Posted by Widiantoko, R. K.
Latar Belakang
Kemasan kaleng sebagai wadah utama banyak digunakan di berbagai industri makanan maupun non
makanan. Kemasan kaleng memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan kemasan lain. Kekuatan
mekanik yang tinggi, tahan tehadap perubahan-perubahan lingkungan, barrier yang baik terhadap gas,
uap air, debu, jasad renik, kotoran dan memiliki permukaan yang ideal untuk desain bentuk dan
labeling. Kaleng merupakan suatu wadah yang terbuat dari baja yang dilapisi dengan timah putih yang
tipis dengan kadar yang tidak lebih dari 1,00-1,25.
Sejarah ditemukannya kaleng sebagai wadah atau tempat penyimpanan makanan itu dimulai dari
kekalahan bala tentara Kaisar Napoleon dalam revolusi Perancis pada tahun 1795, yang mana
kekalahan yang terjadi diakibatkan karena kekurangan bahan makanan atau makanan yang layak
untuk dikonsumsi. Dulu persediaan bahan makanan para tentara hanya disimpan dalam karung dan
peti yang terbuat dari kayu sehingga mudah terkena matahari dan pengaruh dari luar. Oleh sebab itu
bahan makanan itu menjadi gampang membusuk dan tidak layak untuk dikonsumsi. Akibat yang
ditimbulkan adalah penyakit yang menyerang para tentara, sehingga terpaksa mundur kembali ke
Perancis dari dataran Eropa Timur.
Mengetahui hal tersebu seoranf ilmuan bernama Nicholas Alpert berhasil menemukan suatu teknologi
untuk mengawetkan makanan dalam jangka waktu yang lama. Penemuan tersebut tercipta setelah
Alpert melakukan percobaan selama 14 tahun. Melalui penemuanya tersebut maka Alpert
memenangkan sayembara tentang cara pengawetan makanan yang diadakan oleh Kaisar Napoleon.
Penemuannya tersebut terbuat dari botol kaca yang disumbat dengan kayu pada lubang masuknya
sehingga makanan yang ada didalamnya tidak terpengaruh oleh udara dari luar, menjadikan makanan
tersebut awet dalam waktu tertentu.
Namun pada tahun 1810 seorang industriawan bernama Peter Duran, mematenkan penemuannya
dalam hal kemasan yang kedap udara terbuat dari logam tipis, yang mana tidak akan mudah terlepas
dibanding dengan penemuannnya Nicholas Alpert. Peter menyimpulkan bahwa “ Makanan yang tersimpan
dalam tempat yang hampa udara (kedap udara) maka akan menjadi tahan lama”. Penemuan inilah yang menjadi
awal teknologi kemasan makanan yang dinamanakan kemasan kaleng.
Keuntungan wadah kaleng untuk makanan dan minuman adalah:
2. Rectanguler Can
Adalah kaleng metal yang berbentuk fisik secara visual berupa kotak persegi dengan sudut beradius
dirangkai dari unsur penyusunnya berupa komponen body dan end serta asesoris pelengkap sesuai
fungsi dan kegunaannya
Sedangkan standar Internasional yang banyak diproduksi hampir disebagian besar industri kaleng
dunia adalah :
Material Utama (raw material) yang digunakan dalam industri pembuatan kaleng logam ada beberapa
macam, yaitu :
• ETP (Electrolitic Tin Plate) adalah baja lembaran fase dingin yang dilapisi oleh logam timah (Sn)
dengan proses pelapisan secara elektrolisis.
• ECCS (Electrolitic Chromium-Coated Steel) atau TFS (Tin Free Steel)
• Aluminium
Klasifikasi ETP
Menurut Jenis Penampakannya
Dibagi kedalam 2 jenis penampakan luar, yaitu baja lapis timah elektrolisis dengan permukaan buram
dan baja lapis timah elektrolisis dengan permukaan mengkilap.
Berdasarkan pada standar ASTM A624, dibagi dalam 8 tingkatan coating timah yaitu :
Baja lapis timah elektrolisis diklasifikasikan menurut proses pencairan logam dasarnya sebagai hasil
dari pengerolan dingin tunggal (SR = single reduced) dan hasil pengerolan dingin ganda (DR = double
reduced)
Menurut Temper
Baja lapis timah elektrolisis diklasifikasikan menurut tingkat penyempurnaan temper logam dasar hasil
pengerolan dingin tunggal kedalam 6 kelas proses annealing tidak kontinyu (batch annealing) yaitu
T1-T6 dan 3 kelas proses annealing berjalan secara kontinyu (continuous annealing) yaitu T4-AK – T6-
AK
Baja lapis timah elektrolisis diklasifikasikan menurut tingkat penyempurnaan sifat mekanis logam
dasar hasil pengerolan dingin ganda kedalam 4 kelas kekerasannya, yaitu DR-8 – DR-10
Bright Finish : ETP yang secara visual tampak mengkilap, halus dan polos.
Stone Finish : ETP yang secara visual tampak agak kasar, seperti kulit jeruk, tetapi penampakannya
mengkilap
Matte Finish : Secara visual mudah dibedakan dengan BF maupun SF karena penampakannya buram
Menurut Grade(ketentuan ini berlaku untuk pemasok tertentu dan bersifat internal)
Grade I atau disebutPrime yaitu grade pertama dari tinplate dimana spesifikasinya (baik dimensional
maupun visual) kita yang menentukan.
Grade II yaitu :
ü CTL (Cut to Length) adalah Tinplate dimana spesifikasi ukuran tebal dan lebar yang menentukan
supplier, sedangkan untuk ukuran panjang kita yang menentukan.
ü AWW (Assorted Waste Waste) adalah Tinplate hasil sortiran dari CTL, dimana ukurannya sama dengan
CTL.
Grade III adalah WWI(Waste Waste Import), merupakan tinplate hasil sortiran dari CTL dan AWW dimana
untuk panjang dan lebar ditentukan oleh supplier sedangkan untuk tebal kita sendiri yang
menentukan.
Grade IV (Grade paling rendah) yaitu UAWW(Un Assorted Waste Waste) yang merupakan tinplate hasil
sortiran dari WWI, tinplate yang ukurannya (tebal, lebar dan panjang) sangat bervariasi artinya campur
dan acak.
Menurut Proses Printing
Printing adalah proses pemberian dekorasi atau disain terhadap permukaan ETP baik sebagai base
coating (lapisan dasar sebelum printing) ataupun ink printing secara langsung (metalic). Warna printing
sangat beragam dari yang tunggal seperti White Coating/Ink (WC), Gold Lacquer/Ink (GL), Clear
Lacquer (CL) dan lain-lain sesuai disain yang diinginkan. Sedangkan bila ETP tidak diprinting
diistilahkan Plain (PL)
Analisa DAN Tes ETP
Analisa dan testing yang dilakukan terhadap ETP meliputi test dan pengujian hasil printing/coating
baik saat Incoming QC (IQC) maupun In Process QC (IPQC), yaitu :
Testing : Merupakan pengetesan terhadap bahan, terutama printing, meliputi pengetesan yang
dialakukan untuk mengetahui kuailtas printing :
Rub Test. Pengetesan terhadap ETP printing yang bertujuan untuk mengetahui ketahanan printing terhadap
pengaruh external secara mekanis maupun khemis dengan menggunakan besi berbentuk silinder padat seberat 1
kg dan dibungkus kain halus. Media yang digunakan adalah bahan kimia berupa solvent/pelarut (seperti MIBK,
MEK) kemudian digerakan maju mundur.
Cross Cut Test. Pengetesan terhadap ETP printing yang bertujuan untuk mengukur kelekatan/adhesifitas printing
menggunakan cross cut tester dan cellotape sebagai media test
Hardness/tempering test. Pengetesan terhadap ETP Printing maupun Plain yang bertujuan untuk mengetahui
kekerasan bahan masih dilakukan secara manual dengan membandingan bahan standar temper sesuai packing list
Immerse Test. Pengetesan terhadap ETP printing dengan cara pencelupan bahan menggunakan thinner sesuai isi
produknya selama waktu tertentu untuk mengetahui ketahanan/kelarutannya terhadap kekerasan sifat thinner
Coverage Test. Test terhadap ETP yang bertujuan untuk mengetahui area penutupan (coverage) varnish/lacquer
pada permukaan ETP menggunakan larutan cupri sulfat (CuSO4)
Pinhole Test. Test terhadap ETP (plain maupun printing) untuk mengetahui ada tidaknya cacat lubang pada ETP
baik akibat mekanis maupun proses miling
Visual. Pemeriksaan terhadap ETP printing maupun plain untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan
secara visual baik yang berasal dari bahan, proses maupun handling
Penyimpangan ETP Hasil Cutting
Raw material yang menyimpang saat proses cutting dapat diterima untuk proses produksi dengan
penerimaan khusus yang ditoleransi (special acceptance). Ada beberapa penyimpangan proses cutting
yang bisa ditoleransi, baik secara visual maupun dimensional diantaranya :
Dimensional, meliputi :
Gram : Batas toleransi untuk gram adalah 15% dari ketebalan bahan.
Cutting size (Panjang x lebar) : Batas toleransi ukuran panjang dan lebar pada body blank hasil cutting (+ 0,2 mm)
Kesikuan : Batas toleransi kesikuan body blank hasil cutting (± 0,2 o)
Blank line space : Jarak blank line untuk proses welding, bisa membesar/mengecil akibat kesalahan cutting
Visual, meliputi :
– Pemucatan pigmen merah dari sayuran/buah-buahan seperti bit atau anggur karena reaksi dengan
baja, timah atau aluminium.
Untuk mencegah terjadinya korosi ini maka kaleng lapisan enamel. Jenis-jenis lapisan enamel yang
digunakan adalah :
Epoksi-fenolik, merupakan pelapis yang banyak digunakan, bersifat tahan asam serta mempunyai
resistensi dan fleksibilitas terhadap panas yang baik. Digunakan untuk pengalengan ikan, daging,
buah, pasta dan produk sayuran. Pada pelapisan dengan epoksi fenolik juga dapat ditambahkan zink
oksida atau logam aluminium bubuk untuk mencegah sulphur staining pada produk daging, ikan dan
sayuran.
Komponen Vinil, yang mempunyai daya adhesi dan fleksibilitas tinggi, tahan terhadap asam dan
basa, tapi tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses sterilisasi. Digunakan untuk produk bir, juice
buah dan minuman berkarbonasi.
Phenolic lacquers, merupakan pelapis yang tahan asam dan komponen sulfida, digunakan untuk
kaleng kemasan pada produk daging, ikan, buah, sop dan sayuran.
Butadiene lacquers, dapat mencegah kehilangan warna dan mempunyai resistensi terhadap panas
yang tinggi. Digunakan untuk bir dan minuman ringan.
Acrylic lacquers, merupakan pelapis yang berwarna putih, digunakan sebagai pelapis internal dan
eksternal pada produk buah. Pelapis ini lebih mahal dibanding pelapis lainnya dan dapat menimbulkan
masalah pada beberapa produk.
Epoxy amine lacquers, adalah pelapis yang mempunyai daya adhesi yang baik, tahan terhadap panas
dan abrasi, fleksibel dan tidak menimbulkan off-flavor, tetapi harganya mahal. Digunakan untuk bir,
minuman ringan, produk hasil ternak, ikan dan daging.
Alkyd lacquers, adalah pelapis yang murah dan digunakan sebagai pelapis luar, tidak digunakan
sebagai pelapis dalam karena dapat menimbulkan masalah offflavor.
Oleoresinous lacquers, digunakan untuk berbagai tujuan, harganya murah, pelapis dengan warna
keemasan. Digunakan untuk bir, minuman sari buah dan sayuran.
Cara kerja mesin seamer berbeda-beda tergantung dari jenis dan tipe seamer yang digunakan, namun
prinsip kerjanya sama untuk semua jenis mesin seamer. Kaleng yang yang telah berisi produk dan
medium dilewatkan melalui conveyor menuju seamer. Kaleng kemudian melewati timing screw yang
bertujuan untuk mengatur waktu dan jarak antar kaleng sebelum ditutup. Kaleng kemudian akan
menekan sebuah tuas sehingga separator menahan tutup kaleng terbuka dan tutup kaleng jatuh di
atas kaleng yang akan ditutup. Tutup kaleng dan kaleng kemudian akan diangkat oleh lifter, dan terjadi
operasi penutupan pertama yang akan menautkan bibir kaleng dengan tutup kaleng. Setelah operasi
penutupan pertama selesai, kemudian akan langsung terjadi operasi penutupan kedua. Setelah kedua
operasi selesai, kaleng akan dilepaskan dari alat pembentuk double seam, dan kaleng akan dibawa
keluar dari mesin seamer.
Selama produksi mutlak diperlukan pengamatan secara ketat dan teratur terhadap hasil seaming.
Perubahan-perubahan yang menyimpang dari ukuran-ukuran standar menunjukkan adanya kelainan
pada perlengkapan mesin produksi yang harus segera diatasi. Dengan pengamatan seperti itu dapat
diambil kesimpulan mengenai bentuk kaleng sehubungan dengan proses yang dialaminya.
Pemeriksaan berikutnya adalah terhadap ukuran-ukuran kaleng yang merupakan patokan untuk
memperkirakan keadaan seam itu sendiri. Ukuran yang diperiksa adalah tightness (kerapatan),
overlap, cover hook dan body hook. Alat yang digunakan untuk mengukur seam thickness dan seam
width adalah seam micrometer.
Pengukuran dalam (tear down examination) dilakukan untuk mengetahui secara pasti besarnya cover
hook, body hook dan panjang overlap. Beberapa alat sengaja dibuat untuk tujuan ini antara lain seam
proyector dan seam scope. Cara yang paling murah dan mudah didapatkan adalah menggunakan
gergaji halus dan lensa berskala. Ukuran-ukuran ini dinyatakan dalam inch atau milimeter.
Seam yang baik hanya dapat dijamin bila tingkat kerapatan, juncture dan overlap berada dalam batas-
batas yang diijinkan. Ukuran-ukuran dalam setting mesin dipakai sebagai pedoman, sedang dalam
keadaan biasa perlu diperhatikan juga pengaruh dari bahan.