HALUSINASI
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kemurahannya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan, dalam
Makalah ini dibuat dalam rangka pendalaman pemahaman topik Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami memohon
bimbingan, arahan, dan koreksi serta saran untuk rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
Penulis,
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................1
C. Sistematika Penulisan..................................................................................2
A. Pengertian Halusinasi...................................................................................3
B. Dimensi Halusinasi......................................................................................3
D. Jenis-jenis Halusinasi...................................................................................5
E. Fase-fase Halusinasi.....................................................................................6
I. Penatalaksanaan Medis............................................................................…12
J. Strategi Pelaksanaan................................................................................…13
A. Kesimpulan..................................................................................................36
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut
WHO, masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius,
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami
gangguan jiwa. (Yosep, 2007)
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%
adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.Angka terjadinya halusinasi cukup
tinggi. Berdasarkan hasil pengkajian di salah satu rumah sakit di Indonesia ditemukan
85% pasien dengan kasus halusinasi. Menurut perawat di Rumah sakit jiwa mengatakan
bahwa sekitar 46,7 % setiap bulannya. (Mam’nuah, 2010)
Berdasarkan data kasus gangguan jiwa halusinasi di Indonesia bertambah tinggi
yang akan berdampak pada penmbahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang atar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik
untuk menganalisis dan membahas gangguan jiwa dengan halusinasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
jiwa pada Semester V
2. Tujuan Khusus
1
h. Untuk Mengetahui Validasi Informasi Halusinasi
C. Sistematika Penulisan
2
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu
persepsi melalui panca indera tanpa ditemui stimulus eksternal atau persepsi palsu.
(Maramis, 1998). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami peurbahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. (Damayanti, 2012)
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (lingkungan). (Kusumawati & Hartono, 2010)
Halusinasi merupakan respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologis. (Stuart & Laraia, 2005)
Halusinasi adalah keadaan dimana individu menginterprtasikan stressor yang tidak ada
stimulus dari lingkungan. (Depkes RI, 2000)
B. Dimensi Halusinasi
1. Dimensi fisik
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi. Halusinasi yang didapatkan berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga melakukan sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi intelektual
4
Dalam dimensi intelektual menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
dijadikan sesuatu yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi sosial
5. Dimensi spiritual
Halusinasi merupakan slah satu respon maladaptif yang berada dalam rentang respon
neurologis (Stuart & Laraia, 2005). Jika klien sehat persepsinya akan akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indera. Klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus tersebut
tidak ada. Respon individu dengan halusinasi mempersepsikan stimulus yang diterimanya
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus
dari panca indera tidak akurat dan sesuai dengan stimulus yang diterima. Rentang respon
tersebut digambarkan pada gambar dibawah ini:
5
Respon adaptif Respon maladaptif
D. Jenis-Jenis Halusinasi
Staurt dan Laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi
halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu
(olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perbaan (tactile), halusinasi
ceneshetic, dan halusinasi kinestetik.
JENIS KARAKTERISTIK
Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara menyerupai kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata
yang jelas berbicar tentang klien, bahkan sampai percakapan lengakap
antar dua orang atau lebih. Pikiran yang didengar seperti menyuruh
melakukan sesuatu yang kadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran geometris,
gambaran kartun, serta bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan
dapat menyenangkan maupun menakutkan seperti melihat monster
atau hantu.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau feses,
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
6
sering terjadi akibat stroke, tumor, kejang atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang dari tana, benda mati atau orang lain.
Caneshetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urin.
Kinestetik Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak.
Tabel jenis halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)
E. Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami klien dapat berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan
Laraia (2005) membagi fase halsinasi menjadi 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang
dialami dan kemampuan klien untuk mengendalikan dirinya. Semakin berat fase
halusinasi, klien mengalami ansietas yang semakin berat dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya. Fase halusinasi terdiri atas:
1. Fase I (comforting)
a. Fase halusinasi
1) Ansietas sedang
2) Halusinasi menyenangkan
b. Karakteristik
c. Perilaku klien
7
4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik
2. Fase II (condeming)
a. Fase halusinasi
1) Ansietas berat
b. Karakteristik
2) Klien mulai lepas kendali dan mengambil jarak dengan sumber yang
diinterpretasikan
PSIKOTIK RINGAN
c. Perilaku klien
8
a. Fase halusinasi
1) Ansietas berat
b. Karakteristik
PSIKOTIK
c. Perilaku klien
4. Fase IV (conquering)
a. Fase halusinasi
1) Panik
b. Karakteristik
9
2) Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi
terapeutik
PSIKOTIK BERAT
c. Perilaku klien
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang akan menentukan diagnosis klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh faktor (Stuart
dan Laraia, 2005), di bawah ini antara lain:
1. Faktor Predisposisi
Faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia,
psikologis dan genetik yaitu faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Beberapa
faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti pada halusinasi antara lain:
a. Faktor genetik.
10
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
schizophrenia berpeluang 50% jika salah satunya mengalami schizophrenia,
sementara jika dizygote peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah
satu orang tuanya mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalami
schizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizophrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor perkembangan
c. Faktor neurobiologi
Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien dengan
schiziphrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
schizophrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter juga tidak ditemukan tidak normal, khususnya dopamine,
serotonin dan glutamat.
d. Study neurotransmitter
e. Faktor biokimia
f. Teori virus
g. Psikologis
11
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
schizophrenia, antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas,
terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya. Sementara itu hubungan interpersonal
yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi
dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
h. Faktor sosiokultural
2. Fakfor Presipitasi
12
Mekanisme koping sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart, Laraia, 2005)
meliputi:
13
penciuman, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan atau merasakan
apa di permukaan tubuh bila mengalami halusinasi perabaan.
2. Waktu dan frekuensi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa hari sekali, seminggu atau berapa bulan pengalaman halusinasi
itu muncul. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
3. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami klien klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum halusinasi ini muncul. Selain itu
perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
4. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji
dengan menanyakan apa yang dilakukan klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah
tidak berdaya lagi terhadap halusinasi (Stuart, Laraia, 2005).
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien yang mengalmi halusinasi adalah dengan pemberian obat-
obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia, 2005) yaitu:
1. Psikofarmakologis
Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan
gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Kelompok yang
umum digunakan adalah Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin
( Thorarzine), Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesondazim (Serentil),
Perfenazin (Trilafon), Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine),
Tioridazin (Mellaril), Triflluoperazin (Stelazine), Trifluopromazin (Vesprin) 60-
120 mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-600mg,
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100mg, Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil)
300-900mg, Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150mg, Dihidroindolon
Molindone (Moban) 15-225mg.
14
3. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
J. Strategi Pelaksanaan
a) Kondisi
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-
suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.
b. Diagnosa Keperawatan
15
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
c. Tujuan
d. Intervensi Keperawatan
4. Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
16
e. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a) Salam Terapeutik
b) Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”
c) Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak
tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
2. Kerja
17
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya
tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
18
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu
diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan!
Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang
tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”
‘Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar
tidak muncul lagi.”
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya?” (Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri
makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya
maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?)
1) Topik
2) Waktu
19
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok. Wassalamualaikum
a) Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
b) Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
c) Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
d) Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
e) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Bagaimana kabarnya hari ini?
mas masih ingat dong dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah
massudah makan?
Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita sudah
berdiskusi tentang halusinasi, apakah mas bisa menjelaskan kepada saya
tntang isi suara-suara yang mas dengar dan apakah mas bisa
mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan
menghardik?”
Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di
ruamg tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas dengar
dulu agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja,
bagaimana mas setuju?”
Tempat :
20
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? mas setuju?”
2. Fase kerja
”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan
membuat mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang
telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”
”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada
perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak mas
mengobrol sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.
3. Fase terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama.
Saya senag sekali mas mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah kita berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas
pilih untuk mengontrol halusinasinya adalah......
Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus praktekkan
cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran
mas.”
f) Kontrak yang akan datang :
Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang
bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? mas setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas sudah
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
c) Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.
d) Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.
21
Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari
ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan
kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita
bicarakan kemarin
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa dikendalikan engan
cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas setuju?”
2. Fase Kerja
”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi
yaitu caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan
yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri
dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan
kegiatan lain.”
3. Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi
yang ketiga?
Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol halusinasi
seperti yang sudah diajarkan tadi?
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
22
b) Diagnosa Keperawatan : halusinasi
c) Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
d) Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan
obat secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)
e) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan
kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara
yang kita bicarakan kemarin.
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana mas
setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali
sehari. Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang
sering mas dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa
gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,
mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas mas?
Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan setelah minum
obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Kemudian mas jangan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, gejala seperti yang mas alami sekarang akan muncul
lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh mas pada saat mionum
obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar
frekuensi. Ingat ya mas..?!!”
3. Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa
kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali mas mau
berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan mas setelah
berbincang-bincang?”
23
Evaluasi obyektif : ”coba mas
jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian berapa dosisnya?
Tindak lanjut : ”tolong nanti mas
minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi
Aktifitas Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam .....? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
A. Pengkajian
1. Faktor prediposisi
1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman, dan rasa aman.
b. Faktor psikilogis
24
Mudah kecewa, mudah purus asa, kecemasan tinggi, menutuo diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif, dan koping destruktif
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutat lingkungan
yang terlalu tinggi
d. Faktor biologis
e. Faktor genetik
2. Perilaku
Perilaku yang sering tampak pada pasien halusinasi antara lain: bibir komat
kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengaangguk-angguk seperti
mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup telinga grlisah, bergerak seperti
mengambil dan membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang, duduk
terpaku memandang satu arah, menarik diri.
3. Fisik
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat apabila halusinasi memerintah untuk tidak makan, tidur
terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitas
geraak atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
25
c. Riwayat kesehatan
5. Status intelektual
6. Status sosial
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. Perubuhan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi
sosial : menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gengguan konsep diri (harga diri
rendah)
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubhan proses pikir.
C. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1 :
26
b. Perkanalkan diri
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Buat kontrak yang jelas
e. Menerima klien apa adanya
f. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati
Rasional 1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik
antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti klien mempercayai
perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-
klien
Evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara
verbal.
27
selanjutnya
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi
Evaluasi 1. Klein dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-
4 kali pertemuan dengan menceritakan hal-hal yang nyata
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi, dan waktu timbulnya
halusinasi setelah 3 kali pertemuan
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi
terjadi setelah 2 kali pertemuan
28
2. Klien dapat menyebutkaan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.
29
5. Pujian untuk menghargai kelurga.
Evaluasi Keluarga dapat menyebutkan cara-cara merawat klien halusinasi
2. Diagnosa Keperawatan 2 :
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.
30
alasan menarik diri.
31
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan interpersonal
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga dari klien
Evaluasi Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain,
misalnya:
a. Membalas sapaan perawat
b. Kontak mata positif
c. Mau berinteraksi
32
3. Diagnosa Keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gengguan konsep diri (harga diri
rendah)
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa
rendah diri.
33
yang dimilikinya
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil
4. Beri Reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
Rasional 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan klien
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan percaya diri klien
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif yang
positif
Evaluasi Klien dapat menyebutkan cita-cita dan herapan yang sesuai
dengankemampuan setelah 1 kali pertemuan
34
Intervensi 1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan
kemampuan klien
3. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat
dicapainya
4. Beri kesempatan klien untuk kegiatan yang telag dipilih
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
7. Beri Reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan
kelompok.
Rasional 1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya
7. Meningkatkan harga diri klien
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali
pertemuan
2. Klien dapat membuat kepuusan dan keputusan dan mencapai
tujuan setalah 1 kali pertemuan
35
4. Membantu meningkatkan harga diri klien
5. Anjurkan keluarga untuk melahirkan klien dalam setiap penentuan
keluarga
Evaluasi 1. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah
mengatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mempu,
pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat merespon dan memperlakukan klien secara tepat
setelah 2 kali pertemuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN 4 :
36
orang lain, belajar akan menyatakan , bicara dengan orang lain,
yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti
perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain
Rasional 1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak
terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya yang mungkin sudah terpendam
2. Diskusikan hal yang berfokus pada ide-ide yang salah membuat
pasien tidak akan mencapai tujuan dan mungkin membuat
psikososialnya lebih buruk. Jika pasien dapat beajat untuk
menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat
dicegah.
Evaluasi Klein dapat mengandalkan wahamnya dengan bantuan perawat dengan
menggunakan cara yang efektif dalam 4x pertemuan.
37
TUK. 4 Klien dapat membuat rencana yang
Intervensi 1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicpai denga
kemampuan klien
3. Bantu klien untuk memilih tujuan yang mungkin dapat dicapainya
4. Bari kesempatan klien utnuk melakukan kegiatan yang telah
dipilih
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
Rasional 1. Agar klian dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya
38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
peurbahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. (Damayanti, 2012). Staurt dan Laraia (2005)
membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi halusinasi pendengaran
(auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi
pengecapan (gustatory), halusinasi perbaan (tactile), halusinasi ceneshetic, dan halusinasi
kinestetik.
Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halsinasi menjadi 4 fase berdasarkan tingkat
ansietas yang dialami dan kemampuan klien untuk mengendalikan dirinya, antara lain
Fase I (comforting), Fase II (condeming), Fase III (controling), Fase IV (conquering).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya halusinasi yaitu faktor predisposisi, faktor
presipitasi. Menurut Stuart dan Laria (2005) mekanisme koping sering digunakan pada
klien dengan halusinasi meliputi regresi, proyeksi, menarik diri, dan keluarga.
Penatalaksanaan secara medis pada halusinasi menurut Stuart dan Laraia (2005) yaitu
psikofarmakologis, terapi kejang listrik, terapi aktivitas kelompok.
Pengkajian pada klien dengan halusinasi di fokuskan pada faktor predisposisi,
perilaku, fisik, fungsi sistem tubuh, status intelektual, dan status sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I.
Keliat Budi, Anna. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC
39
Keliat Budi Anna, dkk. 1987. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart & Sunden. 1999. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta: EGC
40