paru yang terletak pada rongga dada, terbagi menjadi dua yaitu paru kanan dan

paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri

mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian

menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.

Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum

(Sherwood, 2011).

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura

viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung

membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada

rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura

(Guyton, 2011).

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan

paru dimulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada Groove

terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary

Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan

trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary

lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-

cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,

sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus

meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan

19
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru

berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatik berhenti

(Sadler et al., 2011).

2.2 Bronkopneumonia

2.2.1 Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan pada parenkim paru

yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang tampak sebagai bentuk

sebaran bercak-bercak (patchy distribution). Bronkopneumonia

disebut juga pneumonia lobularis. Penyakit ini sering menimpa anak-

anak dan balita, dengan berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus,

jamur dan benda asing. Kasus pneumonia paling banyak disebabkan

oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi

yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering menjadi

infeksi sekunder dari berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan

tubuh, tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang bisa dijumpai pada

anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan terlokalisir pada parenkim

paru yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus

disekitarnya. Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada

paru yang disebabkan oleh sebagian besar infeksi mikroorganisme dan

sebagian kecil disebabkan oleh non-infeksi yang akan menimbulkan

20
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat

(Bradley et.al., 2011).

2.2.2 Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-

anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi,

sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari

seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley

et.al., 2011).

2.2.3 Etiologi

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi.

Terdapat beberapa mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi

pada bronkopneumonia. Pada neonatus Streptokokus group B,

Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : Virus: Virus

parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.

Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-

anak yaitu virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV.

Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia. Bakteri: Pneumokokus,

Mycobakterium tuberculosi. Pada anak besar – dewasa muda,

Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis. Bakteri:

Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis (Bradley et al.,

2011).

21
Beberapa keadaan non infeksi dapat menyebabkan bronkopneumonia.

Disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi: bronkopneumonia

hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan

muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak

tanah dan bensin). Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat

pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk

jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan

seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau

pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang

sedang menangis (Bradley et al., 2011).

2.2.4 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lesi di paru, pneumonia dibagi menjadi:

a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitial
c. Bronkopneumonia.

Berdasarkan asal infeksi:

a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community

acquired pneumonia/CAP).

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based

pneumonia)

Berdasarkan mikroorganisme penyebab:

a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
Berdasarkan karakteristik penyakit:
a. Pneumonia tipikal

22
b. Pneumonia atipikal

Berdasarkan lama penyakit:

a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten (Bradley et.al., 2011)

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas

dan retraksi subkostal untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara

berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai

sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping

dengan gejala malaria (IDAI, 2009).

Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

Bayi kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

- Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang,

letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan

ireguler

Anak umur 2 bulan-5 tahun

- Pneumonia ringan: napas cepat

- Pneumonia berat: retraksi

- Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang,

letargis, malnutrisi (IDAI, 2009).

2.2.5 Patogenesis

Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.

Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

23
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.

Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk

dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi

Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,

komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas

yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011).

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu,

atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke

saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora

komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui

hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya

infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme

pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak

dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al.,

2011; Sectish, 2011):

a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di

tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan.

24
b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu

(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena

menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit

dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada

perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada

atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

b. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan

leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah

tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun

dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan

diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya

semula.

25
(Calgary, 2018)

2.2.6 Diagnosis

Anamnesis:

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan

dahak purulen bahkan bisa berdarah

- Sesak napas

- Demam

- Kesulitan makan/minum

- Tampak lemah

26
- Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan

kondisi imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

(IDAI, 2009)

Pemeriksaan Fisik

- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus

dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain

yang dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.

- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan

kemampuan makan/minum.

- Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal,

batuk, krepitasi, dan perubahan suara paru

- Demam dan sianosis

- Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala

pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut,

terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi

muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea (IDAI,

2009).

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin

pada anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan

tanpa komplikasi.

27
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita

pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang

ditemukan membingungkan.

- Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila

didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya

komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau

memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik.

- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen

penyebab.

Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu

dilakukan untuk membantu menentukan pemberian antibiotik

- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas

yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan

pneumonia yang berat

- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien

rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap

dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai

menderita pneumonia bakterial

- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk

mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika

fasilitas tersedia

- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan

pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika

28
fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan

mulainya pemberian antibiotic

- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase

akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan

tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin

- Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak

dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa (IDAI,

2009).

2.2.7 Tatalaksana

Kriteria Rawat Inap

Bayi:

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >60 x/menit

- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

- Tidak mau minum/menetek

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah (IDAI, 2009)

Anak:

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >50 x/menit

- Distres pernapasan

- Grunting

- Terdapat tanda dehidrasi

- Keluarga tidak bisa merawat di rumah (IDAI, 2009).

29
Tata laksana umum

- Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat +bernapas dengan

udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal,

head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen

>92%.

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan

cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat.

- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan

untuk anak dengan pneumonia

- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga

kenyamanan pasien dan mengontrol batuk

- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucocilliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi

setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi

oksigen (IDAI, 2009)

Pemberian Antibiotik

- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada

anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang

menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan

30
murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin,

claritromisin, dan azitromisin.

- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka

antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama

secara empiris pada anak >5 tahun.

- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia

dicurigai sebagai penyebab

- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae

sangat mungkin sebagai penyebab.

- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin

- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak

dapat menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk

dalam derajat pneumonia berat

- Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan

kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan

cefotaxime

- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat

perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena (IDAI, 2009).

Rekomendasi UKK Respirologi

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

- Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin

- > 2 bulan:

31
Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat

Ditambahkan kloramfenikol

Lini kedua Seftriakson

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat

oral dengan antibiotic golongan yang sama dengan antibiotik

intravena sebelumnya (IDAI, 2009).

Nutrisi

- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan

per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat

nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa

pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada

bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang

dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak

mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi

peningkatan sekresi hormon antidiuretic (IDAI, 2009).

Kriteria pulang

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang

- Asupan per oral adekuat

- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)

- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana

kontrol

32
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

(IDAI, 2009).

ANALISIS KASUS

3.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?

33
Apakah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan sudah tepat dan lengkap untuk menegakkan diagnosis

bronkopneumonia?

 Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan pasien memiliki beberapa keluhan atau gejala

klinis sebagai berikut:

- Batuk berdahak putih

- Sesak napas

- Demam

- Pilek

- Malas menetek

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan-keluhan yang mengarah pada

diagnosis bronkopneumonia sesuai dengan teori yang ada.

Anamnesis pada pasien bronkopneumonia:

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak

purulen bahkan bisa berdarah

- Sesak napas

- Demam

- Kesulitan makan/minum

- Tampak lemah

- Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi

imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma (IDAI, 2009)

34
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus ini sudah lengkap dan sistematis untuk

mendukung penegakkan diagnosis pada pasien. Dari keadaan umum pasien

tampak sakit sedang, sesak, dan gizi lebih. Pasien dalam keadaan sadar penuh

atau compos mentis. Dari tanda-tanda vital didapatkan pernapasan sebesar

56x/menit, hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan sesak sehingga bernapas

lebih cepat. Pada status generalis ditemukan retraksi pada dinding dada, yaitu

suprasternal dan substernal. Pada pasien juga terdengar saat auskultasi berupa

ronki basah halus nyaring pada kedua lapang paru.

Dari pemeriksaan fisik pada kasus ini terdapat temuan pada pemeriksaan

thorax yang menunjang penegakkan diagnosis bronkopneumonia sesuai dengan

teori yang ada.

Temuan Pemeriksaan Fisik pada Bronkopneumonia

- Takipnea

- Retraksi dinding dada

- Batuk

- Sesak napas

- Napas cuping hidung

- Air hunger

- Merintih,

- Sianosis

- Suara napas ronkhi basah halus nyaring (IDAI, 2015).

35
 Pemeriksan Penunjang

Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan sudah tepat. Pada kasus

ini sudah dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, dan rontgen

thorax. Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan kesan leukositosis

22.300/uL, peningkatan jumlah monosit, dan peningkatan LED (memberi

kesan adanya infeksi pada pasien). Hasil pemeriksaan radiologi foto thorax

ditemukan gambaran bercak-bercak infiltrate pada kedua paru disertai

peningkatan corakan peribronkial, menunjukkan kesan bronkopneumonia

bilateral pada pasien ini.

Berdasarkan teori, bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri didapatkan

leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan

PMN (IDAI, 2015)

Radiologi foto thorax pada bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus

merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

hingga daerah perifer paru, disertai peningkatan corakan peribronkial

(IDAI, 2015).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka

dapat ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalah bronkopneumonia.

2. Apakah penatalaksanaan dari kasus ini sudah tepat ?

Penatalaksanaan pada kasus yakni :

- IVFD D5 ½ NS 6 tpm

36
- Inj. Cefotaxime 50 mg/12 jam

- Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam

- Inj. Ranitidin 10 mg/12jam

- Nebu meptin 1 resp/8 jam

- Oral Paracetamole 4 x 1 cth (prn)

 Terapi pemberian cairan

Terapi rumatan bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh

dan nutrisi. Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dan

karbohidrat atau infus yang mengandung karbohidrat dan elektrolit.

Pemberian infus D5 ¼ NS pada pasien diindikasikan karena pasien ini

kurang dalam minum ASI, sementara saat respirasi mengalami

peningkatan, maka metabolisme juga akan meningkat (Sherwood, 2011).

Dalam infusan tersebut juga mengandung cukup karbohidrat untuk

kebutuhan energi pasien dengan catatan tetap pembatasan pemberian

cairan pada pasien.

Kebutuhan cairan pasien dalam sehari sekitar 1000 cc/ hari nya dalam

kondisi normal, dengan input perhari pasien 500cc. Cairan rumatan yang

diberikan berdasaran kebutuhan adalah (IDAI, 2012):

Jumlah cairan yang dibutuhkan x Faktor tetesan


Tetesan per menit = Waktu (jam) x 60

500 x 20
24 x 60

37
6 tetes per menit
 Terapi Antibiotik

Kombinasi cefotaxime + gentamicin

Pemberian antibiotik kombinasi gentamicin dan cefotaxime ini sesuai

dengan rekomendasi terapi pneumonia pada anak yang dipublikasi oleh

WHO tahun 2014, antibiotik golongan beta laktam dikombinasi dengan

golongan aminoglikosida.

Cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga

yang termasuk ke dalam golongan antibiotik beta laktam berspektrum luas,

baik gram negatif maupun gram positif (Katzung et al., 2013). Pemberian

antibiotika injeksi cefotaxime 500 mg/12 jam diindikasikan pada pasien

yang menderita bronkopneumonia (IDAI, 2009; Nelson dan Bradley,

2016). Dosis ditetapkan 500 mg/12 jam, karena dosis cefotaxime untuk

anak 100-180 mg/kgBB/ hari. Berat badan pasien 10 kg, maka 100

mg/hari, terbagi dalam 2 kali pemberian dalam sehari. Maka didapatkan

injeksi cefotaxime 500 mg/12 jam.

Pemberian antibiotika berupa injeksi gentamisin 40 mg/24 jam.

Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang secara

klinis digunakan untuk melawan bakteri gram negatif. Bila gentamisin

dikombinasi dengan antibiotika beta-laktam akan menghasilkan efek

sinergis terhadap Pseudomonas, Proteus, Enterobacter, Klebsiella, Serratia,

38
dan strain-strain gram negatif lain yang kemungkinan resisten terhadap

antibiotik lainnya (WHO, 2014). Dosis gentamicin untuk anak adalah 3-

7.5 mg/kgBB/24 jam (Nelson dan Bradley, 2016). Dalam kasus ini dipilih

4 mg/kgBB/24 jam untuk pasien dengan berat badan 10 kg, jadi diberikan

secara intravena gentamicin 40 mg/24 jam.

 Terapi pemberian ranitidine

Pemberian ranitidine sebagai gastro protector terhadap stress ulcer dan

profilaksis terhadap efek samping gangguan traktus gastro intestinal yang

disebabkan oleh antibiotik yang diterima pasien. Ranitidine merupakan

obat golongan H2 histamine blocker dengan dosis pemberian untuk anak

usia 1 bulan hingga 16 tahun sebesar 2-4 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2-3

kali pemberian (Katzung et al, 2013). Pasien memiliki berat badan 10 kg,

maka dosisnya 20 mg/hari, dibagi dalam 2 dosis. Jadi pasien

membutuhkan 10 mg ranitidine injeksi per 12 jam.

 Terapi nebulisasi

IDAI merekomendasikan nebulisasi β2 agonis pada pasien

bronkopneumonia untuk memperbaiki mucocilliary clearance. Pada

pasien ini diberikan nebu meptin yang berisi procaterol HCl 1 resp/8 jam.

Dosis untuk anak 10-30 mcg (0,1-0,3 ml) per kali pemberian. Sementara 1

resp, tersedia yang berisi 0,3 ml (IDAI, 2009).

 Terapi pemberian paracetamole

39
Pasien memiliki keluhan tambahan berupa demam sudah 2 minggu hilang

timbul, namun saat ke RS sedang tidak demam. Pemberian paracetamol

sebagai antipiretik hanya diberikan ketika pasien demam. Dosis

paracetamol yang diberikan 4 x 1cth. Dosis paracetamole untuk anak

adalah 10-15 mg /kgBB/kali pemberian. Pasien memiliki berat badan 10

kg, jadi membutuhkan 100-150 mg/kali pemberian. Sediaan paracetamole

syrup 120mg/5ml. Jadi cukup diberikan 5 ml per kali pemberian, 5 ml

setara dengan 1 sendok teh atau cochlear tea/cth (Katzung et al., 2013).

4. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

mendukung kemungkinan etiologi bronkopneumonia pada pasien ini adalah

infeksi bakteri. Pasien memiliki risiko yang cukup besar untuk tertular infeksi

bakteri dari kakaknya yang sebelumnya juga menderita batuk. Bakteri yang

paling sering menyebabkan bronkopneumonia adalah Streptococcus

pneumonia (Bradley et al., 2011).

5. Bagaimana analisis prognosis dari pasien ini?

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

Prognosis ad vitam adalah prognosis yang menyatakan apakah perjalanan

penyakit pasien akan mengakibatkan ancaman kelangsungan hidup pada

pasien atau tidak (Dorland, 2012). Prognosis ad vitam pasien ini dikatakan

bonam karena penyakit yang diderita pasien tidak akan mengancam

40
kelangsungan hidup pasien. Berdasarkan analisis, terapi yang diberikan sudah

sesuai. Terapi yang sesuai dan keadaan umum pasien yang cukup baik, pasien

diharapkan memiliki imunitas yang adekuat untuk mengatasi

bronkopneumonia yang pasien derita.

Prognosis ad fungsionam adalah prognosis yang menyatakan apakah

perjalanan penyakit pasien akan mengakibatkan terganggunya fungsi organ

pada pasien atau tidak (Dorland, 2012). Prognosis ad fungsionam pasien ini

dikatakan bonam karena penyakit yang diderita pasien tidak akan

mengganggu fungsi organ pasien. Terapi yang sesuai dan adekuat diharapkan

mampu mengatasi secara sempurna bronkopneumonia yang diderita pasien

dan tidak akan lagi mengganggu fungsi organ pasien ini.

Prognosis ad sanationam adalah prognosis yang menyatakan apakah penyakit

yang saat ini diderita oleh pasien akan diderita kembali (kambuh) atau tidak

(Dorland, 2012). Prognosis ad sanationam pada pasien ini dikatakan bonam.

Analisis dari tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi keluarga pasien

memang kurang, sebab orangtua pasien keduanya hanya sampai sekolah dasar

dan penghasilan hanya bersumber dari ayah pasien yang bekerja sebagai

buruh. Meskipun demikian, edukasi yang baik dan benar kepada orangtua

pasien mengenai sebab maupun faktor yang bisa menyebabkan kembalinya

penyakit yang diderita pasien diharapkan mampu mencegah terulangnya

bronkopneumonia yang diderita pasien.

41
42
DAFTAR PUSTAKA

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al. The
management of community-acquired pneumonia in infants and children
older than 3 months of age: clinical practice guidelines by the pediatric
infectious diseases society and the infectious diseases society of America.
Clin Infect Dis. 2011; 53 (7):617-30.

Bradley, Nelson. 2016. Nelson’s Pediatric Antimicrobial Therapy. USA: American


Academy of Pediatrics.

Calgary. 2018. Pediatric Pneumonia Pathogenesis and Clinical Finding. Canada:


Calgary Guide.

Dorlan WA. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Guyton. 2011. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

IDAI. 2015. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Katzung BG. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Sadler TW. 2011. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: EGC.

Sectish TC, Prober CG. 2011. Nelson’s Ilmu Kesehatan Anak: pneumonia. Jakarta:
EGC.

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

WHO. 2014. Revised WHO Classification and Treatment of Childhood


Pneumonia at Health Facilities. Switzerland: World Health Organization.

43

Anda mungkin juga menyukai