Anda di halaman 1dari 64

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Tujuan intruksional :

Setelah mempelajari prosedur ini siswa mampu :

1. Menjelaskan pengantar mekanika tubuh

2. Menjelaskan pengantar pengaturan gerak


MENJELASKAN TENTANG MOBILISASI AKTIF DAN PASIF
3. Menjelaskan konsep dasar mobilisasi
1. PENGANTAR MEKANIKA TUBUH
Tubuh anda seperti mesin yang terorganisasi dengan baik. Setiap bagian
dirancang untuk melakukan pekerjaan tertentu. Mata dapat melihat, telinga mendengar
dan otot-otot membantu bergerak. Beberapa otot memberi bentuk dan susunan pada
tubuh anda. Otot-otot yang lain melekat pada tulang sedemikian halnya yang
memungkinkan kita untuk menggerakkan atau mengangkat benda-benda berat. Otot-otot
tersebut dapat bekerja dengan baik jika digunakan dengan benar. Menggunakan otot-otot
yang tepat untuk melakukan pekerjaan disebut mekanika tubuh.

 Postur tubuh (body aligment)


Mekanika tubuh yang baik berawal dari postur tubuh yang tepat. Postur
tubuh yang tepat terdapat keseimbangan antara kelompok-kelompok otot dan bagian-
bagian tubuh dalam kesejajaran (posisi) yang baik. Body aligment merupakan
susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian-bagian
tubuh yang lain. Body aligment yang baik akan meningkatkan keseimbangan yang
optimal dan fungsi tubuh yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk maupun
tidur.
 Body aligment yang baik
1. Kepala tegak, leher dan punggung dalam posisi lurus
2. Berat badan secara keseluruhan dibebankan pada pantat dan paha
3. Kedua paha sejajar dan lurus
4. Kedua kaki menginjak lantai. Dengan menggunakan bangku pendek untuk
digunakan pada kaki dan tumit akan terasa nyaman
5. Lengan bawah disokong diatas lengan bila ada meja di depan kita

 Faktor-faktor yang mempengaruhi body aligment


1. Kesehatan umum : sakit, kecacatan, kurang / tidak adanya aktifitas, kurang
bugarnya fisik dan kelelahan

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


2

2. Status gizi : intake vitamin D yang inadekuat pada bayi dan anak-anak, gizi
buruk bisa menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot, intake calcium pada
lansia yang beresiko memiliki masalah postur tubuh yaitu osteoporosis,
obesitas dapat merubah postur tubuh
3. Life style : postur tubuh yang salah dapat terbentuk selama pekerjaannya dan
dapat menimbulkan kerusakan postur. Seseorang yang pekerjaannya
mengangkat beban hanya pada satu posisi tubuh saja.

 Keseimbangan Tubuh
Keseimbangan diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan
selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, melakukan aktivitas hidup sehari-hari,
dan bergerak bebas di komunitas. Kemampuan untuk mencapai keseimbangan di
pengaruhi oleh penyakit. Gangguan pada kemampuan ini merupakan ancaman untuk
keselamatan fisik dan dapat menyebabkan ketakutan terhadap keselamatan seseorang
dengan membatasi diri dalam beraktivitas (Berg et al, 1992).

 Koordinasi Gerakan Tubuh

Berat adalah gaya pada tubuh yang digunakan terhadap gravitasi. Ketika suatu
objek diangkat, pengangkat harus menguasai berat objek dan mengetahui pusat
gravitasinya. Pada objek yang simetri pusat gravitasi berada tepat pada pusat objek.
Karena manusia tidak mempunyai bentuk geometris yang sempurna, maka pusat
gravitasinya biasa berada pada 55% sampai 57% tinggi badannya ketika berdiri dan
berada di tengah. Gaya berat selalu mengarah ke bawah, hal ini menjadi alasan
mengapa objek yang tidak seimbang itu jatuh. Klien yang tidak stabil itu jatuh karena
pusat gravitasinya tidak seimbang, gaya gravitasi berat mereka yang akhirnya
menyebabkan mereka jatuh.

 Menggunakan tubuh secara efektif


Ada 10 aturan dasar yang harus di ingat yang dapat membantu otot-otot untuk
bekerja:
1. Pertahankan punggung anda agar tetap lurus
2. Rentangkan kaki anda agar dapat menjadi landasan penunjang yang baik (gambar
1-1)
3. Membungkuk dari pinggul dan lutut agar lebih dekat ke objek. Jangan
membungkuk dari pinggang (gambar 1-2)
4. Gunakan berat badan anda untuk membantu mendorong atau menarik objek
5. Gunakan otot terkuat untuk melakukan pekerjaan
6. Hindari memutar sebagian badan ketika bekerja dan membungkuk dalam waktu
lama. Putarlah seluruh tubuh
7. Pegang dan tahan objek yang berat dekat dengan tubuh anda

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


3

8. Dorong atau tariklah objek daripada mengangkatnya


9. Selalu mintalah bantuan bila pasien atau benda terlalu berat untuk digerakkan
sendiri (gambar 1-3)
10. Serempakkan gerakan. Siapkan pasien dan anggota yang lain dengan
memberitahukan mereka bila sudah siap atau dengan hitungan 1 sampai 3 dan
semua bergerak serentak pada hitungan ketiga.

Gambar 1-1 : rentangkan kaki Gambar 1-2 : Membungkuk dari pinggul dan
lutut agar lebih dekat ke objek

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


4

Gambar 1-3 : mintalah bantuan bila perlu

2. PENGATURAN GERAK
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistem skeletal,
otot skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem ini berhubungan erat dengan meka-
nisme pendukung tubuh, sistem ini dapat dianggap sebagai satu unit fungsional.
 Perubahan perkembangan
Sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan fungsi tubuh mengalami perubahan.
Proses pertumbuhan dan perkembangan system musculoskeletal diawalai dari proses
pembentukan jaringan tulang sejak dalam kandungan. Selanjutnya tulang mengalami
proses mineralisasi untuk pengaturan keseimbangan fosfat dan kalsium. Selain itu,
ada faktor yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan seperti vitamin A
untuk metabolism kartilago, vitamin C untuk pertumbuhan tulang dan vitamin D
untuk proses kalsifikasi. Dan pengaruh terbesar terlihat pada usia anak-anak dan
lansia.
a. Bayi
Tulang belakang bayi baru lahir lentur. System musculoskeletal bayi bersifat
fleksibel. Ekstremitas lentur dan persendian memiliki rentang gerak lengkap. Pada
bayi yang sudah matur, system musculoskeletal menjadi lebih kuat, bayi mampu
melawan pergerakan, meraih dan menggenggam objek. Pada saat bayi tumbuh,
perkembangan system musculoskeletal membutuhkan dukungan berat badan
untuk berdiri dan berjalan. Karena berat badan tidak tersebar rata, maka postur
tidak seimbang dan sering terjatuh.
b. Toddler

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


5

Ketika anak berjalan, tungkai dan kaki biasanya berjauhan dan kaki agak terbuka.
Pada akhir masa toddler, penampakan postur berkurang.
c. Pre school
Pada usia 3 tahun, tubuh lebih ramping, lebih tinggi dan lebih baik
keseimbangannya. Perut yang menonjol berkurang, kaki tidak terbuka berjauhan,
lengan dan tungkai makin panjang. Dari usia 3 tahun sampai permulaan remaja
system musculoskeletal terus berkembang. Tulang panjang di lengan dan tungkai
tumbuh.
d. Remaja
Tahap remaja ditandai dengan pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan terkadang
tidak seimbang antara remja putri dan putra. Pertumbuhan dan perkembangan
remaja putri biasa lebih dulu dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul
membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha dan pantat. Perubahan bentuk
pada remaja putra menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan peningkatan
massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih sempit.
Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu dan tungkai atas.
e. Dewasa
Orang dewasa yang mempunyai postur dan kesejajaran tubuh yang benar tentunya
merasa senang dan umumnya terlihat percaya diri. Orang dewasa sehat juga
memerlukan perkembangan musculoskeletal dan koordinasi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang
dewasa terjadi terutama pada wanita hamil.
f. Lansia
Kehilangan total massa tulang progresif terjadi pada lansia. Pengaruh kehilangan
tulang adalah tulang menjadi lemah. Selain itu, lansia mengalami perubahan
status fungsional sekunder akibat perubahan status mobilisasi.

 Sistem skeletal
Skelet adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Tulang panjang membentuk tinggi
tubuh (mis. femur, fibula, dan tibia pada kaki). tulang pendek, yaitu tulang yang
memiliki panjang kurang lebih sama dengan lebar/tebalnya, contoh : falang. Tulang
pipih, yaitu tulang yang berbentuk lebar dan pipih, contoh : klavikula, scapula,
tengkorak, costae.
Tulang tidak beraturan, yaitu tulang yang tidak dapat dimasukkan ke dalam 3
golongan di atas. Sebagai contoh : vertebrae, karpal, tarsal.

 Karakteristik tulang

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


6

Karakteristik tulang meliputi kekokohan, kekakuan, dan elastisitas. Kekokohan


tulang itu merupakan hasil dari adanya garam anorganik seperti kalsium dan
fosfat, yang tersebar dalam matrik tulang. Kekokohan berhubungan dengan
kekakuan tulang, yang penting untuk mempertahankan tulang panjang tetap lurus,
dan membuat tulang dapat menyangga berat badan saat berdiri. Selain itu, tulang
mempunyai tingkat elastisitas dan fleksibilitas skelet yang dapat berubah sesuai
usia. Misalnya, bayi baru lahir memiliki lebih banyak kartilago dan lebih fleksibel
tetapi tidak mampu menopang berat badan. Tulang pada todler lebih lentur
daripada tulang lansia sehingga lebih dapat bertahan dari jatuh.

 Sendi adalah hubungan di antara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan sesuai


dengan struktur dan tingkat mobilisasinya. Ada empat klasifikasi sendi:
sinostotik, kartilagonus, fibrosa dan sinovial.
1. Sendi sinostotik, mengacu pada ikatan tulang dengan tulang. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini, dan jaringan tulang yang dibentuk di antara
tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Contoh klasik tipe sendi ini
adalah sakrum, pada sendi vertebra (Gambar 1-4, A)
2. Sendi kartilagonus, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago
dapat ditemukan ketika tulang mengalami penekanan yang konstan, antara
sternum dan iga (Gambar 1-4, B).
3. Sendi fibrosa, adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat
diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah terbatas. Misalnya, sepasang
tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) (Gambar 1-4, C).
4. Sendi sinovial, adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas karena
permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago. Contoh,
Humerus radius dan ulna dihubungkan oleh kartilago dan ligamen
membentuk sendi putar (Gambar 1-4, D).

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


7

Gambar 1-4 : tipe sendi

 Ligamen

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


8

Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengilat,


fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan
kartilago. Selain itu, beberapa ligamen memiliki fungsi protektif.
 Tendon

Gambar 1-5 Ligamen pada sendi pinggul.

Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang


menghubungkan otot dengan tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel, dan tidak
elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi.

 Kartilago
Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang
terletak terutama di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.

Gambar 1-6 : tendon dan otot kaki bagian bawah

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


9

 System syaraf
System syaraf yaitu system syaraf pusat yang terdiri atas otak dan medulla
spinalis, serta system syaraf tepi yang merupakan percabangan dari system
syaraf pusat. Setiap syaraf memiliki bagian somatis yang memiliki fungsi
sensoris dan motoris serta bagian otonom. Terjadinya kerusakan pada sitstem
syaraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang yang menyebabkan
kelemahan secara umum. Sedangkan kerusakan syaraf tepi mengakibatkan
kerusakan pada syaraf radial yang mengakibatkan drop hand (gangguan
daerah tangan).
 Otot skeletal
 Otot yang penting dalam pergerakan
Otot yang penting dalam pergerakan melekat di regio skelet tempat
pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan. Pengungkitan terjadi ketika tulang
tertentu, seperti hu-merus, ulna, dan radius, serta sendi yang berhubungan, seperti
sendi siku, bekerja sama sebagai pengungkit.
 Otot yang penting dalam membentuk postur (kesejajaran) tubuh
Otot terutama berfungsi mempertahankan postur, berbentuk pendek, dan
menyerupai kulit karena membungkus tendon dengan arah miring berkumpul
secara tidak langsung pada tendon. Otot ekstremitas bawah, tubuh, leher, dan
punggung yang terutama berfungsi membentuk postur tubuh (posisi tubuh dalam
kaitannya dengan ruang sekitar).

3. KONSEP DASAR MOBILISASI


 Definisi mobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan
kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan
tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit (khususnya penyakit
degeneratif).

Mobilisasi terbagi atas mobilisasi aktif serta mobilisasi pasif.


Mobilisasi aktif, merupakan latihan pada tulang dan sendi yang dapat dilakukan
sendiri tanpa bantuan tenaga kesehatan maupun bantuan keluarga. Mobilisasi pasif
merupakan latihan yang diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot
(ekstremitas) berupa latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat
melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.
Mobilisasi Pasif ini sebaiknya dilakukan sejak hari pertama klien tidak diperkenankan
meninggalkan tempat tidur atau klien yang jarang bergerak.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


10

Mobilisasi tidak diperkenankan pada kasus penyakit tertentu, misalnya pada


pasien asma, fraktur, pasien-pasien dengan kelemahan umum dengan tingkat energi
yang kurang, penyakit jantung.

 Tujuan mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan di ikuti oleh perilaku yang
dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat, misalnya : seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda
dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injury
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya, misalnya : seseorang yang mengalami patah tulang akan kesulitan
untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi, karena adanya nyeri pada daerah post operasi, cenderung untuk
bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena
menderita penyakit tertentu, misalnya : stroke yang berakibat kelumpuhan.

3.Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktivitas, misalnya : seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan
berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura.
4.Tingkat energi
Setiap orang melakukan mobilisasi jelas memerlukan energi atau tenaga.
Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi. Di samping itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari
stresor guna mempertahankan kesehatan dan psikologis.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


11

5.Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan
mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.

6. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan ada 2 macam yakni
ketidakmampuan primer dan ketidakmampuan sekunder. Ketidakmampuan
primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (paralisis akibat cedera pada
medulla spinalis). Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak
dari ketidakmampuan primer (kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-
penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.

 Fokus mobilisasi

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


12

Pengkajian mobilisasi klien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan dan
toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh.
1. Rentang gerak
Lateral «- Medial

Superio
r

Potongan
sagital

Gambar 1-7: Garis potongan pada


tubuh.
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerak yang dilakukan sendi.
Mobilisasi sendi di setiap potongan dibatasi oleh ligament, otot dan sendi. Pada
potongan sagital, potongannya adalah fleksi dan ektensi (jari-jari tangan dan siku),
pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan
tungkai). Pada potongan tranversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi
(tangan), rotasi internal dan external (lutut) dan dorsofleksi (kaki).

2. Gaya berjalan
Istilah gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan gaya ketika
berjalan. Siklus gaya berjalan dimuali dengan tumit mengangkat satu tungkai dan
berlanjut dengan tumit mengangkat tungkai yang sama.
Dengan meihat gaya berjalan klien memungkinkan didapatkan kesimpulan
tentang keseimbangan, postur, keamanan dan kemampuan berjalan tanpa bantuan.
Mekanika gaya berjalan manusia mengikuti kesesuaian system skeletal, saraf dan
otot dari tubuh manusia (Fish dan Nielsen, 1993).

3. Latihan dan toleransi aktivitas


Latihan merupakan aktivitas fisik untuk membuat kondisi tubuh menjadi sehat,
meningkatkan kesehatan dan mempertahankan kesehatan jasmani. Hal ini juga

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


13

digunakan sebagai terapi untuk mengembalikan seluruh tubuh ke status kesehatan


maksimal. Jika seseorang latihan, maka akan terjadi perubahan fisiologis dalam
system tubuh (lihat tabel berikut).

System organ tubuh Pengaruh latihan


Sistem cardiovaskuler - Memperbaiki kontraksi mocard
- Menguatkan otot jantung
- Menurunkan tekanan darah
Sistem respiratori - Meningkatkan frekuensi dan
kedalaman pernafasan
- Meningkatkan pengebangan
diafragma
Sistem metabolic - Meningkatkan motilitas usus
- Meningkatkan produksi panas tubuh
Sistem muskuloskeletal - Memperbaiki tonus otot
- Meningkatkan mobilisasi sendi
- Memperbaiki toleransi otot untuk
latihan
- Mengurangi kehilangan tulang
Faktor psikososial - Meningkatkan toleransi terhadap
stress
- Menunjukkan perasaan lebih baik
- Mengurangi penyakit (flu)

Toleransi aktivitas merupakan jenis dan jumlah latihan atau kerja yang dapat
dilakukan seseorang. Pengkajian toleransi aktivitas diperlukan jika ada
perencanaan aktivitas seperti jalan, latihan gerak atau aktivitas sehari-hari dengan
penyakit akut atau kronik.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi aktivitas


1. Faktor fisiologis
a. Frekuensi penyakit dalam 12 bulan terakhir
b. Tipe penyakit dalam 12 bulan terakhir
c. Status muskuloskeletal (penurunan masa otot)
d. Pola tidur
2. Faktor emosional
a. Suasana hati (mood) : depresi , cemas

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


14

b. Motivasi
c. Ketergantungan zat kimia (obat-obatan, alcohol, nikotin)
d. Gambaran diri
3. Faktor perkembangan
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kehamilan
d. Perubahan masa otot karena perubahan perkembangan
e. Perubahan system skeletal karena perubahan perkembangan

Klien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti lemah tidak


mampu melakukan aktivitasnya karena energy besar diperlukan untuk
menyelesaikan aktivitasnya sehingga menyebabkan kelelahan dan kelemahan
yang menyeluruh.
Orang depresi, khawatir dan cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas.
Klien depresi biasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi. Klien yang selalu
merasa khawatir dan cemas, lebih mudah lelah karena mereka mengeluarkan
energy cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya. Jadi mereka mengalami
keletihan secara fisik dan emosional.
Perubahan perkembangan juga mempengaruhi toleransi aktivitas. Bayi yang
memasuki tahap toddler, tingkat aktivitasnya meningkat dan kebutuhan tidur
menurun. Anak yang memasuki taman kanak-kanak, pre school atau sekolah dasar
mengeluarkan energy dalam belajar dan membutuhkan istirahat lebih banyak
setelah sekolah. Remaja dalam masa pubertas membutuhkan istrahat lebih banyak
karena banyaknya energy tubuh yang dikeluarkan untuk pertumbuhan dan
perubahan hormon.

4. Kesejajaran tubuh
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri, duduk atau
berbaring. Pengkajian ini memilki tujuan sebagai berikut :
1. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat
pertumbuhan dan perkembangan
2. Mengidentifikasi penyimpangan kesejajaran tubuh yang disebabkan postur
yang buruk
3. Memberi kesempatan klien untuk mengobservasi posturnya

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


15

4. Mengidentifikasi kebutuhan belajar kien untuk mempertahankan kesejajaran


tubuh yang benar
5. Mengidentifkasi trauma, kerusakan otot atau disfungsi syaraf
6. Memperoleh informasi mengenai factor-faktor lain yang mempengaruhi
kesejajaran yang buruk, seperti kelelahan,malnutrisi dan masalah psikologis

 Kriteria dalam mengkaji posisi berdiri :


1. Kepala tegak lurus dan midline
2. Bila diperhatikan dari arah posterior, pantat, bahu dan pinggul lurus sejajar
3. Bila diperhatikan dari anterior , punggung (vertebra) lurus
4. Bila diperhatikan, klien dalam keadaan sejajar, kepala tegak dan vertebra
lurus ke dalam
5. Kedua lengan pasien lurus disamping
6. Kaki lurus dan jari-jari kaki di kedepankan
7. Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengah
tubuh, dan garis gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan sampai
titik tengah antara kedua kaki. Bagian lateral garis gravitasi dimulai secara
vertikal dari tengah tengkorak sampai sepertiga kaki bagian posterior
(Gambar 1-8).
 Kriteria dalam mengkaji posisi duduk

Mengkaji kesejajaran pada klien yang duduk dengan mengobservasi hal-hal


sebagai berikut:
1. Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang
lurus.
2. Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha.
3. Paha sejajar dan berada pada potongan horisontal.
4. Kedua kaki ditopang di lantai (Gambar 1-9). Pada klien pendek tinggi, alat
bantu kaki digunakan dan pergelangan kaki menjadi fleksi dengan nyaman.
5. Jarak 2-4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal
pada permukaan lutut bagian posterior.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


16

6. Lengan bawah klien ditopang pada pegangan tangan, di pangkuan, atau di


atas meja depan kursi.

Pus
at
gravit
asi

Gambar 1-8 : Kesejajaran tubuh yang benar pada saat


berdiri.

Gambar 1-9 : kesejajaran tubuh yang benar pada posisi duduk

 Kriteria dalam mengkaji dengan posisi berbaring


Langkah pertama mengkaji kesejajaran tubuh adalah menempatkan klien
pada posisi istirahat sehingga tidak nampak dibuat-buat atau posisi kaku. Jika
mengkaji kesejajaran tubuh pasien imobilisasi atau pasien tidak sadar maka

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


17

bantal dan alat penopang diangkat dari tempat tidur lalu klien diletakkan pada
posisi telentang.
Pengkajian kesejajaran tubuh ketika berbaring membutuhkan posisi lateral
pada klien dengan menggunakan satu bantal, dan semua penopangnya
diangkat dari tempat tidur (Gambar 1-10). Tubuh harus ditopang oleh matras
yang adekuat. Tulang belakang harus berada dalam kesejajaran lurus tanpa
ada lengkungan yang terlihat. Pengkajian ini memberi data dasar mengenai
kesejajaran tubuh klien.

Gambar 1-10 : Kesejajaran tubuh yang benar ketika berbaring.

BAB II
LATIHAN MOBILISASI (ROM)

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


18

Tujuan intruksional :

Setelah mempelajari prosedur ini siswa mampu :

1. Memberikan bantuan kepada pasien duduk di tempat tidur

2. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kereta dorong (2 atau 3 penolong)

3. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda

4. Membantu pasien melakukan mobilisasi (ROM)

5. Mengetahui tipe-tipe gerakan tubuh manusia

Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran dan mobilitas tubuh.


Abnormalitas postur congenital atau dapat mempengaruhi efisiensi system musculoskeletal,
serta kesejajaran, keseimbangan dan penampilan tubuh. Abnormalitas postur dapat
menghambat kesejajaran, mobilitas atau keduanya sehingga membatasi rentang gerak pada
beberapa sendi.
Sebelum melakukan semua tindakan yang berkenaan dengan mobilitas, tentunya harus
melakukan persiapan termasuk mengkaji kekutan otot, mobilitas pada sendi, adanya paralisis,
toleransi aktivitas, tingkat kenyamanan dan kemampuan untuk mengikuti instruksi. Selain itu
disiapkan alat yang diperlukan untuk melakukan mobilisasi (kursi roda, tongkat, kruk dll).

1. MEMBANTU PASIEN DUDUK DI TEMPAT TIDUR


Tindakan in merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien.
 Persiapan
1. Hand scoon
2. Memberi tahu pasien
3. Mencuci tangan
 Tujuan
1. Memenuhi kebutuhan mobilitas
2. Mempertahankan toleransi terhadap aktivitas
3. Mempertahankan kenyamanan

 Pelaksanaan
1. Berdiri di sebelah kanan pasien
2. Memasukkan tangan kanan melalui ketiak kanan pasien sampai tulang belikat,
sedangkan tangan kanan pasien memegang bahu kanan perawat dari arah belakang

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


19

3. Menyisipkan tangan kiri di bawah duduk pasien dan tangan pasien saling
berpegangan di atas bahu perawat
4. Mengangkat badan pasien kemudian di dudukkan
5. Merapikan tempat tidur
6. Cuci tangan
 Evaluasi
Pasien berada dalam posisi yang nyaman

2. MEMINDAHKAN PASIEN
Tujuan : a. untuk mengurangi atau menghindarkan pergerakan pasien dengan keadaan
fisiknya
b. Untuk memberikan perasaan senang pada pasien
a. Untuk pindah ruangan
b. Untuk melakukan pemeriksaan (laborat, foto rontgen, dll)
Dilakukan : pada pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan
a. Cara kerja memindahkan pasien dari tempat tidur ke brancard
 Persiapan alat
1. Kereta dorong (brancard)
2. Selimut
3. Bantal bila perlu
4. Tiga orang penolong
 Persiapan pasien
1. Memberitahu pasien
2. Menjelaskan tujuan
 Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Pasien diangkat oleh tiga penolong
3. Penolong 1 (paling tinggi) : berdiri dibagian kepala
4. Penolong 2 : berdiri di bagian pinggang
5. Penolong 3 : berdiri dibagian kaki
Ketiganya berdiri pada sisi kanan pasien
6. Lengan kiri penolong 1 diletakkan di bawah kepala dan lengan kanan di bawah
punggung (bila pasien gemuk, maka lengan kanan penolong 1 melalui badan pasien
kebawah pinggang sehingga berpegangan dengan pergelangan tangan kiri penolong
2)

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


20

7. Lengan kiri penolong 2 dibawah pinggang, lengan kanan di bawah pantat


8. Lengan penolong 3, keduanya mengangkat seluruh tungkai
9. Setelah siap, salah satu perawat memberi aba-aba untuk mengangkat bersama
10. Dengan langkah yang sama, mulai berjalan bersama-sama menuju ke brancard yang
telah disiapkan
11. Posisi pasien diperbaiki dan selimut dirapikan
12. Antar pasien
 Terminasi
1. Evaluasi
2. Merapikan alat dan bahan
3. Lepas APD
4. Cuci tangan
5. Dokumentasi
b. Cara kerja memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
 Persiapan alat
1. Kursi roda
2. Selimut
3. Bantal bila perlu
 Persiapan pasien
1. Memberitahu pasien
2. Menjelaskan tujuan
 Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Kursi roda didorong kesisi tempat tidur. Roda belakang harus dikunci agar kursi
roda tidak terbalik
3. Bantu pasien untuk posisi duduk di tepi tempat tidur.
4. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu/ sandal yang stabil dan tidak licin.
5. Renggangkan kedua kaki Anda. Sejajarkan lutut Anda dengan lutut klien.
6. Rangkul aksila pasien dan tempatkan tangan Anda di skapula pasien.
7. Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan ke-3 sambil meluruskan panggul dan
tungkai Anda
8. Instruksikan pasien untuk menggunakan lengan untuk memegangi kursi
9. Merapikan pasien
10. Menjauhkan pasien dari tempat tidur dan membereskan tempat tidur
11. Mencuci tangan

 Evaluasi

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


21

1. Pasien pindah dari tempat tidur ke kursi roda dengan aman dan nyaman
2. Tenaga disiapkan menurut kebutuhan
3. MEMBANTU PASIEN BERJALAN KE KURSI
Definisi : membantu pasien turun dari tempat tidur untuk ambulasi (berjalan) atau duduk di
kursi. Dilakukan pada pasien yang tidak dapat berjalan sendiri, tetapi sudah boleh duduk.
Tujuan :
a. melatih otot dan melemaskan badan
b. memberikan perasaan senang
c. untuk merapikan tempat tidur
Cara kerja
 Persiapan alat
1. Kursi
2. Bantal
3. Selimut
 Persiapan pasien
1. Jelaskan tujuan

 Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Berdiri di samping kanan pasien. Pasien di dudukkan dan dibantu ke samping
tempat tidur.
3. Kaki pasien diturunkan satu persatu dari tempat tidur. Minta pasien untuk
memegang telapak tangan penolong.
4. Penolong membantu pasien berdiri dan melangkah perlahan-lahan.
5. Bantu pasien untuk jalan (ke kamar mandi)
6. Observasi respons pasien saat berdiri dari tempat tidur (frekuensi nadi, respirasi
rate)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


22

Gambar 2-1 : membantu pasien berjalan

4. MEMBANTU PASIEN MELAKUKAN MOBILISASI


Pengkajian mobilitas pasien berfokus pada rentang gerak (range ofmotion), cara
berjalan, latihan fisik, toleransi aktivitas, dan kesejajaran tubuh. Bagian ini akan membahas
rentang gerak saja. Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerak yang dilakukan
sendi. Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit atau trauma memerlukan
latihan sendi untuk mengurangi bahaya mobilitas.

Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivititas adalah sebagai berikut :
Tingkat aktivitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan/pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan
peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
perawatan sendiri

Kekuatan otot dan gangguan koordinasi


Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan :
Skala Persentase kekuatan Karakteristik
normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan tetapi kontraksi otot dapat dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan normal melawan gravitasi dan menahan
tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


23

melawan gravitasi dan tahanan penuh

Macam-macam sikap berbaring pasien


 Definisi
Sikap berbaring merupakan cara berbaring pasien dengan berbagai sikap tertentu di atas
tempat tidur maupun meja periksa
 Tujuan
1. Untuk memberikan perasaan senang
2. Membantu memudahkan dalam pemeriksaan (tanda-tanda vital)
 Macam-macam sikap berbaring
Kesejajaran tubuh yang tepat berarti menjaga agar seseorang berada pada posisi di
mana tubuh dapat berfungsi sebaik-baiknya. Terdapat beberapa posisi-posisi dasar
untuk pasien di tempat tidur.

1. Sikap supine (supinasi)


a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur e. handuk
b. Bantal
c. Handscoon
d. Sketsel
2) Cuci tangan dan memakai handscoon
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
e. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Posisikan kepala dan punggung pasien rata dengan tempat tidur
b) Letakkn gulungan handuk kecil dibawah lumbal
c) Letakkan bantal dibawah bahu atas, leher dan kepala
d) Letakan bantal besar dibawah telapak kaki
e) Letakkan bantal dibawah lengan
d. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan
2. Sikap prone (pronasi)

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


24

a. Tahap pra interaksi


1) Siapkan alat
a. tempat tidur
b. 2 buah bantal
c. handuk
d. handscon
2) Sketsel
3) Cuci tangan dan memakai handscoon
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Letakkan pasien dengan posisi tengkurap dan abdomen sebagai tumpuan
dan rata dengan tempat tidur
b) Arahkan kepala pasien pada satu sisi (kanan/kiri)
c) Letakkan bantal dibawah bahu atas, leher dan kepala
d) Letakkn gulungan handuk kecil dibawah abdomen
e) Letakan bantal besar dibawah telapak kaki
f) Support lengan pada posisi fleksi sejajar dengan bahu
d. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan
3. Sikap fowler
Definisi
Cara berbaring pasien dengan sikap setengah duduk
Tujuan
1. Mengurangi sesak nafas
2. Memberikan perasaan senang
3. Membantu memperlancar keluarnya cairan : sputum
Dilakukan pada
1. Pasien sesak nafas
Cara kerja
a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


25

a. Tempat tidur khusus yang dapat diatur (bila tidak ada disiapkan
sandaran punggung)
b. Bantal
c. Handscoon
2) Sketsel
3) Cuci tangan dan memakai handcsoon

b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Atur pasien dengan posisi supinasi
b) Naikkan tempat tidur bagian atas (45°)
c) Letakkan bantal dibawah leher dan kepala
d) Letakkan bantal kecil dibawah paha
e) Letakkan bantal dibawah telapak kaki
d. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan
4. Sikap sim
Definisi
Membaringkan pasien dalam sikap miring dan setengah telungkup
Tujuan
Memudahkan pemeriksaan (suhu rectal, pemberian obat supositoria, pemberian
huknah, dll)
Dilakukan pada
Pada pasien untuk pemberian huknah, obat-obatan melalui anus
Cara kerja
a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Bantal
c. Handscoon
d. Sketsel

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


26

2) Cuci tangan dan memakai handscon


b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Pasien dibaringkan kekiri dengan setengah telungkup
b) Kaki kiri lurus dan paha kanan ditekuk dan ditarik kearah dada
c) Letakkan tangan kiri dibelakang punggung dan tangan kanan sejajar
bahu dan beri bantal
d) Atur kedua kaki agak fleksi dan beri bantal diantara kedua kaki
d. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan
5. Sikap trendelenburg
Definisi
Posisi ini menempatkan pasien ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
dari bagian kaki.
Tujuan
Melancarkan peredaran darah ke otak
Cara kerja
a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Bantal
c. Handscon
d. Sketsel
2) Cuci tangan dan memakai handscoon
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


27

a) Pasien dalam keadaan berbaring terlentang


b) Letakkan bantal diantara kepala dan ujung tempat tidur pasien
c) Letakkan gulungan handuk dibawah lipatan lutut

e. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan

6. Sikap dorsal recumbent


Definisi
Posisi ini menempatkan pasien pada posis supine dengan kedua lutut fleksi di atas
tempat tidur.
Tujuan
1. Perawatan daerah genitalia (vulva hygiene)
2. Posisi pada proses persalinan
Cara kerja
a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Bantal
c. Selimut
d. handscon
e. Sketsel
2) Cuci tangan dan memakai handscoon
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Pasien dalam keadaan berbaring terlentang
b) Pakaian bagian bawah dibuka
c) Tekuk lutut dan direnggangkan
d) Tutup dengan selimut pada area genitalia
4) Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


28

2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik


3) cuci tangan

7. Sikap genu pectoral (nungging)


Definisi
Posisi ini menempatkan pasien dengan posisi menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.
Tujuan
Untuk memudahkan pemeriksaan daerah rectum
Dilakukan pada
Ibu hamil dengan letak sungsang
Cara kerja
a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Selimut
c. Handscoon
d. Sketsel
2) Cuci tangan dan memakai handscoon
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
3) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
4) Jaga privacy pasien
5) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Meminta pasien untuk mengambil posisi menungging dengan kedua
kaki ditekuk dan dada menempel pada matras tempat tidur
b) Tutup dengan selimut pada area genitalia
d. Tahap terminasi
1) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
2) cuci tangan

Perhatian:
1. Jangan terlalu lama pasien dalam posisi ini, sehingga melelahkan pasien
terutama bagi pasien yang terlalu gemuk (Obesitas).
2. Selalu menjaga kesopanan

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


29

8. Posisi lithotomi
Litotomi merupakan posisi telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke bagian perut.
Tujuan dianjurkan pada ibu-ibu yang sedang menjalani proses persalinan
(melahirkan).
Cara kerja
a) Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Selimut
c. Hand scoon
d. Sketsel
2) Cuci tangan dan pakai hand scoon
b) Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c) Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan di mulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Minta pasien untuk mengambil posisi telentang, kemudian angkat kedua
paha dan fleksikan kearah perut
b) Sudut tungkai bawah membentuk sudut 90’ terhadap paha
c) Pasang selimut
d) Tahap terminasi
1) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
2) cuci tangan

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


30

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


31

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


32

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


33

5. MENGETAHUI TIPE-TIPE GERAKAN TUBUH MANUSIA


A. Bagian-bagian tubuh manusia dan tipe gerakan yang menyertai

Bagian tubuh Tipe gerakan Rentang (derajat)


Leher, spinal servikal  Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke 45
dada
 Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi 45
tegak
 Hiperekstensi : menekuk kepala ke 10
belakang sejauh mungkin
 Fleksi lateral : memiringkan kepala sejauh 40-45
mungkin kea rah setiap bahu
 Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin 180
dalam gerakan sirkuler

Bahu  Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di 180


samping tubuh-ke depan-ke posisi di atas
kepala
 Extensi : mengembalikan lengan ke posisi 180
di samping tubuh
 Hiperekstensi : menggerakkan lengan ke 45 - 60
belakang tubuh, siku tetap lurus

 Abduksi : menaikkan lengan ke posisi 180


samping di atas kepala dengan telapak
tangan jauh dari kepala
 Adduksi : menurunkan lengan ke samping 320
dan menyilang tubuh sejauh mungkin

 Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar 90


bahu dengan menggerakkan lengan sampai
ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang
 Rotasi luar : dengan siku fleksi,
90
menggerakkan lengan sampai ibu jari ke
atas dan samping kepala
 Sirkumduksi : menggerakkan lengan
360
dengan lingkaran penuh

Siku  Fleksi : menekuk siku hingga lengan 150

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


34

bawah bergerak ke depan dan tangan


sejajar bahu
 Ekstensi : meluruskan siku dengan 150
menurunkan tangan

Lengan bawah  Supinasi : memutar lengan bawah sehingga 70-90


telapak tangan menghadap ke atas
 Pronasi : memutar lengan bawah sehingga 70-90
telapak tangan menghadap ke atas

Pergelangan tangan  Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke 80-90


sisi bagian dalam lengan
 Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga 80-90
jari-jari, tangan dan lengan bawah berada
dalam arah yang sama
 Hiperektensi : membawa permukaan 80-90
tangan dorsal ke belakang sejauuh mungkin
 Abduksi : menekuk pergelangan tangan
miring ke ibu jari 30-50
 Adduksi : menekuk pergelangan tangan
30-50
miring kea rah ibu jari

Jari-jari tangan  Fleksi : membuat genggaman 90


 Ektensi : meluruskan jari-jari tangan 90
 Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari 30-60
tangan ke belakang sejauh mungkin
 Abduksi : meregangkan jari-jari tangan
yang satu dengan yang lain 30
 Adduksi : merapatkan kembali jari-jari
tangan 30

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


35

Ibu jari  Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang 90


permukaan telapak tangan
 Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus 90
menjauh dari tangan
 Abduksi : menjauhkan ibu jari kesamping 30
 Adduksi : menggerakkan ibu jari ke depan
tangan 30
 Oposisi : menyentuhkan ibu jari ke setiap
jari-jari tangan pada tangan yang sama

 Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan 90-120


dan atas
 Ektensi : menggerakkan kembali ke 90-120
samping tungkai yang lain

 Hiperekstensi : menggerakkan tungkai ke 30-50


belakang tubuh

 Abduksi : menggerakkan tungkai ke


samping menjauhi tubuh 30-50
 Adduksi : menggerakkan tungkai kembali
ke posisi medial dan melebihi jika mungkin 30-50
 Rotasi dalam : memutar kaki dan tungkai
ke arah tungkai lain 90
 Rotasi luar : memutar kaki dan tungkai
90
menjauhi tungkai lain
 Sirkumduksi : mengerakkan tungkai
melingkar

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


36

 Fleksi : menggerakkan tumit ke arah 120-130


Lutut belakang paha
 Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

 Dorsofleksi : menggerakkan kaki sehingga 20-30


Mata Kaki jari-jari kaki menekuk ke atas
 Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga 45-50
jari-jari kaki menekuk ke bawah

Kaki  Inversi : memutar telapak kaki sehingga 10


jari-jari kaki ke samping (medial)
 Eversi : memutar telapak kaki ke samping 10
(lateral)

Jari-jari kaki  Fleksi : melengkungkan jari-jari kaki ke 30-60


bawah 30-60
 Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki 15
 Abduksi : meregangkan jari-jari kaki satu 15
dengan yang lain
 Adduks : merapatkan kembali jari-jari kaki

B. Latihan rentang gerak sendi

Tujuan
1. Memelihara dan mempertahankan kekuatan otot.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


37

2. Memelihara mobilitas persendian.


a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk (Gambar 2-
1).
4. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien.
5. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
6. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak
pergelangan dan kekakuan sendi.
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-1: Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

b. Fleksi dan ekstensi siku


Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


38

2. Cuci tangan.
3. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan telapak mengarah ke tubuh
pasien (Gambar 2-2).
4. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
5. Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu.

6. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

7. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak pada
siku, kekakuan sendi, dan adanya nyeri.
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-2: Fleksi dan ekstensi siku

c. Pronasi dan supi nasi lengan bawah


Prosedur kerja

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


39

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


2. Cuci tangan
3. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuhnya dengan siku menekuk (gambar 2-3)
4. Letakkan satu tangan perawat pada per-gelangan pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya (gambar 2-3)
5. Putar lengan bawah pasien ke arah kanan/ kiri (Gambar 2-3)
6. Kembalikan ke posisi awal sebelum dilakukan pronasi dan supinasi
7. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak lengan
bawah dan kekakuan.
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-3: Pronasi dan supinasi lengan bawah

d. Fleksi bahu

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


40

Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya.
4. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya.
5. Angkat lengan pasien pada posisi awal. (Fleksi seperti gambar bagian atas pada
Gambar 2-4)
6. Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak bahu dan
kekakuan.
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-4: Fleksi bahu

e. Abduksi dan adduksi bahu

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


41

Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
4. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya. (Gambar 2-5)
5. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat. Ke arah samping
(Gambar 2-5) bagian bawah.
6. Kembalikan ke posisi semula/awal. (gambar 2-5 bagian atas)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-5 : Abduksi dan adduksi bahu

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


42

f. Rotasi bahu
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke samping) dengan siku menekuk.
(gambar 2-6 bagian bawah)
4. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan
pasien dengan tangan yang lain.
5. Lakukan rotasi bahu dengan lengan ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah. (Gbr. 2-6 bagian tengah)
6. Kembalikan lengan ke posisi awal.
7. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas.
8. Kembalikan ke posisi awal. (Gbr. 2-6 bagian atas)
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-6 : Cara rotasi bahu

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


43

g. Cara fleksi dan ekstensi jari-jari kaki


Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
kaki. (gambar 2-7 bagian tengah)
4. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah. (gambar 2-7 bagian bawah)
5. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang. (gambar 2-7 bagian atas)
6. Kembalikan ke posisi awal. (Gambar 2-7 bagian atas)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Gambar 2-7 : Cara fleksi dan ekstensi jari-jari

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


44

h. Cara inversi dan eversi kaki


Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana) dan pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya. (gambar 2-8 bagian atas)
4. Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
(Gambar 2-8 bagian tengah)
5. Kembalikan ke posisi semula. (Gambar 2-8 bagian atas)
6. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain. (Gambar 2-8
bagian bawah)
7. Kembalikan ke posisi semula. (Gambar 2-8 bagian atas)
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-8: Cara infersi dan efersi kaki

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


45

i. Cara fleksi dan ekstensi pergelangan kaki (mata kaki)


Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Gambar 2-9 : cara fleksi dan ekstensi pergelangan kaki


(mata kaki)

2. Cuci tangan.
3. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki, jaga kaki lurus, dan rileks. (Gambar 2-9 bagian atas)
4. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada/ke bagian atas tubuh pa-
sien. (Gambar 2-9 bagian tengah)
5. Kembalikan ke posisi awal. (Gambar 2-9 bagian atas)
6. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah. (Gambar 2-9 bagian bawah)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


46

j. Cara fleksi dan ekstensi lutut


Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan
yang lain. (gambar 2-10 bagian atas)
4. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
5. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan semampu pasien.
(Gambar 2-10 bagian tengah)
6. Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas. (Gambar 2-10
bagian atas)
7. Kembali ke posisi semula. (Gambar 2-10 bagian atas)
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Gambar 2-10 : Cara fleksi dan ekstensi lutut

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


47

k. Cara rotasi pangkal paha


Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.

Gambar 2-11 : Cara rotasi pangkal paha

3. Letakkan satu tangan pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
lutut pasien. (Gambar 2-11 bagian atas)
4. Putar kaki ke arah pasien. (Gambar 2-11 bagian tengah)
5. Putar kaki ke arah pelaksana. (Gambar 2-11 bagian bawah)
6. Kembali ke posisi semula. (Gambar 2-11 bagian atas)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


48

l. Cara abduksi dan adduksi pangal paha


Prosedur kerja

Gambar 2-12 : Abduksi dan adduksi pangkal paha

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.


2. Letakkan 1 tangan di bawah lutut pasien dan 1 tangan pada tumit.
3. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit. (Gambar 2-12
bagian atas)
4. Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan posisi tetap
lurus. Gerakkan kaki menjauhi badan pasien atau ke samping ke arah perawat.
(Gambar 2-12 bagian tengah)
5. Gerakkan kaki mendekati badan pasien. (Gambar 2-12 bagian bawah)
6. Kembalikan ke posisi awal. (Gambar 2-12 bagian bawah)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


49

A. Fleksi

.•-

f
»

Gambar 2-13: Gerakan-gerakan


sendi.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


50

BAB III
GANGGUAN MOBILISASI

Tujuan intruksional :

Setelah mempelajari prosedur ini siswa mampu :

1. Menjelaskan pengaruh patologis pada kesejajaran tubuh dan mobilisasi

2. Menjelaskan gangguan mobilisasi

A. Pengaruh Patologis dan Kesejajaran Tubuh dan Mobilisasi


Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran tubuh dan mobilisasi.
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi osteoporosis,
keterbatasan gerak dan kelemahan otot, terjadi pada proses menua.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energy. Kartilago sendi
mengalami degenerasi di daerah yang menyangga tubuh dan jika terjadi luka (patah tulang)
mengalami penyembuhan lebih lama. Begitu juga dengan massa otot yang kekuatannya
akan berkurang.

Kelainan Postur

Kelainan postur yang didapat (kongenital) mempengaruhi efisiensi sistem


muskuloskeletal, seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan dan penampilan. Kelainan postur
mengganggu kesejajaran dan mobilisasi.
Sikap tubuh yang kurang tepat dapat memengaruhi postur tubuh. Bila didiamkan atau
tidak mendapat penanganan yang semestinya dapat menyebabkan kelainan pada tulang
belakang. Namun , ragam kelainan yang ditimbulkan tentunya berbeda-beda, yakni dapat
berupa :
No Ketidaknormalan Deskripsi
1. Lordosis Vertebra lumbalis yang melengkung keluar secara
berlebihan
2. Kifosis Peningkatan kelengkungan pada kurva spinal torakal
(tulang belakang yang membengkok dan kelihatan
bongkok dari arah samping).

3. Skoliosis Kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke


arah samping
Berikut beberapa sikap tubuh yang sebaiknya dihindari:

1. Posisi duduk membungkuk


Kebiasaan duduk membungkuk yang membuat anak merasa nyaman dengan
posisi tersebut. Dapat pula terjadi karena pemakaian kursi yang tidak ergonomis.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


51

Kemungkinan lain, kursi yang digunakan lebih tinggi dibanding mejanya hingga anak
akan membungkukkan badannya saat menulis. Meja yang terlalu rendah juga akan
memaksa anak duduk membungkuk saat menulis ataupun kala melakukan aktivitas di
meja tersebut.
Bila kebiasaan ini dibiarkan dapat memunculkan ketegangan otot pada wilayah
leher dan punggung yang berujung pada keluhan rasa pegal-pegal atau kaku. Bila keluhan
ini dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya kyphosis. Untuk
mengoreksinya (bila tergolong ringan), dapat dilakukan dengan latihan guna
memperbaiki postur tubuh sekaligus menguatkan otot, misalnya melakukan senam untuk
mendukung penguatan otot di sekitar wilayah punggung dan bahu.
2. Posisi duduk miring
Kursi yang tidak ergonomis atau ketinggian kursi yang tidak sama dapat
menyebabkan anak duduk dengan kemiringan tertentu. Bila berlangsung terus-menerus,
lambat laun akhirnya membentuk jadi kebiasaan. Otot-otot dan tulang belakangnya
dipaksa bekerja ekstrakeras untuk melakukan penyesuaian dengan posisi tubuh.
Akibatnya, terjadilah ketegangan otot. Jadi wajar, bila muncul keluhan rasa kaku atau
pegal di wilayah punggung dan pinggang karena otot-otot yang tegang.
Bila posisi ini berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan kelainan postur
yang dikenal dengan nama skoliosis. Namun, bila bengkoknya kurang dari 20 derajat
cukup dilakukan senam untuk menguatkan otot dan pembentukan postur.
3. Membawa beban berat
Membawa beban yang berat pada satu sisi, misalnya, membawa tas pada bahu
kanan terus-menerus juga dapat menimbulkan ketegangan otot di wilayah bahu kanan.
Ditandai dengan rasa pegal-pegal atau kaku, nyeri pada wilayah tersebut. Bahkan, bila
kondisi ini berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
terjadinya perubahan postur meski bukan selalu skoliosis.
Bila perubahan postur tersebut sampai mengakibatkan bahu tinggi sebelah, kepala
menjadi miring dan panggul tinggi sebelah maka perlu melakukan pemeriksaan rontgen.
Bila diketahui tulang belakangnya melengkung hingga membentuk huruf "S", maka dapat
dinyatakan menderita skoliosis.
4. Menulis sambil tiduran
Posisi menulis sambil tiduran di lantai dapat menyebabkan keluhan nyeri pada
leher, bahu, dan punggung karena ketegangan otot kendati tidak sampai menyebabkan
skoliosis. Akan tetapi, bila posisi tiduran, tengkurap, atau sikap duduk yang salah
dibiarkan terus-menerus dan membentuk kebiasaan dapat berdampak buruk pada
kesehatan. Contohnya, pada posisi tengkurap akan menekan dada dan juga paru-paru
yang berarti akan menghambat sirkulasi oksigen. Padahal, kelancaran pasokan oksigen
sangat diperlukan otak dalam berkonsentrasi. Akibat lainnya adalah mudah mengantuk.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


52

Selain itu, posisi tiduran atau tengkurap juga menyebabkan jarak pandang mata dan buku
pelajaran menjadi lebih dekat sehingga kurang baik untuk kesehatan mata

Gambar 3-1 : vertebra normal dan vertebra abnormal

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


53

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


54

Gambar 3-2 : vertebra disorder

Konsep imobilitas
 Definisi
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif. Maksudnya, individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


55

aktivitas dari kebiasaan normalnya. Dengan kata lain, Imobilisasi merupakan


ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
 Penyebab
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, diantaranya:
1. Gangguan sendi dan tulang
2. Penyakit syaraf (stroke)
3. Gangguan penglihatan (post operasi mata)
4. Sesak nafas
 Jenis imobilitas
Secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :
1. Imobilitas fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh
factor lingkungan maupun kondisi orang tersebut

2. Imobilitas intelektual
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang
dicintai
4. Imobilitas sosial
Kondisi ini menyebabkan perubahan interaksi sosial yang terjadi akibat penyakit

 Dampak fisik dan psikologis imobilitas


Masalah imobilsasi dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik
maupun psikologi. Secara psikologis, imobilisasi dapat menyebabkan penurunan
motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkam masalah dan perubahan
konsep diri. Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi
dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang di
ekspresikan dengan perilaku menarik diri. Sedangkan masalah fisik dapat terjadi
adalah:
1. Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga fungsi system pencernaan ingesti, digesti
dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah yang umum ditemui salah satunya adalah
konstipasi.
2. Metabolisme dan nutrisi
a. Penurunan laju metabolisme

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


56

Pada kondisi imobilisasi, laju metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi
kelenjar digestif menurun seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
b. Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat penurunan laju
metabolism dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kindisi
imobilisasi. Jika asupan proten berkurang, kondisi ini menyebabkan
ketidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.
3. Sistem integument
a. Turgor kulit menurun
Kulit dapat mengalami atropi akibat imobilitas yang lama. Selain itu,
perpindahan cairan antar kompartemen pada area tubuh yang menggantung
dapat mengganggu keutuhan dan kesehatan dermis dan jaringan subkutan. Pada
akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan elastisitas kulit.

b. Kerusakan kulit
Kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai nutrient menuju area
tertentu. Ini dapat menimbulan dekubitus.
4. Sistem neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,
menimbukan perasaan lelah dan mudah bingung.

 Tingkat imobilitas
Tingkatan imobilitas bervariasi, dintaranya adalah :
1. Imobilitas komplet
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran
2. Imobilitas parsial
Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur
extremitas bawah
3. Imobilitas karena alasan pengobatan
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan (sesak
nafas). Pada kondisi tirah baring (bedrest) total, klien tidak boleh berjalan ke kamar
mandi atau duduk di kursi.keuntungan dari tirah baring antara lain menyalurkan
sumber energy untuk proses penyembuhan dan dapat mengurangi respon nyeri.

B. Gangguan Mobilisasi
Pada system ini, mobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti osteoporosis,
atropi otot, kontraktur, kekakuan serta nyeri pada sendi dan fraktur.
1. Osteoporosis

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


57

Osteoporosis merupakan penurunan densitas tulang yang dapat mempengarhi skeleton


sehingga dapat menyebabkan fraktur. Proses ini akan menyebabkan tulang kehilangan
kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah.
Osteoporosis disebabkan oleh absorbsi kalsium yang berlebihan dari dalam tulang.
Osteoporosis ini umumnya dijumpai pada wanita setelah menopause.
2. Atropi otot
Atropi otot merupakan berkurangnya ukuran dan fungsi suatu organ atau bagian tubuh
sehingga otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian
besar kekuatan dan fungsi normalnya.
3. Kekakuan dan nyeri sendi
Kekakuan adalah salah satu penyakit yang paling mengganggu dan berpotensi
menimbulkan cacat berupa kelumpuhan dan sakit yang hebat yang membuat penderita
tidak bias melakukan mobilitas total.
Cedera pada otot atau sendi terjadi karena tertarik atau terkena pukulan langsung
yang menyebabkan memar. Kekakuan yang menyertai biasanya hilang dalam beberapa
hari ketika jarngan yang cedera mendapat waktu untuk pulih. Pencegahan yang bisa
dilakukan adalah latihan pelenturan yang teratur selama usia paruh baya bermanfaat
untuk mencegah kekakuan dikemudian hari.
 Bagaimana tubuh dipengaruhi?
Kekakuan mempengaruhi tubuh dengan cara yang berbeda. 1) Kaku di punggung
terjadi pada berbagai kondisi yang disertai sakit punggung. Tidak sempurnanya
sikap tubuh seperti kifosis, skoliosi atau lordosis bisa menjadikan punggung kaku,
2) bahu, lengan dan tangan paling peka terhadap kekakuan. Cedera seperti keseleo,
membaca ditempat tidur, mengemudi dangan posisi yang canggung, semuanya
menyebabkan kekakuan di lengan. Pada lansia, bahkan jatuh ringan menyebabkan
kerusakan pada otot yang mengelilingi sendi bahu dan hasilnya berupa kekakuan
hebat, 3) kekakuan pergelangan kaki disebabkan cedera sebelumnya. Ibu jari kaki
kadang kaku tuba-tiba sehingga membuat susah berjalan.
 Terapi
Sering kali istirahat dan tidak bergerak serta tidak mengangkat berat sudah cukup
memberikan kesembuhan total. Panas juga dapat mengurangi kekakuan dan latihan
progresif membantu memulihkan bagian yang terkena.
 Pencegahan
Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. Latihan pelenturan yang teratur
selama usia paruh-baya bermanfaat untuk mencegah kekakuan premature atau yang
sangat mengganggu di kemudian hari.
4. Fraktur

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


58

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan
fraktur. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan
dibawah umur 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau
kecelakaan.
 Jenis-jenis fraktur
1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas
dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas
kulit masih utuh.
3. Open fracture (terbuka), fraktur yang terjadi jika bagian tulangnya menembus
kulit.
4. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

 Manifestasi klinis
1. Nyeri terus menerus
2. hilangnya fungsi
3. deformitas
4. pemendekan ekstremitas
5. krepitasi
6. pembengkakan local
7. perubahan warna

 Komplikasi
1. Infeksi terjadi pada open fraktur
2. Dekubitus, terjadi jika terjadi penekanan jaringan lunak oleh gips
3. Kompartement sindrom terjadi karena pemasangan balut-bidai yang terlalu ketat
 Hal yang harus dilakukan
1. Tenangkan penderita.
2. Buat penderita merasa nyaman.
3. Bantu pergerakan pasien dengan hati-hati. Hanya gerakan jika perlu saja.
 Hal yang tidak boleh dilakukan
1. Jangan panik atau takut.
2. Jangan memindahkan penderita, kecuali harus.
3. Jangan tinggalkan penderita sendiri.
4. Jangan mendudukkan penderita pada posisi tegak.
5. Jangan melakukan apa pun dengan terburu-buru.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


59

6. Jangan memperbaiki susunan fraktur sendiri; dapat mengakibatkan kerusakan


yang parah.
5. Kontraktur
 Definisi
Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu
kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan
dari proses penyembuhan luka. Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya
lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis
jaringan penyokong, otot dan kulit.
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi
akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular,
penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit
congenital dan nyeri. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan
fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.

 Pencegahan kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program
pencegahan kontraktur mencegah infeksi, diantaranya :
1. Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu
diperhatikan
2. Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini
mungkin
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi :
a. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
b. Mobilisasi / ambulasi awal
 Penanganan kontraktur
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian
fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan
aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi
dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar
pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren.
Penanganan kontraktur dapat dilakukan secara konservatif dan operatif.
 Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
Exercise

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


60

Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi odem, memelihara lingkup gerak


sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada
seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena,
merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. Adapun macam-macam
exercise adalah :
1) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
2) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri
tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak
penderita yang sehat.
3) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan
melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
4) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap
penderita.

Gangguan akibat imobilisasi

Dekubitus
Dekubitus merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan gangguan
integritas kulit.
Factor resiko Dekubitus
Berbagai factor yang dapat menjadi predisposisi terjadinya dekubitus pada klien.
1. Gangguan Input Sensoris
Klien yang mengalami perubahan persepsi sensori terhadap nyeri dan tekanan
beresiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada klien yang sensasinya
normal. Klien yang mempunyai persepsi sensori yang utuh terhadap nyeri dan
tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau
nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan beriorientasi, maka
langsung mengubah posisi.
2. Gangguan Fungsi Motorik
Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi terjadi
dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah
posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan
peluang terjadi dekubitus. Misalnya, klien dengan fraktur ektremitas bawah yang
terpasang gips akan mengalami resiko dekubitus karena tekanan dari permukaan
gips.
3. Gangguan Tingkat Kesadaran

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


61

Klien yang mengalami disorientasi atau mengalami perubahan tingkat kesadaran


tidak mampu melindungi dirinya dari resiko dekubitus. Dalam hal ini, klien mampu
merasakan tekanan tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan
tekanan itu. Misalnya, klien dengan koma di ruang ICU tidak dapat merasakan
tekanan dan tidak mampu mengubah posisi menjadi lebih baik.

Klasifikasi dekubitus
Salah satu cara yang paling dini untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan
menggunakan sistep tahapan.
Tahap I : eritema pada kulit, hangat dan keras
Tahap II : hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis atau dermis. Ulkus
superficial dan terlihat seperti abrasi atau lubang dangkal
Tahap III : hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang rusak
(nekrosis) yang semakin melebar kebawah.
Tahap IV : hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi, nekrosis jaringan.

Gambar : tahapan ulkus dekubitus

Daerah-daerah yang sering mengalami dekubitus


Bagian tubuh yang sering terjadi resiko tinggi dekubitus diantaranya :
1. Tulang oksipital 7. Lutut
2. Scapula 8. Tendon achiles

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


62

3. Siku 9. Tumit
4. Spina iliaka 10. Telinga
5. Sacrum 11. Bahu
6. Ischium

Perjalanan Terjadinya Dekubitus

Imobilisasi

Mengakibatkan penekanan pada


daerah yang menonjol

Tanda yang terlihat : kemerahan, luka


pada kulit di atas tulang yang
menonjol

Penekanan mengakibatkan terhambtanya


sirkulasi darah ke jaringan sehingga
menyebabkan iskemia lokal

Jaringan akan mengalami anoreksia


dan mati, selanjutnya menimbulkan
perlukaan

DEKUBITUS

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


63

Gambar : proses terjadinya dekubitus

Pencegahan Luka Dekubitus


Tahap pertama yang dilakukan adalah mengurangi factor-faktor yang mencetuskan
terjadinya dekubitus. Klien yang beresiko bahaya dekubitus memerlukan rencana
perawatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan posisi, status nutrisi dan
mobilisasi. Rencana tersebut berdasarkan dibawah ini:
1. Mempertahankan vitalitas kulit melalui higienis dan perawatan kulit
2. Mengurangi dan mencegah terjadinya cedera kulit dan system musculoskeletal dari
tekanan maupun gesekan
3. Memperbaiki asupan nutrisi
4. Memperbaiki mobilisasi dan aktivitas
5. Memperbaiki dan mempertahankan kesejajaran tubuh
6. Mempelajari perawatan yang tepat untuk luka local

Perawatan Luka Dekubitus


Sediakan peralatan yang diperlukan disamping tempat tidur dan selalu pertahankan prispip
steril.
Persiapan alat
1. Baskom bersisi air hangat (NaCl)
2. Bak instrument berisi kasa steril
3. Plester
4. Gunting plester
5. Hand scoon steril
6. Bengkok obat topical (salep)
7. Alas (zeil)
Pelaksanaan
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin atau sesuai area luka dekubitus
2. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan rawat luka
3. Atur baju agar tidak mengenai bagian luka klien
4. Cuci tangan dan gunakan hand scoon steril
5. Letakkan pengalas dibawah luka dan bengkok dekat luka
6. Cuci perlahan-lahan kulit disekitar ulkus dengan air hangat / NaCl
7. Secara hati-hati keringkan seluruh kulit dengan kasa
8. Berikan obat topical (salep) secara tipis dan merata pada luka
9. Tutup dengan kasa kering dan plester
10. Atur kembali posisi yang nyaman untuk klien dan aman untuk luka
11. Bersihkan alat

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang


64

12. Cuci tangan

DAFTAR PUSTAKA

1. David B. Jacoby dkk.(2009). Pustaka Kesehatan Populer (Menjaga Saraf Sehat


dan Persendian Kuat). Alih bahasa : dr. Lukito Yuwono dkk. Penerbit PT. Buana
Ilmu Populer untuk Gramedia Direct Selling.
2. Hidayat. Aziz Alimul.(2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika
3. Potter P dan Perry A.(2005). Fundamental Keperawatan. (edisi 4). Jakarta : EGC
4. Sudiryo Suwarno’s blog. Diakses Saturday, March 6, 2010.
5. Wahit Iqbal M dan Nurul C.(2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC.

SMK Kesehatan Bakti Indonesia Medika Jombang

Anda mungkin juga menyukai