ABSTRAK
Kata Kunci : Minyak atsiri, jahe merah, ekstraksi, distilasi, sineol, rendemen
ABSTRACT
Pendahuluan
Nilai perdagangan obat herbal, suplemen makanan di dunia pada tahun 2000 mencapai 40
milyar USD. Pada tahun 2002 meningkat menjadi 60 milyar USD dan pada tahun 2050
diperkirakan menjadi 5 triliun USD dengan peningkatan 15% per tahun. Jahe (Zingiber
officinale) merupakan salah satu dari lima komoditas andalan Indonesia (Anonim, [4]). Di
samping mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang sebagian
dapat dihasilkan di Indonesia. Pada tahun 2006, Indonesia mengimpor minyak atsiri sebesar
815.797 kg dengan nilai US $ 7,36 juta (BPS, [6]). Oleh sebab itu pengembangan minyak atsiri
Indonesia ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, sehingga dapat
menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri yang berarti juga dapat menghemat
devisa. Beberapa jenis minyak atsiri yang potensial untuk dikembangkan antara lain minyak
adas, minyak jahe, minyak daun jeruk purut, minyak kapulaga, kayu manis dan minyak permen.
Harga minyak jahe asal India di pasar Eropa US $ 105 per kg, minyak jahe asal Cina US $ 42,0
per kg (The Public Ledger, [17]). Sementara minyak jahe Indonesia belum banyak dikenal.
Komponen penyusun utama minyak jahe adalah gingeren, gingerol, gingeron, zingiberen, linalool,
campen, felandrene, sitral, sineol, borneol dan lain-lain (Lawless, 2002). Sebelumnya, suatu
penelitian yang dilakukan oleh Grosch [10] menyimpulkan bahwa kontributor paling penting
pada aroma jahe segar adalah senyawa-senyawa 1,8-sineol, linalool, sitronellil asetat, borneol,
geranial, dan geraniol. Minyak atsiri jahe banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti
industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Dewasa ini Indonesia
dihadapkan pada dua masalah utama yaitu, mutu rendah dan harga yang berfluktuasi. Mutu
minyak atsiri yang rendah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang
rendah dan tidak seragam, penggunaan alat ekstraksi, teknologi proses yang belum terstandar,
serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu baik (Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, [18]). Melihat besarnya potensi minyak atsiri jahe sebagai komoditas
ekspor, maka minyak atsiri jahe sangat bagus untuk terus dikembangkan guna meningkatkan
mutu minyak atsiri jahe dengan metode ekstraksi yang lebih baik dan menguntungkan untuk
memperoleh rendemen minyak atsiri jahe yang lebih besar.
Bahan baku obat alam ini mempunyai beberapa kegunaan seperti dapat untuk mengobati
sakit gigi, malaria, rematik, sembelit, batuk, kedinginan dan sumber antioksidan (Chrubasik et
al., [6]; Al Amin, [1]; Ehrlich, [8]; El-Baroty et al., [9]). Aktivitas-aktivitas tersebut pada
umumnya disebabkan oleh adanya senyawa bioaktif yang terkandung dalam rimpang jahe,
seperti senyawa phenolic (shogaol dan gingerol) dan minyak atsiri, seperti bisapolen, zingiberen,
zingiberol, curcurmen, 6-dehydrogingerdion, galanolakton, asam gingesulfonat, zingeron,
geraniol, neral, monoakyldigalaktosylglykerol, gingerglycolipid (Kemper, [12]).
Penggunaan jahe segar sebagai bahan aditif dalam makanan kurang efektif karena akan
meninggalkan ampas, sedangkan yang dibutuhkan adalah ekstrak jahe. Selain itu perdagangan
jahe segar sering kali mengalami kerugian karena kadar air yang dimiliki oleh jahe cukup tinggi
sehingga jahe akan cepat membusuk dan menurunkan aroma dan cita rasa dari jahe tersebut.
Untuk memperoleh minyak jahe bermutu tinggi diperlukan perlakuan pendahuluan seperti
pengirisan dan pengeringan rimpang.
Pengirisan dimaksudkan untuk membantu proses difusi minyak atsiri dari jaringan serta
untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan yang tidak berlangsung sempurna
menyebabkan kadar air terlalu tinggi sehingga minyak yang terekstrak mengandung komponen
larut air, seperti pati dan gula. Pengeringan jahe dilakukan dengan cara diangin-anginkan dan
jahe kering dihaluskan sampai ukuran 40 mesh. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
perubahan rasa dan aroma. Rendemen minyak hasil destilasi yang diperoleh dari rimpang jahe
yang diiris serta dikeringkan dengan cara diangin-anginkan yaitu 2,82% (Daryono, [7]).
Pada penelitian ini digunakan proses ekstraksi dengan menggunakan variasi jenis pelarut
yaitu etanol, etil asetat dan n-heksana sehingga diharapkan didapat % minyak atsiri yang lebih
tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variasi jenis pelarut dan
lamanya waktu ekstraksi terhadap optimasi minyak atsiri yang didapatkan dari ekstraksi jahe
merah.
Tabel 2. Komposisi utama senyawa kimia dalam minyak atsiri jahe dengan GC-MS
1. α-pinene 3,57
2. Camphene 12,47
3. β-pinene 0,23
4. 1,8-cineole 17,89
5. Linalool 0,23
6. Borneol 3,10
7. α-terpineol 1,15
8. Nerol 0,23
9. Neral 0,21
Sineol dalam rimpang jahe bisa merangsang aktivitas saraf pusat, mencegah ejakulasi dini,
dan merangsang ereksi. Jahe sifatnya menghangatkan, membantu melancarkan peredaran
darah – termasuk sirkulasi darah pada organ seksual, dan sebagai simultan sehingga
meningkatkan kemampuan ereksi.
Menurut tabel 2. di atas, kadar tertinggi dalam minyak atsiri adalah senyawa sineol, yaitu
berkisar 17,89%. Sifat khas dari sineol adalah berbau seperti kamfor dan mempunyai rasa dingin
yang tajam. Pada suhu 15oC sineol memiliki bobot jenis sebesar 0,930 dan indeks bias 1,4550
pada suhu 20oC. Titik didih senyawa ini berkisar antara 176 oC – 177oC dengan titik beku < 0oC.
a. Pengadukan
Dengan pengadukan yang makin kuat, difusi dan kecepatan perpindahan massa dari
permukaan partikel ke dalam larutan akan semakin meningkat, dengan adanya
pengadukan akan mencegah terjadinya endapan.
b. Jenis solvent
Dalam industri makanan, solvent extraction digunakan untuk memisahkan konsentrat dari
komponen yang diinginkan dan menghilangkan atau mengurangi konsentrat dari komponen
yang tidak diinginkan. Solvent harus dipilih yang cukup baik, tidak merusak solute atau
residu. Solvent yang digunakan adalah solvent yang viskositasnya rendah agar sirkulasi
bebas dapat terjadi. Solvent yang digunakan sebagai food extraction biasanya harus
memiliki prasyarat tertentu.
Syarat solvent yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi minyak adalah faktor keamanan
dan faktor ekonominya, diantaranya adalah sebagai berikut:
solvent mempunyai kelarutan yang tinggi pada suhu tinggi, dan kelarutan yang rendah
pada suhu ruang, karena untuk evaporasi harus terjadi pemisahan antara minyak dan
solvent.
toksisitas (tidak beracun ketika diproses).
selektivitas yaitu keefektifan pelarut dalam melarutkan zat yang dikehendaki dengan
cepat dan baik.
mudah menguap.
bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak.
tidak bereaksi dengan peralatan.
low flammability (tidak mudah meledak).
harganya murah.
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 765
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
Pelarutan suatu bahan dipengaruhi oleh kepolaran bahan. Bahan yang cenderung lebih larut
dalam air disebut memiliki sifat yang polar dan sebaliknya bahan yang cenderung lebih larut
dalam pelarut organik disebut non-polar. Tingkat polaritas ini dapat ditunjukkan dengan lebih
pasti melalui pengukuran konstanta dielektrikum suatu bahan solvent. Semakin besar nilai
konstanta dielektrikum yang dimiliki oleh suatu solvent, maka solvent disebut semakin polar.
c. Ukuran partikel
Kehalusan dari partikel yang sesuai akan menghasilkan hasil ekstraksi yang efektif dalam
waktu singkat. Tetapi bila terlalu halus maka volatile oil akan hilang pada waktu
penggilingan. Selain itu serbuk jahe akan melewati lubang saringan dan bercampur dengan
hasil saringan.
d. Lama Ekstraksi
Untuk ekstraksi minyak menggunakan etanol selama 2 jam, minyak jahe yang dihasilkan
hanya mengandung senyawa monoterpenes, sesquiterpenes, dan fatty acid. Sedangkan
senyawa gingerol yang merupakan senyawa aktif yang paling utama dalam jahe,
teridentifikasi dalam minyak yang diperoleh dari ekstraksi solvent dengan waktu ekstraksi
6 jam (Oktora, [14]).
Menurut Prasetyo dan Cantawinata [15] bahwa proses ekstraksi jahe merah dengan
variabel Feed: Solvent memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perolehan dan kadar
minyak atsiri jahe yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan etanol 95%, sedangkan
temperatur dan ukuran bubuk jahe tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Kondisi
optimum untuk ekstraksi minyak jahe didapatkan pada temperatur 50 oC, rasio F : S = 1 : 9, dan
ukuran bubuk jahe -70/+80 mesh dengan perolehan minyak campuran (oleoresin dan minyak)
sebesar 21,98% dan kadar minyak atsiri kasar sebesar 30,17%. Produk minyak jahe hasil
penelitian mempunyai kadar minyak atsiri kasar yang cukup besar (standar 18-35%) dengan
berat jenis 0,7219-0,9364 g/mL dan indeks bias 1,4201-1,4900.
Menurut Anam [3] bahwa untuk ekstraksi jahe emprit menggunakan ukuran bahan 40
mesh menghasilkan minyak lebih baik dibanding 20 mesh dan 60 mesh dengan rendemen
20,601% dan kadar minyak atsiri dalam minyak 21,255%. Kondisi ekstraksi terbaik untuk
menghasilkan rendemen minyak jahe yang tinggi dan bermutu baik diperoleh pada kombinasi
perlakuan jenis pelarut etanol, waktu 3 jam dan suhu 40oC dengan rendemen minyak campuran
(oleoresin dan minyak) 22,123%, kadar minyak atsiri 20,267%, sisa pelarut 9,203% dan indeks
bias 1,517.
Menurut Almasyhuri et al., [2] bahwa perbedaan cara pengeringan berpengaruh terhadap
waktu pengeringan jahe merah. Pengeringan dengan oven suhu 50°C merupakan cara yang
paling baik karena diperlukan waktu paling singkat, tetapi menghasilkan jahe kering dengan
kandungan minyak atsiri dan jumlah fenol paling kecil dibandingkan dengan cara pengeringan
lainnya. Pengeringan dengan diangin-angin merupakan cara yang paling baik dalam
menghasilkan jahe merah kering dengan jumlah minyak atsiri dan fenol paling tinggi, tetapi
diperlukan waktu pengeringan paling lama.
Menurut Hutasoit et al., [11] bahwa setiap jenis jahe mempunyai komposisi dan kandungan
minyak jahe yang berbeda. Jahe merah mempunyai rendemen terbesar yaitu 0,342% dengan
kandungan minyak (sineol) sebesar 11,39%. Metode penyulingan mempengaruhi rendemen dan
kualitas minyak jahe yang dihasilkan, dimana metode yang paling baik adalah metode
penyulingan air dan uap. Jahe merah mempunyai kualitas minyak jahe terbaik yaitu massa
jenis 0,8828 g/mL, bilangan asam 1,136, bilangan ester 7,980 serta memenuhi standar ISO
(1995).
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 766
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, cara pengambilan data yaitu dengan menggunakan metode eksperimen
melalui proses ekstraksi selanjutnya dilakukan distilasi sampel, kemudian menganalisa sampel
dengan metode GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry).
Kondisi Operasi
Penelitian dilakukan dengan kondisi operasi yang dijaga sebagai berikut : pengeringan
bahan dengan cara diangin-anginkan menggunakan kipas angin dengan kecepatan putar 1350
rpm selama 3 hari, jenis jahe yaitu jahe merah asal Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang
dengan umur 8 bulan, massa jahe merah 150 gram, kecepatan putar stirrer 199 rpm, suhu
ekstraksi 30oC, ratio bahan : pelarut = 1 : 4 (w/w), kadar air bahan 17,49%, suhu distilasi 80 oC
dan waktu distilasi 3 jam.
Kondisi operasi penelitian yang dijalankan adalah jenis pelarut etanol 96%, etil asetat 99%
dan n-heksana 99% serta waktu ekstraksi 1, 2, 3, 4, dan 5 jam.
Prosedur Penelitian
Tahap persiapan
Jahe merah dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dengan diangin-anginkan selama 3 hari
dengan menggunakan kipas angin dengan kecepatan putar 1350 rpm. Jahe yang telah kering
diblender selama ± 30 detik dengan kecepatan putar blender skala 1, kemudian dimasukkan ke
dalam desikator.
Tahap ekstraksi
Serbuk jahe merah kering sebanyak 150 gram dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan jenis pelarut sesuai kondisi operasi penelitian sebanyak 600 gram. Stirrer
dimasukkan ke dalam beaker glass dan bagian atas ditutup rapat dengan aluminium foil. Tombol
switch on ditekan dan diatur kecepatan pengadukannya sehingga bahan dan pelarut teraduk
sempurna. Ekstraksi dilakukan selama 1, 2, 3, 4 dan 5 jam. Setelah waktu ekstraksi tercapai,
tombol switch off ditekan dan selanjutnya sampel diangkat. Sampel ditimbang 100 gram
dimasukkan ke dalam botol sampel dengan diberi kode. Sampel disaring dengan kain saring
untuk memisahkan padatannya kemudian ditimbang padatan dan cairan hasil ekstrak yang
diperoleh.
Tahap distilasi
Sampel cair hasil ekstrak dimasukkan ke dalam labu leher satu, kemudian dimasukkan ke
dalam waterbath dan peralatan distilasi dirangkai secara sempurna. Destilasi dilakukan selama
3 jam pada suhu 80oC untuk memisahkan antara pelarut dan minyak atsirinya. Residu hasil
destilasi yang merupakan minyak atsiri kasar dimasukkan ke dalam botol plastik kecil dan
diberi kode. Sampel selanjutnya siap dianalisa kandungan minyak atsirinya dengan GC-MS.
Gambar 1. Hubungan antara kadar sineol dengan waktu ekstraksi pada berbagai jenis pelarut
Dari tabel 3, pelarut etanol menghasilkan % rendemen yang lebih banyak dari pelarut lain
dan diperoleh hasil terbaik pada lama ekstraksi 5 jam. Sedangkan untuk hasil paling sedikit
dihasilkan oleh pelarut n-heksana pada lama ekstraksi 1 jam. Diperoleh hasil % rendemen
terbesar pada etanol dikarenakan tidak hanya minyak atsiri yang terlarut dalam etanol tersebut
namun juga melarutkan oleoresin dan senyawa lain, mengingat bahwa sifat etanol sebagai
pelarut polar yang dapat mengikat oleoresin yang cukup besar. Sedangkan jika dibandingkan
dengan pelarut n-heksana, rendemen yang diperoleh lebih sedikit dikarenakan pelarut tersebut
kemungkinan besar mengikat minyak atsiri saja dimana pelarut n-heksana yang mempunyai
sifat non-polar justru lebih banyak mengikat atsiri jika dibandingkan oleoresin. Hasil rendemen
minyak atsiri yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih baik jika dibandingkan rendemen
menggunakan metode penyulingan uap sebesar 0,342% yang dilakukan oleh Hutasoit dkk,
(2012). Hasil rendemen dengan pelarut etanol dengan waktu ekstraksi 1 jam pada penelitian ini
adalah 32,30%, lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Prasetyo dan Cantawinata (2010)
dengan rendemen 21,98% dan Anam (2010) dengan rendemen 22,123%.
Tabel 4 dan gambar 1 adalah hasil analisa GC-MS ekstraksi minyak atsiri jahe merah
menggunakan 3 jenis pelarut, yaitu etanol, etil asetat, dan n-heksana. Terlihat bahwa dari
semua jenis pelarut terjadi peningkatan % kandungan sineol pada setiap peningkatan waktu
ekstraksi. Semakin lama waktu esktraksi, maka semakin banyak kandungan sineol yang
dihasilkan. Untuk hasil terbaik diperoleh dari pelarut n-heksana dengan waktu ekstraksi
selama 5 jam dengan kadar sineol 34,26%. Kadar sineol yang didapatkan dalam penelitian ini
SENATEK 2015 | Malang, 17 Januari 2015 768
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2015
Institut Teknologi Nasional Malang
ISSN: 2407 – 7534
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Hutasoit dkk (2012) yang menghasilkan kadar
sineol sebesar 11,39%. Hasil ekstraksi jahe merah diperoleh minyak atsiri dengan kondisi fisik
cairan berwarna kuning cerah, kuning sampai coklat muda dan beraroma jahe yang cukup kuat.
Kesimpulan
Jenis pelarut dan waktu ekstraksi sangat mempengaruhi rendemen dan kadar sineol yang
didapatkan. Semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen dan kadar sineol yang didapatkan
akan semakin besar. Pelarut etanol bersifat polar sehingga akan lebih banyak mengekstrak
komponen bersifat polar juga yaitu oleoresin. Pelarut etil asetat bersifat sedikit polar sehingga
juga akan sedikit mengekstrak komponen bersifat polar. Pelarut n-heksana bersifat non polar
sehingga akan lebih banyak mengekstrak komponen non polar.
Kondisi terbaik untuk menghasilkan kadar sineol tertinggi pada proses ekstraksi ini adalah
menggunakan pelarut n-heksana dengan lama waktu ekstraksi 5 jam dengan kadar sineol
34,26%.
Daftar Pustaka
1. Al-Amin, Z.M., Anti-diabetic and hypolipidaemic properties of ginger (Zingiber officinale) in
streptozotocin-induced diabetic rats, British Journal of Nutrition, 96, 2006, pp. 660–666.
2. Almasyhuri, Wardatun, S., Nuraeni, L., Perbedaan Cara Pengirisan Dan Pengeringan
Terhadap Kandungan Minyak Atsiri Dalam Jahe Merah, Bul. Penelit. Kesehat, 40 (3), 2012,
pp. 123 – 129.
3. Anam, C., Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) Kajian Dari Ukuran Bahan,
Pelarut, Waktu dan Suhu, Jurnal Pertanian MAPETA, 12 (2), 2010, pp. 72 – 144.
4. Anonim, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Edisi ke II, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta Litbang deptan,
2007.
5. Biro Pusat Statistik, Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Impor, I, 2006, pp. 804.
6. Chrubasik, S., Pitler, M.H., and Roufogalis, B.D., Zingiberis Rhizome: Comprehensive review
on theginger effect and efficacy profiles, Phytomedine, International Journal of Phytotherapy
& Phytopharmacology, 12, 2005, pp. 684-701.
7. Daryono, E.D., Minyak Oleoresin dari Jahe Menggunakan Proses Ekstraksi dengan Pelarut
Etanol, “Ekstrak” Jurnal Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia, 4 (3), 2009, pp. 105-109.
8. Ehrlich, S.D., Ginger, private practice specializing in complementary and alternative
medicine, VeriMed Healthcare Network, 2008.
9. El-Baroty, G. S., El-Baky, H.H., Farag, R.S., and M.A. Saleh., Characterization of
antioxidant and antimicrobial compounds of cinnamon and ginger essential oils, African
Journal of Biochemistry Research, 4, 2010, pp. 167-174.
10. Grosch, W., Determination of Potent Odorants in Food by Aroma Extract Dilution Analysis
(AEDA) and Calculation of Odor Activity Values (COAVS). Journal of Flavor and
Fragrance, 9, 1997, pp. 147 – 158.
11. Hutasoit, G.F., Benu, M.T., Suhirman A., Proses Destilasi Minyak Atsiri Jahe, Penelitian,
Teknik Kimia ITN Malang, 2012.
12. Kemper, K. J., Ginger (Zingiber officinale), Longwood Herbal Task Force and The Center for
Holistic Pediatric Education and Research, 1999.
13. Lawless, J., Encyclopedia of Essential Oils, Thorson, London, 2002, p 226.
14. Oktora, R.D., Aylianawati, Yohanes, S., Ekstraksi Oleoresin dari Jahe. Jurnal Widya
Teknik, 6 (2), 2007, pp. 131-141.
15. Prasetyo, S., Cantawinata, A.S., Pengaruh Temperatur, Rasio Bubuk Jahe Kering Dengan
Etanol, Dan Ukuran Bubuk Jahe Kering Terhadap Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber
Officinale, Roscoe), Prosiding Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, 2010, pp. 1411-4216.
16. Riyanto, Design of a steam distillation with spiral pipes for increasing of essential oil yield,
Proceeding International Seminar on Essential Oil (ISEO), International Convention Center,
IPB, West Java, 2009.
17. The Public Ledger, World Commodities Weekly, No. 72, 605, 2008, pp. 21.
18. “Strategi Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia”, Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Vol. 28, No.5, 2006.