Anda di halaman 1dari 15

1.

1 Pengertian
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ). Pre eklamsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan. ( Taufan, 2011).
Pre eklamsi adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan viable ( usia kehamilan > 20
minggu dan / berat janin 500 gram ) yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema.
Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. (
Taufan, 2011) Pre eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan
edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam tri wulan ke 3
pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnyan mola hidatidosa. (Prawirohardjo,
2005).

1.2 Klasifikasi
Pre eklamsia Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

 Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang;
atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih
.Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, sebaiknya 6 jam
 Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per
minggu.
 Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter.

2. Preeklampsia Berat, ditunjukan dengan gejala sebagai berikut :

 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.


 Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
 bila timbul komplikasi berat sebagai berikut :Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500
cc per 24 jam, Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
epigastrium, Terdapat edema paru dan sianosis, Nyeri epigastrum, kuadran kanan atas
abdomen, Gangguan fungsi hepar. (Icesmi dkk, 2013)

1.3 Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui. Banyak teori – teori dikemukakan
oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit
teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Di Indonesia, setelah
perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab
kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang dapat
menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :

 Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola


hidatidosa.
 Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
 Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
 Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut
antara lain :

 Peran Prostasiklin dan Tromboksan .


 Peran faktor imunologis.
 Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-
eklampsi/eklampsia.
 Peran faktor genetik
 Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-
anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
 Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.

1.4 Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada
uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan
pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan
akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi
fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan
faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus
yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II
bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan
lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat
dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron.
Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema
serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang
meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang
sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh
darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat
menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan
menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan
memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh
aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis
menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan
memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein
yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya
menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya
diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan
perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinyaIntra Uterin Growth Retardation
serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan
meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan
ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal
dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri
epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan
cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan
diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

1.5 Pathway Preeklamsia

1.6 Tanda dan Gejala


Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preaklampsia disertai kejang atau
koma, sedangkan bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu gejalanya, yaitu
sebagai berikut:
1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak
berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain.
2. Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan
terkadang bisa terjadi kebutaan sementara.
3. Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya.
4. Nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5. Gangguan pernafasan sampai cyanosis.
6. Terjadi gangguan kesadaran

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah

 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil
adalah 12-14 gr% )
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)

Urinalisis

 Ditemukan protein dalam urine.

Pemeriksaan Fungsi hati

 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )


 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

Tes kimia darah

 Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

2. Radiologi

Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas
janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

Kardiotografi

Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.

1.8 Komplikasi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara
lain:

1. Pada Ibu

 Eklapmsia
 Solusio plasenta
 Pendarahan subkapsula hepar
 Kelainan pembekuan darah ( DIC )
 Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )
 Ablasio retina
 Gagal jantung hingga syok dan kematian.

2. Pada Janin
 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
 Prematur
 Asfiksia neonatorum
 Kematian dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pre-Eklamsia

1. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan

 Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin


 Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
 Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8
jam pada malam hari)
 Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
 Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
 Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau
nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
 Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
 Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
 Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat
jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
 Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika
perbaikan, lanjutkan rawat jalan.
 Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi
terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
 Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan
ekstraksi untuk mempercepat kala II.

2. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat

Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi
bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama
dengan pengobatan medisinal.

1.10 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :

1. Data subyektif :

 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM.
 Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
 Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

2. Data Obyektif :

 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam


 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
 Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
 Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
 Pemeriksaan penunjang : Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,
diukur 2 kali dengan interval 6 jam, Laboratorium : protein uri dengan kateter atau
midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif
), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid
biasanya > 7 mg/100 ml, Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu, Tingkat
kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak, USG ; untuk
mengetahui keadaan janin, NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (
vasospasme dan peningkatan tekanan darah ).
2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada
plasenta.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan
jalan lahir.
4. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap
proses persalinan

3. Intervensi / Rencana Keperawatan

Diagnosa keperawatan I :

Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

Tujuan :

 Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu


Kriteria Hasil :

 Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )


 Tanda-tanda vital normal

Intervensi :

 Monitor tekanan darah tiap 4 jam. R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau
lebih merupkan indikasi dari PIH.
 Catat tingkat kesadaran pasien. R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan
aliran darah otak.
 Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria ). R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari
perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang.
 Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus. R/.
Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM. R/. Anti
hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang

Diagnosa keperawatan II :

Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta

Tujuan :

 Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin

Kriteria Hasil :

 DJJ ( + ) : 12-12-12
 Hasil NST : Normal
 Hasil USG ; Normal

Intervensi :

 Monitor DJJ sesuai indikasi. R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia,
prematur dan solusio plasenta.
 Kaji tentang pertumbuhan janin. R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan
karena hipertensi sehingga timbul IUGR.
 Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang,
aktifitas janin turun ). R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu
akibat hipoxia bagi janin.
 Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM. R/. Reaksi terapi dapat menurunkan
pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
 Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST. R/. USG dan NST untuk
mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

Diagnosa keperawatan III :

Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir

Tujuan :

 Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat
mengantisipasi rasa nyerinya

Kriteria Hasil :

 Ibu mengerti penyebab nyerinya


 Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya

Intervensi :
 Kaji tingkat intensitas nyeri pasien. R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan
demikian akan dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien
terhadap nyerinya
 Jelaskan penyebab nyerinya. R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa
kooperatif.
 Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul. R/. Dengan nafas
dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru
optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
 Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
 R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

Diagnosa keperawatan IV :

Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses
persalinan

Tujuan :

 Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

 Ibu tampak tenang


 Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
 Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

Intervensi :

 Kaji tingkat kecemasan ibu. R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi
dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa.
 Jelaskan mekanisme proses persalinan. R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan
diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif.
 gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif. R/. Kecemasan akan dapat
teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif.
 Beri support system pada ibu. R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi
keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati
Daftar Pustaka

 Yasmin Asih, (1995) Dasar-Dasar Keperawatan maternitas, Penerbit EGC , Jakarta


 JNPKKR – POGI (2000), Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta
 Taber Ben-Zion, MD (1994) Kapita Selekta : Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi,
Penerbit EGC, Jakarta
 Icesmi dkk, 2013.

Anda mungkin juga menyukai