Anda di halaman 1dari 26

BAB III

TEKNIK PRODUKSI

3.1. Teknik Produksi


Setelah proses pemboran dilakukan selanjutnya adalah proses produksi
yaitu suatu proses untuk mengangkat atau memproduksikan hidrokarbon dari
reservoir ke permukaan. Dari hasil perolehan minyak ini, diharapkan perusahaan
minyak akan mendapatkan keuntungan yang besar sebagai pengganti biaya
eksplorasi sebelumnya.
3.2. Perkiraan Produktivitas Reservoir
Produktivitas reservoir dapat dinyatakan sebagai kemampuan suatu
akumulasi hidrokarbon dalam batuan porous dan permeable untuk memproduksi
fluida yang dikandungnya.
3.2.1. Productivity Index
Productivity Index (PI) secara umum didefinisikan sebagai indeks atau
derajat ukuran kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Atau secara matematis
yaitu perbandingan laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu
harga tekanan aliran dasar sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar sumur
pada keadaan statis (Ps) dan tekanan dasa sumur pada saat terjadi aliran (Pwf) yang
secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
q
PI = J = (Ps−Pwf)............................................................................... (3-1)

Dimana :

PI = J = Produktivity Index, bbl/day/psi

q = laju produksi aliran total, bbl/hari

Ps = Tekanan statis reservoir, psi

Pwf = Tekanan dasar sumur waktu ada aliran, psi

103
Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya pada suatu lapangan
terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda, maka digunakan Spesific
Productivity Index (SPI) yang merupakan perbandingan antara Productivity Index
dengan ketebalan lapisan yang secara matematis dapat dituliskan :

PI 7.082 x 10−3 x k
SPI = Js = = re ............................................................... (3-2)
h Bo x ln( )
rw

Pada beberapa sumur harga Productivity Index akan tetap konstan untuk
aliran yang bervariasi, tetapi pada sumur lainnya utnuk laju aliran yang lebih besar
Productivity Index tidak lagi linier tetapi justru menurun, hal tersebut disebabkan
karena timbulnya aliran turbulensi sebagai akibat bertambahnya laju produksi,
berkurangnya permeabilitas terhadap minyak oleh Karena terbentuknya gas bebas
sebagai akibat turunnya tekana pada lubang bor, kemudian dengan turunnya
tekanan dibawah tekanan jenuh maka viskositas akan bertambah (sebagai akibat
terbebasnya gas dari larutan) dan atau berkurangnya permeabilitas akibat adanya
kompresibilitas batuan.

Berdasarkan pengalamannya, Kermit E Brown (1967) telah mencoba


memberikan batasan terhadap besarnya produktifitas sumur, yaitu sebagai berikut :

 PI rendah jika besarnya kurang dari 0.5


 PI sedang jika besarnya berkisar antara 0.5 sampai 1.5
 PI besar jika lebih dari 1.5
3.2.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
Inflow Performance Relationship (IPR) adalah hubungan tekanan alir dasar
sumur (Pwf) dan laju alir (q). Hubungan ini menggambarkan kemampuan suatu
sumur untuk mengangkat fluida dari formasi ke permukaan atau berproduksi. Kurva
hubungan ini disebut kurva IPR. Berdasarkan jenis reservoir, tenaga pendorong
reservoir, tekanan reservoir dan permeabilitas, kurva IPR dapat berbentuk garis
lurus dan garis melengkung, seperti terlihat pada Gambar 3.1.
Perhitungan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur dapat
dikelompokkan berdasarkan sebagai berikut :

104
3.2.2.1.Aliran satu fasa
Dengan atau tanpa pengaruh skin
Persamaan Darcy
Dalam perhitungan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
0.00708 𝐾𝑜 ℎ (𝑃−𝑃𝑤𝑓)
𝑞= 𝑟𝑒 ....................................................................(3-3)
𝜇𝑜 𝐵𝑜 (𝑙𝑛( )−0.75+𝑆+𝑎′𝑞)
𝑟𝑤

3.2.2.2.Aliran dua fasa


a. Tanpa pengaruh skin
Persamaan Darcy dalam bentuk Pseudo-Steady State
Untuk aliram semi-mantap, dimana tidak ada aliran di batas reservoir, maka
persamaan darcy adalah sebagai berikut :
0.00708 𝐾𝑜 ℎ
𝑞= 𝑟𝑒 (𝑚(𝑃𝑟 − 𝑚(𝑃𝑤𝑓)) ..................................................(3-4)
(𝑙𝑛( )−0.5+𝑆)
𝑟𝑤

Persamaan Vogel
Untuk memudahkan perhitungan kinerja aliran fluida dua fasa dari formasi
ke lubang sumur, vogel mengembangkan persamaan sederhana. Adapun anggapan
pada persamaan vogel yaitu :
1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut
2. Harga skin disekitar lubang sama dengan nol
3. Tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi

Gambar 3.1. Kurva IPR 9)

105
Untuk memperoleh nilai laju produksi didapatkan persamaan sebagai
berikut :
𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 1 − 0.2 ( ) − 0.8 (( ) ) .................................................(3-5)
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Persamaan Vogel dikembangkan dalam memperhitungkan kondisi dimana


tekanan reservoir berada diatas tekanan saturasi. Pada kondisi ini kurva IPR terdiri
dari dua bagian yaitu Pwf > Pb yang membentuk kurva linier dan Pwf < Pb yang
membentuk kurva tidak linier.Pada bagian kurva yang linier, maka persamaan yang
digunakan yaitu :
𝑞𝑜 = 𝐽 (𝑃𝑠 − 𝑃𝑤𝑓) ................................................................................(3-6)
Pada bagian kurva yang tidak linier (Pwf < Pb), maka persamaan yang
digunakan yaitu, :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝑞𝑏 (𝑄𝑜𝑚𝑎𝑥 −𝑄𝑏 ) (1 − 0.2 ( ) 0.8 (( ) )) ..........................(3-7)
𝑃𝑟 𝑃𝑟

Dimana :
qb = laju alir oil pada tekanan saturasi
Pb = tekanan saturasi
Qb = J (Pb/1.8)
J = Productivity Index
b. Dengan pengaruh skin
Umumnya di sekitar lubang sumur terjadi kerusakan formasi sehingga
kondisi sekitar lubang sumur tidak sesuai dengan kondisi sumur sebenarnya.
Sehingga beberapa metode dikembangkan, yaitu :
Persamaan Standing
Metode Standing merupakan modifikasi persamaan Vogel berdasarkan
kenyataan bahwa untuk sumur yang mengalami kerusakan terjadi tambahan
kehilangan tekanan di sekitar lubang bor.Standing juga mengajukan grafik yang
memperhitungkan suatu kondisi dimana flowefficiency tidak sama dengan 0
(Gambar 3.2). Flow efficiency merupakan perbandingan antara
productivityindexactual dengan ideal. Nilai FE < 1 apabila sumur mengalami

106
kerusakan, nilai FE > 1 apabila sumur mengalami perbaikan sebagai hasil stimulasi,
dan FE = 1 apabila sumur tidak mengalami kerusakan.
𝐽𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙𝐷𝑟𝑎𝑤𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑃𝑟−𝑃′𝑤𝑓
𝐹𝐸 = = 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝐷𝑟𝑎𝑤𝑑𝑜𝑤𝑛 = ............................................(3-8)
𝐽𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑃𝑟−𝑃𝑤𝑓

𝑃′ 𝑤𝑓 = 𝑃𝑟 − 𝐹𝐸(𝑃𝑟 − 𝑃𝑤𝑓) ...............................................................(3-9)


Dimana,
P’wf = Pwf + ∆Pskin ............................................................................(3-10)
0.47𝑟𝑒 0.47𝑟𝑒
𝐹𝐸 = 𝑙𝑛 / [𝑙𝑛 + 𝑆](3-10) ...................................................(3-11)
𝑟𝑤 𝑟𝑤

Gambar 3.2. Pressure Profile of damage wells production 4)


Pada Gambar 3.2., pada sumur yang tidak mengalami kerusakan akan
mengalir pada laju alir (q) pada flowing pressure (p’wf) ketika sumur mengalami
kerusakan seharusnya mengalir pada tekanan yang lebih kecil (pwf) yang
diproduksikan pada laju alir yang sama.
∆Pskin merupakan perbandingan antara P’wf dan Pwf. Van Everdingen
telah menemukan persamaan perhitungan ∆Pskin, yaitu :
𝑞𝜇
∆𝑃𝑠𝑘𝑖𝑛 = 𝑆 2𝜋𝐾ℎ ................................................................................. (3-12)

Dari hubungan persamaan Vogel dan persamaan 3-9 maka dapat dihitung
laju produksi pada keadaan dua fasa dengan memperhatikan nilai skin (per 3-13).
Untuk laju alir maksimum yang dihasilkan adalah laju produksi maksimum pada
harga skin sama dengan 0, dan untuk menghitung laju produksi maksimum pada

107
harga FE yang dimaksud, maka pada tekanan alir dasar sumur sebenarnya yang
sama dengan 0 di ubah menjadi tekanan alir dasar sumur pada kondisi ideal.
𝑞𝑜 𝑃′𝑤𝑓 𝑃′𝑤𝑓 2
= 1 − 0.2 ( ) − 0.8 (( ) ) .............................................(3-13)
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥 P𝑟 𝑃𝑟

atau
𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 1.8(𝐹𝐸) (1 − ) − 0.8(𝐹𝐸 2 ) (( ) ) ....................(3-14)
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥(𝐹𝐸=1) 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Standing memodifikasi persamaan Vogel untuk digunakan ketika FE tidak


sama dengan 1 dan juga diterapkan pada undersaturated reservoir. Dan didapatkan
persamaan :
𝐽𝑃𝑏 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝐽(𝑃𝑟 − 𝑃𝑏) + [1.8 (1 − ) − 0.8 ((1 − ) )] ............(3-15)
1.8 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Kelemahan dari metode Standing terhadap grafik IPR yang dihasilkan,


yaitu:
 Hampir lurus untuk FE < 1 meskipun kondisi aliran adalah dua fasa.
 Berlawanan dengan definisi kinerja aliran fluida dari formasi ke
lubang sumur.
Persamaan Cauto
Couto memanipulasi persamaan Standing untuk kinerja aliran fluida dari
formasi ke lubang sumur, dengan cara mendefinisi indeks produktivitas. Persamaan
yang hasilkan adalah sebagai berikut :
ℎ 𝑘𝑜
𝑞𝑜 = 0.00419 − ( 𝑟𝑒 )−( ) 𝑃𝑟(𝐹𝐸) (1 − 𝑅)(1.8 − 0.8(𝐹𝐸)(1 − 𝑅)) . (3-16)
𝑙𝑛(0.472 ) 𝜇𝑜 𝐵𝑜
𝑟𝑤

Dimana :
R = Pwf/Pr
c. Pengaruh faktor turbulensi dan skin
Persamaan Fetkovich
Fetkovich menganalisa hasil uji back-pressure yang dilakukan di sumur-
sumur minyak yang berproduksi dari berbagai kondisi reservoir. Dari analisa ini
disimpulkan bahwa kurva back pressure di sumur minyak mengikuti kurva back
pressure di sumur gas, yaitu plot antara qo terhadap (Pr2 – Pwf2). Grafik IPR sumur
minyak dari uji back pressure dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :

108
𝑞𝑜 = 𝐶((𝑃̅𝑟 2 − 𝑃𝑤𝑓 2 )𝑛 ).....................................................................(3-17)
Dimana:
C = flow coefficient,
n = 1/kemiringan
n merupakan faktor turbulensi, dimana nilai n mendekati 1 menandakan tidak
terjadi turbulensi, dan nilai n lebih kecil dari 1 atau minimum 0.5 terjadi turbulensi.
Nilai n dapat dicari dari grafik log qo vs log (Pr2-Pwf2) dengan menentukan dua titik
dan dimasukan kedalam persamaan berikut :
𝑙𝑜𝑔 𝑞 −𝑙𝑜𝑔𝑞
𝑛 = 𝑙𝑜𝑔(𝑃2 ) 2−𝑙𝑜𝑔(𝑃12 ) .............................................................................(3-18)
𝑟 2 𝑟 1

3.2.2.3.Aliran tiga fasa


a. Tanpa pengaruh skin
Persamaan Pudjo Sukarno
Metode ini digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas-minyak.
Adapun anggapan yang digunakan adalah :
 Faktor Skin sama dengan 0
 Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama
secara radial.
Pada metode ini parameter water cut merupakan parameter tambahan dalam
persamaan kurva IPR yang dikembangkan. Dan didapatkan persamaan metode
Pudjo Sukarno yaitu :
𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 𝐴0 − 𝐴1 ( ) − 𝐴2 (( ) ) ...............................................(3-19)
𝑞𝑡𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Dimana:
A0, A1, A2 adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda untuk water
cut berbeda. Hubungan konstatnta tersebut dengan water cut didapatkan persamaan
sebagai berikut :
𝐴𝑛 = 𝐶0 + 𝐶1 (𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟𝑐𝑢𝑡) + 𝐶2 (𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟𝐶𝑢𝑡 2 )..................................(3-20)

109
Tabel 3.1. Konstanta Cn untuk masing-masing An
An C0 C1 C2
A0 0.980321 -0.115661x10-1 0.17905x10-4
A1 -0.414360 0.392799x10-2 0.237075x10-5
A2 -0.564870 0.762080x10-2 -0.202079x10-4

3.2.3. Peramalan Inflow Performance Relationship


metode peramalan IPR ini hanya berlaku pada kondisi aliran dua fasa
(minyak dan gas) atau tekanan reservoir lebih kecil dari tekanan saturasi.
1. Faktor skin sama dengan nol
Dalam kelompok ini ada metode standing, dengan persamaan :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜(𝐹) = 𝑞𝑜(𝑚𝑎𝑥)𝐹 [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ] .................................(3-21)
𝑃𝑟 𝑃𝑟

Atau
𝐽∗ 𝐹 𝑃𝑅𝐹 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜(𝐹) = [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ] ......................................(3-22)
1.8 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Dimana,
𝑃̅ ̅̅̅
𝑓(𝑃 )
𝑞𝑜(𝑚𝑎𝑥)F = 𝑞𝑜(𝑚𝑎𝑥)𝑃 − (𝑃̅𝑅𝐹𝑓(𝑃 𝑅𝐹
̅̅̅ )) ..................................................... (3-23)
𝑅𝑃 𝑅𝑃

𝑓𝑃̅𝑅𝐹 = (𝑘𝑟𝑜 /𝜇𝑜 𝐵𝑜 )𝐹 ...........................................................................(3-24)

𝑓𝑃̅𝑅𝑃 = (𝑘𝑟𝑜 𝜇 𝐵𝑜 )𝑃 ...........................................................................(3-25)


𝑜

2. Faktor skin tidak sama dengan nol


Dalam kelompok ini terdapat metode Couto berdasarkan pengembangan
dari persamaan Vogel dengan meramalkan tekanan reservoir yang akan
datang, metode Fetkovich berdasarkan pengembangan empiris.
Metode Fetkovich
𝑃𝑅𝐹 𝑛
𝑞𝑜(𝐹) = 𝐽 (𝑃𝑟𝑓 2 − 𝑃𝑤𝑓) ...............................................................(3-17)
𝑃𝑟𝑖

3.2.4. Inflow Performance Gas


Rawlins dan Schhellhardt mengembangkan persamaan empiris pada tahun
1935 yang sering disebut persamaan back pressure. Pada tes uji back pressure

110
diperoleh nilai Absolute Open Flow sumur. AOF adalah besarnya produksi sumur
pada tekanan atmosfir.
𝑞𝑠𝑐 = 𝐶((𝑃̅𝑟 2 − 𝑃𝑤𝑓 2 )𝑛 ) ...................................................................(3-27)
Selain persamaan diatas, Metode Jones dapat juga diterapkan pada
perhitungan inflow performance pada sumur gas. Metode ini dapat diterapkan pada
aliran turbulen dan laminer.
𝐴′ = 𝐴 + 𝐵 (𝐴𝑂𝐹) ............................................................................. (3-28)
Dimana,
0.5
−𝐴+[𝐴2 +4𝐵𝑃̅ 𝑟 2 ]
𝐴𝑂𝐹 = .......................................................................(3-29)
2𝐵

3.2.5. Aliran Multifasa pada Pipa


Aliran multifasa pada pipa didefinisikan sebagai pergerakan dari gas bebas
dan liquid dalam pipa secara bersamaan. Pada kondisi ini gas dan liquid
diibaratakan sebagai campuran yang homogeneus, atau liquid mungkin berbentuk
slug dengan gas yang mendorongnya dari belakang. Masalah aliran multifasa dapat
dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :
1. Vertical Multiphase flow
2. Horizontal Multiphase flow
3. Inclined Multiphase flow
4. Directional Multiphase flow
Dalam sistem sumur produksi, keempat persoalan aliran diatas dapat
ditemui dimana fluida multifasa dari reservoir masuk kelubang sumur dimana aliran
fluida reservoir dalam tubing dapat berupa aliran vertikal ataupun aliran directional
maupun incline kemudian fluida mengalir ke kepala sumur dan dilanjutkan
mengalir ke tanki pengumpul melalui pipa salur horizontal atau miring sesuai
permukaan tanah. Dalam sistem aliran tersebut akan ada kehilangan tekanan dari
fluida yang mengalir, banyaknya metode yang telah dikembangkan untuk
memperkirakan besarnya kehilangan tekanan aliran tersebut.
Dalam perhitungan kehilangan tekanan aliran fluida dalam pipa vertikal
dapat dihitung dengan korelasi Hagedorn dan Brown, Duns dan Ros, Orkiszewski,
Mukherjee dan Brill, Minami dan Brill.

111
Sedangkan perhitungan kehilangan tekanan aliran fluida dalam pipa
horizontal dapat dihitung dengan korelasi Dukler I , Dukler II, Eaton dan Beggs dan
Brill.
3.3. Sistem Analisa Nodal
Analisa nodal merupakan salah satu pendekatan sistem analisis untuk
menganalisa performa suatu sumur hidrokarbon berdasarkan kondisi sistem yang
ada pada sumur tersebut. Sistem produksi sumur terdiri atas sejumlah komponen-
komponen yang saling berinteraksi dimana performa masing-masing komponen
tersebut akan memberikan pengaruh terhadap performa sumur secara keseluruhan.
Tujuan utama analisa nodal adalah untuk mendapatkan laju produksi optimum dari
sumur minyak dengan melakukan evaluasi secara lengkap pada sistem sumur.
Pemilihan kombinasi komponen yang tepat pada sistem sumur tersebut akan
memberikan hasil optimal terhadap produksinya.
Nodal merupakan titik pertemuan antara 2 komponen, dimana titik
pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan, dalam bentuk
keseimbangan massa ataupun keseimbangan tekanan. Hal ini berarti bahwa massa
fluida yang keluar dari suatu komponen akan sama dengan masa fluida yang masuk
ke dalam komponen berikutnya yang akan saling berhubungan atau teanan di ujung
suatu komponen akan sama dengan tekanan di ujung komponen lain yang
berhubungan dapat dilihat di Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Gambar Sistem kehilangan tekanan di dalam sumur secara


lengkap 4)

112
Hal dasar yang diperlukan untuk analisa optimasi sumur dengan analisa
sistem nodal adalah Inflow Performance Relationship (IPR) sumur pada kondisi
terkini. Kemudian model dari komponen-komponen sumur dapat digunakan untuk
memprediksi performa sumur.
Dalam sistem sumur produksi dapat ditemukan 4 titik nodal, yaitu :
1. Titik nodal di dasar sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi
produktif/reservoir dengan komponen tubing apabila komplesi sumur
adalah open hole atau titik pertemuan antara komponen tubing dengan
komplesi apabila sumur diperforasi / dipasangi gravel pack.
2. Titik nodal di kepala sumur
Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dan
komponen pipa salur dalam hal ini sumur tidak dilengkapi dengan jepitan
atau merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dengan komponen
jepitan apabila sumur dilengkapi dengan jepitan.
3. Titik nodal di separator
Pada titik nodal ini mempertemukan komponen pipa salur dengan
komponen separator.
4. Titik nodal di “Upstream / Downstream” jepitan.
Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan
antara komponen jepitan dengan komponen tubing, apabila jepitan dipasang
di tubing sebagai safety valve atau merupakan pertemuan antara komponen
tubing dipermukaan dengan komponen jepitan, apabila jepitan dipasang di
kepala sumur.
3.4. Permasalahan Produksi
Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya
produksi minyak di suatu sumur dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok :
1. Menurunnya produktivitas formasi
a. Problem kepasiran
Sebab – sebab dari terproduksinya pasir berhubungan dengan :

113
 Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran
fluida dimana laju aliran dan visositasnya meningkat menjadi lebih
tinggi.
 Pengurangan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan
produksi air, karena melarutkan material penyemen atau pengurangan
gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi air.
 Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu
sifat penyemenan antar batuan.
Ikut terproduksinya pasir pada operasi produksi menimbulkan problem
produksi. Problem produksi ini biasanya berhubungan dengan formasi dangkal
berumur tersier yang umumnya batupasir berjenis lepas-lepas (unconsolidated
sand) dengan sementasi antar butiran kurang kuat. Hal ini berarti pekerjaan
komplesi sumur menjadi perhatian kritis dalam zona-zona kepasiran.
b. Problem coning
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan sumur ditutup atau
ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya air atau gas yang
berlebihan akan menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih
sulit. Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena :
 Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
 Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang perforasi.
 Terjadinya water fingering atau gas fingering
2. Menurunnya laju produksi
a. Problem emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur. Dalam
emulsi salah satu cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa butiran-butiran yang
sangat kecil.
Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam
cairan lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi semacam itu

114
ditinjau dari viskositasnya. Sedang berdasarkan fasanya maka emulsi dibagi
menjadi dua yaitu :
 Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak sebagai fasa
eksternal dan air menjadi fasa internal.
 Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya
b. Problem scale
Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada bidang
permukaan yang bersentuhan dengan air formasi sewaktu minyak diproduksikan ke
permukaan. Timbulnya endapan scale tergantung dari komposisi air yang
diproduksikan. Jika kelarutan ion terlampaui maka komponen menjadiu terpisah
dari larutan sebagai padatan, dan membentuk endapan scale. Sebab-sebab
terjadinya endapan scale antara lain :
 Air tak kompatibel
Air tak kompatibel adalah bercampurnya dua jenis air yang tak dapat
campur akibat adanya kandungan dan sifat kimia ion-ion air formasi yang
berbeda. Jika dua macam air ini bercampur maka terjadi ion-ion yang
berlainan sifat tersebut sehingga menyebabkan terbentuknya zat baru
tersusun atas kristal-kristal atau endapan scale.
 Penurunan tekanan
Selama produksi terjadi penurunan tekanan reservoir akibat fluida
diproduksikan ke permukaan. Penurunan tekanan ini terjadi pada formasi ke
dasar sumur, ke permukaan dan dari kepala sumur ke tangki penimbun.
Adanya penurunan tekanan ini, maka gas CO2 jadi terlepas dari ion-ion
bikarbonat. Pelepasan CO2 menyebabkan berubahnya kelarutan ion yang
terkandung dalam air formasi sehingga mempercepat terjadinya endapan
scale.
 Perubahan temperatur
Sejalan dengan berubahnya temperatur (ada kenaikkan temperatur ) terjadi
penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan ion yang menyebabkan
terbentuknya endapan scale. Perubahan temperatur ini disebabkan oleh
penurunan tekanan .

115
 Faktor-faktor lainnya
Agitasi menyebabkan terjadinya turbulensi aliran, sehingga endapan scale
lebih cepat terbentuk. Semakin lama waktu kontak semakin besar pula
endapan scale yang terbentuk. Semakin besar pH larutan mempercepat
terbentuknya endapan scale.
c. Problem korosi
Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi dengan minyak
dan gas pada saat diproduksikan ke permukaan. Air bersifat asam atau garam, atau
keduanya dan kecenderungan mengkorosi logam yang disentuhnya. Besi umumnya
mudah bersenyawa dengan sulfida dan oksigen, sehingga korosi yang dihasilkan
berupa feri oksida. Untuk itu adanya anggapan bahwa korosi merupakan reaksi
antara besi dengan oksigen atau hidrogen sulfida sebagai berikut :
4 Fe+++ + 3 O2 2 Fe2O3 (karat)
Fe++ + H2S FeS + H2 (karat)
Besi tidak bisa bereaksi dengan oksigen kering atau hidrogen sulfida kering
pada temperatur biasa karena korosi hanya dapat terjadi jika ada air.
Korosi sebenarnya merupakan proses elektrokimia yaitu proses listrik yang
terjadi setelah reaksi kimia dan disebabkan oleh kandungan garam dan asam dalam
air. Jika ada dua permukaan logam berbeda muatan listrik maka terjadi aliran listrik
melalui air.
Korosi pada logam dapat dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda mempunyai
kecenderungan yang berbeda terhadap korosi.
2. Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat
dengan naiknya konduktivitas. Disamping itu pengkaratan oleh air juga
akan meningkat dengan menurunnya pH air.
3. Kelarutan gas, dimana oksigen, karbon dioksida atau hidrogen sulfida yang
terlarut didalam air akan menaikkan korosivitas secara drastis. Gas yang
terlarut adalah sebab utama problem korosi.
d. Problem parafin

116
Terbentuknya endapan parafin dan aspal disebabkan oleh perubahan
kesetimbangan fluida reservoir akibat menurunnya kelarutan lilin dalam minyak
mentah. Pengendapan yang terjadi pada sumur produksi dipengaruhi oleh kelarutan
minyak mentah dan kandungan lilin dalam minyak. Kristal-kristal lilin yang
menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat berbentuk kristal-kristal
tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang terdapat bersama-sama dengan
kristal lilin dapat memisahkan diri dari larutan minyak mentah dan membentuk
endapan dalam sumur produksi.
Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal adalah penurunan
tekanan karena kelarutan lilin dalam minyak mentah menurun saat menurunnya
temperatur. Adanya gerakan ekspansi gas pada lubang perforasi dan di dasar sumur
dapat menyebabkan terjadinya pendinginan atau penurunan temperatur sampai di
bawah titik cair parafin, sehingga timbul parafin dan aspal. Terlepasnya gas dan
hidrokarbon ringan dari minyak mentah bisa menyebabkan penurunnan kelarutan
lilin, sehingga terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR yang tinggi dapat
mempercepat terbentuknya endapan parafin dan aspal.

3.5. Metode Produksi


3.5.1. Sembur Alam (Natural Flow)
Sembur alam adalah memproduksikan sumur produksi secara alamiah
dengan kemanpuan pressure reservoir untuk mendorong fluidanya hingga ke
permukaan tanpa menggunakan alat bantuan. Hal ini karenakan pressure reservoir
yang masih mampu mendorong fluida ke permukaan dengan pressure pada
reservoir yang cukup tinggi. Sumur produksi akan terus di produksikan secara
alamiah selama tekananya masih mampu dan masih ekonomis dalam segi ke
ekonomiannya.
Produksi ini memamfaatkan mekanisme pendorong pada reservoir, seperti
halnya dari gas-gas bebas maupun dari minyak itu sendiri, keduanya memiliki
tekanan, dimana pada kondisi tertentu tekanan tersebut dapat menaikkan fluida dari
dasar sumur ke permukaan melalui tubing tanpa memerlukan tenaga (tekanan)
bantuan yang berasal dari luar.

117
Untuk menjaga sumur-sumur produksi tetap berproduksi dalam jangka
waktu semburan yang agak lama, maka pada alat christmas tree dipasang choke
yang mempunyai diameter jauh lebih kecil dari pada diameter tubing.
3.5.2. Metoda Sembur Buatan
Pengangkatan buatan adalah merupakan suatu usaha untuk membantu
mengangkat fluida dari sumur produksi ke permukaan dengan jalan memberikan
energi mekanis dari luar. Metoda pengangkatan buatan yang umum digunakan
selama ini dalam metoda artificial lift adalah dengan menggunakan jenis peralatan
gas lift, pompa sucker rod, dan pompa sentrifugal (pompa reda) yang masing-
masing peralatan tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
3.5.2.1.Pompa Sucker Rod
Sucker rod pump merupakan salah satu metoda pengangkatan buatan,
dimana untuk mengangkat minyak ke permukaan digunakan pompa dengan tangkai
pompa (rod). Pompa ini digunakan pada sumur-sumur dengan viskositas rendah 
medium, tidak ada problem kepasiran, GOR tinggi, sumur-sumur lurus dan fluid
level tinggi.
Prinsip kerja dari pompa sucker rod dapat dijelaskan sebagai berikut : Gerak
rotasi dari prime mover diubah menjadi gerak naik turun oleh pumping unit
terutama oleh sistem pitman crank assembly. Kemudian gerak angguk (naik turun)
ini oleh horse head dijadikan gerak lurus naik turun untuk menggerakkan plunger.
Instalasi pumping unit di permukaan dihubungkan dengan pompa yang ada dalam
sumur oleh sucker rod sehingga gerak lurus naik turun dari horse head dipindahkan
ke plunger pompa dan plunger bergerak naik turun dalam barrel pompa.
Pada saat up-stroke, plunger bergerak ke atas, di bawah plunger terjadi
penurunan tekanan. Karena tekanan dasar sumur lebih besar dari tekanan dalam
pompa maka akibatnya standing valve terbuka dan minyak masuk ke dalam pompa.
Pada saat down-stroke, standing valve tertutup karena tekanan dari minyak dalam
barrel pompa, sedangkan pada bagian atasnya, yaitu traveling valve terbuka oleh
tekanan minyak akibat dari turunnya plunger, selanjutnya minyak akan masuk ke
dalam tubing. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga minyak akan
sampai ke permukaan dan terus ke separator melalui flow line, dapat dilihat pada

118
Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Beam Pumping System 5)


3.5.2.2.Gas Lift
Gas lift adalah suatu usaha pengangkatan fluida sumur dengan cara
menginjeksikan gas bertekanan tinggi (minimal 250 psi) sebagai media pengangkat
ke dalam kolom fluida melalui valve-valve yang dipasang pada tubing dengan
kedalaman dan spasi tertentu.
Syarat-syarat suatu sumur yang harus dipenuhi agar dapat diterapkan
metoda gas lift antara lain :
1. Tersedianya gas yang memadai untuk injeksi, baik dari reservoir itu sendiri
maupun dari tempat lain.
2. Fluid level masih tinggi.

Pengangkatan fluida dengan cara gas lift didasarkan pada pengurangan


gradien tekanan fluida di dalam tubing, pengembangan dari gas yang diinjeksikan
serta pendorongan fluida oleh gas injeksi yang bertekanan tinggi. Ketiga faktor
dapat bekerja sendiri-sendiri atau merupakan kombinasi dari ketiganya.
Fluida yang berada di dalam annulus antara tubing dan casing ditekan
dengan gas injeksi, sehingga permukaan fluidanya akan turun di bawah valve,
selanjutnya valve ini (valve paling atas) akan membuka, sehingga gas injeksi akan
masuk ke dalam tubing. Dengan bercampurnya gas injeksi dengan fluida reservoir,
maka densitas minyak akan turun dan mengakibatkan gradien tekanan minyak

119
berkurang sehingga akan mempermudah fluida reservoir mengalir ke permukaan.

Ada dua cara pengangkatan buatan dengan metode gas lift, yaitu
penginjeksian secara kontinyu (continuous flow gas lift) dan penginjeksian
terputus-putus (intermittent flow gas lift),dapat dilihat pada Gambar 3.5.

a. Continuous gas lift, yaitu gas diinjeksikan secara terus menerus ke dalam
annulus melalui valve yang dipasang pada tubing, maka gas akan masuk ke
dalam tubing. Metode ini digunakan pada sumur yang mempunyai
Productivity Index (PI) tinggi dan tekanan statis dasar sumur (Ps) tinggi,
relative terhadap kedalaman sumur, dimana PI tinggi besarnya adalah > 0.5
B/D/psi dan Ps tinggi artinya dapat mengangkat kolom cairan minimum
70% dari kedalaman sumur. Pada tipe sumur ini, laju produksi berkisar
antara 200 – 20000 B/D, melalui ukuran tubing yang normal.
b. Intermittent gas lift, yaitu gas diinjeksikan secara terputus-putus pada selang
waktu tertentu, sehingga dengan demikian injeksi gas merupakan suatu
siklus dan diatur sesuai dengan laju fluida yang mengalir dari formasi ke
lubang sumur. Intermittent flow gas lift digunakan pada sumur-sumur
dengan volume fluida rendah atau sumur-sumur yang mempunyai
Productivity Index (PI) rendah dan Ps rendah, dimana PI rendah mampunyai
besar < 0.5 B/D/psi dan Ps rendah artinya kolom cairan yang terangkat
kurang dari 70%.

Gambar 3.5. Typical Gas Lift Installations 5)

120
3.5.2.3.Electric Submersible Pump (ESP)
Electric submersible pump digunakan pada sumur-sumur yang dalam dan
dapat memberikan laju produksi yang besar. Selain untuk sumur produksi, ESP juga
dapat untuk proyek-proyek water flooding dan pressure maintenance, dimana ESP
dipasang pada sumur-sumur injeksi. Selain dari itu dapat juga digunakan pada
sumur-sumur yang tidak menggunakan tubing (tubingless completion) dan produksi
dilakukan melalui casing. Pada umumnya pompa jenis ini digunakan pada sumur-
sumur artificial lift dengan produksi besar dan GOR rendah.
Pada dasarnya electric submersible pump ini adalah merupakan pompa
sentrifugal bertingkat banyak, dimana poros dari pompa sentrifugal dihubungkan
langsung dengan penggerak. Motor penggerak ini menggunakan tenaga listrik,
sedangkan sumber listriknya diambil dari power plant, dimana tenaga listrik untuk
pompa disuplai dari switch board dan transformator di permukaan dengan
perantara kabel listrik yang di-clamp pada tubing dengan jarak 15 hingga 20 ft,dapat
dilihat pada Gambar 3.6.
Setiap tingkat dari pompa sentrifugal terdiri dari impeller (bagian yang
berputar) dan diffuser (bagaian yang diam). Tenaga dalam bentuk tekanan didapat
dari cairan yang dipompakan disekitar impeller. Gerakan berputar impeller
mengakibatkan cairan ikut berputar, yaitu arah radial (akibat dari gaya sentrifugal)
dan arah tangensial.
Prinsip kerja Electric submersible pump adalah berdasarkan pada prinsip
kerja pompa sentrifugal dengan sumbu putarnya tegak lurus. Pompa sentrifugal
adalah motor hidrolik dengan jalan memutar cairan yang melalui impeller pompa,
cairan masuk ke dalam impeller pompa menuju poros pompa, dikumpulkan oleh
diffuser kemudian akan dilempar ke luar. Oleh impeller tenaga mekanis motor
dirubah menjadi tenaga hidrolik. Impeller terdiri dari dua piringan yang didalamnya
terdapat sudu-sudu, pada saat impeller diputar dengan kecepatan sudut , cairan
dalam impeller dilemparkan keluar dengan tenaga potensial dan kinetik tertentu.
Cairan yang ditampung dalam rumah pompa kemudian dievaluasikan melalui
diffuser, sebagian tenaga kinetik dirubah menjadi tenaga potensial berupa tekanan.
Karena cairan dilempar ke luar maka terjadi proses penghisapan.

121
Gambar 3.6. Submersible Centrifugal Pumping Unit 6)
3.6. Enhanced Oil Recovery (EOR)
Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah suatu mekanisme yang digunakan
pada tahapan tertiary recovery untuk meningkatkan produksi minyak setelah
tahapan primary dan secondary recovery. Perolehan Minyak Tahap Lanjut (EOR)
merupakan perolehan minyak dengan cara menginjeksikan suatu zat yang berasal
dari salah satu atau beberapa metode pengurasan yang menggunakan energi luar
reservoir. Jenis energi yang digunakan adalah salah satu atau gabungan dari energi
mekanik, energi kimia dan energi termik.
Perolehan minyak yang berasal dari injeksi tak tercampur, injeksi
tercampur, injeksi kimiawi dan injeksi thermal merupakan perolehan minyak tahap
lanjut, karena reservoir minyak memperoleh bantuan energi dari luar pada semua
metode tersebut. Jenis energi luar yang dipakai merupakan salah satu atau gabungan
dari energi mekanik, energi kimiawi dan energi thermal. Metode Enhanced Oil
Recovery (EOR) dapat digunakan pada awal produksi suatu reservoir atau sebelum
produksi secara alamiah yang ekonomis berakhir.
Konsep dasar dari metode EOR ini sendiri ada tiga macam, yaitu:
1. Primary Recovery
Primary recovery merupakan suatu metode produksi fluida reservoir yang
disebabkan oleh ekspansi dari gas atau liquid di dalam reservoir itu sendiri
atau oleh karena influx air dari aquifer.
2. Secondary Recovery

122
Secondary recovery merupakan suatu metode produksi fluida reservoir yang
disebabkan oleh injeksi fluida kedalam reservoir dengan menggunakan
fluida yang sama dengan fluida reservoir, apakah itu bagian produksi dari
reservoir bersangkutan atau reservoir lainnya, seperti water atau gas
injection.
3. Tertiary Recovery
Tertiary Recovery merupakan suatu metode produksi fluida reservoir yang
disebabkan oleh injeksi fluida atau hal lainnya ke dalam reservoir dimana
fluida yang diinjeksikan tersebut tidak sama dengan fluida reservoir, seperti
chemicals, steam atau solvent.
Secara garis besar ketiga recovery yang ada diatas dapat dikelompokkan
dalam bagian. Penerapan teknologi EOR diharapkan dapat memproduksi
sekitar 20% - 30% dari cadangan minyak sisa tersebut. Dalam prakteknya,
sekarang makin banyak digunakan metode EOR pada awal kehidupan suatu
reservoir, atau sebelum produksi secara alamiah yang ekonomis berakhir.
Karena itu harus dipastikan terlebih dahulu apakah penerapan suatu metode
EOR (Enhanced Oil Recovery), dapat dibayar oleh kelebihan perolehan
minyak.
3.6.1. Faktor Utama yang Mempengaruhi Efektivitas EOR
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi efektivitas EOR, antara
lain :
a. Kedalaman
Kedalaman reservoir merupakan faktor penting dalam menentukan
keberhasilan EOR dari segi teknik dan ekonomi. Dari segi ekonomi adalah
jika kedalaman reservoir kecil maka biaya pemboran juga akan kecil,
demikian pula jika dilakukan injeksi gas maka biaya kompresor juga akan
kecil.
b. Kemiringan
Faktor kemiringan mempunyai arti penting jika terdapat rapat massa antara
fluida pendesak dan fluida yang didesak cukup besar. Pengaruh kemiringan
tidak terlalu besar, jika kecepatan pendesakan besar.

123
c. Heterogenitas Reservoir
Heterogenitas atau Ketidakseragaman reservoir adalah variasi sifat
fisik dan kimia penyusun batuan dan fluida reservoar. Struktur
reservoar sesungguhnya sangat komplek, proses-proses geologi
menyebabkan ketidakseragaman batuan reservoar.
3.6.2. Metode Enchanced Oil Recovery (EOR)
Ada beberapa macam metode yang digunakan dalam EOR, antara lain
sebagai berikut :
1. Injeksi gas
Prinsip proses injeksi gas tak tercampur dalam teknik produksi lanjut sama
dengan proses injeksi air (water flooding). Gas yang diinjeksikan biasanya
merupakan gas hidrokarbon. Injeksi gas dilakukan jika terdapat sumber gas dalam
jumlah yang besar dan cukup dekat letaknya termasuk gas yang berasal dari ikutan
produksi minyak. Beberapa alasan mendasar yang menyebabkan tidak efisiennya
gas sebagai fluida pendesak, antara lain:

a. Gas biasanya bersifat tidak membasahi batuan reservoir, sehingga gas akan
bergerak melalui pori-pori yang lebih besar dan bergerak lebih cepat dari
minyak.
b. Fluida gas mempunyai viskositas yang relatif jauh lebih kecil daripada
minyak, sehingga gas cenderung melewati minyak bukan mendesaknya.
c. Fluida gas merupakan fluida non-wetting dan menempati pori-pori yang
lebih besar dimana aliran paling mudah terjadi, sehingga permeabilitas
relatif gas akan naik secara drastis dan permeabilitas.
2. Injek air
Injeksi air atau Water flooding merupakan metode perolehan tahap kedua
dengan menginjeksikan air ke dalam reservoir untuk mendapatkan tambahan
perolehan minyak yang bergerak dari reservoir menuju ke sumur produksi setelah
reservoir tersebut mendekati batas ekonomis produktif melalui perolehan tahap
pertama.
Pertimbangan dilakukan water flooding adalah bahwa sebagian besar batuan
reservoir bersifat water wet (sifat kebasahan), sehingga fasa air lebih banyak

124
ditangkap oleh batuan akibatnya minyak akan terdesak dan bergerak ketempat lain
(permukaan sumur). Pertimbangan lain dilakukan injeksi air adalah :
a. Saturasi minyak sisa (Sor) cukup besar
b. Recoverynya 30% _ 40% dari original oil in place (OOIP)
c. Air murah dan mudah diperoleh
d. Mudah menyebar ke seluruh reservoir dan kolom air memberikan tekanan
besar dan efisiensi penyapuan yang cukup tinggi.
e. Berat kolom air dalam sumur injeksi turut menekan, sehingga cukup banyak
mengurangi besarnya tekanan injeksi yang perlu diberikan di permukaan.
f. Efisiensi pendesakan air juga cukup baik, sehingga harga Sor sesudah
injeksi air = 30% cukup mudah didapat.
3. Thermal flood
Injeksi thermal adalah salah satu metode EOR dengan cara menginjeksikan
energi panas ke dalam reservoir untuk mengurangi viskositas minyak yang tinggi
yang akan menurunkan mobilitas minyak sehingga akan memperbaiki efisiensi
pendesakan dan efisiensi penyapuan. Thermal flood tipe Reservoirnya umumnya
mengandung minyak dengan API gravity 10 – 20, dengan viscositas pada
temperatur reservoir 200 – 1000 cp. Injeksi panas dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu injeksi fluida panas (injeksi air panas dan injeksi steam) dan in-situ
combustion (pembakaran di tempat).
4. In-situ combustion
In-situ combustion adalah proses pembakaran sebagian minyak dalam
reservoir untuk mendapatkan panas , dimana pembakaran dalam reservoir dapat
berlangsung bila terdapat cukup oksigen (O2) yang diinjeksikan dari permukaan.
Panas yang ditimbulkan memberi efek penurunan viskositas, pengembangan dan
destilasi minyak dengan efek gas drive, semua ini akan menyebabkan minyak
terdesak ke sumur produksi. Mekanisme kerja diawali dengan penyalaan dan panas
yang dihasilkan akan merambat secara konduksi. Dengan tersedianya oksigen yang
cukup, crude oil sekitarnya akan ikut terbakar setelah temperatur nyalanya tercapai.
Dengan naiknya temperatur, minyak akan lebih mudah bergerak sehingga sebagian
minyak terdesak akan menjauhi zone pembakaran.

125
5. Steam flood
Injeksi uap adalah menginjeksikan uap ke dalam reservoir minyak untuk
mengurangi viskositas yang tinggi supaya pendesakan minyak lebih efektif,
sehingga akan meningkatkan perolehan minyak. Uap diinjeksikan secara terus-
menerus melalui sumur injeksi dan minyak yang didesak akan diproduksikan
melalui sumur produksi yang berdekatan. Pengaruh panas di dalam zona air panas
pada produksi minyak adalah menurunnya viskositas minyak, ekspansi thermal
minyak dan saturasi minyak sisa serta berubahnya permeabilitas relatif pada
temperatur tinggi.
6. Injeksi Chemical
Injeksi kimia pada prinsipnya adalah menambahkan zat kimia kedalam
reservoir dengan jalan injeksi dan bertujuan untuk mengubah sifat-sifat fisik/kimia
fluida reservoir dengan fluida pendesak. Sasaran utamanya adalah untuk
mengurangi tekanan kapiler atau menaikkan viscositas fluida pendesak agar dapat
memperbaiki efisiensi pendesakan (Ed) dan effisiensi penyapuan (Es).
Jenis reservoir disini menyangkut ada tidaknya tudung gas, sebab adanya
tudung gas dapat menyebabkan masuknya sebagian minyak yang terdesak kedaerah
yang mempunyai saturasi gas 100 % sehingga minyak terperangkap.
7. Injeksi CO2
Injeksi gas CO2 atau sering juga disebut sebagai injeksi gas CO2 tercampur
yaitu dengan menginjeksikan sejumlah gas CO2 ke dalam reservoir dengan melalui
sumur injeksi sehingga dapat diperoleh minyak yang tertinggal.
8. Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka
minyak-fluida injeksi supaya perolehan minyak meningkat. Percampuran surfactant
dengan minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak
yang tertinggal. Pada surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant
seterusnya, melainkan diikuti dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang
dicampur dengan polimer untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan akhirnya
diinjeksikan air.

126
Mekanisme kerja larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang
diinjeksikan ke dalam reservoir, mula-mula bersinggungan dengan permukaan
gelembung-gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang merupakan
pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant
memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan
permukaan minyak-air.
9. Injeksi polymer
Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang disempurnakan.
Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat
fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan lebih besar. Injeksi
polimer dapat meningkatkan perolehan minyak yang cukup tinggi dibandingkan
dengan injeksi air konvensional. Akan tetapi mekanisme pendesakannya sangat
kompleks dan tidak dipahami seluruhnya.
Jika minyak reservoir lebih sukar bergerak dibandingkan dengan air
pendesak, maka air cenderung menerobos minyak, hal ini akan menyebabkan air
cepat terproduksi, sehingga effisiensi pendesakan dan recovery minyak rendah.
Pada kondisi reservoir seperti diatas, injeksi polimer dapat digunakan. Polimer yang
terlarut dalam air injeksi akan mengentalkan air, mengurangi mobilitas air dan
mencegah air menerobos minyak.
Dengan adanya penambahan sejumlah polimer ke dalam air, akan
meningkatkan viskositas air sebagai fluida pendesak, sehingga mobilitas air sendiri
menjadi lebih kecil dari semula dengan demikian mekanisme pendesakan menjadi
lebih efektif. Polimer ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan
invasi, sehingga Sor yang terakumulasi dalam media pori yang lebih kecil akan
dapat lebih tersapu dan terdesak.
10. Hot Water Injection
Injeksi air panas merupakan salah satu metode thermal recovery yang
digunakan untuk reservoir yang mempunyai viscositas tinggi. Metode ini juga
banyak digunakan untuk reservoir-reservoir dangkal yang mempunyai range
viscositas antara 100 – 1000 cp. Injeksi air panas akan mempengaruhi mobility ratio
water drive dalam reservoir dan karena itu akan menambah efisiensi recovery.

127
Mekanisme kerja pertama kali minyak akan di desak oleh air dingin sebelum
front panas sampai. Air panas akan mendingin lebih cepat dalam jari-jari yang kecil
(small fingers) sehingga panas berjalan lambat dalam reservoir.
Ulah dini dari hot water drive lebih buruk daripada cold water drive sebab
hot water kurang viscous dibandingkan dengan cold water tetapi hakekatnya masih
mendorong minyak dingin. Berangsur-angsur kemudian kehilangan panas dari hot
water channels akan menambah temperatur reservoir dengan cara konduksi. Hal ini
akan mengurangi viskositas minyak dan meningkatkan efek water drive.

128

Anda mungkin juga menyukai