Anda di halaman 1dari 4

HIPERBILIRUBINEMIA DAN INFEKSI NEONATUS

ABSTRAK
Intro :
Hiperbilirubinemia merupakan kelainan yang sering muncul pada bayi di Iran. Infeksi bakteri dan jundis
berhubungan dengan tingginya kematian, dimana ce merupakan tanda infeksi. Tujuan studi ini adalah
untuk menentukan insiden, waktu timbul, keparahan jaundice, tanda dan komplikasi infeksi pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia.
Materi dan metode:
Sebuah studi cross sectional antara 2003 dan 2011 di RS Ghaem, Iran. Kami mengevaluasi 1763 neonatus
dengan jaundice, ditemukan 434 neonatus yang dibagi menjadi dua kelompok, 131 neonatus sebagai
kelompok kasus (kultur darah/urin positif atau tanda pneumonia), dan 303 neonatus ngen jaundis ideopatik
sebagai kelompok control. Demografi termasik prenatal, intrapartum, kejadian post partum dan faktor-
faktor resiko dikumpulkan melalui kuisioner. Marker biologis termasuk kadar bilirubin, kultur darah dan
urin ditentukan sesuai permintaan dokter.
Hasil:
Waktu timbulnya jaundice, umur saat masuk rumah sakit, kadar bilirubin serum dan lama rawat inap
dilaporkan meningkat secara signifikan pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok control (p <
0.0001). ISK, sepsis dan pneumonia terdapat pada 102 (8%), 22 (1.7%) dan 7 (0.03%) kasus.
Kesimpulan:
Kami menyimpulkan infeksi bakteri merupakan penyebab yang signifikan pada kasus hiperbilirubinemia
yang tidak dapat dijelaskan pada neonatus dengan jundice. Kami menyarankan, pemeriksaan ISK sebagai
bagian dari evaluasi pada bayi dengan jaundice asimptomatik yang muncul pada hari ke lima kehidupan,
dan pemeriksaan sepsis dilakukanj pada bayi simptomatik terutama pada minggu pertama kehidupan.

Intro
Hiperbilirubinemia merupakan gangguan yang umum terjadi pada bulan pertama kehidupan ( 60% pada
bayi cukup umur, 80% pada premature) yang biasanya tidak memerlukan intervensi, namun jaundice dapat
menyebabkan keadaan serius seperti kernikterus dan kecacatan seumur hidup.
Beberapa factor harus dinilai untuk pengelolaan jaundice yang lebih baik, salah satunya adalah infeksi
yang merupakan masalah serius pada bayi baru lahir. Insiden hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan
infeksi belum diketahui. Tanda klinis infeksi pada bayi dapat berupa tanda yang tidak spesifik sampai
dengan gejala sakit berat seperti, tidak mau makan, demam, muntah, gagal ginjal dan gagal nafas.
Hiperbilirubinemia mungkin menjadi satu-satunya tanda ISK pada neonatus
Infeksi bakteri diketahui sebagai penyakit kuning pada neonatus, namun jumlah prevalensi, waktu
munculnya jaundis dan tidak diketahuinya perbedaan jaundice yang disebabkan infeksi dan jaundice yang
lain.
Tujuan dilakukan studi ini untuk menentukan insidensi, gejala-gejala, dan umur saat timbul gejala, factor
predisposisi, karakteristik, dan keparahan jaundis yang berhubungan dengna infeksi dan etiologi infeksi
pada neonatur dengan hiperbilirubinemia dalam bulan pertama kehidupan.

Materi dan metode


Studi ini dilakukan pada 1763 neonatus dengan jundice yang berumur 1-29 hari yang dirawat di RS Ghaem
antara feb 2003 dan oktober 2011.dari 1763 neonatus yang dirawat dengan keluhan utama jaundice hanya
1269 yang menderita infeksi, penyebab jaundice pada 827 neonatus yang tidak dimasukkan ke dalam studi
adalah kelainan hemolisis (ABO dan Rh isoimunisasi), hipotiroid, G6PD defisiensi, penyakit jantung
bawaan dan lain-lain. Ditemukan 434 neonatus yang dikelompokkan menjadi dua kelompok. 131 neonatus
pada kelompok kasus dengan criteria infeksi adalah kultur darah dan/atau urine positif, atau tanda
pneumonia dari cxr) dan 303 neonatus dengan jaundice ideopatik sebagai kelompok control. Jaundice
secara klinis adalah warna kuning pada kulit, ,membrane mukosa dan sclera.
Data maternal yang diambil antara lain: riwayat kehamilan dan persalinan, umur, golongan darah,
penyakit, jenis persalinan dan lama rawat setelah persalinan. Data daru neonatus antara lain: onset jaundice
dan waktu pulang dari rumah sakit, gejala dan tanda saat masuk rumah sakit, lama rawat dan rencana
tatalaksana.
Pemeriksaan yang digunakan sebagai evaluasi etiologi dan keparahan jaundice antara lain: pemeriksaan
darah lengkap dengan differensial, kadar bili serum (direk dan indirek), coombs test, hitung retikulosit,
golongan darah ibu dan anak, tes fungsi tiroid, kadar G6PD, urinalisa dan kultur urin.
Sampel urine diambil dengan spirasi supra pubic dan hasilnya positif jika ditemukan adanya koloni dari
satu bakteri pathogen yang diisolasi. Sampel urin juga diperiksa leukosituria (> 5 lekusit/LPB) dan
bactriuria.
Selama masa pengobatan, hasil dari kultur urine dan darah didokumentasikan dan ditindak lanjuti setelah
pasien pulang. Pada pasien dengan ISK dilakukan pemeriksaan usg renal dan vcug.

Fig 1

Hasil
Dari semua neonatus yang diteliti, umur rata-rata adalah 12.6 ± 7.5 hari pada kelompok kasus dan 8.7 ± 6.0
hari pada kelompok control. 87% neonatus lahir cukup umur, dimana 45% nya lahir secara SC
Tabel 1
Tidak ditemukan perbedaan signifikan pada jenis kelamin, usia gestasi, cara persalinan, berat lahir dan usia
kehamilan diantara dua kelompok ini (P> 0.05). usia dan berat saat dirawat, onset timbulnya jaundice,
lama rawat, bili direk dan indirek serum mempunyai perbedaan yang signifikan diantara dua kelompok.
Tabel 2
Infeksi neonatus ditemukan pada 10% bayi dengan jaundice, infeksi yang paling sering adalah ISK
(77.9%), sepsis (16.8%, dan pneumonia (5.3%). Pathogen terbanyak pada ISK adalah, Klebsiella
pneumonia (48), E. coli (38). Proteus (6). S epidermidis (5), S. aureus (3) dan acinetobacter (2). Kuman
pathogen tersering pada sepsis adalah S. aurous, S. epidermidis, proteua, enterobacter, K pneumonia dan E
coli.
Pada kelompok kasus ditemukan 81 kausu bacteriuria dan 71 kasus dengan leukosituria, lebih dari 50
neonatus mempunyai keduanya. Jumlah neonatus pria lebih sering terkena infeksi daripada wanita (p >
0.9). tidak ditemukan ISK pada neonatus usia 5 hari atau kurang, ISK ditemukan pada neonatus jaundice
usia 5-7 hari. Hal ini menunjukkan perlunya deteksi ISK pada neonatus dengan jaundice pada minggu
pertama.
Fig 2
Jumlah bilirubin indirek rata-rata lebih rendah pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok
control (17.9 vs 21.2 mg/dl, P < 0.001). pada jaundice yang berhubungan dengna infeksi, nilainya
menengah (17.9 ± 5.7 mg/dl)
Lama rawat lebih panjang pada kelompok kasus (8 vs 3.3 hari, P < 0.001). umur saat timbulnya jaundice
dan umur saat jaundice menghilanglebih lama pada kelompok kasus (P < 0.05). Ditemukan perbedaan
nilai bilirubin signifikan diantara kedua kelomppok (P < 0.001)
Perbedaan kedua kelompok tentang ht, trombosit, hitung retikulosit, na, k, ur dan cr tidak signifikan (P >
0.05). dilaporkan ada 3 kasus sepsis dan ditemukan S aureus didalam kultur darah dan urine.
USG renal dilakukan pada 81 kasus, kelainan saluran kemih ditemukan pada 27 kasus, termasuk
hidronefrosis (12 pasien), obstruksi ureteropelvic-junction (3 pasien), batu saluran kemih (8 pasien), dan
pelviektasis ( 4 pasien). VCUG dilakukan pada 36 neonatus dan ditemukan refluks unilateral grade 1-3
sebanyak 16 kasus.
Kernikterus ditemukan pada satu pasien kelompok sepsis.

Diskusi
Dengan banyaknya sampel, ditemukan bahwa infeksi harus dipertimbangkan sebagai penyebab jaundice,
terutama pada neonatus dengan gejala klinis lain. Jaundice yang berhubungan dengan infeksi timbul
moderate, walaupun komplikasi yang timbul lebih banyak daripada hiperbilirubinemia ideopatik. Hasil
penelitian kami menyebutkan bahwa jaundice mungkin merupakan tanda awal infeksi (khususnya ISK)
pada neonatus.
Pada penelitian saat ini, insiden jaundice yang berhubungan dengan infeksi dilaporkan sebanyak 10% (ISK
8%, sepsis 1.7%, dan pneumonia 0.3%). Pada penelitian Chavalitdhamrong, memeriksa 69 neonatus
dengan jaundice asimptomatik yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan adanya bukti gram negatif pada ISK
hanya 2 pasien.
Penelitian yang dilakukan Gracia et al, melaporkan ISK muncul pada 12 (7.5%) dari 160 bayi dengan
asimptomatik jaundice dan afebris usia kurang dari 8 minggu. Xinias et al melaporkan 30 (6.5%) dari 462
neonatus cukup bulan yang menderita ISK. Studi lain melaporkan insiden ISK sebanyak 3.5%.
Tingginya prevalensi ISK pada penelitian kami dibandingkan dengan enelitian lainmungkin berhubungan
dengan usia dan diagnosis yang lama pada neonatus dengan jaundice pda penelitian kami dan neonatus
yang lebih tua pada penelitian lain. Diagnosis yng lama dan neonatus dengan jaundice meningkatkan
keparahan dan komplikasi. Kuman patogen paling sering ditemukan adalah K pneumonia dan E Coli
sesuai dengan penelitian Gracia. 76.5% neonatus dengan jaundice yang menderita ISK pada kelompok
kontrol ditemukan setelah usia satu minggu. Hal ini menunjukkan jaundice yang berhubungan dengan ISK
timbul belakangan. Kita harus mempertibangkan bahwa ISK mungkin merupakan penyebab jaundice, dan
neonatus sebaiknya diperiksa untuk kemungkinan adanya ISK, jika ditemukan jaundice yang memberat..
biasanya keberadaan ISK pada hari pertama kehidupan jarang timbul kecuali pada sepsis dan hal ini
membutuhkan waktu lama untuk muncul secara klinis.
Ditemukan 1.7% sepsis pada neonatus dengan hiperbilirubinemia dan 95%nya asimtomatik. Kita harus
mempertimbangkan sepsis sebagai penyebab jaundice pada neonatus khususnya pada kasus yang
simptomatik.
Diketahui bahda 73% neonatus dengan jaundice yang menderita sepsis dirawat pada minggu pertama, hal
ini menjelaskan bahwa jaundice yang berhubungan dengna sepsis muncul lebih cepat ( minggu pertama
kehidupan)
Nilai bilirubin rata-rata cukup rendah pada subkelompok ISK dan pneumonia dibandingkan dengan kasus
non infeksius (17.9 vs 21.2 mg/dl). Jaunidce yang berhubunga dengan ISK biasanya moderate dan
menyerupai hiperbilirubinemia fisiologis yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan ISK adalah tipe unconjungated dan berhubungan dengan
hemolisis yg disebabkan oleh bakteri E. Coli, dimana hemolisis yang berhubungan dengan ISK biasanya
ringan dan jarang ditemukan anemia.
Terjadinya bilirubinemia pada pneumonia mungkin disebabkan oleh adanya bendungan pada hepar yang
disebabkan oleh pneumonia. Nilai bilirubin rata-rata lebih tinggi pada kelompok sepsis dibanding dengan
subjek noninfeksi lain (23.8 vs 21.2 mg/dl). Hiperbilirubinemia conjungated dilaporkan meningkat
sebanyak 20% (22 kasus) dari total bilirubin (14% pada ISK dan 27% pada sepsis). Setelah pengobatan
infeksinya, semua neonatus dengan peningkatan bilirubin conjugated tidak perlu penambahan terapi.
Hiperbilirubinemia conjungated mungkin berhubungan dengan kolestasis sekundeer pada infeksi bakteri,
mekanisme yang memungkinkan adalah adanya perubahan mikrosirkulasi pada hepar yang merupakan
efek langsung dari produk bakteri, dan/atau mediator yang disebabkan oleh endotoksin.
Pada penelitian kami, bectriuria dan leukosituria dilaporkan sebanyak 64.8% dan 63% kausu, dimana 37%
neonatur pada kelompok kasus menunjukkan keberadan keduanya. Insiden bactriuria dan leukosituria pada
neonatus dengan Isk dilaporkan (28-48%). Gracia melaporkan 50% neonatus dengan jaundice
asimptomatik yang menderita ISK mempunyai kelainan pada urinalisa ataupun temuan mikroskop. Pada
studi sebanyak 102 kasus, Bilgen menjelaskan adanya ISKpada 8% kasus. Penyebab utama ISK adalah E.
Aerogens 38%, E. Faecalis 25%, K. Penumoniae 25% dan E. Coli 12%. Ditemukan pyuria dan bactriuria
pada 50% dan 80% kasus. Pemeriksaan sepsis menunjukkan hasil negatif kecuali satu pasien dengan
peningkatan CRP. Tidak satupun pasien mempunyai hasil kultur positif.
Ditemukan 27 kasus (26.5%) ketidaknormalan saluran kemih, termasuk hidronefrosis, UPJO, batu saluran
kemih dan pelviectasis. Pada penelitian oleh Bilgen, Usg renal menemukan ketidaknormalan saluran
kemih sebanyak 3 pasien (38%) dengan hidronefrosis dan pelviectasis. VCUG yang dilakukan pada semua
pasien menunjukkan refluks unilateral pada satu pasien. Disimpulkan bahwa kultur urine dilakukan pada
neonatur dengan jaundice yang berumur lebih dari 3 hari dengan etiologi yang tidak diketahui. Penelitian
oleh Ghaeni sebanyak 400 kasus, ditemukan ISK pada 23 bayi (5.8%) dengan jaundice onset lambat.
17.3% bayi ditemukan adanya kelainan urogenital. Penelitian oleh Pashapour, ditemukan ISK pada 6%
bayi dengan prolong jaundice. Terdapat 1 kasus refluks yang terdeteksi melalui VCUG, pada penelitian
kami ditemukan 44% kasus dengan refluks grade 1-3, termasuk 16% neonatus dengan ISK. Penelitian lain
menyebutkan insiden refluk sebanyak 18%. Terdapat satu kasus kernikterus diantara keompok sepsis yang
mungkin berhubungan dengan keparahan komplikasi dari ISK dan refluks.

Kesimpulan
Insiden infeksi bekteri yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia ditemukan pada 1763 bayi berusia
kurang dari 1 bulan. Dilaporkan adanya sepsis pada 22 bayi yang mempunyai gejala infeksi. Kami
menyimpulkan bahwa infeksi bakteri merupakan penyebab hiperbilirubinemia yang tidak dapat dijelaskan.
Pada penelitian kami menjelaskan bahwa ISK timbul setelah minggu pertama kehidupan dan sepsis yang
timbul sebelum minggu pertama kehidupan mungkin berhubungan dengan jaundice.
Hal ini menginidikasikan pentingnya skrining ISK pada neonatus dengna jaundice yang asimptomatik
terutama jika munculnya setelah usia satu minggu. ISK yang berhubungan dengan jaundice biasanya
muncul belakangan dan tidak parah, namun sepsis yang muncul lebih cepat mempunyai tingkat keparahan
yang tinggi dan timbul komplikasi.
Mengamati ISK pada neonatus dengan hiperbilirubinemia dapat menurunkan komplikasi sebelum tanda
dan gejalanya nampak.

Anda mungkin juga menyukai