Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 1
PENDAHULUAN
Tujuan intruksional :
2. Status gizi : intake vitamin D yang inadekuat pada bayi dan anak-anak, gizi
buruk bisa menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot, intake calcium pada
lansia yang beresiko memiliki masalah postur tubuh yaitu osteoporosis,
obesitas dapat merubah postur tubuh
3. Life style : postur tubuh yang salah dapat terbentuk selama pekerjaannya dan
dapat menimbulkan kerusakan postur. Seseorang yang pekerjaannya
mengangkat beban hanya pada satu posisi tubuh saja.
Keseimbangan Tubuh
Keseimbangan diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan
selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, melakukan aktivitas hidup sehari-hari,
dan bergerak bebas di komunitas. Kemampuan untuk mencapai keseimbangan di
pengaruhi oleh penyakit. Gangguan pada kemampuan ini merupakan ancaman untuk
keselamatan fisik dan dapat menyebabkan ketakutan terhadap keselamatan seseorang
dengan membatasi diri dalam beraktivitas (Berg et al, 1992).
Berat adalah gaya pada tubuh yang digunakan terhadap gravitasi. Ketika suatu
objek diangkat, pengangkat harus menguasai berat objek dan mengetahui pusat
gravitasinya. Pada objek yang simetri pusat gravitasi berada tepat pada pusat objek.
Karena manusia tidak mempunyai bentuk geometris yang sempurna, maka pusat
gravitasinya biasa berada pada 55% sampai 57% tinggi badannya ketika berdiri dan
berada di tengah. Gaya berat selalu mengarah ke bawah, hal ini menjadi alasan
mengapa objek yang tidak seimbang itu jatuh. Klien yang tidak stabil itu jatuh karena
pusat gravitasinya tidak seimbang, gaya gravitasi berat mereka yang akhirnya
menyebabkan mereka jatuh.
Gambar 1-1 : rentangkan kaki Gambar 1-2 : Membungkuk dari pinggul dan
lutut agar lebih dekat ke objek
2. PENGATURAN GERAK
Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari sistem skeletal,
otot skelet, dan sistem saraf. Karena ketiga sistem ini berhubungan erat dengan meka-
nisme pendukung tubuh, sistem ini dapat dianggap sebagai satu unit fungsional.
Perubahan perkembangan
Sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan fungsi tubuh mengalami perubahan.
Proses pertumbuhan dan perkembangan system musculoskeletal diawalai dari proses
pembentukan jaringan tulang sejak dalam kandungan. Selanjutnya tulang mengalami
proses mineralisasi untuk pengaturan keseimbangan fosfat dan kalsium. Selain itu,
ada faktor yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan seperti vitamin A
untuk metabolism kartilago, vitamin C untuk pertumbuhan tulang dan vitamin D
untuk proses kalsifikasi. Dan pengaruh terbesar terlihat pada usia anak-anak dan
lansia.
a. Bayi
Tulang belakang bayi baru lahir lentur. System musculoskeletal bayi bersifat
fleksibel. Ekstremitas lentur dan persendian memiliki rentang gerak lengkap. Pada
bayi yang sudah matur, system musculoskeletal menjadi lebih kuat, bayi mampu
melawan pergerakan, meraih dan menggenggam objek. Pada saat bayi tumbuh,
perkembangan system musculoskeletal membutuhkan dukungan berat badan
untuk berdiri dan berjalan. Karena berat badan tidak tersebar rata, maka postur
tidak seimbang dan sering terjatuh.
b. Toddler
Ketika anak berjalan, tungkai dan kaki biasanya berjauhan dan kaki agak terbuka.
Pada akhir masa toddler, penampakan postur berkurang.
c. Pre school
Pada usia 3 tahun, tubuh lebih ramping, lebih tinggi dan lebih baik
keseimbangannya. Perut yang menonjol berkurang, kaki tidak terbuka berjauhan,
lengan dan tungkai makin panjang. Dari usia 3 tahun sampai permulaan remaja
system musculoskeletal terus berkembang. Tulang panjang di lengan dan tungkai
tumbuh.
d. Remaja
Tahap remaja ditandai dengan pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan terkadang
tidak seimbang antara remja putri dan putra. Pertumbuhan dan perkembangan
remaja putri biasa lebih dulu dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul
membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha dan pantat. Perubahan bentuk
pada remaja putra menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan peningkatan
massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih sempit.
Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu dan tungkai atas.
e. Dewasa
Orang dewasa yang mempunyai postur dan kesejajaran tubuh yang benar tentunya
merasa senang dan umumnya terlihat percaya diri. Orang dewasa sehat juga
memerlukan perkembangan musculoskeletal dan koordinasi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang
dewasa terjadi terutama pada wanita hamil.
f. Lansia
Kehilangan total massa tulang progresif terjadi pada lansia. Pengaruh kehilangan
tulang adalah tulang menjadi lemah. Selain itu, lansia mengalami perubahan
status fungsional sekunder akibat perubahan status mobilisasi.
Sistem skeletal
Skelet adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Tulang panjang membentuk tinggi
tubuh (mis. femur, fibula, dan tibia pada kaki). tulang pendek, yaitu tulang yang
memiliki panjang kurang lebih sama dengan lebar/tebalnya, contoh : falang. Tulang
pipih, yaitu tulang yang berbentuk lebar dan pipih, contoh : klavikula, scapula,
tengkorak, costae.
Tulang tidak beraturan, yaitu tulang yang tidak dapat dimasukkan ke dalam 3
golongan di atas. Sebagai contoh : vertebrae, karpal, tarsal.
Karakteristik tulang
Ligamen
Kartilago
Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang
terletak terutama di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
System syaraf
System syaraf yaitu system syaraf pusat yang terdiri atas otak dan medulla
spinalis, serta system syaraf tepi yang merupakan percabangan dari system
syaraf pusat. Setiap syaraf memiliki bagian somatis yang memiliki fungsi
sensoris dan motoris serta bagian otonom. Terjadinya kerusakan pada sitstem
syaraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang yang menyebabkan
kelemahan secara umum. Sedangkan kerusakan syaraf tepi mengakibatkan
kerusakan pada syaraf radial yang mengakibatkan drop hand (gangguan
daerah tangan).
Otot skeletal
Otot yang penting dalam pergerakan
Otot yang penting dalam pergerakan melekat di regio skelet tempat
pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan. Pengungkitan terjadi ketika tulang
tertentu, seperti hu-merus, ulna, dan radius, serta sendi yang berhubungan, seperti
sendi siku, bekerja sama sebagai pengungkit.
Otot yang penting dalam membentuk postur (kesejajaran) tubuh
Otot terutama berfungsi mempertahankan postur, berbentuk pendek, dan
menyerupai kulit karena membungkus tendon dengan arah miring berkumpul
secara tidak langsung pada tendon. Otot ekstremitas bawah, tubuh, leher, dan
punggung yang terutama berfungsi membentuk postur tubuh (posisi tubuh dalam
kaitannya dengan ruang sekitar).
Tujuan mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
3.Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktivitas, misalnya : seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan
berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura.
4.Tingkat energi
Setiap orang melakukan mobilisasi jelas memerlukan energi atau tenaga.
Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi. Di samping itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari
stresor guna mempertahankan kesehatan dan psikologis.
5.Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan
mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
6. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan ada 2 macam yakni
ketidakmampuan primer dan ketidakmampuan sekunder. Ketidakmampuan
primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (paralisis akibat cedera pada
medulla spinalis). Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak
dari ketidakmampuan primer (kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-
penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
Fokus mobilisasi
Pengkajian mobilisasi klien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan dan
toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh.
1. Rentang gerak
Lateral «- Medial
Superio
r
Potongan
sagital
2. Gaya berjalan
Istilah gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan gaya ketika
berjalan. Siklus gaya berjalan dimuali dengan tumit mengangkat satu tungkai dan
berlanjut dengan tumit mengangkat tungkai yang sama.
Dengan meihat gaya berjalan klien memungkinkan didapatkan kesimpulan
tentang keseimbangan, postur, keamanan dan kemampuan berjalan tanpa bantuan.
Mekanika gaya berjalan manusia mengikuti kesesuaian system skeletal, saraf dan
otot dari tubuh manusia (Fish dan Nielsen, 1993).
Toleransi aktivitas merupakan jenis dan jumlah latihan atau kerja yang dapat
dilakukan seseorang. Pengkajian toleransi aktivitas diperlukan jika ada
perencanaan aktivitas seperti jalan, latihan gerak atau aktivitas sehari-hari dengan
penyakit akut atau kronik.
b. Motivasi
c. Ketergantungan zat kimia (obat-obatan, alcohol, nikotin)
d. Gambaran diri
3. Faktor perkembangan
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kehamilan
d. Perubahan masa otot karena perubahan perkembangan
e. Perubahan system skeletal karena perubahan perkembangan
4. Kesejajaran tubuh
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri, duduk atau
berbaring. Pengkajian ini memilki tujuan sebagai berikut :
1. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat
pertumbuhan dan perkembangan
2. Mengidentifikasi penyimpangan kesejajaran tubuh yang disebabkan postur
yang buruk
3. Memberi kesempatan klien untuk mengobservasi posturnya
Pus
at
gravit
asi
bantal dan alat penopang diangkat dari tempat tidur lalu klien diletakkan pada
posisi telentang.
Pengkajian kesejajaran tubuh ketika berbaring membutuhkan posisi lateral
pada klien dengan menggunakan satu bantal, dan semua penopangnya
diangkat dari tempat tidur (Gambar 1-10). Tubuh harus ditopang oleh matras
yang adekuat. Tulang belakang harus berada dalam kesejajaran lurus tanpa
ada lengkungan yang terlihat. Pengkajian ini memberi data dasar mengenai
kesejajaran tubuh klien.
BAB II
LATIHAN MOBILISASI (ROM)
Tujuan intruksional :
Pelaksanaan
1. Berdiri di sebelah kanan pasien
2. Memasukkan tangan kanan melalui ketiak kanan pasien sampai tulang belikat,
sedangkan tangan kanan pasien memegang bahu kanan perawat dari arah belakang
3. Menyisipkan tangan kiri di bawah duduk pasien dan tangan pasien saling
berpegangan di atas bahu perawat
4. Mengangkat badan pasien kemudian di dudukkan
5. Merapikan tempat tidur
6. Cuci tangan
Evaluasi
Pasien berada dalam posisi yang nyaman
2. MEMINDAHKAN PASIEN
Tujuan : a. untuk mengurangi atau menghindarkan pergerakan pasien dengan keadaan
fisiknya
b. Untuk memberikan perasaan senang pada pasien
a. Untuk pindah ruangan
b. Untuk melakukan pemeriksaan (laborat, foto rontgen, dll)
Dilakukan : pada pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan
a. Cara kerja memindahkan pasien dari tempat tidur ke brancard
Persiapan alat
1. Kereta dorong (brancard)
2. Selimut
3. Bantal bila perlu
4. Tiga orang penolong
Persiapan pasien
1. Memberitahu pasien
2. Menjelaskan tujuan
Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Pasien diangkat oleh tiga penolong
3. Penolong 1 (paling tinggi) : berdiri dibagian kepala
4. Penolong 2 : berdiri di bagian pinggang
5. Penolong 3 : berdiri dibagian kaki
Ketiganya berdiri pada sisi kanan pasien
6. Lengan kiri penolong 1 diletakkan di bawah kepala dan lengan kanan di bawah
punggung (bila pasien gemuk, maka lengan kanan penolong 1 melalui badan pasien
kebawah pinggang sehingga berpegangan dengan pergelangan tangan kiri penolong
2)
Evaluasi
1. Pasien pindah dari tempat tidur ke kursi roda dengan aman dan nyaman
2. Tenaga disiapkan menurut kebutuhan
3. MEMBANTU PASIEN BERJALAN KE KURSI
Definisi : membantu pasien turun dari tempat tidur untuk ambulasi (berjalan) atau duduk di
kursi. Dilakukan pada pasien yang tidak dapat berjalan sendiri, tetapi sudah boleh duduk.
Tujuan :
a. melatih otot dan melemaskan badan
b. memberikan perasaan senang
c. untuk merapikan tempat tidur
Cara kerja
Persiapan alat
1. Kursi
2. Bantal
3. Selimut
Persiapan pasien
1. Jelaskan tujuan
Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Berdiri di samping kanan pasien. Pasien di dudukkan dan dibantu ke samping
tempat tidur.
3. Kaki pasien diturunkan satu persatu dari tempat tidur. Minta pasien untuk
memegang telapak tangan penolong.
4. Penolong membantu pasien berdiri dan melangkah perlahan-lahan.
5. Bantu pasien untuk jalan (ke kamar mandi)
6. Observasi respons pasien saat berdiri dari tempat tidur (frekuensi nadi, respirasi
rate)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivititas adalah sebagai berikut :
Tingkat aktivitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan/pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan
peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
perawatan sendiri
a. Tempat tidur khusus yang dapat diatur (bila tidak ada disiapkan
sandaran punggung)
b. Bantal
c. Handscoon
2) Sketsel
3) Cuci tangan dan memakai handcsoon
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c. Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Atur pasien dengan posisi supinasi
b) Naikkan tempat tidur bagian atas (45°)
c) Letakkan bantal dibawah leher dan kepala
d) Letakkan bantal kecil dibawah paha
e) Letakkan bantal dibawah telapak kaki
d. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan
4. Sikap sim
Definisi
Membaringkan pasien dalam sikap miring dan setengah telungkup
Tujuan
Memudahkan pemeriksaan (suhu rectal, pemberian obat supositoria, pemberian
huknah, dll)
Dilakukan pada
Pada pasien untuk pemberian huknah, obat-obatan melalui anus
Cara kerja
a. Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Bantal
c. Handscoon
d. Sketsel
e. Tahap terminasi
1) berikan umpan balik positif pada klien
2) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
3) cuci tangan
Perhatian:
1. Jangan terlalu lama pasien dalam posisi ini, sehingga melelahkan pasien
terutama bagi pasien yang terlalu gemuk (Obesitas).
2. Selalu menjaga kesopanan
8. Posisi lithotomi
Litotomi merupakan posisi telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke bagian perut.
Tujuan dianjurkan pada ibu-ibu yang sedang menjalani proses persalinan
(melahirkan).
Cara kerja
a) Tahap pra interaksi
1) Siapkan alat
a. Tempat tidur
b. Selimut
c. Hand scoon
d. Sketsel
2) Cuci tangan dan pakai hand scoon
b) Tahap orientasi
1) Berikan salam
2) Jelaskan tujuan
c) Tahap kerja
1) Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya sebelum kegiatan di mulai
2) Jaga privacy pasien
3) Atur posisi pasien dengan langkah :
a) Minta pasien untuk mengambil posisi telentang, kemudian angkat kedua
paha dan fleksikan kearah perut
b) Sudut tungkai bawah membentuk sudut 90’ terhadap paha
c) Pasang selimut
d) Tahap terminasi
1) akhiri pertemuan dengan cara yang baik
2) cuci tangan
Tujuan
1. Memelihara dan mempertahankan kekuatan otot.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan telapak mengarah ke tubuh
pasien (Gambar 2-2).
4. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
5. Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu.
7. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak pada
siku, kekakuan sendi, dan adanya nyeri.
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
d. Fleksi bahu
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya.
4. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya.
5. Angkat lengan pasien pada posisi awal. (Fleksi seperti gambar bagian atas pada
Gambar 2-4)
6. Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak bahu dan
kekakuan.
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
4. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya. (Gambar 2-5)
5. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat. Ke arah samping
(Gambar 2-5) bagian bawah.
6. Kembalikan ke posisi semula/awal. (gambar 2-5 bagian atas)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
f. Rotasi bahu
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke samping) dengan siku menekuk.
(gambar 2-6 bagian bawah)
4. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan
pasien dengan tangan yang lain.
5. Lakukan rotasi bahu dengan lengan ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah. (Gbr. 2-6 bagian tengah)
6. Kembalikan lengan ke posisi awal.
7. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas.
8. Kembalikan ke posisi awal. (Gbr. 2-6 bagian atas)
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki, jaga kaki lurus, dan rileks. (Gambar 2-9 bagian atas)
4. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada/ke bagian atas tubuh pa-
sien. (Gambar 2-9 bagian tengah)
5. Kembalikan ke posisi awal. (Gambar 2-9 bagian atas)
6. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah. (Gambar 2-9 bagian bawah)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
3. Letakkan satu tangan pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
lutut pasien. (Gambar 2-11 bagian atas)
4. Putar kaki ke arah pasien. (Gambar 2-11 bagian tengah)
5. Putar kaki ke arah pelaksana. (Gambar 2-11 bagian bawah)
6. Kembali ke posisi semula. (Gambar 2-11 bagian atas)
7. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
A. Fleksi
.•-
f
»
BAB III
GANGGUAN MOBILISASI
Tujuan intruksional :
Kelainan Postur
Kemungkinan lain, kursi yang digunakan lebih tinggi dibanding mejanya hingga anak
akan membungkukkan badannya saat menulis. Meja yang terlalu rendah juga akan
memaksa anak duduk membungkuk saat menulis ataupun kala melakukan aktivitas di
meja tersebut.
Bila kebiasaan ini dibiarkan dapat memunculkan ketegangan otot pada wilayah
leher dan punggung yang berujung pada keluhan rasa pegal-pegal atau kaku. Bila keluhan
ini dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya kyphosis. Untuk
mengoreksinya (bila tergolong ringan), dapat dilakukan dengan latihan guna
memperbaiki postur tubuh sekaligus menguatkan otot, misalnya melakukan senam untuk
mendukung penguatan otot di sekitar wilayah punggung dan bahu.
2. Posisi duduk miring
Kursi yang tidak ergonomis atau ketinggian kursi yang tidak sama dapat
menyebabkan anak duduk dengan kemiringan tertentu. Bila berlangsung terus-menerus,
lambat laun akhirnya membentuk jadi kebiasaan. Otot-otot dan tulang belakangnya
dipaksa bekerja ekstrakeras untuk melakukan penyesuaian dengan posisi tubuh.
Akibatnya, terjadilah ketegangan otot. Jadi wajar, bila muncul keluhan rasa kaku atau
pegal di wilayah punggung dan pinggang karena otot-otot yang tegang.
Bila posisi ini berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan kelainan postur
yang dikenal dengan nama skoliosis. Namun, bila bengkoknya kurang dari 20 derajat
cukup dilakukan senam untuk menguatkan otot dan pembentukan postur.
3. Membawa beban berat
Membawa beban yang berat pada satu sisi, misalnya, membawa tas pada bahu
kanan terus-menerus juga dapat menimbulkan ketegangan otot di wilayah bahu kanan.
Ditandai dengan rasa pegal-pegal atau kaku, nyeri pada wilayah tersebut. Bahkan, bila
kondisi ini berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
terjadinya perubahan postur meski bukan selalu skoliosis.
Bila perubahan postur tersebut sampai mengakibatkan bahu tinggi sebelah, kepala
menjadi miring dan panggul tinggi sebelah maka perlu melakukan pemeriksaan rontgen.
Bila diketahui tulang belakangnya melengkung hingga membentuk huruf "S", maka dapat
dinyatakan menderita skoliosis.
4. Menulis sambil tiduran
Posisi menulis sambil tiduran di lantai dapat menyebabkan keluhan nyeri pada
leher, bahu, dan punggung karena ketegangan otot kendati tidak sampai menyebabkan
skoliosis. Akan tetapi, bila posisi tiduran, tengkurap, atau sikap duduk yang salah
dibiarkan terus-menerus dan membentuk kebiasaan dapat berdampak buruk pada
kesehatan. Contohnya, pada posisi tengkurap akan menekan dada dan juga paru-paru
yang berarti akan menghambat sirkulasi oksigen. Padahal, kelancaran pasokan oksigen
sangat diperlukan otak dalam berkonsentrasi. Akibat lainnya adalah mudah mengantuk.
Selain itu, posisi tiduran atau tengkurap juga menyebabkan jarak pandang mata dan buku
pelajaran menjadi lebih dekat sehingga kurang baik untuk kesehatan mata
Konsep imobilitas
Definisi
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif. Maksudnya, individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
2. Imobilitas intelektual
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang
dicintai
4. Imobilitas sosial
Kondisi ini menyebabkan perubahan interaksi sosial yang terjadi akibat penyakit
Pada kondisi imobilisasi, laju metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi
kelenjar digestif menurun seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
b. Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat penurunan laju
metabolism dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kindisi
imobilisasi. Jika asupan proten berkurang, kondisi ini menyebabkan
ketidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.
3. Sistem integument
a. Turgor kulit menurun
Kulit dapat mengalami atropi akibat imobilitas yang lama. Selain itu,
perpindahan cairan antar kompartemen pada area tubuh yang menggantung
dapat mengganggu keutuhan dan kesehatan dermis dan jaringan subkutan. Pada
akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan elastisitas kulit.
b. Kerusakan kulit
Kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai nutrient menuju area
tertentu. Ini dapat menimbulan dekubitus.
4. Sistem neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,
menimbukan perasaan lelah dan mudah bingung.
Tingkat imobilitas
Tingkatan imobilitas bervariasi, dintaranya adalah :
1. Imobilitas komplet
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran
2. Imobilitas parsial
Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur
extremitas bawah
3. Imobilitas karena alasan pengobatan
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan (sesak
nafas). Pada kondisi tirah baring (bedrest) total, klien tidak boleh berjalan ke kamar
mandi atau duduk di kursi.keuntungan dari tirah baring antara lain menyalurkan
sumber energy untuk proses penyembuhan dan dapat mengurangi respon nyeri.
B. Gangguan Mobilisasi
Pada system ini, mobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti osteoporosis,
atropi otot, kontraktur, kekakuan serta nyeri pada sendi dan fraktur.
1. Osteoporosis
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan
fraktur. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan
dibawah umur 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau
kecelakaan.
Jenis-jenis fraktur
1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas
dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas
kulit masih utuh.
3. Open fracture (terbuka), fraktur yang terjadi jika bagian tulangnya menembus
kulit.
4. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
Manifestasi klinis
1. Nyeri terus menerus
2. hilangnya fungsi
3. deformitas
4. pemendekan ekstremitas
5. krepitasi
6. pembengkakan local
7. perubahan warna
Komplikasi
1. Infeksi terjadi pada open fraktur
2. Dekubitus, terjadi jika terjadi penekanan jaringan lunak oleh gips
3. Kompartement sindrom terjadi karena pemasangan balut-bidai yang terlalu ketat
Hal yang harus dilakukan
1. Tenangkan penderita.
2. Buat penderita merasa nyaman.
3. Bantu pergerakan pasien dengan hati-hati. Hanya gerakan jika perlu saja.
Hal yang tidak boleh dilakukan
1. Jangan panik atau takut.
2. Jangan memindahkan penderita, kecuali harus.
3. Jangan tinggalkan penderita sendiri.
4. Jangan mendudukkan penderita pada posisi tegak.
5. Jangan melakukan apa pun dengan terburu-buru.
Pencegahan kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program
pencegahan kontraktur mencegah infeksi, diantaranya :
1. Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu
diperhatikan
2. Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini
mungkin
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi :
a. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
b. Mobilisasi / ambulasi awal
Penanganan kontraktur
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian
fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan
aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi
dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar
pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren.
Penanganan kontraktur dapat dilakukan secara konservatif dan operatif.
Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
Exercise
Dekubitus
Dekubitus merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan gangguan
integritas kulit.
Factor resiko Dekubitus
Berbagai factor yang dapat menjadi predisposisi terjadinya dekubitus pada klien.
1. Gangguan Input Sensoris
Klien yang mengalami perubahan persepsi sensori terhadap nyeri dan tekanan
beresiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada klien yang sensasinya
normal. Klien yang mempunyai persepsi sensori yang utuh terhadap nyeri dan
tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau
nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan beriorientasi, maka
langsung mengubah posisi.
2. Gangguan Fungsi Motorik
Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi terjadi
dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah
posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan
peluang terjadi dekubitus. Misalnya, klien dengan fraktur ektremitas bawah yang
terpasang gips akan mengalami resiko dekubitus karena tekanan dari permukaan
gips.
3. Gangguan Tingkat Kesadaran
Klasifikasi dekubitus
Salah satu cara yang paling dini untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan
menggunakan sistep tahapan.
Tahap I : eritema pada kulit, hangat dan keras
Tahap II : hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis atau dermis. Ulkus
superficial dan terlihat seperti abrasi atau lubang dangkal
Tahap III : hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang rusak
(nekrosis) yang semakin melebar kebawah.
Tahap IV : hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi, nekrosis jaringan.
3. Siku 9. Tumit
4. Spina iliaka 10. Telinga
5. Sacrum 11. Bahu
6. Ischium
Imobilisasi
DEKUBITUS
DAFTAR PUSTAKA