Anda di halaman 1dari 9

PENGEMASAN KALENG

Posted by Widiantoko, R. K.

Latar Belakang
Kemasan kaleng sebagai wadah utama banyak digunakan di berbagai industri makanan maupun non
makanan. Kemasan kaleng memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan kemasan lain. Kekuatan
mekanik yang tinggi, tahan tehadap perubahan-perubahan lingkungan, barrier yang baik terhadap gas,
uap air, debu, jasad renik, kotoran dan memiliki permukaan yang ideal untuk desain bentuk dan
labeling. Kaleng merupakan suatu wadah yang terbuat dari baja yang dilapisi dengan timah putih yang
tipis dengan kadar yang tidak lebih dari 1,00-1,25.

Sejarah ditemukannya kaleng sebagai wadah atau tempat penyimpanan makanan itu dimulai dari
kekalahan bala tentara Kaisar Napoleon dalam revolusi Perancis pada tahun 1795, yang mana
kekalahan yang terjadi diakibatkan karena kekurangan bahan makanan atau makanan yang layak
untuk dikonsumsi. Dulu persediaan bahan makanan para tentara hanya disimpan dalam karung dan
peti yang terbuat dari kayu sehingga mudah terkena matahari dan pengaruh dari luar. Oleh sebab itu
bahan makanan itu menjadi gampang membusuk dan tidak layak untuk dikonsumsi. Akibat yang
ditimbulkan adalah penyakit yang menyerang para tentara, sehingga terpaksa mundur kembali ke
Perancis dari dataran Eropa Timur.

Mengetahui hal tersebu seoranf ilmuan bernama Nicholas Alpert berhasil menemukan suatu teknologi
untuk mengawetkan makanan dalam jangka waktu yang lama. Penemuan tersebut tercipta setelah
Alpert melakukan percobaan selama 14 tahun. Melalui penemuanya tersebut maka Alpert
memenangkan sayembara tentang cara pengawetan makanan yang diadakan oleh Kaisar Napoleon.
Penemuannya tersebut terbuat dari botol kaca yang disumbat dengan kayu pada lubang masuknya
sehingga makanan yang ada didalamnya tidak terpengaruh oleh udara dari luar, menjadikan makanan
tersebut awet dalam waktu tertentu.

Namun pada tahun 1810 seorang industriawan bernama Peter Duran, mematenkan penemuannya
dalam hal kemasan yang kedap udara terbuat dari logam tipis, yang mana tidak akan mudah terlepas
dibanding dengan penemuannnya Nicholas Alpert. Peter menyimpulkan bahwa “ Makanan yang tersimpan
dalam tempat yang hampa udara (kedap udara) maka akan menjadi tahan lama”. Penemuan inilah yang menjadi
awal teknologi kemasan makanan yang dinamanakan kemasan kaleng.
Keuntungan wadah kaleng untuk makanan dan minuman adalah:

 Mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi


 Barrier yang baik terhadap gas, uap air, jasad renik, debu dan kotoran sehingga cocok untuk kemasan hermetis
 Toksisitasnya relatif rendah meskipun ada kemungkinan migrasi unsur logam ke bahan yang dikemas
 Tahan terhadap perubahan-perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim
 Mempunyai permukaan yang ideal untuk dekorasi dan pelabelan.
Definisi Kaleng
Kaleng didefinisikan sebagai wadah berbentuk silinder yang memiliki bagian mulut terbuka, biasanya
terbuat dari lembaran aluminium atau baja berlapis timah, dapat juga dibuat menggunakan plastic
dengan cara moulding injeksi maupun molding tiup. Di dalam buku ini lebih spesifik akan dibahas
mengenai kaleng berbahan baku logam (metal cans).
Ukuran kaleng dapat dinyatakan dengan penomoran sebagai berikut :
– 211 x 300 atau
– 303 x 406.
Tiga digit yang pertama (yaitu 211 atau 303) menyatakan diameter kaleng sedangkan 3 digit terakhir
menyatakan tinggi kaleng. Angka pertama dari diameter kaleng atau tinggi kaleng menyatakan satuan
inchi, sedangkan 2 angka terakhir menunjukkan 1/16 inchi. Contoh kaleng dengan ukuran 211 x 300,
menunjukkan diameter kaleng adalah 211/16 inchi dan tinggi 3 inchi. Kaleng dengan ukuran 202 x
214 mempunyai diameter 202/16 inchi dan tinggi 214/16 inchi.

Type dan Bentuk Kaleng Logam


Type kaleng logam umumnya terbagi menjadi 2 kelompok dengan bentuk yang beraturan yaitu
bulat (Round Can) dan kotak/persegi (Rectangular Can) tetapi dengan banyak sekali jenis sebagaimana
terlihat pada gambar 3. Adapun bentuk kaleng bulat dan persegi yang diproduksi PT. Arthawenasakti
Gemilang secara umum adalah :
1. Round Can
Adalah kaleng metal yang berbentuk fisik secara visual berupa lingkaran atau bulat dengan unsur
penyusunnya berupa komponen body dan end serta asesoris pelengkap sesuai fungsi dan
kegunaannya

2. Rectanguler Can
Adalah kaleng metal yang berbentuk fisik secara visual berupa kotak persegi dengan sudut beradius
dirangkai dari unsur penyusunnya berupa komponen body dan end serta asesoris pelengkap sesuai
fungsi dan kegunaannya

Sedangkan standar Internasional yang banyak diproduksi hampir disebagian besar industri kaleng
dunia adalah :

1. Aerosol can, contoh : kaleng parfum


2. Beer-beverages can, contoh kaleng beer & beverages (soft drink)
3. Flat, hinged-lid tins can, contoh : kaleng tempat obat
4. Flat top cylinders can, contoh : kaleng semir, pastiles
5. Non reclosure cans, contoh : kaleng sardines
6. Reclosure cans, contoh : kaleng permen, susu
7. Oblong F-style cans, contoh : kaleng varnish, politur, insektisida
8. Oblong key opening cans, contoh : kaleng corned beef
9. Oval & oblong cans dengan corong panjang, contoh :kaleng minyak, oli
10. Pear-shape key opening cans, contoh : kaleng daging
11. Multiple friction round cans, contoh : kaleng cat
12. Sanitary/open top cans, kaleng manisan buah, sayuran,
13. Spice cans, contoh : kaleng manisan buah, telur
14. Square-breasted cans, contoh : kaleng makanan, susu
Tahapan-tahapan pembuatan kaleng :
1. Body Blank Notched adalah proses pemotongan pada bagian sudut lembaran body kaleng
2. Hooked Blank adalah proses penekukan bagian tepi body yang sudah dipotong sudut, di perusahaan kita
proses ini dilakukan bersamaan dengan proses side/lock seam (4)
3. Formed Body adalah proses pembentukan roundness body atau flexing, di perusahaan kita proses ini
dilakukan setelah proses notching
4. Side Seam adalah proses penyambungan sisi-sisi body kaleng dengan sistem lock
5. Soldered Side Seam adalah proses pematrian/solder hasil penyambungan sisi-sisi body
6. Flanged Body adalah proses penekukan/pembentukan tepi body kaleng yang digunakan untuk proses
pembentukan body hook pada proses double seaming
7. Application of end adalah penempatan posisi komponenpada flanged body
8. Position for Crimping adalah posisi seam panel end terhadap flanged body
9. Completed Double Seam adalah proses double seaming yang telah selesai/lengkap

Material Utama (raw material) yang digunakan dalam industri pembuatan kaleng logam ada beberapa
macam, yaitu :
• ETP (Electrolitic Tin Plate) adalah baja lembaran fase dingin yang dilapisi oleh logam timah (Sn)
dengan proses pelapisan secara elektrolisis.
• ECCS (Electrolitic Chromium-Coated Steel) atau TFS (Tin Free Steel)
• Aluminium

Klasifikasi ETP
Menurut Jenis Penampakannya

Dibagi kedalam 2 jenis penampakan luar, yaitu baja lapis timah elektrolisis dengan permukaan buram
dan baja lapis timah elektrolisis dengan permukaan mengkilap.

Menurut Ketebalan Lapisan Timah (Tin Coating)

Berdasarkan pada standar ASTM A624, dibagi dalam 8 tingkatan coating timah yaitu :

No. Kode Gr/m2


1 10 1,1
2 20 2,2
3 25 2,8
4 35 3,9
5 50 5,6
6 75 8,4
7 100 11,2
8 135 15,2
Jika tertulis standar ETP # 25/20 artinya kadar lapisan timah pada bagian luar adalah 2,8 gram per
meter persegi permukaan bahan dan bagian dalam 2,2 gram per meter persegi permukaan bahan.

Menurut Proses Pencairannya

Baja lapis timah elektrolisis diklasifikasikan menurut proses pencairan logam dasarnya sebagai hasil
dari pengerolan dingin tunggal (SR = single reduced) dan hasil pengerolan dingin ganda (DR = double
reduced)

Menurut Temper

Baja lapis timah elektrolisis diklasifikasikan menurut tingkat penyempurnaan temper logam dasar hasil
pengerolan dingin tunggal kedalam 6 kelas proses annealing tidak kontinyu (batch annealing) yaitu
T1-T6 dan 3 kelas proses annealing berjalan secara kontinyu (continuous annealing) yaitu T4-AK – T6-
AK

Menurut Sifat Mekanis

Baja lapis timah elektrolisis diklasifikasikan menurut tingkat penyempurnaan sifat mekanis logam
dasar hasil pengerolan dingin ganda kedalam 4 kelas kekerasannya, yaitu DR-8 – DR-10

Menurut Proses Finishing

Bright Finish : ETP yang secara visual tampak mengkilap, halus dan polos.
Stone Finish : ETP yang secara visual tampak agak kasar, seperti kulit jeruk, tetapi penampakannya
mengkilap

Matte Finish : Secara visual mudah dibedakan dengan BF maupun SF karena penampakannya buram

Menurut Grade(ketentuan ini berlaku untuk pemasok tertentu dan bersifat internal)

Grade I atau disebutPrime yaitu grade pertama dari tinplate dimana spesifikasinya (baik dimensional
maupun visual) kita yang menentukan.
Grade II yaitu :

ü CTL (Cut to Length) adalah Tinplate dimana spesifikasi ukuran tebal dan lebar yang menentukan
supplier, sedangkan untuk ukuran panjang kita yang menentukan.

ü AWW (Assorted Waste Waste) adalah Tinplate hasil sortiran dari CTL, dimana ukurannya sama dengan
CTL.
Grade III adalah WWI(Waste Waste Import), merupakan tinplate hasil sortiran dari CTL dan AWW dimana
untuk panjang dan lebar ditentukan oleh supplier sedangkan untuk tebal kita sendiri yang
menentukan.
Grade IV (Grade paling rendah) yaitu UAWW(Un Assorted Waste Waste) yang merupakan tinplate hasil
sortiran dari WWI, tinplate yang ukurannya (tebal, lebar dan panjang) sangat bervariasi artinya campur
dan acak.
Menurut Proses Printing

Printing adalah proses pemberian dekorasi atau disain terhadap permukaan ETP baik sebagai base
coating (lapisan dasar sebelum printing) ataupun ink printing secara langsung (metalic). Warna printing
sangat beragam dari yang tunggal seperti White Coating/Ink (WC), Gold Lacquer/Ink (GL), Clear
Lacquer (CL) dan lain-lain sesuai disain yang diinginkan. Sedangkan bila ETP tidak diprinting
diistilahkan Plain (PL)
Analisa DAN Tes ETP
Analisa dan testing yang dilakukan terhadap ETP meliputi test dan pengujian hasil printing/coating
baik saat Incoming QC (IQC) maupun In Process QC (IPQC), yaitu :

Dimensional : Merupakan pengukuran dimensi bahan, meliputi ukuran sheet/unit/pieces (thick x


length x width), blank line, crash cutting, dan squareness

Testing : Merupakan pengetesan terhadap bahan, terutama printing, meliputi pengetesan yang
dialakukan untuk mengetahui kuailtas printing :

 Rub Test. Pengetesan terhadap ETP printing yang bertujuan untuk mengetahui ketahanan printing terhadap
pengaruh external secara mekanis maupun khemis dengan menggunakan besi berbentuk silinder padat seberat 1
kg dan dibungkus kain halus. Media yang digunakan adalah bahan kimia berupa solvent/pelarut (seperti MIBK,
MEK) kemudian digerakan maju mundur.
 Cross Cut Test. Pengetesan terhadap ETP printing yang bertujuan untuk mengukur kelekatan/adhesifitas printing
menggunakan cross cut tester dan cellotape sebagai media test
 Hardness/tempering test. Pengetesan terhadap ETP Printing maupun Plain yang bertujuan untuk mengetahui
kekerasan bahan masih dilakukan secara manual dengan membandingan bahan standar temper sesuai packing list
 Immerse Test. Pengetesan terhadap ETP printing dengan cara pencelupan bahan menggunakan thinner sesuai isi
produknya selama waktu tertentu untuk mengetahui ketahanan/kelarutannya terhadap kekerasan sifat thinner
 Coverage Test. Test terhadap ETP yang bertujuan untuk mengetahui area penutupan (coverage) varnish/lacquer
pada permukaan ETP menggunakan larutan cupri sulfat (CuSO4)
 Pinhole Test. Test terhadap ETP (plain maupun printing) untuk mengetahui ada tidaknya cacat lubang pada ETP
baik akibat mekanis maupun proses miling
 Visual. Pemeriksaan terhadap ETP printing maupun plain untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan
secara visual baik yang berasal dari bahan, proses maupun handling
Penyimpangan ETP Hasil Cutting
Raw material yang menyimpang saat proses cutting dapat diterima untuk proses produksi dengan
penerimaan khusus yang ditoleransi (special acceptance). Ada beberapa penyimpangan proses cutting
yang bisa ditoleransi, baik secara visual maupun dimensional diantaranya :
Dimensional, meliputi :

 Gram : Batas toleransi untuk gram adalah 15% dari ketebalan bahan.
 Cutting size (Panjang x lebar) : Batas toleransi ukuran panjang dan lebar pada body blank hasil cutting (+ 0,2 mm)
 Kesikuan : Batas toleransi kesikuan body blank hasil cutting (± 0,2 o)
 Blank line space : Jarak blank line untuk proses welding, bisa membesar/mengecil akibat kesalahan cutting
Visual, meliputi :

 Penyimpangan disain printing, dan proses printing,


 Penyimpangan bahan baku ETP Plain (missal : matte, low coating)
Masalah yang sering timbul dari proses pengalengan:
 Kebocoran/ leaking. Secara primer dapat terjadi karena proses kerusakan pada kaleng secara langsung seperti
welding crack, overcure maupun false seam. Secara sekunder terjadi karena kesalahan close seaming maupun
korosi.
 Water stain yaitu sejenis korosi pada ETP yang disebabkan oleh kelembaban udara tinggi atau reaksi hidrolisis
dengan H2O (air) sehingga pada ETP terdapat bercak-bercak kecoklatan sampai hitam.
 Wavy Edge adalah cacat fisik pada ETP berupa ketidakrataan/bergelombangnya lembar ETP baik sebagian
maupun seluruhnya
 Rusty/Corrosion yakni cacat ETP berupa karat yang diakibatkan proses reaksi bahan kimiawi bersifat korosif.
Umumnya bahan yang tidak dilapisi lacquer maupun printing mudah terkena bahan kimia asam atau udara yang
lembab sehingga terjadi reaksi oksidasi. Beberapa faktor yang menentukan terbentuknya karat pada kemasan
kaleng adalah :
– Sifat bahan pangan, terutama pH
– Adanya faktor-faktor pemicu, misalnya nitrat, belerang dan zat warna antosianin.
– Banyaknya sisa oksigen dalam bahan pangan khususnya pada bagian atas kaleng (head space), yang sangat
ditentukan pada saat proses blanching, pengisian dan exhausting.
– Faktor yang berasal dari bahan kemasan, misalnya berat lapisan timah, jenis dan komposisi lapisan baja dasar,
efektivitas perlakuan permukaan, jenis lapisan dan lain-lain.
– Suhu dan waktu penyimpanan, serta kebersihan ruang penyimpanan.
“Pengkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya migrasi Sn ke dalam makanan yang dikemas.
Timah putih (Sn) baik dalam bentuk alloy maupun murni, sudah sejak lama dikenal sebagai logam yang aman digunakan
untuk menyiapkan dan mengemas makanan. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang tahan korosi dan daya racunnya kecil.
Pada saat ini lebih dari 50% produksi Sn di dunia dipakai untuk melapisi kaleng dalam pembuatan tin plate yang
penggunaan utamanya untuk mengemas makanan. Logam Sn dan Fe yang merupakan logam dasar pembuat kemasan
termasuk ke dalam golongan logam berat, sehingga jika produk pangan kalengan terkontaminasi oleh logam ini dan
makanan itu dikonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan keracunan. Hal ini disebabkan toksikan dari logam berat
mempunyai kemampuan untuk berfungsi sebagai kofaktor enzim, akibatnya enzim idak dapat berfungsi sebagaimana
biasanya sehingga reaksi metabolisme terhambat.
Secara alami biji-bijian, sayuran dan daging mengandung Sn sekitar 1 mg/kg. Timah putih (Sn) merupakan logam yang
tidak beracun (mikronutrien yang esensial untuk tubuh). Tikus memerlukan Sn 1-2 mg/kg berat badan/hari untuk dapat
tumbuh normal. Di dalam pencernaan hanya sekitar 1% dari Sn yang diabsorbsi oleh tubuh, sisanya dikeluarkan kembali
melalui urin, sedangkan yang tertahan di dalam tubuh akan didistribusikan ke dalam ginjal, hati dan tulang. Menurut
CODEX, batas maksimum Sn di dalam makanan adalah 250 mg/kg. Jumlah Sn yang dikonsumsi melalui makanan
tergantung dari pola makan seseorang.
Di Inggris secara normal jumlah Sn yang dikonsumsi adalah 187 g, namun dapat mencapai jumlah 1.5-3.8 mg untuk orang
yang banyak mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Sn (Tripton et al., 1966 di dalam Herman, 1990).
Dosis racun Sn untuk manusia adalah 5-7 mg/kg berat badan. Keracunan Sn ditandai dengan mual-mual, muntah dan pada
kadar keracunan yang tinggi dapat menyebabkan kematian, tetapi jarang ditemukan adanya kasus keracunan Sn yang
serius. Konsumsi Sn dalam jumlah sedikit pada waktu yang panjang juga tidak menimbulkan efek keracunan (Reilly, 1990 di
dalam Herman, 1990).
Kontaminasi Sn ke dalam makanan dapat berasal dari peralatan pengolahan atau dari bahan pengemas. Untuk
memperkecil alrutnya Sn ke dalam bahan makanan maka digunakan enamel sebagai pelapis kaleng. Bahan-bahan makanan
yang mendapat perhatian khusus terhadap kontaminasi Sn adalah sayuran, buah-buahan (nenas, tomat, jamur, asparagus
dan buah-buahan berwarna putih) yang umumnya dikalengkan dalam kemasan kaleng tin plate tanpa enamel. Hal ini
disebabkan karena kontaminasi Sn dapat menurunkan penampilan produk yaitu perubahan warna menjadil lebih gelap.
Kandungan Sn dalam fraksi padatan dan fraksi cairan dari makanan kaleng umumnya berbeda. Fraksi padatan pada
umumnya mengandung Sn lebih tinggi dibandingkan fraksi cairan, yang kemungkinan disebabkan adanya komponen kimia
tertentu dalam fraksi padatan yang dapat mengikat Sn. Untuk komoditi yang terdiri dari fraksi padatan yang dicampur
dengan fraksi cairan seperti buah dalam kaleng yang diberi sirup gula, maka penetapan kadar Sn dilakukan setelah kedua
fraksi dicampur secara merata. Tetapi jika komoditi tersebut yang dikonsumsi hanya fraksi padatannya saja seperi jamur di
dalam kaleng, maka penetapan kadar Sn dilakukan hanya terhadap fraksi padatan saja.
Coating Process (Lapisan Enamel)
Untuk mencegah terjadinya kontak langsung antara kaleng pengemas dengan bahan pangan yang
dikemas, maka kaleng plat timah harus diberi pelapis yang disebut dengan enamel. Interaksi antara
bahan pangan dengan kemasan ini dapat menimbulkan korosi yang menghasilkan warna serta flavor
yang tidak diinginkan,
misalnya :
– Terbentuknya warna hitam yang disebabkan oleh reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada
makanan berasam rendah (berprotein tinggi).

– Pemucatan pigmen merah dari sayuran/buah-buahan seperti bit atau anggur karena reaksi dengan
baja, timah atau aluminium.

Untuk mencegah terjadinya korosi ini maka kaleng lapisan enamel. Jenis-jenis lapisan enamel yang
digunakan adalah :
 Epoksi-fenolik, merupakan pelapis yang banyak digunakan, bersifat tahan asam serta mempunyai
resistensi dan fleksibilitas terhadap panas yang baik. Digunakan untuk pengalengan ikan, daging,
buah, pasta dan produk sayuran. Pada pelapisan dengan epoksi fenolik juga dapat ditambahkan zink
oksida atau logam aluminium bubuk untuk mencegah sulphur staining pada produk daging, ikan dan
sayuran.
 Komponen Vinil, yang mempunyai daya adhesi dan fleksibilitas tinggi, tahan terhadap asam dan
basa, tapi tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses sterilisasi. Digunakan untuk produk bir, juice
buah dan minuman berkarbonasi.

 Phenolic lacquers, merupakan pelapis yang tahan asam dan komponen sulfida, digunakan untuk
kaleng kemasan pada produk daging, ikan, buah, sop dan sayuran.
 Butadiene lacquers, dapat mencegah kehilangan warna dan mempunyai resistensi terhadap panas
yang tinggi. Digunakan untuk bir dan minuman ringan.
 Acrylic lacquers, merupakan pelapis yang berwarna putih, digunakan sebagai pelapis internal dan
eksternal pada produk buah. Pelapis ini lebih mahal dibanding pelapis lainnya dan dapat menimbulkan
masalah pada beberapa produk.
 Epoxy amine lacquers, adalah pelapis yang mempunyai daya adhesi yang baik, tahan terhadap panas
dan abrasi, fleksibel dan tidak menimbulkan off-flavor, tetapi harganya mahal. Digunakan untuk bir,
minuman ringan, produk hasil ternak, ikan dan daging.
 Alkyd lacquers, adalah pelapis yang murah dan digunakan sebagai pelapis luar, tidak digunakan
sebagai pelapis dalam karena dapat menimbulkan masalah offflavor.

 Oleoresinous lacquers, digunakan untuk berbagai tujuan, harganya murah, pelapis dengan warna
keemasan. Digunakan untuk bir, minuman sari buah dan sayuran.

Can Seamer Process


Penutupan kaleng atau yang biasa disebut dengan can closing merupakan tahapan proses wajib yang
dilakukan pada industri yang menggunakan jenis kemasan kaleng seperti ikan kaleng, minuman
ringan, dll. Can closing sendiri dapat diartikan sebagai proses penutupan kaleng agar kedap hermetis
sehingga dapat mencegah terjadinya rekontaminasi pada isi kaleng dan melindungi isi kaleng. Kedap
hermetis adalah kondisi dimana produk terisolasi dari lingkungan sehingga tidak memungkinkan
terjadinya perpindahan udara dari lingkungan ke dalam kemasan maupun sebaliknya.

Alat untuk menutup kaleng disebut


dengan seamer. Seamer dapat dibagi menjadi dua, yaitu seamer vakum dan seamer tanpa vakum.
Perbedaan kedua jenis tersebut adalah ada atau tidaknya vacuum chamber pada seamer. Vacuum
chamber berfungsi untuk menghasilkan kondisi vakum di dalam kaleng dengan cara menghisap udara
dari dalam kaleng dengan tekanan hisap tertentu. Kondisi vakum di dalam kaleng dibutuhkan untuk
mencegah pertumbuhan spora bakteri Clostridium botulinum. Jika menggunakan mesin seamer
tanpa vacuum chamber, kondisi vakum di dalam kaleng diperoleh dengan cara pengisian panas (hot
filled) sehingga ketika kaleng didinginkan, suasana vakum akan otomatis terbentuk.
Prinsip penutupan kaleng dikenal dengan istilah double seaming. Double seaming merupakan penutupan
kaleng yang dilakukan dengan dua tahap operasi. Tahap pertama menghasilkan lipatan yang
bertautan antara flange kaleng (bibir kaleng) dengan tutup kaleng. Tahap kedua memampatkan lipatan
tahap pertama hingga membentuk lipatan yang rapat. Operasi pertama berfungsi untuk membentuk
atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan badan kaleng. Operasi ke-dua berfungsi
untuk meratakan gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama. Double seam merupakan gabungan
yang dibentuk antara body dan tutup kaleng secara mekanis yang terbentuk melalui dua tahap operasi
yang berbeda.
Double seam yang dihasilkan dalam proses penutupan kaleng, harus dapat menjaga isi yang
dikandungnya terutama makanan, minuman, minyak dan lain-lain. Maka dari itu seam tersebut harus
tahan terhadap tekanan-tekanan, baik dari luar maupun dari dalam. Selain itu, double seam memang
harus cukup kuat menahan kemungkinan adanya pengaruh selama perjalanan, pengiriman, proses dan
penyimpanan.

Cara kerja mesin seamer berbeda-beda tergantung dari jenis dan tipe seamer yang digunakan, namun
prinsip kerjanya sama untuk semua jenis mesin seamer. Kaleng yang yang telah berisi produk dan
medium dilewatkan melalui conveyor menuju seamer. Kaleng kemudian melewati timing screw yang
bertujuan untuk mengatur waktu dan jarak antar kaleng sebelum ditutup. Kaleng kemudian akan
menekan sebuah tuas sehingga separator menahan tutup kaleng terbuka dan tutup kaleng jatuh di
atas kaleng yang akan ditutup. Tutup kaleng dan kaleng kemudian akan diangkat oleh lifter, dan terjadi
operasi penutupan pertama yang akan menautkan bibir kaleng dengan tutup kaleng. Setelah operasi
penutupan pertama selesai, kemudian akan langsung terjadi operasi penutupan kedua. Setelah kedua
operasi selesai, kaleng akan dilepaskan dari alat pembentuk double seam, dan kaleng akan dibawa
keluar dari mesin seamer.

first roll – second roll seamer can

Seamer machine process


Pada proses
pembuatan kaleng, perlu dilakukan pengujian terhadap hasil penutupannya (proses akhir dari
pembuatan kaleng). Hal ini sangat penting untuk mengurangi seminimal mungkin terjadinya
kebocoran pada bagian tutup kaleng. Pada prakteknya, ada 2 sistem pemeriksaan double seam yaitu
optical system dan micrometer measurement system. Selanjutnya, pada masing-masing sistem
tersebut dilakukan dua pengukuran yaitu pengukuran esensial dan opsional.
 Optical system
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan seam scope atau seam projector, untuk pengukuran yang esensial
dilakukan pada body hook, overlap dan tightness (observasi terhadap keriput yang terjadi pada lining compound)
dan pengukuran opsional dilakukan pada width, cover hook, counter sink dan thickness.
 Micrometer measurement system
Pengukuran yang esensial dilakukan pada cover hook, body hook, width dan tightness. Sedangkan pengukuran
yang sifatnya opsional dilakukan pada pengukuran overlap (dengan perhitungan rumus), counter sink dan
thickness. Cara pengujian kaleng dilakukan dengan menghitung persentase overlap, yaitu persentase lekukan
antara bahan kaleng dan tutup kaleng sambungan ganda. Apabila persentase overlap tinggi (minimum 45% atau
0.9 mm), maka penutupan kaleng sudah baik, karena jika sambungan ganda pada kaleng tidak dibentuk dengan
baik, maka bakteri dari udara dan air akan masuk ke dalam kaleng dan menyebabkan perubahan-perubahan pada
isi kaleng.
Pada beberapa industri dilakukan juga pemeriksaan tear-down dengan frekuensi minimum kurang dari
2 jam dari setiap mesin penutup double seam. Dengan pemeriksaan ini akan diketahui dengan pasti
mengenai tingkat kerapatan, juncture, droop dan bodyhook.

Selama produksi mutlak diperlukan pengamatan secara ketat dan teratur terhadap hasil seaming.
Perubahan-perubahan yang menyimpang dari ukuran-ukuran standar menunjukkan adanya kelainan
pada perlengkapan mesin produksi yang harus segera diatasi. Dengan pengamatan seperti itu dapat
diambil kesimpulan mengenai bentuk kaleng sehubungan dengan proses yang dialaminya.
Pemeriksaan berikutnya adalah terhadap ukuran-ukuran kaleng yang merupakan patokan untuk
memperkirakan keadaan seam itu sendiri. Ukuran yang diperiksa adalah tightness (kerapatan),
overlap, cover hook dan body hook. Alat yang digunakan untuk mengukur seam thickness dan seam
width adalah seam micrometer.

Pengukuran dalam (tear down examination) dilakukan untuk mengetahui secara pasti besarnya cover
hook, body hook dan panjang overlap. Beberapa alat sengaja dibuat untuk tujuan ini antara lain seam
proyector dan seam scope. Cara yang paling murah dan mudah didapatkan adalah menggunakan
gergaji halus dan lensa berskala. Ukuran-ukuran ini dinyatakan dalam inch atau milimeter.

Seam yang baik hanya dapat dijamin bila tingkat kerapatan, juncture dan overlap berada dalam batas-
batas yang diijinkan. Ukuran-ukuran dalam setting mesin dipakai sebagai pedoman, sedang dalam
keadaan biasa perlu diperhatikan juga pengaruh dari bahan.

Anda mungkin juga menyukai