Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH “TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL FASE

OTONOMI VS RAGU-RAGU DAN MALU MENURUT ERIC H.


ERICKSON”

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Keperawatan Anak I

Dibimbing Oleh :
Putri Kristyaningsih, S.Kep, Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

1. DEVI ERIANA PUTRI (10217012)


2. FRENA ISNANTO (10217028)
3. GUCI NIKEN MUSTIKASARI (10217032)
4. NURUL HIDAYAH (10217046)
5. ROKHIMAHTUL FAYYADHAH (10217052)

SI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL FASE
OTONOMI VS RAGU-RAGU DAN MALU MENURUT ERIC H. ERICKSON”.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW. Makalah ini merupakan inovasi pembelajaran yang bertujuan
untuk memahami tentang teori perkembangan psikososial fase otonomi vs ragu-
ragu dan malu menurut Eric H Erickson.
Begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Semoga makalah yang penulis
buat bisa menambah pengetahuan dan dapat dinilai dengan baik serta dihargai
oleh pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena penulis
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis
selaku penyusun makalah ini mohon kritik dan sarannya dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa membawa manfaat dan
berguna bagi semua pembaca.Terima kasih.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ..........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
1.4 Manfaat ....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biografi Eric H. Erickson dalam mengembangkan teori psikososial .....3

2.2 Perkembangan psikososial menurut Eric H. Erickson .............................3

2.3 Perkembangan psikososial pada fase otonomi vs ragu-ragu dan malu


(2-3 tahun) ......................................................................................................4

2.4 Contoh kasus beserta penyelesaiannya dari teori psikososial Eric H.


Erickson pada fase tahap II ............................................................................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia
mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga
pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong,
mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih
luas. Masyarakat pada prinsipnya juga merupakan salah satu unsur untuk
memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut
guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat
berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
Masa anak anak merupakan masa dimana seorang anak manusia
memulai suatu hal yang masih sangat baru bagi kehidupan mereka, rasa ingin
tahu, penasaran dan mencontoh merupakan beberapa hal yang sangat dominan
terjadi pada mereka di masa ini mereka belajar berbagai hal seperti berbicara,
berjalan atau pun bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Pada masa ini juga terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak tersebut, baik atau buruknya seorang anak dalam
berperilaku biasanya terjadi pada masa ini karena pada masa awal kanak-
kanak ini mereka dalam masa mengimitasi apa yang mereka lihat dan apa
yang mereka dengar tanpa tau baik atau buruknya hal itu bagi mereka.
Banyak juga kebiasaan yang muncul pada diri sang anak pada masa
awal kanak-kanak ini. Pada masa ini juga akan terlihat bakat atau
keterampilan apa yang dimiliki oleh sang anak dan biasanya hal yang terlihat
di masa kanak-kanak ini akan jadi cerminan sang anak ketika ia tumbuh besar
nanti keterampilan pun bisa muncul dari faktor hereditas atau bisa juga dari
dorongan orang tua mereka sendiri.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana biografi Eric H. Erickson dalam mengembangkan teori
psikososial?
1.2.2 Bagaimana perkembangan psikososial menurut Eric H. Erickson?
1.2.3 Bagaimana perkembangan psikososial pada fase otonomi vs ragu-
ragu dan malu (2-3 tahun)?
1.2.4 Bagaimana contoh kasus beserta penyelesaiannya dari teori
psikososial Eric H. Erickson pada fase tahap II?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui biografi Eric H. Erickson dalam mengembangkan
teori psikososial.
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan psikososial menurut Eric H.
Erickson.
1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan psikososial pada fase otonomi vs
ragu-ragu dan malu (2-3 tahun).
1.3.4 Untuk mengetahui contoh kasus beserta penyelesaiannya dari teori
psikososial Eric H. Erickson pada fase tahap II.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
perkembangan psokososial pada anak balita.
1.4.2 Bagi Pembaca
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca mengenai
perkembangan pada anak balita.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Eric H. Erickson dalam Mengembangkan Teori Psikososial


Erik Erikson dilahirkan pada 15 Juni 1902 di Danish dekat kota Frankfurt,
Jerman. Sejak lahir ia sudah tidak punya ayah karena orangtuanya telah berpisah
sehingga Erik dibesarkan oleh ibunya. Mereka pindah ke Karlsruhe lalu ibunya
menikah dengan dr. Homburger yang berkebangsaan Jerman, ayah kandung Erik
sendiri orang Denmark. Saat itu Erik berusia 3 tahun dan pada awal remaja ia
mengetahui bahwa nama sisipan diberikan karena Homburger adalah ayah tirinya.
Erik tidak dapat menyelesaikan sekolah dengan baik karena ketertarikannya pada
berbagai bidang khususnya seni dan pengetahuan bahkan ia sempat berpetualang
sebagai artis dan ahli pikir di Eropa tahun 1920-1927. Identitas religius awalnya
ialah Yudaisme sebagai warisan keluarga tetapi Erikson kemudian memilih Kristen
Lutheran.
Pada tahun 1927 sampai tahun 1933, Erikson bergabung dengan lembaga
pendidikan Psikoanalisis Sigmund Freud’s untuk mengajar anak sehingga ia
berkenalan dengan psikoanalisa Frued melalui Ana Freud. Tahun 1929 Erik
menikah dengan gadis Kanada, Joan Serson. Karena ketertarikannya pada dunia
anak dan pendidikan, Erikson melanjutkan studi non-formal sampai akhirnya
menjadi profesor dan mengajar tetap di California sejak 1939. Ia mendirikan klinik
analisis anak, menekuni dunia pendidikan, serta menulis buku-buku. Erikson telah
menemukan Identitas baru dengan multiragamnya, kemudian ia meninggal pada
tahun 1994.

2.2 Perkembangan Psikososial Menurut Eric H. Erickson


Salah satu ahli yang mendasari teorinya dari sudut sosial ialah Erik H.
Erikson dengan menyebut pendekatannya “Psikososial” atau “Psikohistoris”.
Erikson berusaha menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara pribadi dan
kebudayaan sampai orang tersebut menjadi dewasa. Disini terlihat bahwa
lingkungan hidup seseorang dari awal sampai akhir dipengaruhi oleh sejarah

3
seluruh masyarakat karena perkembangan relasi antara sesama manusia,
masyarakat serta kebudayaan semua saling terkait. Itu berarti tiap individu punya
kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang senantiasa
berkembang dari orang-orang atau institusi supaya ia bisa menjadi bagian dari
perhatian kebudayaan secara terus-menerus.
Erikson berusaha menemukan perkembangan psikososial Ego melalui
berbagai organisasi sosial dalam kelompok atau kebudayaan tertentu. Ia mencoba
meletakkan hubungan antara gejala psikis, edukatif dan gejala budaya masyarakat.
Dalam penelitiannya, Erikson membuktikan bahwa masyarakat atau budaya melalui
kebiasaan mengasuh anak, struktur keluarga tertentu, kelompok sosial maupun
susunan institusional, membantu perkembangan anak dalam berbagai macam daya
Ego yang diperlukan untuk menerima berbagai peran serta tanggung jawab sosial.

2.3 Perkembangan Psikososial pada Fase Otonomi Vs Ragu-Ragu dan Malu (1-3
Tahun)
Masa ini ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada
masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti
duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh
orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan
dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang
tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini
biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1-3 tahun. Tugas
yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus
dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu
relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka
dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam
mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu.
Sedikit malu dan ragu adalah hal yang tidak dapat dielakkan tapi bermanfaat.
Tanpa itu, anaka akan berkembang pada tendensi maladiptif, Erikson menyebutnya
dengan impulsiveness yang akan membuat anak melakukan sesuatu tanpa

4
pertimbangan. Orang yang kompulsif akan merasa semua gampang dilakukan dan
akan sempurna. Sehingga banyak orang yang pemalu dan merasa ragu pada dirinya.
Sedikit kesabaran dan toleransi dalam membantu anak akan membantu
perkembangan anak.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan
ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan
dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya
tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan
keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain,
keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali
menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni
“tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya,
karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga
diri. Apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak tidak akan memiliki
inisiatif yang dibutuhkan pada tahap berikutnya dan akan mengalami hambatan
terus-menerus pada tahap selanjutnya. (Alwisol, 2009)

2.4 Contoh Kasus Beserta Penyelesaiannya dari Teori Psikososial Eric H.


Erickson pada Fase Tahap II
Ada seorang anak yang masih berusia 2,5 tahun, seorang anak tersebut
memiliki kepribadian yang susah bergaul dan sukar bersosialisasi. Ketika anak
tersebut berusia 1 tahun orang tuanya mengasuh dia dengan cara mengekang akan
tersebut dan memilih membelikan mainan sendiri daripada memilih bermain
dengan teman sebayanya diluar rumah. Sehingga saat anak tersebut mulai
memasuki usia pra sekolah anak tersebut sulit untuk bersosialisasi. Siapapun yang
mengajaknya berkomunikasi dia selalu diam dan bersikap malu seakan-akan ia
kurang percaya diri.

5
Identifikasi kasus

Pada kasus dijelaskan bahwa anak tersebut memiliki tingkat kepercayaan


diri yang kurang sehingga menyebabkan kurangnya bersosialisasi, sedangkan
Perkembangan Psikososial Menurut Eric H Erickson pada Tahap Otonomi Anak
cenderung aktif dalam segala hal. Anak harus didorong untuk lebih percaya diri,
diajarkan bersosialisasi dengan lingkungannya, dan berusaha memberikan
pengertian kepada sang anak agar ia agar dapat menerima orang lain, karena jika
kita selalu mengekang anak untuk tidak bersosialisasi maka anak tersebut akan
terhambat perkembangan psikososialnya, dampak tersebut akan terjadi ketika
anak mulai tumbuh remaja ketika harusnya usia remaja mereka bermain atau
bersenang senang dengan tema sebayanya ia hanya berdiam di rumah bahkan tak
memiliki teman di sekolahnya. Oleh sebab itu orang tua sangat di sarankan
memberikan edukasi tentang bersosialisasi kepada anak saat usia 1-3 karena itu
sangat penting.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan ErikErickson
merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Hal
ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir
hingga lanjut usia. Selain, teori Erikson juga membawa aspek kehidupan sosial
dan fungsi budaya yang dianggap lebih realistis.
Jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada sang anak,
dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain
yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi
keinginan mereka sendiri, maka si anak akan lebih mengembangkan rasa tidak
percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
Dengan begitu sebagai seorang ibu harus bisa memberikan rasa hangat
dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada anak mereka, maka si anak akan
mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial
sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada
didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi.

7
DAFTAR PUSTAKA

(Teologi, Kristen, & Krismawati, 2014)Teologi, J., Kristen, A., & Krismawati, Y.
(2014). Teori Psikologi Perkembangan Erik H . Erikson dan Manfaatnya
Bagi Tugas Pendidikan Kristen Dewasa Ini, 2(1), 46–56.

https://psikodemia.com/tahapan-perkembangan-psikososial-eric-erikson/

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian (edisi revisi). Malang: UMM Press

Anda mungkin juga menyukai