Dibimbing Oleh :
Putri Kristyaningsih, S.Kep, Ns., M.Kep
Disusun Oleh :
SI KEPERAWATAN
KEDIRI
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL FASE
OTONOMI VS RAGU-RAGU DAN MALU MENURUT ERIC H. ERICKSON”.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan kita nabi
Muhammad SAW. Makalah ini merupakan inovasi pembelajaran yang bertujuan
untuk memahami tentang teori perkembangan psikososial fase otonomi vs ragu-
ragu dan malu menurut Eric H Erickson.
Begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Semoga makalah yang penulis
buat bisa menambah pengetahuan dan dapat dinilai dengan baik serta dihargai
oleh pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena penulis
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis
selaku penyusun makalah ini mohon kritik dan sarannya dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa membawa manfaat dan
berguna bagi semua pembaca.Terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................................7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana biografi Eric H. Erickson dalam mengembangkan teori
psikososial?
1.2.2 Bagaimana perkembangan psikososial menurut Eric H. Erickson?
1.2.3 Bagaimana perkembangan psikososial pada fase otonomi vs ragu-
ragu dan malu (2-3 tahun)?
1.2.4 Bagaimana contoh kasus beserta penyelesaiannya dari teori
psikososial Eric H. Erickson pada fase tahap II?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui biografi Eric H. Erickson dalam mengembangkan
teori psikososial.
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan psikososial menurut Eric H.
Erickson.
1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan psikososial pada fase otonomi vs
ragu-ragu dan malu (2-3 tahun).
1.3.4 Untuk mengetahui contoh kasus beserta penyelesaiannya dari teori
psikososial Eric H. Erickson pada fase tahap II.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
perkembangan psokososial pada anak balita.
1.4.2 Bagi Pembaca
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca mengenai
perkembangan pada anak balita.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
seluruh masyarakat karena perkembangan relasi antara sesama manusia,
masyarakat serta kebudayaan semua saling terkait. Itu berarti tiap individu punya
kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang senantiasa
berkembang dari orang-orang atau institusi supaya ia bisa menjadi bagian dari
perhatian kebudayaan secara terus-menerus.
Erikson berusaha menemukan perkembangan psikososial Ego melalui
berbagai organisasi sosial dalam kelompok atau kebudayaan tertentu. Ia mencoba
meletakkan hubungan antara gejala psikis, edukatif dan gejala budaya masyarakat.
Dalam penelitiannya, Erikson membuktikan bahwa masyarakat atau budaya melalui
kebiasaan mengasuh anak, struktur keluarga tertentu, kelompok sosial maupun
susunan institusional, membantu perkembangan anak dalam berbagai macam daya
Ego yang diperlukan untuk menerima berbagai peran serta tanggung jawab sosial.
2.3 Perkembangan Psikososial pada Fase Otonomi Vs Ragu-Ragu dan Malu (1-3
Tahun)
Masa ini ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada
masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti
duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh
orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan
dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang
tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini
biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1-3 tahun. Tugas
yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus
dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu
relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka
dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam
mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu.
Sedikit malu dan ragu adalah hal yang tidak dapat dielakkan tapi bermanfaat.
Tanpa itu, anaka akan berkembang pada tendensi maladiptif, Erikson menyebutnya
dengan impulsiveness yang akan membuat anak melakukan sesuatu tanpa
4
pertimbangan. Orang yang kompulsif akan merasa semua gampang dilakukan dan
akan sempurna. Sehingga banyak orang yang pemalu dan merasa ragu pada dirinya.
Sedikit kesabaran dan toleransi dalam membantu anak akan membantu
perkembangan anak.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan
ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan
dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya
tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan
keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain,
keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali
menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni
“tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya,
karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga
diri. Apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak tidak akan memiliki
inisiatif yang dibutuhkan pada tahap berikutnya dan akan mengalami hambatan
terus-menerus pada tahap selanjutnya. (Alwisol, 2009)
5
Identifikasi kasus
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan ErikErickson
merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Hal
ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir
hingga lanjut usia. Selain, teori Erikson juga membawa aspek kehidupan sosial
dan fungsi budaya yang dianggap lebih realistis.
Jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada sang anak,
dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain
yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi
keinginan mereka sendiri, maka si anak akan lebih mengembangkan rasa tidak
percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
Dengan begitu sebagai seorang ibu harus bisa memberikan rasa hangat
dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada anak mereka, maka si anak akan
mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial
sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada
didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi.
7
DAFTAR PUSTAKA
(Teologi, Kristen, & Krismawati, 2014)Teologi, J., Kristen, A., & Krismawati, Y.
(2014). Teori Psikologi Perkembangan Erik H . Erikson dan Manfaatnya
Bagi Tugas Pendidikan Kristen Dewasa Ini, 2(1), 46–56.
https://psikodemia.com/tahapan-perkembangan-psikososial-eric-erikson/