Anda di halaman 1dari 14

BUBU DAN PUKAT:TEKNOLOGI ALAT TANGKAP KEPITING LAUT

OLEH MASYARAKAT NELAYAN DI PAJUKUKANG, KABUPATEN


MAROS, PROVINSI SULAWESI SELATAN
75$3$1'75$:/6($&5$%&$7&+,1**($57(&+12/2*<
%<),6+(50(1,13$-8.8.$1*0$5265(*(1&<
6287+68/$:(6,3529,1&(

Syamsul Bahri
Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar
Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221
Telepon (0411) 883748, 885119 Faksmile (0411) 865166
Pos-el: syamsulbahrihabibi@yahoo.co.id
Handphone: 085399282308
Diterima: 23 Juli 2015; Direvisi: 16 September 2015; Disetujui: 26 November 2015

ABSTRACT
7KLV SDSHU DLPHG WR UHYHDO WKH WHFKQRORJ\ RI FDWFKLQJ FUDE JHDU LQ 3DMXNXNDQJ 9LOODJH %RQWRD 'LVWULFW
0DURV 5HJHQF\ 6RXWK 6XODZHVL 3URYLQFH 7KH WHFKQRORJ\ RI FDWFKLQJ JHDU XVHG IRU VHDUFKLQJ FUDEV ZDV
WUDS WUDSW\SHV DQGWUDZO QHWW\SHV 7KLVUHVHDUFKZDVDTXDOLWDWLYHZLWKHWKQRJUDSKLFDSSURDFK7KHGDWD
ZHUHFROOHFWHGE\XVLQJWHFKQLTXHVRIREVHUYDWLRQLQWHUYLHZVDQGOLWHUDWXUHZLWKUHIHUHQFHVWRVRPHSUHYLRXV
UHVHDUFK7KHUHVHDUFKSURYHGWKHSURFHVVRIFDWFKLQJFUDEVLQDZD\WRWKURZWKHWUDSDQGWUDZOLQWRWKHVHD
ÀRRU7KHDFWLYLW\RIVHWWLQJWKHWUDSDQGWUDZOKHOGLQWKHPRUQLQJWKHQWKHUHVXOWFRXOGEHWDNHQLQWKHVDPH
WLPHLQWKHQH[WGD\E\OLIWLQJWKHPXSLQWRWKHERDW/LNHZLVHZKHQWKHDFWLYLW\WRRNSODFHLQWKHDIWHUQRRQ7KH
GLVWULEXWLRQRIFUDEVZRXOGEHWDNHQGLUHFWO\E\WKH¿VKHUPHQWRWKHFUDEVSURFHVVRUVDQGWUDGHUVZLWKSULFHV
EDVHGRQWKHHVWLPDWHGZHLJKWRIWKHFUDEV%DVLFDOO\ERWKW\SHVRIFDWFKLQJJHDUZHUHIDLUO\SURGXFWLYHDQG
friend-enviromentally, so that they needed attention to related parties as potential assets.

Keywords: WUDSWUDZOVFDWFKLQJFUDEV

ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan teknologi alat tangkap nelayan pencari kepiting di Desa Pajukukang,
Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Teknologi alat tangkap yang digunakan mencari
kepiting adalah bubu (jenis perangkap) dan pukat (jenis jaring). Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan
HWQRJUD¿'DWDGLNXPSXODQPHODOXLWHNQLNSHQJDPDWDQZDZDQFDUDGDQVWXGLSXVWDNDGHQJDQPHQJDFXSDGD
beberapa penelitian sebelumnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa proses penangkapan kepiting dapat
dilakukan dengan cara menceburkan alat tangkap bubu dan pukat ke dasar laut. Aktivitas memasang bubu dan
pukat dilakukan di pagi hari dan keesokan harinya pada waktu yang sama hasilnya dapat diambil dengan cara
mengangkatnya ke atas perahu. Begitu pula halnya jika aktivitas dilakukan di sore hari. Pendistribusian hasil
tangkapan dibawa langsung oleh nelayan ke pengusaha pengolah kepiting dengan harga taksiran berdasarkan
berat kepiting. Pada prinsipnya, kedua jenis alat tangkap ini produktif dan ramah lingkungan, sehingga dalam
perkembangannya perlu mendapat perhatian dari pihak terkait sebagai aset potensial.

Kata kunci: bubu, pukat, penangkapan kepiting.

PENDAHULUAN negara, pendapatan asli daerah, dan kesejahteraan


Wilayah laut Indonesia menyimpan potensi warga masyarakat, terutama yang hidupnya
sumberdaya ekonomi (SDE) yang sangat kaya. tergantung secara langsung pada laut apabila
Sumberdaya tersebut akan memberi kontribusi dikelola secara baik dan lebih bijak. Potensi laut
yang sangat berarti terhadap peningkatan devisa tersebut apabila dilihat dari segi pemanfaatnnya,
maka dapat dikelompokkan dalam dua kategori,

425
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
yaitu: (1) yang dapat pulih (UHQHZDEOHUHVRXUFHV) kerja dipihak lain (Kusnadi, 2000:5).
yang mencakup perikanan tangkap, perikanan Masyarakat pesisir secara realita sangat
budidaya (tambak), marinkultur, mangrove, sukar mencari atau beralih ke pekerjaan lain
terumbu karang, padan lamun, dan rumput disebabkan beberapa hal, seperti di antaranya
laut; dan (2) potensi yang tidak dapat pulih rendahnya skiil atau tingkat pengetahuan mereka
(XQUHQHZDEOHUHVRXUFHV) yang mencakup minyak serta kurangnya kemampuan berbuat, khususnya
dan gas bumi (migas), energi serta kawasan kurangnya kemampuan mengadakan/menyiapkan
rekreasi dan pariwisata. modal kerja. Hanya saja dalam perkembangannya
Salah satu potensi sumberdaya laut masyarakat nelayan tetap mengalami perubahan,
yang amat penting mendapatkan perhatian WHUXWDPD SHUXEDKDQ \DQJ WHUELODQJ VLJQL¿NDQ
untuk dikembangkan ialah sektor perikanan. adalah terkait dengan penggunaan teknologi alat
Hanya saja potensi sumberdaya ikan yang tangkap, walau sebenarnya faktanya nelayan tetap
demikian itu tampaknya agak paradoks dengan memberikan efektivitas pada proses penangkapan
kenyataan lapangan. Betapa tidak, penduduk karena mampu menangkap ikan dan biota laut
yang menggantungkan kelangsungan hidupnya sejenisnya lebih banyak dan pemanfaatannya
melalui kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya lebih praktis dan efektif (Bahri, 2014a:v).
umumnya hidup miskin (Hikmah, 2008:54); tidak Muncul pertanyaan apakah semua nelayan
MDUDQJWHUMDGLNRQÀLNWHUEXNDDQWDUQHOD\DQGDODP merasakan perubahan akibat teknologi ke arah
memperebutkan sumberdaya ikan; dan kerusakan perbaikan tingkat kesejahteraan, ataukah dengan
lingkungan laut akibat kegiatan penangkapan perubahan itu justru masyarakat lebih terpuruk.
ikan yang tidak ramah lingkungan, terutama Sebab tidak semua masyarakat nelayan mampu
disebabkan penggunaan teknologi alat tangkap menggunakan peralatan yang modern melalui
yang tidak memperhitungkan kelangsungan proses pembelajaran dalam waktu singkat, tetapi
lingkungan dan biota laut. mereka harus berusaha mempelajarinya dengan
Nelayan yang menjadi materi pokok dalam membiasakan diri mempraktekkannya. Padahal
tulisan ini, merupakan mata pencaharian pada menurut Bavinck (dalam Lampe, 1996:1) siapa
umumnya bagi masyarakat yang bermukim di yang menguasai faktor-faktor produksi, seperti,
daerah pesisir dan pulau-pulau. Sektor pekerjaan modal, peralatan, tenaga kerja terampil dan
ini bagi masyarakat Indonesia, merupakan mata pengetahuan manajerial yang tinggi, maka yang
pencaharian warisan yang hingga generasi bersangkutan mempunyai akses memanfaatkan
sekarang masih menekuninya sebagai mata kekayaan laut semaksimal mungkin.
pencaharian utama. Pekerjaan sebagai nelayan Upaya mengelolah laut sebagai ruang
merupakan mata pencaharian yang sangat perekonomian yang efektif dan representatif
tinggi tingkat resikonya dibandingkan dengan memang menjadi penting oleh karena kandungan
beberapa jenis pekerjaan utama lainnya yangada kekayaan lingkungan laut merupakan kekayaan
di darat, seperti petani di sektor persawahan milik bersama semua orang (common property)
dan perkebunan. Untuk itu dalam mengelolah (Gordon dalam Lampe, 1996:1). Posisi laut dan
dan memanfaatkan lingkungan laut memang beragam kandungannya sebagai milik bersama
dituntut keterampilan khusus. Sebab penggunaan tentu mengundang terjadinya persaingan yang
teknologi penangkapan berbeda beda antara satu tidak sehat, dan tidak tertutup kemungkinannya
kelompok nelayan dengan kelompok nelayan melahirkan konflik antara sesama nelayan
lainnya. Ini disebabkan karena biota laut yang dalam usaha mengelolah dan memanfaatkannya
dijadikan sasaran tangkap juga beragam, baik sebagai ruang perekonomian, khsusnya kalangan
jenisnya maupun ukuran besarannya. Itulah masyarakat pendukungnya.Dengan tingkat
sebabnya sehingga dikatakan masalah yang sangat penguasaan yang berbeda antara satu nelayan
krusial dihadapi masyarakat pedesaan, khususnya dengan nelayan lainnya, antara satu kelompok
masyarakat pesisir adalah terbatasnya peluang nelayan dengan kelompok nelayan lainnya
kerja baru di satu pihak, dan peningkatan angkatan justru melahirkan atau membentuk lahirnya

426
Bubu dan Pukat: ... 6\DPVXO%DKUL

kelas-kelas dalam masyarakat nelayan, yaitu 6DOODWDQJ GDODP$UL¿Q \DQJPHQ\RURWL


adanya kelas kaya dan kelas miskin.Salah satu tentang SLQJJDZDVDZL dengan fokus bahasan
unsur budaya yang sangat berpengaruh dalam pada kelompok nelayan kecil.Ini artinya dalam
menentukan posisi nelayan seperti lahirnya kelas kehidupan nelayan ada kelompok-kelompok,
kaya dan kelas miskin adalah penggunaan sebuah yaitu nelayan besar dan nelayan kecil. Yang
teknologi, khususnya di sektor penangkapan ikan dimaksud besar di sini difokuskan pada nelayan
dan biota laut sejenisnya. yang sanggup menguasai sektor penangkapan
Seperti halnya teknologi alat tangkap dengan dukungan tingkat kemampuannya yang
pancing yang ditemukan pada kelompok terbilang modern karena alat tangkap yang
masyarakat nelayan, pada prinsip hadir dengan digunakan adalah peralatan modern, termasuk
beragam jenis dan sangat tergantung pada saran transportasi melaut sudah menggunakan
wilayah dimana ditemukan setiap alat tangkap kapal motor. Sedangkan kelompok kecil adalah
tersebut.Sebab pancing memang merupakan nelayan kebanyakan yang hanya dapat berbuat
teknologi alat tangkap warisan para leluhur dengan modal seadanya atau sesuai sifat
yang mana antara satu jenis dengan jenis lainnya ketradisonalannya yang tetap mengandalkan apa
WLGDNEHUEHGDVHFDUDVLJQL¿NDQ3HUEHGDDQ\DQJ yang mereka miliki, yaitu penggunaan peralatan
berarti ada pada model dan motif. Teknologi tangkap yang sederhanan dan sarana transportasi
alat tangkap pancing juga dikategorikan alat melaut yang digunakan pun masih perahu
tangkap nelayan yang terbilang sederhana baik yang diberi mesin. Begitu juga penelitian yang
melihat penggunaan bahan baku pembuatannya, GLODNXNDQ5HVXVXQ GDODP$UL¿Q GHQJDQ
maupun cara penggunaannya, bahkan masuk fokus perhatian pada aspek sosial ekonomi pada
kategori alat tangkap ramah lingkungan (Bahri, masyarakat nelayan bagang di Pulau Sembilan.
2014b:254). Itulah sebabnya sehingga nelayan Beraktivitas sebagai nelayan merupakan sebuah
dalam beraktivitas memanfaatkan lingkungan kegiatan perekonomian yang tetap menjadi
alam laut melahirkan beragam jenis cara dan perhatian oleh karena biota laut yang diproduksi
teknologi alat tangkap yang digunakan, termasuk khususnya ikan dan sejenisnya menjadi kebutuhan
sarana transportasi dan waktu dalam beraktivitas semua orang.Itulah sebabnya dikatakan nelayan
tentu juga berbeda. Dalam beraktivitas pun selalu sebagai asset yang potensial perlu mendapat
saling berhubungan oleh karena kehidupan sebuah perhatian karena apa yang dilakukan terutama
masyarakat semestinya dipandang sebagai suatu aktivitas penangkapan merupakan bentuk usaha
sistem sosial di mana antara satu unsur dengan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan ikan
unsur lainnya saling berhubungan (Ranjabar, yang penuh protein bagi semua orang.
2013:19). Walau sebenarnya satu kelompok Sedangkan khusus penelitian sebelumnya
masyarakat sama seperti dalam satu budaya yang terkait dengan teknologi alat tangkap,
organisasi selalu ada perbedaan. Perbedaan seperti yang dilakukan (Naping, 2004:153) yang
inilah yang justru menjadi karakter masing- melihat bagang rambo sebagai teknologi alat
masing kelompok masyarakat. Kondisi ini tangkap transformasi dari beberapa jenis bagang
disikapi Wibowo dalam satu pandangannya yang sebelumnya, yaitu bagang tancap, bagang pete-
mengatakan pembentukan budaya memungkinkan pete atau bagang perahu dan dan bagang apung.
mahluk hidup menyesuaikan pada lingkungan Bagang rambo merupakan salah satu jenis alat
karena memperoleh atribut budaya seperti tangkap yang popular, khususnya di wilayah
bahasa dan organisasi kelompok, meskipun Barru hingga kini. Bagang Rambo walaupun
budaya individu sering berbeda disebabkan masuk kategori alat tangkap modern karena
SHUEHGDDQ LNOLP GDQ JHRJUD¿V QDPXQ VHPXD dilihat dari peralatan yang digunakan sudah
budaya mempunyai prinsip yang sama (Wibowo, teknologi maju, tetapi alat tangkap ini tetap
2010:52). merupakan pengelompokkan alat tangkap yang
Berbagai penelitian sebelumnya terkait ramah lingkungan. Penelitian Bahri, Bachtiar,
dengan fokus tulisan ini, seperti yang dilakukan Masgaba (2003:94), yang juga melihat bagang

427
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
rambo di Barru dari sisi lain. Hasil penelitian elang serta burung laut lainnya.Kesemua tanda-
ini menyoroti penggunaan alat tangkap bagang tanda dimaksud menunjukkan tanda dimana
rambo pada dasarnya membentuk sebuah ikan itu berada.Sedangkan penelitian (Lisungan,
sistem kerja yang cukup idealoleh karena jelas 2014:27) di Rapambinopaka, Sulawesi Tenggara
pembagian tugas dari masing-masing nelayan mengungkap sifat tradisional teknologi alat
yang ikut serta melaut dibawah pimpinan seorang tangkap yang digunakan oleh nelayan dibuat
yang dijuluki SXQJJDZD laut (MXUDJDQJ), di atau dirakit sendiri dengan memanfaatkan bahan
samping menjadi sarana penangkapan nelayan baku yang ada di lingkungan sekitar mereka.
yang mampu merekrut tenaga kerja yang cukup Nelayan Rapambonipaka sesungguhnya dapat
besar jumlahnya dibanding penggunaan beberapa dikategorikan nelayan pancing oleh karena
jenis alat tangkap lainnya yang bisa dilakukan nelayan tersebut dalam mencari sekaligus
seorang diri atau meinimal hanya memakai menangkap ikan menggunakan alat tangkap
seorang tenaga bantu. Sedangkan bagang rambo pancing dan dalam beraktivitas menangkap ikan
dapat menyerap tenaga kerja 10-13 orang, dengan umumnya dilakukannya seorang diri.
satu orang MXUDJDQJ sebagai pemimpin dan yang Mencermati beberapa penelitian sebelumnya
lainnya berstatus sawi. Dan personil yang turut khususnya terkait dengan teknologi alat tangkap
serta melaut masing-masing mempunyai tugas nelayan, maka di Maros tepatnya di Desa
sesuai tingkatan pengalaman dan pengetahuan Pajukukang ditemukan kelompok masyarakat
yang dimiliki. nelayan yang beraktivitas memanfaatkan
Penelitian (Bahri, 2011:92-93) di Petoahaa lingkungan laut justru bukan ikan yang menjadi
Sulawesi Tenggara yang melihat teknologi sasaran tangkap, tetapi masyarakat nelayan
alat tangkap gae yang menjadi andalan di tersebut lebih fokus pada penangkapan kepiting
lingkungan masyarakat Bajo. Dikatakan andalan laut (UDMXQJDQ). Posisi sebagai nelayan penangkap
oleh karena alat tangkap ini sudah terbangun kepiting aktivitasnya dianggap sebagai sesuatu
dengan penggunaan perangkat modern. Artinya yang unik atau spesifik dibanding beberapa
hampir seluruh komponen pendukungnya sudah aktivitas nelayan kebanyakan, yang umumnya
digerakkan dengan tenaga mesin. Itulah sebabnya ikan menjadi sasaran tangkap utama.
sistem kerja dimana bagian-bagian peralatan Masyarakat nelayan di Maros, khususnya
digerakkan dengan tenaga mesin, termasuk di wilayah Pajukukang dan beberapa desa lain
jangkauan jelajahnya tergantung surat izin sekitarnya, penangkapan kepiting memang
para juru mudi kapal motor yang menjadi juru menjadi prioritas utama. Artinya, hampir seluruh
mudinya. Artinya, jarak jelejah tergantung izin QHOD\DQ \DQJ GLNODVL¿NDVLNDQ VHEDJDL QHOD\DQ
juru mudi yang didapat atau dikeluarkan oleh kecil atau nelayan kebanyakan memilih kepiting
pihak Syahbandar. Penelitian (Bahri, 2013:96-97) sebagai sasaran tangkap. Aktivitas penangkapan
di Pambusuang mengungkap bahwa gae sebagai kepiting justru menjadi identitas nelayan setempat,
alat tangkap yang sudah memiliki sistem kerja khususnya yang ditemukan di Desa Pajukukang.
yang terstruktur, sehingga didalamnya sudah Sebagai nelayan penangkap kepiting bahkan tidak
terlihat pembagian kerja, begitu juga didalam pernah merasa terusik dengan masuknya alat
sistem kerja sudah mengenal adanya sistem tangkap yang modern, bahkan dianggapnya ada
upah kerja berdasarkan aturan yang disepakati, untungnya dengan alat tangkap modern tersebut.
yaitu ada upah yang diberikan pada saat kembali Seperti dilarangnya beroperasi nelayan pengguna
melaut (upah harian) berupa ikan dan upah pukat harimau atau WUDZHO beberapa bulan terakhir
dalam bentuk gaji yang diterima 10 hari atau ini berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan
tergantung kesepakatan pemilik usaha (pemodal) No: 2/Permen-KP/2015. Sehingga nelayan
dalam bentuk uang. Penelitian Pengetahuan lokal penangkap kepiting merasa terbebani oleh karena
yang mereka gunakan sangat terkait dengan kesulitan mendapatkan umpan, kalau pun ada
berbagai tanda-tanda alam, mulai dari melihat itu harus dibelinya dengan harga cukup mahal.
buih air laut, hingga pada kehadiran burung Sebab umpan yang mereka gunakan selama ini

428
Bubu dan Pukat: ... 6\DPVXO%DKUL

lebih muda didapat dari nelayan pengguna pukat fisiknya, juga teknik penggunaannya. Kedua
harimau (WUDZHO).Kondisiini membuat nelayan jenis alat tangkap kepiting ini masih merupakan
lebih banyak tidak beroperasi hanya persoalan karya masyarakat nelayan setempat dan ramah
tidak tersedianya umpan, khususnya ikan lingkungan, walau alat tangkap disebutkan untuk
bete-bete yang menjadi pilihan utama nelayan memperolehnya dilakukan dengan cara membeli
penangkap kepiting sebagai bahan umpan.Ikan di toko-toko penyedia bahan kebutuhan nelayan,
bete-bete menjadi pilihan utama sebagai umpan baik di wilayah Makassar, maupun di Maros
nelayan penangkap kepiting oleh karena cukup sudah banyak tersedia. Umumnya nelayan merasa
banyak tersedia di wilayah Pajukukang, juga lebih baik memilih membeli langsung daripada
harganya terjangkau oleh masyarakat pengguna membuatnya sendiri walaupun membuat pukat
dan dianggap murah harganya, yaitu sekitar itu umumnya nelayan itu pandai, merajut pukat
Rp. 40.000,- seorang nelayan sudah dapat sudah menjadi kebiasaan oleh karena ketika pukat
menggunakannya selama dua hari penangkapan. ada yang sobek, maka kesempatan ini menjadi
Walau sebenarnya untuk bahan umpan semua tuntutan nelayan bersangkutan menyiratnya.
jenis ikan bisa digunakan, hanya saja para Kedua alat tangkap nelayan ini, yaitu bubu
nelayan tetap perhitungkan hargaumpan yang dan pukat bisa digunakan bersamaan, namun
sesuai kemampuan membelinya, artinya dengan pada lokasi yang berbeda. Artinya, hampir semua
memilih umpan dengan jenis ikan lain, maka nelayan penangkap kepiting memiliki kedua alat
nelayan membelinya dengan harga mahal, bisa tangkap ini. Sehingga saat beraktivitas menangkap
mencapai haraga Rp.60.000,-. Dan ketika umpan kepiting, kedua jenis alat tangkap dibawa serta,
dibeli mahal berarti para nelayan terbebani biaya sekaligus digunakan dengan cara bergantian
operasional, dan kesempatan mendapatkan uang memasangnya, termasuk saat mengambil hasilnya.
hasil penjualan juga lebih kecil. Menurut mereka Terjadinya kondisi seperti ini memaksa umumnya
(nelayan) pengusaha pembeli hasil tangkapan masyarakat nelayan penangkap kepiting memiliki
kepiting tidak mau tahu persoalan umpan apa kedua jenis alat tangkap ini, sehingga sekali melaut
yang digunakan, artinya dengan sukarnya nelayan mereka umumnya membawa dua jenis alat tangkap
mencari umpan harga kepiting tidak mutlak dijual yang berbeda namun satu fungsi yaitu menangkap
lebih mahal.Sehingga dengan sukarnya mencari kepiting. Walau menurut Alimuddin (2004:5)
umpan imbasnya ada pada nelayan bersangkutan bekerja sebagai nelayan berbeda dengan bekerja di
karena mereka tidak bisa melaut, khususnya darat dengan beragam usaha.Bekerja di laut adalah
pengguna alat tangkap bubu yang dianggap lebih tidak mungkin bisa menaklukkan sepenuhnya
produktif dibandingkan dengan pengguna alat oleh karena laut adalah lingkungan alam yang
tangkap pukat yang juga dipakai menangkap mempunyai tingkat kemisteriusan yang sangat
kepiting, dan umpan menjadi salah satu penentu tinggi dibandingkan dengan lingkungan daratan.
dalam melakukan penangkapan. Tulisan ini mengungkap dan menganalisis
Masyarakat nelayan Pajukukang dalam mengenai teknologi alat tangkap bubu dan pukat
upaya mencari nafkah hidup dengan sasaran secara komprehensip sebagai peralatan tangkap
tangkap adalah kepiting laut menggunakan bagi nelayan penangkap kepiting. Tujuan lain
peralatan yang sifatnya masih sangat sederhana dari penelitian ini adalah menemukan sebuah
atau masih tradisional, baik dilihat dari sisi rumusan untuk dijadikan bahan rekomendasi
penggunaan bahan baku pembuatan alat tangkap kepada pengambil kebijakan, dengan tujuan agar
tersebut,maupun sistem pengoperasiannya dalam menetapkan kebijakan tidak salah sasaran.
masih serba sederhana. Masyarakat Pajukukang Penelitian ini menjadi salah satu bahan acuan
dalam upaya menangkap kepiting menggunakan untuk merumuskan sebuah kebijakan, khususnya
dua macam alat tangkap, yaitu satu jenis jaring kebijakan terkait dengan aspek budaya dalam
disebut pukat dan satu jenis alat perangkap lingkup masyarakat nelayan.
disebut bubu (perangkap). Kedua jenis alat Usaha melihat kedua jenis alat tangkap
tangkap ini, selain yang berbeda adalah bentuk kepiting yang ditemukan di Desa Pajukukang,

429
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
yaitu bubu dan pukat, berbagai pandangan yang tangkapan, hingga pada proses mengkonsumsi
dapat dijadikan acuan, seperti terkait dengan dasar yang dilakukan para nelayan.
utama tulisan ini adalah satu dari tujuh unsur dasar Penelitian lapangan (¿HOG ZRUN UHVHDUFK)
kebudayaan, yaitu teknologi. Antropologi sebagai diawali memilih Pajukukang sebagai lokasi
sebuah ilmu walaupun terbilang masih berusia penelitian dengan kreteria, seperti Pajukukang
muda, namun perkembangnya sangat pesat oleh m e ru pa k a n da e ra h pe si si r pa n t a i d a n
karena memang aspek kajiannya adalah manusia masyarakatnya dominan bekerja sebagai nelayan
dan segala aspek kehidupannya. Sehingga para penangkap kepiting, di samping nelayan pengguna
ahli berusaha melahirkan sub-sub disiplin ilmu alat tangkap lainnya yang jumlahnya terbilang
DQWURSRORJL\DQJOHELKVSHVL¿N6HSHUWLSDQGDQJDQ kecil dibanding nelayan penangkap kepiting.
ilmu antropologi maritim, yang menitikberatkan Menetapkan informan dengan mengacu pada
kajiannya pada fenomena-fenomena biologi, berbagai kreteria, seperti untuk data yang sifatnya
kebudayaan serta fakta sosial mengenai aktivitas umum, yang dijadikan sasaran perolehan data
manusia secara langsung maupun tidak langsung dan informasi adalah informan kunci, seperti
berhubungan dengan laut. Kepala Kecamatan Bontoa yang memberi
gambaran tentang wilayah dan masyarakat
METODE Bontoa secara umum. Begitu juga Kepala
Jenis penelitian ini adalah penelitian Desa Pajukukang memberi gambaran mengenai
kualitatif, yang menurut Moleong (2001:8) wilayah Pajukukang secara umum dan masyarakat
seorang peneliti dalam mengadakan penelitian nelayan secara keseluruhan. Sedangkan informan
berorientasi pada orientasi teori. Teori menurutnya biasa sasarannya adalah nelayan pengguna alat
dibatasi pada pengertian, yaitu suatu pernyataan tangkap bubu dan pukat berdasarkan kreteria,
sistematis yang berkaitan dengan seperangkat seperti lamanya menekuni pekerjaan menangkap
proposisi yang berasal dari dari data dan diuji kepiting, nelayan bersangkutan terlibat langsung
kembali secara empiris. Penelitian kualitatif menangkap kepiting, nelayan berstatus sebagai
digunakan bertujuan agar penelaahannya lebih pemilik alat tangkap, dan nelayan bersangkutan
memberikan penggambaran yang tepat, jelas, hanya berada pada posisi sebagai pekerja semata.
dan mendalam tentang berbagai arti yang ada Perolehan data dan informasi lapangan
di belakang sebuah fakta yang utuh. Metode dilakukan dengan cara pengamatan langsung,
penelitian kualitatif memiliki ciri utama, yaitu baik menyangkut lingkungan permukiman
mempunyai setting alami sebagai sumber data penduduk, hingga pada aktivitas sebagai nelayan
langsung, bersifat deskriptif, lebih menekankan penangkap kepiting, dan juga menggunakan
pada proses kerja, cenderung menggunakan kamera sebagai alat bantu menyimpan hasil
pendekatan induktif, dan memberi titik tekan pada pengamatan, sekaligus sebagai bahan dokumentasi.
makna, yaitu terpaut langsung dengan masalah Cara lain mengumpulkan data dan informasi
kehidupan manusia (Danim, 2002:51). Berkaitan adalah wawancara, yaitu berdialog langsung
dengan penelitian yang menyoroti bubu dan pukat dengan para informan yang telah dipilih dan
sebagai alat tangkap kepiting, maka metode kerja ditetapkan sebelumnya. Agar data tidak mudah
sekaligus mendeskripsikan aspek-aspek mendasar hilang atau dilupa, selain melakukan pencatatan
apa yang manusia lakukan atau perbuat, apa pada lembaran kertas, juga menggunakan alat
yang manusia ketahui, dan apa yang manusia rekam (tape recorder) untuk menyimpan hasil
NHUMDNDQ +DVLO DNKLU GDUL SHPEXDWDQ HWQRJUD¿ wawancara. Dalam kegiatan pengamatan dan
adalah suatu deskripsi verbal mengenai situasi wawancara tetap memperhatikan kode etik,
budaya yang dipelajari (Spradley, 2006:33). sehingga antara peneliti dan informan tidak
Sasaran yang dideskripsi secara utuh adalah bubu ada yang asing, termasuk tidak terjadi adanya
dan pukat sebagai alat tangkap kepiting, proses ketersinggungan kedua belah pihak.
pengoperasian alat tangkap, proses distrubusi hasil

430
Bubu dan Pukat: ... 6\DPVXO%DKUL

PEMBAHASAN menurunkan perahu baru dan ritual-rituan lainnya.


Gambaran Desa Pajukukang Terkait dengan matapencaharian hidup
penduduk, warga masyarakat Pajukukang
Pajukukang adalah namasalah satu desa
menekuni beragam cara untuk mencari nafkah
di Kabupaten Maros. Letaknya sekitar 25
pemenuhan kebutuhan hidup. Pemilihan mata
kilometer arah utara Kota Makassar, sekitar 15
pencaharian ada yang didasari oleh kondisi alam
kilometer arah utara Kota Maros, dan sekitar 2,5
yang tersedia untuk sarana beraktivitas mencari
kilometer ke arah utara pusat Kecamatan Bontoa
nafkah, seperti sebagai petani, petambak, dan
yang merupakan salah satu di antara delapan
sebagai nelayan. Ada yang bekerja dengan
desa persebarannya. Luas wilayah Pajukukang
keahlian dan pendidikan yang dimiliki, seperti
lebih kurang 15,11 Km2, masukkategori daerah
bekerja di bidang jasa, bekerja sebagai pegawai
pesisir,namun berdasarkan kondisi tofografi
negeri sipil, dan ada bekerja sebagai pegawai
tanahnya dibagi untuk pengembangan tambak dan
swasta. Ada juga warga masyarakat yang
pengembangan pertanian, khususnya padi sawah,
bekerja karena faktor keterpaksaan, yaitu yang
termasuk wilayah lautnya untuk pengembangan
bersangkutan tidak didukung dengan keahlian dan
sektor perikanan, termasuk penangkapan kepiting.
pendidikan, seperti di antaranya menjadi buruh/
Pajukukang memiliki tiga daerah persebaran
kuli bangunan di Maros dan Makassar.
dalam satuan pemukiman setingkat dusun, yaitu
Berdasarkan sumber data (Profil Desa
Dusun Panaikang, Parasangan Beru, dan Dusun
Pajukuang, 2014) klasifikasi pekerjaan yang
%DORVL 3UR¿O'HVD3DMXNXNDQJ 
ditekuni masyarakat Pajukuang, terinci seperti
Jumlah penduduk Pajukukang dalam kurung
berikut: sebagai nelayan 205 orang, petambak
waktu tahun 2014, adalah 3.718 jiwa,dengan
7 orang, petani sawah 2 orang, pedagang 13
klasifikasi laki-laki sebanyak 1.856 jiwa dan
orang, buruh lepas 15 orang, peternak ayam
perempuan sebanyak1.862 jiwa.Penduduknya
19 orang, pengusaha perumahan 15 orang, dan
tersebar dalam tiga wilayah, yaitu di Panaikang
pegawai swasta 15 orang. Dari sekian banyak
1.718 jiwa dengan 362 kepala keluarga (KK),
sektor lapangan kerja yang ditekuni masyarakat
Parasangan Beru 1.522 jiwa dengan 368 kepala
Pajukukang, yang menjadi penting sesuai materi
keluarga (KK), dan Balosi 1.081 jiwa dengan 260
bahasan dalam tulisan ini adalah sector nelayan.
kepala keluarga (KK). Masyarakat Pajukukang
Di Desa Pajukukang bekerja sebagai nelayan
mayoritas berlatar belakang suku bangsa
merupakan mata pencaharian yang terbesar
Makassar, di samping Bugis.Terkait dengan dunia
menyerap tenaga kerja. Bahkan dari 205 orang
pendidikan, masyarakat Pajukukang secara umum
bekerja sebagai nelayan, yang menjadi sorotan
sudah melihat pendidikan sebagai kebutuhan.
dalam tulisan ini adalah nelayan yang masuk
Pernyataan ini dimungkinkan oleh karena
kategori kecil, yaitu sebanyak 163 orang dan
penduduk yang pernah mengenyam pendidikan
penangkapan kepiting paling dominan dilakoni.
cukup tinggi dengan jenjang bervariasi, seperti
pernah sekolah di SD tapi tidak tamat sebanyak
Bubu dan Pukat
176 orang, tamat SD sebanyak 1.721 orang, tamat
SLTP sebanyak 441 orang, Tamat SLTA sebanyak Bubu dalam bahasa setempat disebutnya
52 orang, dan Tamat Perguruang Tinggi sebanyak rakkang, merupakan salah satu alat tangkap yang
23 oranag. Sedangkan penduduk yang tidak pernah digunakan nelayan untuk menangkap kepiting.
sekolah hanya berjumlah 216 jiwa. Walaupun Bubu dirancang sebagai sebuah perangkap. Bubu
mayoritas penduduknya beragama Islam, namun dibuat dengan menggunakan bahan baku yang
masyarakatnya juga masih melihat kegiatan terdiri dari besi berdiameter 3 inchi (semacam
ritual, khususnya yang terkait dengan aktivitasnya kawat) sebagai rangka, dan tali nilon yang
sebagai nelayan masih menjadikannya bagian dari juga berukuran sama besar dengan besi dirajut
hidupnya, seperti di antaranya maccera atau ritual menyerupai jaring dengan ukuran mata jaring
membersihkan perlengkapan alat tangkap, ritual sekitar satu inchi. Satu unit bubu berbentuk

431
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
lingkaran atau bulat, dengan ukuran besaran dilakukan dengan cara mengganti langsung ketika
lingkaran berdiameter 30 cm dengan panjang ada satu komponen dari satu unit bubu yang
30 cm. Bubu dirancang memiliki klep sehingga rusak. Umumnya satu unit bubu hanya dapat
kepiting yang masuk ke dalam perangkap tidak bertahan hingga 6-8 bulan. Sedangkan sistem
bisa lagi keluar, dan dalam bubu diberi kawat kecil pemeliharaan untuk alat tangkap pukat bisa
sebagai tempat memasang atau menggantungkan dilakukan setiap saat, oleh karena alat tangkap
ikan kecil sebagai umpan. Sistem pengadaan bubu pukat dapat robek setiap kali digunakan, dan
dengan cara dibeli pada toko-toko pengadaan perbaikannya dilakukan dengan cara merajut/
peralatan nelayan yang cukup banyak ditemukan menyirat bagian-bagian yang robek pada saat
di Kota Makassar, dengan harga rata-rata Rp. alat ini tidak digunakan. Itulah sebab khusus
20.000-Rp.25.000 per unit. Seorang nelayan alat tangkap pukat setiap kali setelah digunakan,
umumnya memiliki bubu sebanyak mungkin oleh selain dibersihkan dari kotoran yang melengket/
karena dalam mengoperasikannya nelayan rata-rata menempel, juga diperiksa secara keseluruhan.
membawa sampai 250 unit dan semua digunakan Sebab jaring yang robek menjadi salah satu
dalam sekali beraktivitas menangkap kepiting. penyebab berkurangnya hasil tangkapan nelayan.
Pukat merupakan salah satu alat tangkap Adapun bentuk kedua jenis alat tangkap kepiting
yang cukup popular di kalangan masyarakat dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut:
nelayan.Alat tangkap ini hampir dimiliki semua
masyarakat nelayan oleh karena mudah ditemukan,
bahkan umumnya nelayan pandai merajutnya.
Pukat masuk kategori alat tangkap jaring (net).
Membuat satu unit pukat menggunakan beberapa
jenis bahan baku, seperti tasi untuk jaring, timah
untuk pemberat, karet sama dengan bahan
pembuatan sandal jepit atau dari bola plastik
ukuran kecil untuk alat pengapung, dan tali nilon
untuk tali bentangan.Satu unit pukat dirancang
dengan panjang rata-rata 10-15 meter, dengan
kedalaman lebih kurang 80-100 cm, dengan luas
mata jaring berdiameter 2-3 inchi. )RWR-HQLV3XNDW3HQDQJNDS.HSLWLQJ
Sistem pengadaan pukat di kalangan
masyarakat nelayan umumnya dilakukan dengan
dua cara, yaitu membeli langsung dalam bentuk
jadi, di samping dengan cara merajutnya sendiri.
Membuat pukat di kalangan masyarakat nelayan
adalah pekerjaan yang tidak sulit oleh karena para
nelayan telah terbiasa merajut sendiri saat jaring
rusak atau robek, termasuk alat tangkap pukat ini
mudah ditemukan di toko-toko pengadaan alat
perikanan. Tetapi cara pengadaan yang dominan
di kalangan masyarakat nelayan Pajukukang
adalah membeli langsung dengan alasan kalau
membuat sendiri banyak waktu terpakai giliran
masyarakat disibukkan aktif mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya.
Sistem pemeliharaan dari kedua jenis alat )RWR-HQLV%XEX3HQDQJNDS.HSLWLQJ
tangkap ini, untuk alat tangkap bubu umumnya

432
Bubu dan Pukat: ... 6\DPVXO%DKUL

Sistem Pengoperasian Bubu dan Pukat berukuran panjang sekitar 12 meter dengan lebar
Pengoperasian alat tangkap bubu dan pukat badan perahu sekitar satu meter. Perahu yang
dapat dilakukan dalam waktu yang sama. Artinya, dipakai nelayan menangkap kepiting dewasa ini
saat nelayan pencari kepiting berangkat melaut sudah dilengkapi mesin sebagai tenaga penggerak
umumnya membawa dua jenis alat tangkap ini. yang mempunyai kekuatan jelajah berdasarkan
Jadi sekali berangkat melaut dua alat tangkap ini ukuran pk (paardekracht)umumnya antara 5-7 pk.
digunakan. Dilakukannya seperti ini oleh karena Aktivitas penagkapan kepiting bagi nelayan
mengoperasikan kedua alat tangkap ini bukan umumnya dilangsungkan sore hari dan tidak
merupakan pekerjaan yang sulit.Artinya, mereka tertutup kemungkinannya penangkapan juga
hanya menurunkan atau melepas alat tangkap ini dilangsungkan di pagi hari. Penangkapan di
pada area di mana sudah diketahui ada tanda- sore hari menjadi umum oleh karena pagi hari
tanda kepiting. Penggunaan alat tangkap bubu dan nelayan memanfaatkan waktunya untuk mencari
pukat untuk mencari kepiting jauh lebih mudah umpan, termasuk melakukan aktivitas perbaikan
dibanding penggunaan beberapa jenis alat tangkap kelengkapan melaut, mulai dari alat tangkat hingga
QHOD\DQODLQQ\D\DQJKDUXVPHPEXWXKNDQ¿VLN pada perahu sebagai sarana transportasi melaut.
yang kuat termasuk pengetahuan khusus untuk Sore dan malam hari juga saatnya kepiting mudah
memasangnya pun lebih rumit. ditemukan. Sedangkan penangkapan kepiting
Aktivitas nelayan pencari kepiting dengan dilangsung di pagi hari sangat erat keterkaitannya
menggunakan alat tangkap bubu dan pukat dengan masih adanya tersisa umpan, di samping
diawali dengan melalukan pemeriksaan semua nelayan siang hari ada yang beraktivitas lain untuk
kondisi kesiapan alat tangkap untuk digunakan menambah pemenuhan kebutuhan hidup dengan
semaksimal mungkin, terutama pukat jangan bekerja pada sektor lain yang dianggap sampingan.
sampai ada yang robek, dan untuk bubu jangan Jadi teknisnya, setelah semua persiapan rampung,
sampai ada yang rusak, ada rangka yang patah maka sore harinya sekitar pukul 16.00 atau
sehingga tidak bisa terbuka dan ada jaring yang biasanya sesudah salat azar atau pagi hari
robek sehingga kepiting tidak terperangkap. setelah salat subuh, nelayan berangkat melaut.
Semua bentuk pemeriksaan ini menjadi pekerjaan Beraktivitas menangkap kepiting dapat dilakukan
rutin sebelum berangkat melaut dan umumnya seorang diri atau tidak tertutup kemungkinan
dilakukan pagi hingga siang hari sebelum nelayan dilakukan berdua. Umumnya yang dilibatkan
berangkat sore harinya atau waktu senggang saat sebagai tenaga bantu adalah orang yang masih ada
nelayan beristirahat tidak melaut, baik karena hubungan keluarga (kerabat), bahkan tidak jarang
tidak ada umpan, karena cuaca tidak memungkin yang mengikutkan anaknya sendiri atau saudara
atau kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dan ipar mereka yang tinggal dalam satu rumah.
membuat nelayan tidak melaut. Persiapan nelayan Saat tiba di lokasi yang diperkirakan menempuh
pergi menangkap kepiting agar lebih mudah perjalanan sekitar 30-45 menit, umumnya alat
mengatasi problem terkait alat tangkap yang tangkap yang pertama kali diturunkan adalah bubu
digunakan, maka seluruh alat tangkap sudah lalu dilanjutkan memasang pukat. Pemasangan
harus siap digunakan dengan cara menempatkan kedua alat tangkap ini pada tempat atau lokasi
dengan tersusun rapi di atas perahu atau sekitar yang berbeda, yaitu jaraknya bisa sampai satu mil
dermaga di mana perahu ditambat, sehingga atau lebih kurang 1000 meter. Diprioritaskannya
pada saat nelayan mau berangkat melaut sisa bubu untuk dipasang pertama oleh karena bubu
menyiapkan kelengkapan lainnya, termasuk sebelum diturunkan atau dilepas ke dalam air
perahu sebagai sarana transportasi yang akan terlebih dahulu diberi umpan dari ikan kecil jenis
digunakan melaut, terutama kesiapan mesin bete-bete dengan cara mengaitkan pada tempat
dan bahan bakar berupa solar. Jenis perahu yang sudah dirancang dalam setiap unit bubu.
yang digunakan nelayan Pajukukang mencari Sedangkan untuk pukat saat pemasangan langsung
kepiting adalah perahu jenis MROORURyaitu perahu diturunkan dengan cara mengulur/melepas hingga
tenggelam ke dasar laut.

433
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
Prosudur atau teknis menurunkan bubu perahu yang digunakan melalui, sambil melepas
diawali dengan melepas ujung tali yang telah hasil tangkapan lalu menaruhnya pada wadah
diikatkan pada pengapung dari bahan gabus. penyimpanan kepiting hasil tangkapan.
Gabus pengapung itu diberi tiang dari bahan Kedua alat tangkap ini bisa dilakukan
kayu. Kelengkapan ini berfungsi sebagai pemasangan kembali sesaat ketika alat tangkap
penanda bahwa sekitar area ini ada dipasang ini sudah diambil hasilnya. Namun tidak tertutup
pukat, termasuk penanda agar memudahkan kemungkinannya pemasangan setelah nelayan
pemiliknya mengenal bubunya.Artinya, nelayan kembali ke rumah untuk melakukan perbaikan
dalam mengangkat kembali sisa menarik tali atau persiapan lebih matang. Seperti khusus untuk
bentangan bubu yang dimulai dari memilih alat tangkap pukat bisa diganti dengan pukat lain
kedua tiang penyangga yang dipasang dari kalau ada yang robek, dan untuk bubu dilakukan
kedua ujung tali bentangan bubu. Setelah tiang perbaikan ketika ada yang tidak bisa terbuka
tadi diturunkan, nelayan dengan keuletannya atau cara lain yaitu mengganti dengan bubu
membuka satu persatu bubu lalu mengisi umpan, yang baik. Bahkan untuk mengoperasikan alat
lalu melepasnya tenggelam ke dasar laut hingga tangkap bubu sangat ditentukan oleh tersedianya
pada bubu yang berada pada susunan terakhir umpan, artinya ketika umpan tersedia, maka bisa
atau paling bawa dari susunan bubu. Proses dilakukan pemasangan kembali hari itu. Beginilah
terakhir adalah menurunkan penyangga kedua proses seterusnya dalam rangka mengambil hasil
yang fungsinya sama dengan tiang penyangga tangkapan nelayan pencari kepiting.
pertama sebelumnya. Setelah proses ini, maka
berakhirlah proses pemasangan atau menurunkan Proses Mengambil Hasil Tangkapan
bubu. Setelah itu, nelayan berjalan mencari area Pengangkatan atau mengambil hasil untuk
pemasangan atau pembentangan pukat. kedua alat tangkap kepiting ini dilakukan pagi hari
Pemasangan pukat prosesnya hampir sama keesoakan harinya setelah memasang pagi hari,
dengan pemasangan bubu. Hanya untuk pukat dan sore hari keesokan harinya ketika pemasangan
tidak diperlukan umpan. Proses pemasangan dilangsungkan pada sore hari. Teknis mengangkat
pukat juga dimulai dengan menurunkan tiang atau mengambil hasil tangkapan untuk alat
penyangga yang sama pada bubu, lalu dilanjutkan tangkap bubu dimulai dengan mengangkat atau
dengan menurunkan secara perlahan-lahan jaring menarik ujung tali naik ke atas perahu, lalu
yang telah tersusun rapi di atas perahu hingga menarik tali di mana ada terikat bubu. Bubu yang
tercebur ke dasar laut. Penurunan pukat dilakukan ditarik ke atas perahu setelah hasil tangkapan
sangat berhati-hatiagar pukat yang dibentangkan dikeluarkan lalu dimasukkan ke dalam wadah
tidak mudah robek. Setiap satu set pukat yang penyimpanan berupa gabus atau basket, bubu
diturunkan masing-masing tali ujungnya diikat diletakkan di atas perahu dengan cara menyusun
menjadi satu, dan begitulah proses seterusnya satu persatu seperti keadaan semuala saat nelayan
hingga pada pukat terakir selesai diturunkan, berangkat melaut. Setelah seluruh bubu terangkat
dan juga diakhiri dengan menurunkan tiang berserta tiang penyangga, maka nelayan kembali
penyangga kedua. menurunkan bubu pada lokasi yang sama ketika
Model pemasangan kedua alat tangkap lokasi pemasangan cukup produktif, walau
ini, baik bubu maupun pukat adalah terpasang terlebih dahulu memasang umpan. Tetapi ketika
hingga pada tenggelam ke dasar laut.Sistem lokasi pemasangan tidak memungkinkan karena
pengoperasiannya setelah dipasang barulah hasil tangkapan kurang, maka nelayan mencari
keesokan harinya diangkat kembali untuk lokasi pemasangan baru dengan prosudur yang
mengambil hasilnya. Artinya kalau waktu sama seperti digambarkan sebelumnya. Proses
pasangnya pagi hari, maka esok pagi baru diambil pengangkatan untuk alat tangkap pukat tidak
hasilnya. Begitu juga kalau waktu pasangnya sore berbeda dengan pengangkatan bubu, yaitu pukat
hari, maka esok sore hari baru diambil hasilnya ditarik ke atas perahu dan disusun dengan rapi.
dengan cara menarik atau mengangkatnya ke atas

434
Bubu dan Pukat: ... 6\DPVXO%DKUL

Artinya pukat yang ditarik secara perlahan sambil Nelayan penangkap kepiting setiap kali
mengeluarkan kepiting juga pukat disusun dengan beraktivitas membawa pulang hasil tangkapan
rapi agar memudahkan nelayan memasang berupa kepiting rata-rata 25 kilogram dengan
atau menurunkannya kembali. Artinya, proses menggunakan dua jenis alat tangkap. Besarnya
pengangkatan bubu dan pukat diperlukan hasil tangkapan seperti disebutkan karena saat
keteraturan untuk menjaga kemudahan memasang penangkapan betul-betul nelayan berada pada
kembali, apalagi ketika jadwal pasang juga pada kondisi puncak keberhasilan. Artinya, nelayan
hari itu, bubu dan pukat diangkat betul-betul berada pada keberuntungan ketika mampu
diusahakan tersusun dengan baik. menangkap kepiting sekitar 25 kg setiap kali
Bagi nelayan khusus pencari kepiting di melaut. Sedangkan yang terbilang volume
Desa Pajukukang, setiap kali melaut membutuhkan penangkapan sedang adalah ketika nelayan dapat
biaya operasional rata-rata antara Rp.80.000 membawa hasil tangkapan sekitar 10 kilogram
hingga Rp.100.000,- . Dana tersebut diperuntukkan dan besaran ini menjadi standar rata-rata yang
membeli bahan bakar berupa solar untuk keperluan dihasilkan nelayan setiap kali beraktivitas. Namun
mesin perahu yang rata-rata membutuhkan solar yang menjadi puncak ketidakmujuran seorang
5-6 liter setiap kali melaut, untuk membeli umpan nelayan ketika dalam beraktivitas seharian
berupa ikan kecil jenis bete-bete yang menjadi hasil tangkapannya hanya mampu menutupi
prioritas oleh karena sangat cocok jadi umpan biaya operasional ataukah ketika nelayan sama
kepiting yang harganya sekitar Rp.40.000 dalam sekali tidak mendapat kepiting. Situasi-situasi
2-3 kali pakai atau beroperasi. Ikan jenis lain seperti digambarkan ini menjadi tolak ukur
pun umumnya bisa digunakan sebagai umpan, sehingga nelayan, termasuk masyarakat nelayan
hanya saja dari sekian banyak jenis ikan yang di Pajukukang yang khusus mencari kepiting
dapat digunakan untuk umpan, jenis ikan bete- berada pada tarap hidup yang digolongkan kurang
bete yang paling memungkin karena harganya beruntung (miskin).
terbilang murah dan mudah didapat di daerah
Pajukukang. Artinya, waktu dimana nelayan sama Proses Pendistribusian Kepiting
sekali tidak mempunyai kemampuan memenuhi Bagi masyarakat nelayan pencari
kebutuhan hidupnya karena susah atau jarang kepiting di Desa Pajukukang, mendistribusikan
turun melaut karena tidak ada umpan, maka jenis hasil tangkapannya tidak dilakukan seperti
ikan lainnya juga bisa dijadikan umpan walau umumnya nelayan kebanyakan, yang mana hasil
itu harganya terbilang cukup mahal, namun tetap tangkapannya bisa dijual ke konsumen sebagai
diambil sebagai umpan oleh karena pada satu sisi pemakai atau pengkonsumsi langsung. Tetapi bagi
nelayan juga butuh makan dan satu-satu harapan nelayan pencari kepiting, pendistribusian kepiting
memperoleh uang adalah dari hasil tangkapan hasil tangkapannya langsung ke pengusaha
kepiting. Hasil tangkapan nelayan biasanya terlebih yang memang bergerak pada sektor pembelian
dahulu disortir atau dipilah-pilah berdasarkan kepiting yang juga merupakan penduduk Desa
ukuran besarnya. Kepiting yang berukuran besar Pajukukang. Artinya, penjualan hasil tangkapan
dengan berat antara 1,5 ons atau antara 5-7 ekor langsung ke pengusaha dimaksud setiap kali
per kilogramnya yang dijual ke pengusaha. pulang melaut menangkap kepiting, berapa
Sedangkan yang berukuran lebih kecil dijual di pun banyaknya hasil tangkapan pengusaha
pasar tradisional. Namun terkait dengan pernjualan bersangkutan siap membelinya.Kehadiran
kepiting hasil tangkapan terkadang tidak melalui pengusaha pembeli kepiting ini pada dasarnya
sortir lebih dahulu, tetapi langsung dijual secara sangat membantu nelayan setempat, khususnya
keseluruhan. Ini dilakukan oleh karena umumnya penangkap kepiting dalam menyalurkan kepiting
nelayan tidak lagi punya kesempatan menjualnya jasil tangkapan para nelayan. Sebab nelayan yang
ke pasar, dan para pengusaha pun tetap mau tersebar dimana-mana, pendistribusian hasil
membelinya dengan dasar berat keseluruhan tangkapan khususnya ikan memang menjadi
kepiting yang dibawa nelayan.

435
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
kendala, terutama ketika ikan hasil tangkapan mereka alami beberapa bulan belakang ini, selain
melimpah, maka nelayan kebingungan menjual persoalan sulitnya melaut kerena tidak mendapat
hasil tangkapannya, bahakan tidak jarang terjadi ikan kecil sebagai umpan, harga penjualan tiba-
pembusukan. Dan solusi yang dilakukan adalah tiba turun hingga batas maksimal Rp. 30.000,-
nelayan menjualnya dengan harga murah, juga perkilogram, padahal sebelumnya rata-rata pada
tidak dipungkiri terpaksa dilakukan penjemuran kisaran Rp. 40.000,- perkilogram. Permainan
sebelum dijual dalam bentuk ikan kering. harga seperti ini menurut mereka sebenarnya
Kondisi seperti inilah sehingga masyarakat tidak perlu terjadi oleh karena mereka tahu, bahwa
terkadang dibuat tidak berdaya oleh karena sulit jenis kepiting yang dihasilkan itu untuk keperluan
memasarkan hasil tangkapannya.Sedangkan ekspor, namun terlebih dahulu melalui proses
penjulan untuk kepiting sejak dahulu tidak pernah yang dilakukan oleh pengusaha.
menjadi masalah serius karena pengusaha yang Terjadinya proses pendistribusian kepiting
ada dalam kampung tersebut setiap saat dapat seperti ini, oleh karena kepiting hasil tangkapan
membelinya, walaupun dalam jumlah besar nelayan di daerah Pajukukang dan di daerah
dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar sekitarnya adalah untuk keperluan ekspor.
dalam bentuk kepiting beku. Sehingga para pembeli memang memerlukan
Bagi nelayan pencari kepiting di Desa kepiting dalam jumlah besar setiap hari. Bahkan
Pajakukang, problem sepertiapa yang dialami mereka punya target pembelian kadang tidak
nelayan kebanyakan terkait dengan pendistribusian terpenuhi oleh karena kurang atau minimnya hasil
hasil tangkapan, hampir dapat dikatakan tidak ada tangkapan nelayan dalam waktu-waktu tertentu.
atau tidak dialami. Sebab di Desa Pajukukang dan Kendala utama nelayan pencari kepiting betul-
di desa sekitarnya ada pengusaha yang sifatnya betul tidak dapat beraktivitas atau melaut, selain
usaha rumah tangga (house hold enterprises) karena faktor buruknya cuaca, tetapi kondisi
yang siap membeli berapa pun besarnya hasil ini kadang bisa disiasati dengan melakukan
tangkapan nelayan setiap kali pulang melaut. berbagai cara, seperti di antarnya mencari celah
Artinya, hasil tangkapan nelayan setelah pulang waktu kapan bisa memasang bubu dan pukat
melaut langsung diantar ke rumah pengusaha atau mencari lokasi lain dengan cara melakukan
tersebut untuk dijual dengan sistem penimbangan, mobilisasi berdasarkan kemampuan menjangkau
guna mengetahui besaran hasil yang didapat, lokasi yang memungkinkan beroperasi, hanya saja
dengan harga yang sudah ditetapkan sebelumnya. biaya operasionalnya pasti bertambah, khususnya
Kepiting yang dijual umumnya dilakukan bahan bakar.
dengan pembayaran tunai, sehingga nelayan Kendala yang paling serius dihadapi nelayan
setiap kali pulang melaut tidak lagi membawa sehingga sama sekali tidak bisa turun ke laut
hasil tangkapannya ke rumah, tetapi langsung memasang khusus bubu adalah masalah umpan.
memasarkan atau menjualnya ke pengusaha Karena tanpa umpan alat tangkap jenis bubu tidak
tersebut.Umumnya hasil tangkapan tidak dijual dapat dioperasikan. Jadi pada prinsipnya, mencari
seluruhnya, tetapi sebelum dijual terlebih dahulu kepiting merupakan aktivitas nelayan yang tidak
disisihkan secukupnya untuk bahan konsumsi PHPHUOXNDQSHQJHWDKXDQVSHVL¿NROHKNDUHQDDODW
keluarga. Sistem pendistribusian seperti ini tangkap yang digunakan, selain mudah didapat
berlangsung terus menerus. Menurut informasi di toko-toko yang khusus menjual perlengkapan
nelayan setempat, perihal yang sering membuat nelayan, juga mudah dimiliki dengan cara merajut
masyarakat nelayan merasa kurang puas terkait langsung, khususnya pukat.
dengan pendistrubusian hasil tangkapan adalah
masalah tidak adanya standar harga penjualan PENUTUP
yang sifatnya mendasar atau baku yang ditetapkan Masyarakat nelayan di Desa Pajukukang
dari pihak terkait. Sehingga terkadang nelayan yang sangat spesifik dalam usaha memenuhi
merasa diri dipermainkan oleh pengusaha yang kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan
menadah hasil tangkapannya. Seperti yang

436
Bubu dan Pukat: ... 6\DPVXO%DKUL

lingkungan alam laut sebagai ruang produksi, pada prinsipnya tidak dialami masyarakat nelayan
adalah terfokus menangkap kepiting, namun penangkap kepiting di Desa Pajukukang.Sebab
tidak dipungkiri ada juga sebagian masyarakat hasil tangkapan yang mereka dapat setiap harinya,
nelayan yang berusaha di sektor lain sebagai usaha berapaun banyaknya dapat dibeli langsung oleh
sampingan, terutama dalam rangka memenuhi pengusaha yang juga bermukim di daerah ini.
kekosongan waktu saat mereka tidak melaut Sebab memang jenis kepiting yang ditangkap
dengan berbagai pertimbangan, seperti karena adalah masuk kategori komuditi ekspor, walau
tidak bersahabatnya cuaca yang membuat tidak terlebih dahalu melalui proses.
memungkinkan mereka melaut. Bahkan yang Rekomendasi terkait dengan aktivitas
menjadi kendala utama bagi nekayan penangkap penangkapan kepiting, pada prinsipnya dapat
kepiting adalah sulitnya mendapatkan umpan dikatakan bahwa nelayan Pajukukang, khususnya
yang merupakan salah satu pendukung utama sebagai penangkap kepiting merupakan asset yang
untuk lancarnya aktivitas penangkapan kepiting cukup potensial dalam rangka merubah pola hidup
terutuma nelayan menggunakan bubu sebagai masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera.
alat tangkap. Dikatakan seperti ini oleh karena kepiting yang
Masyarakat nelayan penangkap kepiting menjadi sasaran tangkap merupakan komuditi
di Desa Pajukukang menggunakan dua jenis alat yang bernilai jual cukup mahal karena berlabel
tangkap, yaitu bubu dan pukat merupakan alat salah satu komoditi eksport. Setiap hasil tangkapan
tangkap yang merupakan karya budaya orang- berapapun banyaknya mudah memasarkan,
orang generasi sebelum yang telah terwariskan sehingga tidak ada hasil tangkapan yang tinggal
dari satu generasi hingga generasi sekarang membusuk atau rusak. Hanya saja tidak mustahil
yang ditemui saat berlangsungnya penelitian. aktivitas sebagai nelayan penangkap kepiting
Kedua jenis alat tangkap ini pada prinsipnya tidak mengalami hambatan-hambatan, selain
merupakan alat tangkap yang masuk kategori yang bersifat alami karena datangnya musim
ramah lingkungan, walau salah satu sarana dimana nelayan tidak bisa melaut, juga yang
pendukungnya, terutama sarana transportasi yang paling memerlukan perhatian serius pihak terkait
digunakan mencari keberadaan area tangkap adalah menyiapkan modal kerja untuk pengadaan
yang memungkinkan sudah beberapa kali sarana transportasi yang memadai, juga terkait
PHQJDODPL SHUXEDKDQ \DQJ FXNXS VLJQL¿NDQ dengan sulitnya mendapatkan umpan yang sesuai
yaitu dari penggunaan perahu dayung ke perahu dengan kemampuan nelayan mengadakannya
menggunakan layar, hingga saat ini sudah selama ini. Dan ketika semua ini dapat direalisasi,
menggunakan tenaga penggerak dari mesin dalam maka nelayan pencari/penangkap kepiting di Desa
berbagai ukuran kekuatan. Pajukukang dapat terpenuhi kebutuhannya sesuai
Masyarakat nelayan Desa Pajukukang dengan tujuan akhir dari sebuah kehidupan adalah
yang telah lama menjadikan bubu dan pukat serta hidup adil, makmur dan sejahtera.
kepiting sebagai sebuah sistem usaha memenuhi
kebutuhan hidup bersama anggota keluarganya, di DAFTAR PUSTAKA
samping beberapa jenis usaha sampingan lainnya. Alimuddin, Muhammad, Ridwan, 2004. Mengapa
Keberhasilan masyarakat Pajukukang melihat .LWD %HOXP  &LQWD /DXW. Yagyakarta:
usaha ini sebagai sebuah solusi tepat dalam Ombak.
memenuhi kebutuhan hidupnya, pada prinsipnya $UL¿Q$QVDU³1HOD\DQ'DODP3HUDQJNDS
tidak terlepas dari berbagai bentuk kemudahan, Kemiskinan (Studi Strukturasi Patron-
mulai dari kemudahan mendapatkan kelengkapan Klien dan Perangkap Kemiskinan pada
pendukung mengadakan sarana tangkap, serta Komunitas Nelayan di Desa Tamalate,
masih mudahnya mencari area tangkap yang Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten
memungkinkan. Bahkan kendala yang paling Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan)”.
beresiko yang dihadapi umumnya masyarakat
nelayan, yaitu terkait pemasaran hasil tangkapan,

437
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 425—438
Desertasi. Makassar: Program Pascasarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Universitas Negeri Makassar. Pertanian Bogor.
Bahri, Syamsul, Ridhasari Bachtiar, Masgaba. Kusnadi, 2000. Nelayan: 6WUDWHJL$GDSWDVLGDQ
2003. “Bagang Rambo (Studi Tentang -DULQJDQ 6RVLDO. Bandung: Humaniora
Dinamika Masyarakat dalam Pemanfaatan Utama Press (HUP).
Lingkungan Laut) di Kelurahan Sumpang Lampe, Munsi dkk, 1996.“Sistem Penguasaan
Binangae Kebupaten Barru”. Makassar: Wilayah Perikanan dan Pemanfaatan
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisonal Sumberdaya Hayati LautPada Masyarakat
Makassar. Nelayan Bugis Makassar di Sulawesi
Bahri, Syamsul, 2011. “Gae (Kajian Dinamika Selatan”. Ujung Pandang: Bagian Proyek
Teknologi Alat Tangkap Andalan Nelayan) Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
di Petoahaa Kendari Sulawesi Selatan”. Budaya Sulawesi Selatan.
Hasil Penelitian. Makassar: Balai Pelestarian Lisungan, Joni, 2014. Teknologi Tradisional
Nilai Budaya Makassar. Nelayan: Eksistensi Alat Tangkap
Bahri, Syamsul, 2013. “Modal Sosial pada Tradisional pada Masyarakat Nelayan
Komunitas Paggae di Desa Pambusuang Desa Rapambinopaka Konawe Selatan
Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Sulawesi Tenggara. Makassar: Pustaka
Barat”. Makassar: Balai Pelestarian Nilai Sawerigading.
Budaya Makassar. Moleong.J.Lexy, 2001.Metode Penelitian
Bahri, Syamsul, 2014a. Alat Tangkap Nelayan .XDOLWDWLI.Cetakan ke-15. Bandung: Remaja
Tr a d i s i o n a l . M a k a s s a r : P u s t a k a Rosdakarya.
Sawerigading. Naping, Hamka, 2004. “Teknologi dan Perubahan
Bahri, Syamsul, 2014b. 'LQDPLND3HQJHWDKXDQ Sosial Budaya Nelayan Bagang Rambo di
1HOD\DQ 3DQFLQJ GL .XSD .DEXSDWHQ Kabupaten Barru”.Desertasi. Makassar:
%DUUX 3URYLQVL 6XODZHVL 6HODWDQ.Dalam Program Pascasarjana Universitas
Jurnal Sejarah dan Budaya “Walasuji” Hasanuddin Makassar.
Volume 5, Nomor 2, Desember 2014. Pemerintah Kabupaten Maros. 2014. 3UR¿O'HVD
Danim, Sudarwan, 2002. 0HQMDGL 3HQHOLWL 3DMXNXNDQJ, 2014.
.XDOLWDWLI. Bandung: Pustaka Setia. Ranjabar, Jacob. 2013. 6LVWHP 6RVLDO %XGD\D
Hikmah, Zainatul, 2008. Analisis Konflik ,QGRQHVLD 6XDWX 3HQJDQWDU. Bandung
Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Penerbit Alfabeta Bandung.
Perikanan Selat Madura dalm Persfektif Spradley, P.James. 2006. Metode Etnografi.
Sosiologis-Hukum: Studi Kasus Nelayah Yogyakarta: Tiara Wacana.
Batah Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Wibowo, 2010.%XGD\D 2UJDQLVDVL 6HEXDK
Bangkalan, Provinsi Jawa Timur. Bogor: .HEXWXKDQ XQWXN 0HQLQJNDWNDQ .LQHUMD
Program Studi Managemen Bisnis dan -DQJND3DQMDQJ. Jakarta: Rajawali Pers.
Ekonomi Perikanan-Kelautan Fakultas

438

Anda mungkin juga menyukai