Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

Dosen Pembimbing :

Ns. Gajali Rahman M. Kep

Disusun Oleh :

Andri Tandri P07220217004

Fadhila Sukmawat P07220217022

Muhammad Ridho Pangestu P07220217022

Novi Rohmawat P07220217022

Rahmawat Paonganan P07220217022

Tomi Ihsan Muhafidhin P07220217022

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat kemurahannya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan, dalam

makalah ini kami membahas gangguan jiwa halusinasi.

Makalah ini dibuat dalam rangka pendalaman pemahaman topik Mata Kuliah

Keperawatan Jiwa. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami memohon

bimbingan, arahan, dan koreksi serta saran untuk rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya

kepada para pembaca makalah ini.

Samarinda, 7 Juli 2019

Penulis,

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Tujuan Penulisan..........................................................................................1

C. Sistematika Penulisan..................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Halusinasi...................................................................................3

B. Dimensi Halusinasi......................................................................................3

C. Rentang Respon Halusinasi.........................................................................4

D. Jenis-jenis Halusinasi...................................................................................5

E. Fase-fase Halusinasi.....................................................................................6

F. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi................................…8

G. Mekanisme Koping Halusinasi................................................................…10

H. Validasi Informasi Tentang Halusinasi....................................................…11

I. Penatalaksanaan Medis............................................................................…12

J. Strategi Pelaksanaan................................................................................…13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................37

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut
WHO, masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius,
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami
gangguan jiwa. (Yosep, 2007)
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%
adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.Angka terjadinya halusinasi cukup
tinggi. Berdasarkan hasil pengkajian di salah satu rumah sakit di Indonesia ditemukan
85% pasien dengan kasus halusinasi. Menurut perawat di Rumah sakit jiwa mengatakan
bahwa sekitar 46,7 % setiap bulannya. (Mam’nuah, 2010)
Berdasarkan data kasus gangguan jiwa halusinasi di Indonesia bertambah tinggi
yang akan berdampak pada penmbahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang atar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik
untuk menganalisis dan membahas gangguan jiwa dengan halusinasi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
jiwa pada Semester V
2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Pengertian Halusinasi

b. Untuk Mengetahui Dimensi Halusinasi

c. Untuk Mengetahui Rentang Respon Halusinasi

d. Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Halusinasi

e. Untuk Mengetahui Fase-Fase Halusinasi

f. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi

g. Untuk Mengetahui Mekanisme Koping Halusinasi

1
h. Untuk Mengetahui Validasi Informasi Halusinasi

i. Untuk Mengetahui Penatalaksanaa Medis Pada Halusinasi

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini berisi tentang gangguan jiwa perubahan sensori persepsi :


Halusinasi yang terdiri atas tiga bab. BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang, tujuan dan sistematika penulisan. Dilanjutkan dengan BAB II tinjauan
teoritis yang berisi tentang konsep teori halusinasi yang mencakup pengertian,
dimensi, respon, jenis, fase, faktor, mekanisme koping serta validasi informasi
halusinasi. Sedangkan BAB III berisikan tentang konsep dasar asuhan keperrawatan
pada gangguan jiwa halusinasi . BAB IV merupakan penutup yang berisikan
kesimpulan.

2
3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu
persepsi melalui panca indera tanpa ditemui stimulus eksternal atau persepsi palsu.
(Maramis, 1998). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami peurbahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. (Damayanti, 2012)
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (lingkungan). (Kusumawati & Hartono, 2010)
Halusinasi merupakan respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologis. (Stuart & Laraia, 2005)
Halusinasi adalah keadaan dimana individu menginterprtasikan stressor yang tidak ada
stimulus dari lingkungan. (Depkes RI, 2000)

B. Dimensi Halusinasi

Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individusebagai


makhluk yang dibangun atas unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual, sehingga halusiansi
dapat dilihat dari lima dimensi (Stuart & Laraia, 2005) yaitu:

1. Dimensi fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsangan eksternal


yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga menurunkan kesadaran (delirium), intoksikasi alkohol, dan kesulitan tidur
dalam waktu yang lama.

2. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi. Halusinasi yang didapatkan berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga melakukan sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3. Dimensi intelektual

4
Dalam dimensi intelektual menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
dijadikan sesuatu yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4. Dimensi sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusiansi menunjukkan adanya


keenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya seolah-olah
halusinasi tersebut merupakan media untuk memenuhi kebutuhan untuk interaksi
sosial, kontrol diri dan harga diri. Isi dari halusianasi dijadikan sistem kontrol
individu, sehingga jika isi perintah halusinasi berupa ancaman, maka individu
tersebut dapat membahayanakan orang lain.

5. Dimensi spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial sehingga interaksi dengan


manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Individu yang mengalami
halusinasi cenderung menyendiri sehingga proses diatas tidak terjadi, individu
tidak sadar dengan keberadaannya, sehingga halusinasi menjadi sistem kontrol
dalam diri individu tersebut. saat halusinasi menguasai dirinya, maka individu
tersebut akan kehilangan kontrol kehidupannya. (Stuart & Laraia, 2005)

C. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan slah satu respon maladaptif yang berada dalam rentang respon
neurologis (Stuart & Laraia, 2005). Jika klien sehat persepsinya akan akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indera. Klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus tersebut
tidak ada. Respon individu dengan halusinasi mempersepsikan stimulus yang diterimanya
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus
dari panca indera tidak akurat dan sesuai dengan stimulus yang diterima. Rentang respon
tersebut digambarkan pada gambar dibawah ini:

5
Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distosi pikiran 1. Gangguan


ilusi pikiran delusi
2. Persepsi
akurat 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
berakibat
3. Emosi 3. Sulit
konsisten 3. Perilaku aneh merespon
dengan atau tidak emosi
pengalaman biasa
4. Perilaku
4. Perilaku sosial 4. Menarik diri disorganisasi

Rentang respon neurobiologist halusinasi


(Stuart & Laraia, 2005)

D. Jenis-Jenis Halusinasi

Staurt dan Laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi
halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu
(olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perbaan (tactile), halusinasi
ceneshetic, dan halusinasi kinestetik.

JENIS KARAKTERISTIK
Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara menyerupai kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata
yang jelas berbicar tentang klien, bahkan sampai percakapan lengakap
antar dua orang atau lebih. Pikiran yang didengar seperti menyuruh
melakukan sesuatu yang kadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran geometris,
gambaran kartun, serta bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan
dapat menyenangkan maupun menakutkan seperti melihat monster
atau hantu.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau feses,
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu

6
sering terjadi akibat stroke, tumor, kejang atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang dari tana, benda mati atau orang lain.
Caneshetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urin.
Kinestetik Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak.
Tabel jenis halusinasi (Stuart & Laraia, 2005)

E. Fase-Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami klien dapat berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan
Laraia (2005) membagi fase halsinasi menjadi 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang
dialami dan kemampuan klien untuk mengendalikan dirinya. Semakin berat fase
halusinasi, klien mengalami ansietas yang semakin berat dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya. Fase halusinasi terdiri atas:

1. Fase I (comforting)

a. Fase halusinasi

1) Ansietas sedang

2) Halusinasi menyenangkan

b. Karakteristik

Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa


bersalah dan takut sehingga mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-
pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kondisi kesadaran jika ansietas
dapat ditangani. NONPSIKOTIK.

c. Perilaku klien

1) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai

2) Enggerakkan bibir tanpa suara

3) Pergerakan mata yang cepat

7
4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik

5) Diam dan asyik sendiri

2. Fase II (condeming)

a. Fase halusinasi

1) Ansietas berat

2) Halusinasi menjadi menjijikan

b. Karakteristik

1) Pengalaman sensori yang menakutkan dan menjijikan

2) Klien mulai lepas kendali dan mengambil jarak dengan sumber yang
diinterpretasikan

3) Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan


mulai menarik diri dari orang lain

4) Mulai merasa kehilangan kontrol

5) Tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan antipati

PSIKOTIK RINGAN

c. Perilaku klien

1) Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonomakibat ansietas seperti


peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah

2) Rentang perhatian menyempit

3) Asyik dengan pengalaman sensori dan tidak dapat membedakan antara


halusinasi dengan realita

4) Menyalahkan dan menarik diri dari orang lain

5) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja

3. Fase III (controling)

8
a. Fase halusinasi

1) Ansietas berat

2) Pengalamas sensori berkuasa

b. Karakteristik

1) Klien berhenti melakukan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah


pada halusinasi tersebut

2) Isi halusinasi menjadi menarik

3) Klien mungkin mengalami kesepian jika sensori halusinasi berhenti

PSIKOTIK

c. Perilaku klien

1) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti

2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain

3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit

4) Adanya tanda0tanda fisik ansietas berat seperti berkeringat, tremor dan


tidak dapat mematuhi perintah

5) Isi halusinasi menjadi atraktif

6) Perintah halusinasi ditaati

4. Fase IV (conquering)

a. Fase halusinasi

1) Panik

2) Umumnya menjadi melebur dengan halusinasinya

b. Karakteristik

1) Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah


halusinasinya

9
2) Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi
terapeutik

PSIKOTIK BERAT

c. Perilaku klien

1) Perilaku over akibat panik

2) Potensi berat untuk suicide atau homicide

3) Aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,


agitasi, menarik diri atau katatonik

4) Tidak mampu merespon perintah yang kompleks

5) Tidak mampu merespon lebih dari satu orang

F. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang akan menentukan diagnosis klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh faktor (Stuart
dan Laraia, 2005), di bawah ini antara lain:

1. Faktor Predisposisi

Faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia,
psikologis dan genetik yaitu faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Beberapa
faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti pada halusinasi antara lain:

a. Faktor genetik.

Telah diketahui bahwa secara genetik schizophrenia diturunkan melalui


kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam

10
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
schizophrenia berpeluang 50% jika salah satunya mengalami schizophrenia,
sementara jika dizygote peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah
satu orang tuanya mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalami
schizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizophrenia maka
peluangnya menjadi 35%.

b. Faktor perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan


interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.

c. Faktor neurobiologi

Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien dengan
schiziphrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
schizophrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter juga tidak ditemukan tidak normal, khususnya dopamine,
serotonin dan glutamat.

d. Study neurotransmitter

Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan


neurotransmitter serta dopamine berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotinin.

e. Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya


stress yang berlebihan yang dialami seseorang, maka tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimetytranferase (DMP)

f. Teori virus

Paparan virus influenza pada trimenster ke-3 kehamilan dapat menjadi


faktor predisposisi schizophrenia

g. Psikologis

11
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
schizophrenia, antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas,
terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya. Sementara itu hubungan interpersonal
yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi
dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.

h. Faktor sosiokultural

Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa


disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.

2. Fakfor Presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,


ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok,
terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi sering sebagai pencetus
terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping
itu juga oleh karena proses penghambatan dalam proses tranduksi dari suatu
impuls yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam proses interpretasi
dan interkoneksi sehingga dengan demikian faktor-faktor pencetus respon
neurobiologis dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan


memproses informasi di thalamus dan frontal otak

b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gatting


abnormal)

c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan


perilaku.

G. Mekanisme Koping Halusinasi

12
Mekanisme koping sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart, Laraia, 2005)
meliputi:

1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari


2. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihakan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

H. Validasi Informasi Tentang Halusinasi


Halusinasi benar-benar nyata dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata.
Sama halnya seperti seseorang yang mendengarkan siaran ramalan cuaca dan tidak lagi
meragukan orang yang berbicara tentang cuaca tersebut.Ketidakmampuan untuk
mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya
halusinasi menjadi prioritas untuk segera diatasi. Sangat penting untuk memberikan
kesempatan klien untuk menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya secara leluasa.
Perawat membutuhkan kemampuan untuk berbicara tentang halusinasi, karena dengan
perbincangan halusinasi dapat menjadi indikator sejauh mana gejala psikotik klien
diatasi. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain.
Kemampuan untuk bercakap-cakap tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat
penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut.
Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian yang penuh untuk dapat memfalitasi
percakapan tentang halusinasi. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung dengan jenis halusinasinya, apakah halusinasinya merupakan halusinasi
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan. Apakah perawat
mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi, maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:

1. Isi halusinasi yang dialami oleh klien.


Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar dan apa yang
dikatakan berkata jika halusinasi yang dialaminya adalah halusinasi dengar.
Bentuk bayangan bagaimana yang dilihat klien bila jenis halusinasinya adalah
halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium bila halusinasinya adalah

13
penciuman, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan atau merasakan
apa di permukaan tubuh bila mengalami halusinasi perabaan.
2. Waktu dan frekuensi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa hari sekali, seminggu atau berapa bulan pengalaman halusinasi
itu muncul. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
3. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami klien klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum halusinasi ini muncul. Selain itu
perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
4. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji
dengan menanyakan apa yang dilakukan klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah
tidak berdaya lagi terhadap halusinasi (Stuart, Laraia, 2005).

I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien yang mengalmi halusinasi adalah dengan pemberian obat-
obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia, 2005) yaitu:

1. Psikofarmakologis

Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan
gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Kelompok yang
umum digunakan adalah Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin
( Thorarzine), Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesondazim (Serentil),
Perfenazin (Trilafon), Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine),
Tioridazin (Mellaril), Triflluoperazin (Stelazine), Trifluopromazin (Vesprin) 60-
120 mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-600mg,
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100mg, Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil)
300-900mg, Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150mg, Dihidroindolon
Molindone (Moban) 15-225mg.

2. Terapi kejang listrik/ Eloctro Compulsive Theraphy (BCT)

14
3. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan


memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.

4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah.

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

J. Strategi Pelaksanaan

1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)

a) Kondisi

Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-
suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.

b. Diagnosa Keperawatan

15
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

c. Tujuan

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria :

1. Ekspresi wajah bersahabat

2. Menunjukkan rasa senang

3. Klien bersedia diajak berjabat tangan

4. Klien bersedia menyebutkan nama

5. Ada kontak mata

6. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat

7. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya

b) Membantu klien mengenal halusinasinya

c) Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

d. Intervensi Keperawatan

a) Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik

b) Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi


halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi

c) Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan


tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Jelaskan cara menghardik halusinasi

2. Peragakan cara menghardik halusinasi

3. Minta klien memperagakan ulang

4. Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai

5. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

16
e. Strategi Pelaksanaan

1. Orientasi

a) Salam Terapeutik

“Selamat pagi, assalamualaikum….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu?


Nama Saya….. boleh panggil Saya… Saya Mahasiswa …, Saya sedang
praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB
siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan
sebutan apa?”

b) Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”

c) Kontrak

1) Topik

“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak
tampak wujudnya?”

2) Waktu

“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”

3) Tempat

“Di mana kita akan bincang-bincang ???

Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???

2. Kerja

“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”

“Apa yang dikatakan suara itu?”

17
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”

“Seperti apa yang kelihatan?”

“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu


saja?”

“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”

“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”

“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”

“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”

“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”

“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”

“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau


bayangan agar tidak muncul?”

“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”

“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”

“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”

“Keempat, minum obat dengan teratur.”

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”

“Caranya seperti ini:

1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya
tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

18
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu
diulang-ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan!
Nah begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

3. Terminasi

a. Evaluasi subjektif

“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang
tidak dengan latihan tadi?”

b. Evaluasi objektif

“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”

‘Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar
tidak muncul lagi.”

c. Rencana tindak lanjut

“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya?” (Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri
makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan
oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya
maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?)

d. Kontrak yang akan datang

1) Topik

“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya


berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu
muncul?”

2) Waktu

19
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”

3) Tempat

“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya?
Sampai jumpa besok. Wassalamualaikum

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)

a) Kondisi klien

DO : Klien tenang

DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas

b) Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
c) Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
d) Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
e) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Bagaimana kabarnya hari ini?
mas masih ingat dong dengan saya? Ibu sudah mandi belum? Apakah
massudah makan?
 Evaluasi validasi : ”bagaimana perasaan mas hari ini? Kemarin kita sudah
berdiskusi tentang halusinasi, apakah mas bisa menjelaskan kepada saya
tntang isi suara-suara yang mas dengar dan apakah mas bisa
mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu dengan
menghardik?”
 Kontrak :
Topik :
”sesuai dengan kontrak kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di
ruamg tamu mengenai cara-cara mengontrol suara yang sering mas dengar
dulu agar suara itu tidak muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu :
Berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit saja,
bagaimana mas setuju?”
Tempat :

20
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? mas setuju?”
2. Fase kerja
 ”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan
membuat mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang
telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”
 ”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada
perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak mas
mengobrol sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.
3. Fase terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama.
Saya senag sekali mas mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah kita berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas
pilih untuk mengontrol halusinasinya adalah......
 Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus praktekkan
cara yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran
mas.”
f) Kontrak yang akan datang :
Topik :
”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri dengan kegiatan yang
bermanfaat.”
waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? mas setuju?”
tempat :
”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas sudah
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP3)


a) Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
b) Diagnosa Keperawatan : halusinasi

c) Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.

d) Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.

e) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?

21
 Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari
ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan
kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita
bicarakan kemarin
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa dikendalikan engan
cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas setuju?”
2. Fase Kerja
 ”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi
yaitu caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan
yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
 ”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri
dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan
kegiatan lain.”
3. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
 Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi
yang ketiga?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol halusinasi
seperti yang sudah diajarkan tadi?
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP4)


a) Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas

22
b) Diagnosa Keperawatan : halusinasi
c) Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
d) Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan
obat secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)
e) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
 Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
 Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya
hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan
kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara
yang kita bicarakan kemarin.
 Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana mas
setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali
sehari. Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang
sering mas dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa
gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,
mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas mas?
Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang mas rasakan setelah minum
obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Kemudian mas jangan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, gejala seperti yang mas alami sekarang akan muncul
lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh mas pada saat mionum
obat yaitu beanr obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar
frekuensi. Ingat ya mas..?!!”
3. Fase Terminasi
 Evaluasi subyektif : ”tidak terasa
kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali mas mau
berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan mas setelah
berbincang-bincang?”

23
 Evaluasi obyektif : ”coba mas
jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian berapa dosisnya?
 Tindak lanjut : ”tolong nanti mas
minta obat ke perawat kalau saatnya minum obat.”
 Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi
Aktifitas Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam .....? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan halusinasi difokuskan pada:

1. Faktor prediposisi

a. Faktor perkembangan terlambat

1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman, dan rasa aman.

2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi

3) Usia sekolah mengalami masalah yang tidak terselesaikan

b. Faktor psikilogis

24
Mudah kecewa, mudah purus asa, kecemasan tinggi, menutuo diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif, dan koping destruktif

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutat lingkungan
yang terlalu tinggi

d. Faktor biologis

Adanya kejadian terhadapt fisik, berupa: altrofi otak, pembesaran


vertikalperubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic

e. Faktor genetik

Adanya pengaruh herediter (keturunan)


Berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizofrenia dan kembar
monozigot.

2. Perilaku

Perilaku yang sering tampak pada pasien halusinasi antara lain: bibir komat
kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengaangguk-angguk seperti
mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup telinga grlisah, bergerak seperti
mengambil dan membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang, duduk
terpaku memandang satu arah, menarik diri.

3. Fisik

a. ADL

Nutrisi tidak adekuat apabila halusinasi memerintah untuk tidak makan, tidur
terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitas
geraak atau kegiatan ganjil.

b. Kebiasaan

Berhenti dari minum keras, penggunaan obat-obatan, zat halusinogen, tingkah


laku merusak dir

25
c. Riwayat kesehatan

Schizofrenia, delirium berhibungan dengan riwayat demam dan penyahgunaan


obat.

4. Fungsi sitem tubuh

a. Perubahan berat badan, hipertermi (demam)

b. Neurologi perubahan mood, disorientasi

c. Ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

5. Status intelektual

Gangguan persepsi, pengelihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir


tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping
regresi dan danial serta sedikit bicara.

6. Status sosial

Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stres


dan kecemasan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. Perubuhan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi
sosial : menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gengguan konsep diri (harga diri
rendah)
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubhan proses pikir.

C. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1 :

Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran

Tujuan Umum : Klien dapat megendalikan halusinasinya

TUK. 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.


Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya
a. Salam terapeutik

26
b. Perkanalkan diri
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Buat kontrak yang jelas
e. Menerima klien apa adanya
f. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati
Rasional 1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik
antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti klien mempercayai
perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-
klien
Evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara
verbal.

TUK. 2 Klien dapat mengenali halusinasinya


Intervensi 1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait
dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara
atau tertawa sendiri, terdiam di tengah-tengah pembicaraan)
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak
nyata bagi perawat
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculna halusinasi, isi
halusinasi, dan frekuensi timbulnya halusinasi
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi muncul
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi
halusinasi
Rasional 1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri
2. Mengumpulkan data intervesi dengan halusinasi
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan

27
selanjutnya
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi
Evaluasi 1. Klein dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-
4 kali pertemuan dengan menceritakan hal-hal yang nyata
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi, dan waktu timbulnya
halusinasi setelah 3 kali pertemuan
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi
terjadi setelah 2 kali pertemuan

TUK. 3 Klien dapat mengendalikan halusinasinya


Intervensi 1. Identifikasi tindakan klien yang positif
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah jadinya
halusinasi
4. Diskusikan dan ajarkan cara mengatasi halusinasi
5. Dorong klien untuk memilih cara yang diskusi untuk mengontrol
halusinasi
6. Beri pujian atau pilihan yang tepat
7. Dorong pujianuntuk melakukan tindakan yang telah dipilih
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakykan dan beri
solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih
Rasional 1. Mengetahui cara-cara klien mengatasi halusinasinya, baik yang
positif maupun yang negatif
2. Menghargai reapon atau upaya klien
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi
pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilih cara sesuai
kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon kloen atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi 1. Klien dapat meyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat
halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan.

28
2. Klien dapat menyebutkaan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.

TUK. 4 Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya


Intervensi 1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengurangi
halusainasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai
program dokter.
3. Diskusikan denga dokter tentang efek dan efek samping obat.
Rasional 1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien
tantang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat-obatan yang tidak diharapkan terhadap
klien.
Evaluasi Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter

TUK. 5 Klien mendapat dukugan keluarga dalam mengendalikan halusinasi


Intervensi 1. Bina hubungan saling percata dengan klien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang
dilakukan keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan keluarga tentang halusinasi, tanda-tanda,
dan cara merawat halusinasi
5. Beri pujian atad upata keluarga yang positif.
Rasional 1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keularga
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga
4. Memebrikan informasi dan menganjurkna keluarga terkait
halusinasi dan cara merawat klien.

29
5. Pujian untuk menghargai kelurga.
Evaluasi Keluarga dapat menyebutkan cara-cara merawat klien halusinasi

2. Diagnosa Keperawatan 2 :

Perubuhan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi


sosial : menarik diri

Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.

TUK. 1 Klien dapat membina hubungan salinf percaya dengan perawat


Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya
2. Menyapa klien dengan ramah
3. Mengingatkan kontrak
4. Terima klien apa adanya
5. Jelaskna tujuan pertemuan
6. Sikap terbuka dan empati
Rasional Kejujuran, kesulitan, dan penerimaan meninngkatkan kepercayaan
hubungan anatara klien denganperawat
Evaluasi Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat

TUK. 2 Klien dapat mengenai perawatan yang menyebabkan laku mernarik


diri
Intervensi 1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya
4. Beri pujian terhadap kemamouan klien mengungkapakan
perasaannya
Rasional 1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri
sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya
2. Untuk mengetahui alasan klien tentang menarik dirinya
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan
lingkungan sosialnya
Evaluasi Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan oenyebab atau

30
alasan menarik diri.

TUK. 3 Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain


Intervensi 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan
dengan orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyeburkan
manfaat
Rasional 1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan
dengan orang lain
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi
yang terlah diberikan
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Evaluasi Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaaat berhubungan dengan
orang lain
a. Mendapat teman
b. Dapat mengungkapkan perasaan
c. Membantu memecahkan masalah

TUK. 4 Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap


Intervensi 1. Dorong klien menyrbutkan cara berhubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu lien berhubungan dengan orang lain secara
bertahap antara lain:
a. Klien-perawat
b. Klien-perawat-perawat lain
c. Klien-perawat-perawat-perawat lain-klien lain
d. Klien-kelompok kecil (TAK)
e. Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien
Rasional 1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang
telah diberikan
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam
berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam
berhubungan dengan orang lain

31
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan interpersonal
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga dari klien
Evaluasi Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain,
misalnya:
a. Membalas sapaan perawat
b. Kontak mata positif
c. Mau berinteraksi

TUK. 5 Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan


orang lain
Intervensi 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti :
makan, ibadah, dan rekreasi
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan
klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan keuntungan rumah
sakit
6. Beri klien penguatan misalnya membawa makanan kesukaan
klien.
Rasional 1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga
3. Membantu kien dalam meningkatkan hubungan intersonal dengan
keluarga
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan
intraksi dengan lingkungannya
6. Meningkatkan rasa percaya diri kepda keluarga dan mersa
diperhatikan
Evaluasi 1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan
keluarga
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara
bergantian

32
3. Diagnosa Keperawatan 3

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gengguan konsep diri (harga diri
rendah)

Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa
rendah diri.

TUK. 1 Klien dapat memperluas kesadaran diri


Intervensi 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Berlaku klien bahwa menusia tidak ada yang sempurna, semua
memiliki kelebihan dan kekurangan
4. Berilaku klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan
yang dimiliki klien
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki
klien
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekerungan yang dimiliki
Rasional 1. Menidentifikasikan hal-hal posifif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai
kekurangan
3. Menghadirkan realita pada klien
4. Memberikan harapan pada klien
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi agar klien tidak
merasa putus asa
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya
setelah 1 kali pertemuan
2. Klien dapat meyebabkan kelemahan yang dimiliki kelemahan
yang dimiliki dan tidak menjadi halangan utnuk mencapai
keberhasilan

TUK. 2 Klien dapat menyelidiki dirinya


Intervensi 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS,
rencana klien setelah pulang, dan apa cita-cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemamouan

33
yang dimilikinya
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil
4. Beri Reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
Rasional 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan klien
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan percaya diri klien
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif yang
positif
Evaluasi Klien dapat menyebutkan cita-cita dan herapan yang sesuai
dengankemampuan setelah 1 kali pertemuan

TUK. 3 Klien dapat menevaluasi dirinya


Intervensi 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil
dicapainya
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab-sebab
kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara
menatasinya
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi
di pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi
dimasa yang akan dating
Rasional 1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal
2. Memberi kesempatan klien untuk memulai dirinya sendiri
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan
merupakan akhir dari suatu usaha
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali
pertemuan
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1
kali pertemuan

TUK. 4 Klien dapat membuat rencana yang realistis

34
Intervensi 1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan
kemampuan klien
3. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat
dicapainya
4. Beri kesempatan klien untuk kegiatan yang telag dipilih
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
7. Beri Reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan
kelompok.
Rasional 1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya
7. Meningkatkan harga diri klien
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali
pertemuan
2. Klien dapat membuat kepuusan dan keputusan dan mencapai
tujuan setalah 1 kali pertemuan

TUK. 5 Klien dapat dukungan berharga yang meningkatkan harga dirinya


Intervensi 1. Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri rendah
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai
klien serta tidak mengejek, tidak menjauhi
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil
pada klien
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan
keluarga
Rasional 1. Mengantisipasi maslah yang timbul
2. Menyiapkan support sistem yang akurat
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses

35
4. Membantu meningkatkan harga diri klien
5. Anjurkan keluarga untuk melahirkan klien dalam setiap penentuan
keluarga
Evaluasi 1. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah
mengatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mempu,
pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat merespon dan memperlakukan klien secara tepat
setelah 2 kali pertemuan

DIAGNOSA KEPERAWATAN 4 :

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubhan proses pikir.

Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

TUK. 1 Klien dapat mengenal akan wahamnya


Intervensi 1. Adakan kontrak sering dan singkat
2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
3. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas
4. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien
Rasional Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati,
mengembangkan ras percaya, dan akhirnya mendorong klien untuk
mendiskusikannya. Bertujuan untuk memudahkan rasa percaya dan
kemampuan untu mengerti akan tindakan dan komunkasi pasien.
Pasien belajar bahwa membantah atau menyangkal tidak akan
bermanfaat apa-apa
Evaluasi Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan
dari perawat dalam 4 kali pertemuan

TUK. 2 Klien dapat mengendalikan wahamnya


Intervensi 1. Bantu klien untuk mengungkapkan ansietas, takut atau tidak aman
2. Fokus dan kuatkan pada orang-orang yang nyata, ingatan tentang
pikiran irasional. Bicarakan kejadian-kejadian dan orang-orang
yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada

36
orang lain, belajar akan menyatakan , bicara dengan orang lain,
yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti
perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain
Rasional 1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak
terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya yang mungkin sudah terpendam
2. Diskusikan hal yang berfokus pada ide-ide yang salah membuat
pasien tidak akan mencapai tujuan dan mungkin membuat
psikososialnya lebih buruk. Jika pasien dapat beajat untuk
menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat
dicegah.
Evaluasi Klein dapat mengandalkan wahamnya dengan bantuan perawat dengan
menggunakan cara yang efektif dalam 4x pertemuan.

TUK. 3 Klien dapat mengevaluasi dirinya


Intervensi 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang
berhasil dicapainya
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab-sebab
jegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara
mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi
pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa
yang akan dating
Rasional 1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal
2. Memberi kesempatan klien unruk memulai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
4. Memberika kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan
merupakan akhir dari suatu usaha
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami
setelah 1 kali pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4
kali pertemuan

37
TUK. 4 Klien dapat membuat rencana yang
Intervensi 1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicpai denga
kemampuan klien
3. Bantu klien untuk memilih tujuan yang mungkin dapat dicapainya
4. Bari kesempatan klien utnuk melakukan kegiatan yang telah
dipilih
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
Rasional 1. Agar klian dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok
mengembangkan kemampuannya

38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
peurbahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. (Damayanti, 2012). Staurt dan Laraia (2005)
membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi halusinasi pendengaran
(auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi
pengecapan (gustatory), halusinasi perbaan (tactile), halusinasi ceneshetic, dan halusinasi
kinestetik.
Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halsinasi menjadi 4 fase berdasarkan tingkat
ansietas yang dialami dan kemampuan klien untuk mengendalikan dirinya, antara lain
Fase I (comforting), Fase II (condeming), Fase III (controling), Fase IV (conquering).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya halusinasi yaitu faktor predisposisi, faktor
presipitasi. Menurut Stuart dan Laria (2005) mekanisme koping sering digunakan pada
klien dengan halusinasi meliputi regresi, proyeksi, menarik diri, dan keluarga.
Penatalaksanaan secara medis pada halusinasi menurut Stuart dan Laraia (2005) yaitu
psikofarmakologis, terapi kejang listrik, terapi aktivitas kelompok.
Pengkajian pada klien dengan halusinasi di fokuskan pada faktor predisposisi,
perilaku, fisik, fungsi sistem tubuh, status intelektual, dan status sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I.

Keliat Budi, Anna. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien
Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

39
Keliat Budi Anna, dkk. 1987. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Maramis, W.F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga Press

Stuart & Sunden. 1999. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta: EGC

Stuart, G. W and Sudden, S. J. (2009). Buku Saku Keperawatan JiwaEdisi 3.


Jakarta: EGC

40

Anda mungkin juga menyukai