Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan

Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN


DENGAN SISTEM TEBANG PILIH DI PAPUA
Growth model of remmant stands in selectively logged forest, Papua

Relawan Kuswandi
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
Jl. Inamberi – Susweni, Manokwari - Papua Barat, Indonesia
email: r_kuswandi@yahoo.co.id

Tanggal diterima: 5 September 2016, Tanggal direvisi: 15 November 2016, Disetujui terbit: 22 Mei 2017

ABSTRACT
Sustainable forest management recently calls for growth information concerning integrated functions of ingrowth,
upgrowth and mortality. This study was conducted in logging concessions of PT. Tunas Timber Lestari (TTL),
PT. Wapoga Mutiara Timber (WMT) dan PT. Manokwari Mandiri Lestari (MML) in Papua. Then, this research
was intended to build growth stands models in logged over forest.The data were obtained from permanent sample
plots (PSPs) in three logging concession in Papua forest. Results revealed that characteristics of stand namely
basal area, stem density and diameter had significant coefficients to model of ingrowth, upgrowth and mortality
in each logging concession. Specifically, PT. WMT showed the highest value of coefficient of determination
(>80%, P<0.05). PT MML only had significant model namely ingrowth and upgrowth model while PT TTL only
showed ingrowth model as significant equation.
Keywords: whole stand model, linear model, logged over forest, Papua

ABSTRAK
Pengelolaan hutan berkelanjutan sangat membutuhkaninformasi pertumbuhan yang mengintegrasikan fungsi-
fungsi ingrowth, upgrowth, dan mortality. Penelitian dilakukan pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan
Kayu (IUPHHK) PT. Tunas Timber Lestari (TTL), PT. Wapoga Mutiara Timber (WMT) dan PT. Manokwari
Mandiri Lestari (MML) di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pertumbuhan
tegakan untuk hutan alam bekas tebangan berdasarkan data petak ukur permanen di Papua. Model Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik tegakan (luas bidang dasar, jumlah pohon dan ukuran/diameter pohon)
berpengaruh berbeda terhadap model ingrowth, upgrowth, dan mortalitytegakan pada masing-masing lokasi. Pada
PT WMT karakterisitik tegakan berpengaruh nyata terhadap model ingrowth, upgrowth, dan mortality yang
ditunjukan dengan nilai koefisien determinasi yang tinggi >80% dan Pval<0,05, walaupun pengaruh karakterisik
tegakan tidak secara bersamaan berlaku pada setiap model. Pada PT MML yang berpengaruh nyata hanya model
ingrowth dan upgrowth, sedangkan pada PT. TTL hanya model ingrowth.
Kata kunci: model seluruh tegakan, model linier, hutan bekas tebangan, Papua
& Murdjoko, 2015), penerapan jatah tebang
I. PENDAHULUAN
tahunan (AAC) secara benar (Vanclay, 1996),
Hutan hujan tropis memiliki karakteristik siklus dan intensitas tebang (Brienen & Zuidema,
keragaman sangat tinggi, maka dituntut untuk 2006; Buijks & Haasnoot, 2012; Dauber,
menerapkan pengelolaan hutan yang tepat dalam Fredericksen, & Pena, 2005; Rozendaal, Soliz-
melakukan produksi kayu (Putz & Romero, Gamboa, & Zuidema, 2010; Venturoli, Franco,
2014). Kegiatan pengusahaan hutan selama ini & Fagg, 2015) diharapkan dapat mengurangi
ternyata telah menyebabkan terjadinya seminimal mungkin dampak kerusakan pada
penurunan baik kuantitas dan kualitas hutan hutan bekas tebangan.
primer (Kuswandi & Murdjoko, 2015; Margono, Pengelolaan hutan berkelanjutan sangat
Potapov, Turubanova, Stolle, & Hansen, 2014) membutuhkan informasi pertumbuhan dan hasil
yang secara langsung bisa berdampak pada (Krisnawati, Suhendang, & Parthama, 2008;
kelestarian keanekaragaman dan produksi hutan. Lhotka & Loewenstein, 2011; Liang, 2010;
Penerapan sistem silvikultur yang tepat, seperti Pukkala, Lähde, & Laiho, 2009). Namun
penentuan diameter tebang minimum (Kuswandi ketersediaan informasi tersebut masih sangat

45
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

terbatas dan sangat sedikit mengingat sangat model-model matematis. Saat ini prediksi
bervariasinya kondisi hutan tropis di Indonesia. pertumbuhan didekati dengan membuat model-
Beberapa penelitian telah dilakukan di model pertumbuhan. Model pertumbuhan telah
Kalimantan (Krisnawati et al., 2008; Muhdin et banyak digunakan dalam pengelolaan hutan
al., 2011; Wahjono & Imanuddin, 2007), dan di untuk mengetahui potensi tegakan saat ini,
Papua (Kuswandi, 2010; Marwa, 2009). memprediksi hasil pada waktu akan datang, dan
Schöngart (2008); Leoni, da Fonseca Júnior dan untuk memberikan alternatif model pengelolaan
Schöngart (2011) menyebutkan bahwa kesulitan dan pilihan sistem silvikultur yang digunakan,
terbesar untuk manajemen berkelanjutan dari sehingga dapat dijadikan informasi dalam
hutan tropis adalah memperoleh data yang dapat pengambilan keputusan (Muhdin et al., 2011;
dipercaya pada pertumbuhan pohon, yang Pukkala et al., 2009).
merupakan prasyarat untuk menentukan volume Penelitian tentang model pertumbuhan
panen dan siklus penebangan. baik model pertumbuhan per pohon, model kelas
Sumber data untuk menganalisis tegakan dan model seluruh tegakan (Hevia, Cao,
pertumbuhan tegakan pada hutan bekas tebangan Álvarez-González, Ruiz-González, & von
diperoleh dari pengukuran diameter yang Gadow, 2015; Turland, 2007) telah banyak
dilakukan secara periodik dari petak ukur dilakukan dengan menggunakan model matriks
permanen (PUP). Selanjutnya data tersebut (Adame, Brandeis, & Uriarte, 2014; Krisnawati
kemudian dikombinasikan dengan data et al., 2008; Leoni et al., 2011; Nascimento, do
perekrutan, kematian dan perubahan ukuran Amaral Machado, Figueiredo Filho, & Higuchi,
populasi untuk membuat model pertumbuhan 2014; Návar, 2014; Orellana, Figueiredo Filho,
dan hasil untuk jenis pohon atau kelompok jenis Netto, & Vanclay, 2016; Picard & Liang, 2014;
(Arets, 2005; Buijks & Haasnoot, 2012; Dauber Pukkala et al., 2009; Pütz, Groeneveld, Alves,
et al., 2005; Picard, Yalibanda, Namkosserena, & Metzger, & Huth, 2011; Roitman & Vanclay,
Baya, 2008). 2015; Venturoli et al., 2015; Wang et al., 2009).
Pertumbuhan tegakan hutan merupakan Namun penelitian model pertumbuhan dengan
pertumbuhan yang dinamis karena selain model linier belum banyak dilakukan.
peningkatan dimensi pohon, pertumbuhan juga Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
dipengaruhi oleh berkembangnya pohon-pohon memperoleh model pertumbuhan dari tegakan
baru dan pergantian pohon-pohon penyusun tinggal hutan alam hutan bekas tebangan di
tegakan. Pertumbuhan tegakan pada hutan bekas Papua.
tebangan dapat dikaji di antaranya melalui
pengamatan terhadap dinamika struktur tegakan. II. METODE PENELITIAN
Beberapa komponen pertumbuhan tegakan yang A. Lokasi penelitian
dapat menggambarkan perilaku tegakan dalam
Penelitian ini dilaksanakan pada areal
proses pemulihan tegakan adalah ingrowth (alih
bekas tebangan di 3 (tiga) pemegang Ijin Usaha
tumbuh), upgrowth (tambah tumbuh), dan
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yaitu
mortality (kematian). Pertumbuhan tegakan
PT. Tunas Timber Lestari (PT.TTL) di
dipengaruhi oleh lingkungan klimatis dan edapis
Kabupaten Boven Digul, PT.Wapoga Mutiara
(Sievänen, Burk, & Ek, 1988), selain itu juga
Timber (WMT) di Kabupaten Sarmi, Provinsi
dipengaruhi oleh jenis pohon dan kelas
Papua, dan PT. Manokwari Mandiri Lestari
diameternya (Sist, Picard, & Gourlet-Fleury,
(MML) di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi
2003; Vanclay, 1994; Wahyudi, 2012).
Papua Barat.
Ketersediaan informasi pertumbuhan
Keadaan umum areal IUPHHK PT. MML
tersebut dapat didukung melalui penyediaan
yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni dengan
perangkat pendugaan dengan menggunakan

46
Model Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dengan Sistem Tebang Pilih di Papua
Relawan Kuswandi

keadaan topografi datar sampai bergunung termasuk tipe A, dengan rata-rata curah hujan
dengan ketinggian dari muka laut 0-250 m 2.589 mm/th dan jumlah hari hujan setiap bulan
dengan kemiringan 0-40%. Jenis tanah yang rata-rata 12 hari (Kuswandi, Sadono, Supriyatno,
dijumpai di areal ini adalah podsolik coklat & Marsono, 2015).
kelabu, podsolik merah kuning dan aluvial. Iklim

Gambar 1. Peta lokasi penelitian berdasarkan karakteritik bioregion Papua

Keadaan umum areal IUPHHK PT. TTL lokasi IUPHHK, di mana setiap PUP seluas satu
yang terletak di Distrik Sesnukt Kabupaten hektar. Pengumpulan data dilakukan pada satu
Boven Digul dengan keadaan topografi relatif series PUP (6 PUP) untuk setiap lokasi sebagai
datar sampai bergelombang ringan dengan berikut pada IUPHHK PT. TTL dari tahun 2005-
kemiringan 0-15% dan ketinggian dari muka laut 2014, PT. MML dari tahun 2008-2014 dan PT.
30-300 m. Jenis tanah yang dijumpai adalah WMT dari tahun 2007-2014. Total PUP untuk
ultisol, podsolik coklat kelabu, podsolik merah penelitian ini adalah 18 PUP dari ketiga lokasi
kuning dan aluvial. Iklim termasuk tipe A, rata- tersebut dan diasumsikan mewakili tegakan-
rata curah hujan 4.196 mm/th. Jumlah hari hujan tegakan tinggal pada hutan bekas tebangan di
setiap bulan berkisar antara 13 – 23 hari Papua. Menurut Alder dan Synnott (1992) petak
(Kuswandi et al., 2015). ukur permanen dengan luas 1 ha yang diamati
Keadaan umum areal IUPHHK PT. WMT secara periodik selama kurang lebih 5 tahun atau
yang terletak di Distrik Bonggo Kabupaten lebih dianggap cukup representatif untuk
Sarmi dengan topografi pada areal tersebut datar mendapatkan informasi dinamika pertumbuhan
sampai curam terletak pada ketinggian 0– 500 m tegakan. Data pengukuran yang digunakan
dpl dengan jenis tanah podsolik dan aluvial. adalah pada petak PUP yang tidak dilakukan
Iklim pada areal ini termasuk tipe A, dengan rata- perlakuan silvikultur (pembebasan baik vertikal
rata curah hujan 2.437 mm/th,jumlah hari hujan maupun horizontal) yaitu sebanyak 3 petak ukur
setiap bulan 16,7 hari (Kuswandi et al., 2015). permanen.
Pengumpulan data dilakukan dengan
B. Prosedur penelitian
mengukur semua jenis pohon berdiameter
1. Pengumpulan data minimal 10 cm ke atas. Dari setiap pohon
Data yang dikumpulkan berasal dari petak dikumpulkan data mengenai jenis pohon,
ukur permanen (PUP) yang dibuat pada tiga diameter setinggi dada (dbh) pohon pada

47
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah atau a. Y = f [D, B, N]


20 cm diatas banir, pohon-pohon baru b. Y = f [B, N]
(ingrowth), dan mati pada periode berikutnya. c. Y = f [B]
dimana: Y = laju ingrowth, upgrowth, dan
2. Analisis data mortality, D = nilai tengah diameter, B = luas
Analisis data yang dilakukan adalah bidang dasar tegakan, N = jumlah pohon per ha.
penyusunan model matematik pendugaan
pertumbuhan tegakan yang meliputi ingrowth III. HASIL DAN PEMBAHASAN
(alih tumbuh), mortality (kematian) dan A. Model ingrowth
upgrowth (alih tumbuh). Model pertumbuhan
Berdasarkan data series hasil pengamatan
dibangun berdasarkan hubungan antar masing-
pada PUP, ingrowth untuk tegakan pada masing-
masing variabel dengan luas bidang dasar
masing lokasi yang dihasilkan, setelah dianalisis
tegakan, jumlah pohon dan ukuran (diameter)
diperoleh model seperti pada Tabel 1.
pohon. Persamaan penduga variabel
pertumbuhan tegakan yang digunakan adalah:

Tabel 1. Model ingrowthtegakan pada hutan bekas tebangan di Papua


Lokasi Persamaan R2 (%) Pvalue

PT. TTL Log I = 45.479 – 4.177 log N – 25.153 log D 72.1 0.022*

PT. MML Log I = 44.328 + 117.537 log B – 162.838 log D 89.3 0.035*

PT. WMT I = 510.751 – 3054.161 B – 0.106 N 95.0 0.002*

Keterangan: *) signifikan pada taraf kepercayaan 95%

Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa tegakan. Hal ini berarti bahwa tegakan yang lebih
variabel peubah tak bebas yang berpengaruh rapat cenderung memiliki jumlah ingrowth yang
terhadap ingrowth berbeda pada masing-masing lebih kecil. Krisnawati et al. (2008) menyebutkan
lokasi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian bahwa ingrowth suatu jenis dipengaruhi oleh
yang dilakukan oleh (Krisnawati et al., 2008) di kelimpahan atau banyaknya pohon dari jenis
Kalimantan Tengah yang menyebutkan ingrowth yang bersangkutan dan tingkat gangguan
suatu jenis dipengaruhi secara positif oleh jumlah tegakan.
pohon pada jenis yang bersangkutan dan Laju ingrowth dipengaruhi oleh luas
dipengaruhi secara negatif oleh bidang dasar bidang dasar, diameter dan kerapatan tegakan.
tegakannya. Hasil berbeda juga menyebutkan Namun demikian tidak semua
bahwa ingrowth hanya dipengaruhi oleh bidang variabel/komponen tersebut berpengaruh
dasar (Buongiorno, Peyron, Houllier, & bersama-sama dalam proses ingrowth pada
Bruciamacchie, 1995; Favrichon, 1998; masing-masing lokasi (Tabel 1). Hal ini
Favrichon & Kim, 1998; Lu & Buongiorno, disebabkan oleh perbedaan intensitas tebangan
1993; Marwa, 2009; Volin & Buongiorno, 1996). dimana pada areal PT. MML dan PT. WMT
Laju ingrowth dipengaruhi oleh luas hanya menebang satu jenis pohon. Kesenjangan
bidang dasar, diameter dan kerapatan tegakan, tersebut menyebabkan kurangnya gangguan
dimana laju ingrowth semakin menurun pada terhadap tanah (pemadatan pada jalan sarad) dan
diameter dan kerapatan pohon yang semakin iklim mikro yang berakibat pada proses
tinggi, tetapi tidak semuanya meningkat dengan regenerasi (Duah-Gyamfi, Swaine, Adam,
semakin bertambahnya luas bidang dasar Pinard, & Swaine, 2014; Peña-Claros et al.,

48
Model Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dengan Sistem Tebang Pilih di Papua
Relawan Kuswandi

2008; Putz, Sist, Fredericksen, & Dykstra, 2008). ingrowth. Nilai koefisien determinasi lebih tinggi
Pada proses regenerasi alami, pohon besar akan pada ketiga lokasi dibandingkan dengan
menghasilkan banyak biji, kemudian penelitian yang telah dilakukan di Kalimantan
berkecambah pada lantai hutan sebagai penghasil Barat (Krisnawati et al., 2008); dan relatif sama
bibit yang akan tumbuh dan bertahan hidup yang dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhdin
kemungkinan akan masuk kekelas berikutnya (2012) di Kalimantan. Perbedaan ini mungkin
sebagai individu baru (Kuswandi et al., 2015). dikarenakan oleh keterbatasan model (ada faktor-
Pengaruh penebangan akan mengakibatkan faktor lain selain jumlah pohon dan bidang dasar
pertumbuhan tegakan tinggal lebih cepat dan tegakan yang perlu dipertimbangkan dalam
ingrowth (terutama jenis-jenis pionir dan model) atau kenyataan bahwa ingrowth dalam
tumbuhan yang tidak tahan naungan) meningkat suatu tegakan merupakan suatu proses yang
akibat terbukanya ruang yang ditinggalkan oleh random (Buongiorno et al., 1995; Volin &
pohon yang ditebang. Individu pada pohon Buongiorno, 1996). Bahkan, karena sulitnya
dengan diameter kecil sedang mengalami menduga model ingrowth yang akurat, beberapa
pertumbuhan dan persaingan antar tumbuhan peneliti cenderung menggunakan nilai ingrowth
bawah (Duah-Gyamfi et al., 2014; Edwards & yang konstan pada setiap periode waktu
Mason, 2006). (Krisnawati et al., 2008).
Nilai koefisien determinasi (R2) model
B. Model upgrowth
ingrowth pada ketiga lokasi menunjukkan hasil
Model upgrowth dianalisis berdasarkan
yang berbeda. Nilai koefisien determinasi
data series hasil pengamatan pada PUP, untuk
tertinggi terdapat pada areal PT.WMT sebesar
tegakan pada masing-masing lokasi. Hasil
95%, kemudian berturut-turut PT MML sebesar
analisis diperoleh model upgrowth seperti pada
89,3% dan PT. TTL sebesar 72,1%. Selain itu
Tabel 2.
luas bidang dasar, diameter dan kerapatan
tegakan berpengaruh nyata (signifikant) terhadap

Tabel 2. Model upgrowth tegakan pada areal bekas tebangan di Papua


Lokasi Persamaan R2 (%) Pvalue

PT. TTL U = -34.559 + 15.473 log N 16.2 0.283

PT. MML Log U = - 0.334 + 0.828 log B 9.1 0.561

PT. WMT U = -57.239 + 2.537 D 73.6 0.013*

Keterangan: *) signifikan pada taraf kepercayaan 95%

Variabel yang berpengaruh terhadap berpengaruh di Kalimantan dan Maluku adalah


upgrowth berbeda pada masing-masing lokasi. diameter dan luas bidang dasar (Krisnawati et al.,
Pada areal PT. TTL yang mempengaruhi laju 2008; Labetubun, Suhendang, & Darusman,
upgrowth adalah kerapatan tegakan, pada PT. 2005; Muhdin, 2012). Pola hubungan pendugaan
MML yang berpengaruh adalah luas bidang upgrowth menunjukkan ketidakkonsistenan. Hal
dasar, sedangkan pada PT. WMT adalah ini mungkin disebabkan oleh data yang ada dan
diameter tegakan. Dibandingkan dengan model regresi yang digunakan belum cukup
penelitian yang telah dilakukan di Kalimantan untuk mempresentasikan atau menjelaskan
dan Maluku, terdapat perbedaan variabel yang fenomena terjadinya upgrowth di alam (Muhdin
berpengaruh terhadap model upgrowth pada tiga et al., 2011; Wahyudi, 2012). Peluang upgrowth
lokasi IUPHHK di Papua. Variabel yang tidak hanya tergantung pada ukuran pohon tetapi

49
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

juga pada karakterisitik tegakan seperti Beberapa penelitian juga memberikan


kepadatan, kompetisi, umur dan tingkat nilai koefisien determinasi yang relatif kecil,
produktivitas (Escalante, Pando, Ordoñez, & seperti pada penelitian Volin dan Buongiorno
Bravo, 2011). Hal ini sesuai dengan kondisi pada (1996) sebesar 6% - 14%; Favrichon (1998)
masing-masing lokasi yang mempunyai sebesar 5% - 22%; Favrichon dan Kim (1998)
kerapatan tegakan yang berbeda (Kuswandi et sebesar 57% - 71%, Labetubun et al. (2005)
al., 2015). Perbedaan kerapatan pada ketiga areal sebesar 10,7% - 14,6%, Krisnawati et al. (2008)
IUPHHK tersebut bisa disebabkan oleh sebesar 20,1% - 37,6%, Wahyudi (2012) sebesar
karakteristik tegakan masing-masing lokasi 36,8% - 92,3%. Rendahnya nilai determinasi di
dimana karakteristik tersebut terkait dengan hutan alam disebabkan tidak terkendalinya
fisiologi tegakan dalam merespon perubahan pengaruh berbagai faktor lingkungan yang
lingkungan (Pan, Birdsey, Phillips, & Jackson, terdapat di dalam hutan alam campuran, baik
2013). Karakteristik site berpengaruh terhadap faktor lingkungan hayati, non hayati serta
ketersediaan air tanah, radiasi, unsur hara, interaksi diantara faktor-faktor tersebut
dimana faktor-faktor tersebut berpengaruh (Krisnawati et al., 2008; Muhdin et al., 2011).
terhadap respon pertumbuhan tegakan (Adame et Akibat dari rendahnya nilai R2 dan bahkan tidak
al., 2014; Kariuki, Rolfe, Smith, Vanclay, & adanya hubungan yang signifikan antara peubah-
Kooyman, 2006). Namun secara statisik peubah penduga dengan peubah responnya,
hubungan antara pertumbuhan diameter tegakan maka disarankan untuk menggunakan rata-rata
dan karakterisitik site tidak berpengaruh secara proporsi untuk menghitung peluang upgrowth
signifikan (Adame et al., 2014). Selanjutnya suatu jenis. Hal ini telah dilakukan oleh sebagian
disebutkan bahwa upaya untuk memasukan peneliti yang cenderung menggunakan rata-rata
informasi site dalam model pertumbuhan proporsi untuk menghitung peluang upgrowth
tegakan pada hutan tropis menghasilkan tingkat suatu jenis (Krisnawati et al., 2008)
keberhasilan yang beragam. Venturoli et al.
C. Model mortality
(2015) menambahkan bahwa persaingan antara
Peluang mortality secara teoritis
dan di dalam populasi secara signifikan dapat
berhubungan dengan kerapatan tegakan dan
berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan
diameter pohon (Buongiorno et al., 1995).
diameter.
Biasanya kerapatan tegakan dan diameter pohon
Koefisien determinasi yang dihasilkan
berpengaruh positif terhadap mortality. Namun
oleh model upgrowth dari setiap lokasi terlihat
pada penelitian ini mortality dipengaruhi oleh
lebih rendah bila dibandingkan dengan model
kerapatan, luas bidang dasar dan diameter,
ingrowth, yaitu berkisar antara 9,1% sampai
kecuali pada PT. TTL. Hal ini ditunjukkan
73,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa peubah-
dengan model mortality pada masing-masing
peubah penduga hanya menerangkan sebagian
lokasi seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Model
kecil dari proses upgrowth yang terjadi dalam
morality diperoleh dari hasil analisis berdasarkan
tegakan. Selain itu terdapat rentang yang cukup
data series pada PUP masing-masing lokasi. Pada
lebar antara lokasi dalam hal nilai koefisien
lokasi PT. TTL laju mortality akan bertambah
determinasi (R2). Variasi atau lebarnya rentang
dengan semakin meningkatnya luas bidang
nilai R² tersebut menunjukkan bahwa peranan
dasar, sedangkan pada areal PT. MML dan PT.
peubah bebas dalam menerangkan upgrowth
WMT peluang kematian pohon (mortality)
mungkin bersifat spesifik untuk setiap lokasi.
dipengaruhi positif oleh bidang dasar dan
Disisi lain, lebar kelas diameter dapat
dipengaruhi negatif oleh kerapatan tegakan dan
mempengaruhi model pertumbuhan diameter
diameter pohon.
(Escalante et al., 2011; Shimatani, Kubota,
Araki, Aikawa, & Manabe, 2007).

50
Model Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dengan Sistem Tebang Pilih di Papua
Relawan Kuswandi

Dibandingkan dengan penelitian yang nampak pada PT. MML (R2 = 97,6 dan Pval =
telah dilakukan di Kalimantan dan Maluku, 0,035) dan WMT ( R2 = 92,9 dan Pval = 0,002)
terdapat perbedaan variabel yang berpengaruh yang hanya menebang satu jenis saja sehingga
terhadap model mortality pada tiga lokasi berpengaruh pada tingkat kerusakan tegakan dan
IUPHHK di Papua. Pada ketiga areal IUPHHK keterbukaan tutupan tajuk pohon. Jumlah pohon
di Papua, yang berpengaruh adalah kerapatan (intensitas tebangan) yang ditebang semakin
tegakan, luas bidang dasar dan diameter banyak, maka kerusakan tegakan yang terjadi
sedangkan di Maluku adalah diameter dalam akan semakin tinggi (Mawazin, 2013; Muhdi,
bentuk model (Labetubun et al., 2005) dan di Elias, Murdiyarso, & Matangaran, 2012; Sist et
Kalimantan adalah diameter dan luas bidang al., 2003) dan akan mempengaruhi regenerasi
dasar (Krisnawati et al., 2008; Muhdin, 2012). hutan (Dubé, Menard, Bouchard, & Marceau,
Seperti halnya dengan model upgrowth, 2005; Muhdi, 2009; Muhdi & Elias, 2004). Laju
nilai koefisien regresi yang dihasilkan oleh mortality terdapat kecenderungan bahwa pohon-
model mortality juga tidak dapat pohon pada kelas terendah yang tumbuh lebih
digeneralisasikan. Nilai koefisien determinasi lambat, memiliki peluang lebih besar untuk mati
yang dihasilkan juga bervariasi antara 17,2% (Roitman & Vanclay, 2015). Keragaman
sampai dengan 97,6%. Hal ini kemungkinan mortality yang tinggi menunjukkan bahwa
disebabkan oleh keragaman data mortality yang kematian pohon dalam suatu tegakan merupakan
sangat tinggi. Selain itu, terdapatnya perbedaan suatu proses yang kompleks dan relatif sulit
jenis yang ditebang yang berhubungan dengan diprediksi karena banyaknya faktor yang saling
intensitas tebangan dan waktu pengamatan juga berinteraksi (Kuswandi, 2014).
berpengaruh pada model mortality. Hal ini

Tabel 3. Model mortality tegakan pada areal hutan bekas tebangan di Papua
Lokasi Persamaan R2 (%) Pvalue
PT. TTL M = - 1.673 + 0.133 B 17.2 0.267

PT. MML Log M = 315.434 + 124.696 log B – 81.996 log N – 202.948 log D 97.6 0.035*

PT. WMT Log M = 1605.888 + 1033.585 log B – 110.204 log N – 336.287 log 92.9 0.002*
D
Keterangan: *) signifikan pada taraf kepercayaan 95%

Sebagian besar hasil penelitian prediksi atas perilakunya sering salah dan sulit
menyebutkan bahwa sampai saat ini sulit untuk dilakukan. Model-model sistem alam jarang teliti
menjelaskan dinamika pertumbuhan tegakan dan andal. Ige, Akinyemi, dan Abi (2013)
(Adame et al., 2014). Hal ini mungkin menyebutkan bahwa tidak ada satu jenis model
disebabkan oleh variasi sumber data termasuk yang dapat memberikan informasi yang tepat
kesalahan pengukuran fisik (Monserud & Sterba, dalam pengambilan keputusan manajemen.
1996), murni kesalahan (Draper & Smith, 2014)
dan kegagalan untuk memasukkan variabel yang IV. KESIMPULAN
mempengaruhi pertumbuhan pohon dalam Penelitian ini menghasilkan model-model
model, seperti faktor genetik atau iklim (Adame pertumbuhan tegakan tinggal untuk hutan alam
et al., 2014; Uriarte, Canham, Thompson, & bekas tebangan berdasarkan data petak ukur
Zimmerman, 2004). Purnomo (2005) permanen di Papua. Model mengintegrasikan
menyatakan bahwa perilaku dari sistem alam fungsi-fungsi ingrowth, upgrowth, dan mortality.
tidak dapat dipahami dengan lengkap, sehingga

51
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

Karakteristik tegakan dijadikan sebagai dasar Brienen, R. J., & Zuidema, P. A. (2006). The use of
penyusun model, yang dicirikan oleh kerapatan tree rings in tropical forest management:
Projecting timber yields of four Bolivian tree
bidang dasar, jumlah pohon dan ukuran species. Forest Ecology and Management,
(diameter) pohon. Pengaruh karakterisitik 226(1-3), 256-267.
tegakan terhadap model berbeda pada masing- Buijks, J., & Haasnoot, R. (2012). The effects of
masing lokasi, sehingga pertumbuhan tegakan different logging strategies on growth and
timber yields of Hura crepitans. Instituto
tinggal pada ketiga lokasi tersebut menunjukan
Boliviano de Investigación Forestal.
perbedaan model-model pertumbuhannya. Oleh
Buongiorno, J., Peyron, J.-L., Houllier, F., &
karena itu, penggunaan persamaan model Bruciamacchie, M. (1995). Growth and
pertumbuhan disarankan menggunakan hasil dari management of mixed-species, uneven-aged
lokasi masing-masing sebagaimana telah forests in the French Jura: implications for
economic returns and tree diversity. Forest
diuraikan di atas. science, 41(3), 397-429.
Model ingrowth, upgrowth, dan mortality
Dauber, E., Fredericksen, T. S., & Pena, M. (2005).
tegakan dipengaruhi oleh karakterisitik tegakan Sustainability of timber harvesting in Bolivian
(kerapatan bidang dasar, jumlah pohon dan tropical forests. Forest Ecology and
ukuran (diameter) pohon) pada setiap lokasi. Hal Management, 214(1-3), 294-304.
ini nampak dari hasil model pertumbuhan Draper, N. R., & Smith, H. (2014). Applied regression
tegakan tinggal pada masing-masing lokasi, analysis (Vol. 326): John Wiley & Sons.

dimana pada PT. WMT dan PT. MML Duah-Gyamfi, A., Swaine, E., Adam, K., Pinard, M.,
& Swaine, M. (2014). Can harvesting for
karakterisitik tegakan berpengaruh timber in tropical forest enhance timber tree
nyataterhadap setiap model dibandingkan regeneration? Forest Ecology and
dengan PT. TTL. Management, 314, 26-37.
Dubé, P., Menard, A., Bouchard, A., & Marceau, D.
UCAPAN TERIMA KASIH (2005). Simulating the impact of small-scale
extrinsic disturbances over forest species
Ucapan terimakasih kepada Balai volumetric light environment. Ecological
Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Modelling, 182(2), 113-129.
Hidup dan Kehutanan Manokwari atas biaya Edwards, C., & Mason, W. (2006). Stand structure
penelitian ini. Ucapan yang sama disampaikan and dynamics of four native Scots pine (Pinus
kepada semua pihak (PT. Tunas Timber Lestari, sylvestris L.) woodlands in northern Scotland.
Forestry, 79(3), 261-277.
PT. Wapoga Mutiara Timber dan PT. Manokwari
Escalante, E., Pando, V., Ordoñez, C., & Bravo, F.
Mandiri Lestari) yang telah ikut membuat,
(2011). Multinomial logit estimation of a
mengukur, dan mengelola database PUP yang diameter growth matrix model of two
digunakan dalam penelitian ini. Mediterranean pine species in Spain. Annals
of Forest Science, 68(4), 715-726.
DAFTAR PUSTAKA Favrichon, V. (1998). Modeling the dynamics and
Adame, P., Brandeis, T. J., & Uriarte, M. (2014). species composition of a tropical mixed-
Diameter growth performance of tree species uneven-aged natural forest: effects of
functional groups in Puerto Rican secondary alternative cutting regimes. Forest science,
tropical forests. Forest Systems, 23(1), 52-63. 44(1), 113-124.
Alder, D., & Synnott, T. J. (1992). Permanent sample Favrichon, V., & Kim, Y. C. (1998). Modelling the
plot techniques for mixed tropical forest: dynamics of a lowland mixed dipterocarp
Oxford Forestry Institute, University of forest stand: application of a density-
Oxford. dependent matrix model.
Arets, E. J. M. M. (2005). Long-term responses of Hevia, A., Cao, Q. V., Álvarez-González, J. G., Ruiz-
populations and communities of trees to González, A. D., & von Gadow, K. (2015).
selective logging in tropical rain forests in Compatibility of whole-stand and individual-
Guyana: Utrecht University. tree models using composite estimators and

52
Model Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dengan Sistem Tebang Pilih di Papua
Relawan Kuswandi

disaggregation. Forest Ecology and Liang, J. (2010). Dynamics and management of


Management, 348, 46-56. Alaska boreal forest: An all-aged multi-
species matrix growth model. Forest Ecology
Ige, P., Akinyemi, G., & Abi, E. (2013). Diameter
and Management, 260(4), 491-501.
distribution models for tropical natural forest
trees in Onigambari Forest Reserve. Journal Lu, H.-c., & Buongiorno, J. (1993). Long-and short-
of Natural Sciences Research, 3(12), 14-22. term effects of alternative cutting regimes on
economic returns and ecological diversity in
Kariuki, M., Rolfe, M., Smith, R. G. B., Vanclay, J.
mixed-species forests. Forest Ecology and
K., & Kooyman, R. M. (2006). Diameter
Management, 58(3-4), 173-192.
growth performance varies with species
functional-group and habitat characteristics in Margono, B. A., Potapov, P. V., Turubanova, S.,
subtropical rainforests. Forest Ecology and Stolle, F., & Hansen, M. C. (2014). Primary
Management, 225(1-3), 1-14. forest cover loss in Indonesia over 2000–2012.
Nature Climate Change, 4(8), 730.
Krisnawati, H., Suhendang, E., & Parthama, I. P.
(2008). Model pertumbuhan matrik transisi Marwa, J. (2009). Model Dinamik Pengaturan Hasil
untuk hutan alam bekas tebangan di Hutan Tidak Seumur dan Kontribusinya
Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan Terhadap Ekonomi Daerah (Studi Kasus
dan Konservasi Alam, 5(2), 107-128. IUPHHK PT. Bina Balantak Utama
Kabupaten Sarmi, Papua).
Kuswandi, R. (2010). Metode pengaturan hasil hutan
alam bekas tebangan melalui pendekatan Mawazin, M. (2013). Tingkat Kerusakan Tegakan
model dinamika sistem di Kabupaten Boven Tinggal Di Hutan Rawa Gambut Sungai
Digul, Papua. Universitas Gadjah Mada. Kumpeh-Sungai Air Hitam Laut Jambi
Indonesian Forest Rehabilitation Journal,
Kuswandi, R. (2014). The effect of silvicultural
1(1), 39-50.
treatment on stand growth of logged-over
forest in South Papua. Indonesian Journal of Monserud, R. A., & Sterba, H. (1996). A basal area
Forestry Research, 1(2), 117-126. increment model for individual trees growing
in even-and uneven-aged forest stands in
Kuswandi, R., & Murdjoko, A. (2015). Population
Austria. Forest Ecology and Management,
structures of four tree species in logged-over
80(1-3), 57-80.
tropical forest in South Papua, Indonesia: An
integral projection model approach. Muhdi, & Elias. (2004). Dampak teknik pemanenan
Indonesian Journal of Forestry Research, kayu terhadap tingkat keterbukaan tanah di
2(2), 93-101. kalimantan barat. Jurnal Ilmiah Agrisol, 3(1),
27-34.
Kuswandi, R., Sadono, R., Supriyatno, N., &
Marsono, D. (2015). Keanekaragaman Muhdi, M., Elias, E., Murdiyarso, D., & Matangaran,
Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas J. R. (2012). Kerusakan Tegakan Tinggal
Tebangan Berdasarkan Biogeografi Di Papua. Akibat Pemanenan Kayu Reduced Impact
Jurnal Manusia dan Lingkungan, 22(2), 151- Logging Dan Konvensional Di Hutan Alam
159. Tropika (Studi Kasus Di Areal Iuphhk PT.
Inhutani II, Kalimantan Timur). Jurnal
Labetubun, M. S., Suhendang, E., & Darusman, D.
Manusia dan Lingkungan, 19(3), 303-311.
(2005). Metode pengaturan hasil hutan tidak
seumur melalui pendekatan model dinamika Muhdin, M., Suhendang, E., Wahjono, D., Purnomo,
sistem: Kasus hutan alam bekas tebangan. H., Istomo, I., & Simangunsong, B. C. H.
Forum Pascasarjana, 28(2), 91-101. (2011). Pendugaan Dinamika Struktur
Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan. Jurnal
Leoni, J. M., da Fonseca Júnior, S. F., & Schöngart, J.
Manajemen Hutan Tropika, 17(1), 1-9.
(2011). Growth and population structure of the
tree species Malouetia tamaquarina Muhdin. (2012). Dinamika Struktur Tegakan Hutan
(Aubl.)(Apocynaceae) in the central Tidak Seumur Untuk Pengaturan Hasil Hutan
Amazonian floodplain forests and their Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon (Kasus
implication for management. Forest Ecology pada Areal Bekas Tebangan Hutan Alam
and Management, 261(1), 62-67. Hujan Tropika Dataran Rendah Tanah Kering
di Kalimantan). Disertasi. Institut Pertanian
Lhotka, J. M., & Loewenstein, E. F. (2011). An
Bogor.
individual-tree diameter growth model for
managed uneven-aged oak-shortleaf pine Nascimento, R. G. M., do Amaral Machado, S.,
stands in the Ozark Highlands of Missouri, Figueiredo Filho, A., & Higuchi, N. (2014). A
USA. Forest Ecology and Management, growth and yield projection system for a
261(3), 770-778. tropical rainforest in the Central Amazon,

53
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

Brazil. Forest Ecology and Management, 327, Rozendaal, D. M., Soliz-Gamboa, C. C., & Zuidema,
201-208. P. A. (2010). Timber yield projections for
tropical tree species: the influence of fast
Návar, J. (2014). A stand-class growth and yield
juvenile growth on timber volume recovery.
model for Mexico’s northern temperate,
Forest Ecology and Management, 259(12),
mixed and multiaged forests. Forests, 5(12),
2292-2300.
3048-3069.
Schöngart, J. (2008). Growth-Oriented Logging
Orellana, E., Figueiredo Filho, A., Netto, S. P., &
(GOL): A new concept towards sustainable
Vanclay, J. K. (2016). Predicting the dynamics
forest management in Central Amazonian
of a native Araucaria forest using a distance-
varzea floodplains. Forest Ecology and
independent individual tree-growth model.
Management.
Forest Ecosystems, 3(1), 12.
Sievänen, R., Burk, T. E., & Ek, A. R. (1988).
Pan, Y., Birdsey, R. A., Phillips, O. L., & Jackson, R.
Construction of a stand growth model utilizing
B. (2013). The structure, distribution, and
photosynthesis and respiration relationships in
biomass of the world's forests. Annual Review
individual trees. Canadian Journal of Forest
of Ecology, Evolution, and Systematics, 44,
Research, 18(8), 1027-1035.
593-622.
Shimatani, I. K., Kubota, Y., Araki, K., Aikawa, S. I.,
Peña-Claros, M., Fredericksen, T. S., Alarcón, A.,
& Manabe, T. (2007). Matrix models using
Blate, G., Choque, U., Leaño, C., . . . Villegas,
fine size classes and their application to the
Z. (2008). Beyond reduced-impact logging:
population dynamics of tree species: Bayesian
silvicultural treatments to increase growth
non-parametric estimation. Plant Species
rates of tropical trees. Forest Ecology and
Biology, 22(3), 175-190
Management, 256(7), 1458-1467.
Sist, P., Picard, N., & Gourlet-Fleury, S. (2003).
Picard, N., & Liang, J. (2014). Matrix models for size-
Sustainable cutting cycle and yields in a
structured populations: unrealistic fast growth
lowland mixed dipterocarp forest of Borneo.
or simply diffusion? PloS one, 9(6), e98254.
Annals of Forest Science, 60(8), 803-814.
Picard, N., Yalibanda, Y., Namkosserena, S., & Baya,
Turland, J. (2007). An Overview of North American
F. (2008). Estimating the stock recovery rate
Forest Modeling Approaches and Technology
using matrix models. Forest Ecology and
and their Potential Application to Australian
Management, 255(10), 3597-3605.
Native Forest Management. Project PG06-
Pukkala, T., Lähde, E., & Laiho, O. (2009). Growth 5046: Growth and Yield Modeling and
and yield models for uneven-sized forest Harvest Scheduling in Uneven-aged Mixed
stands in Finland. Forest Ecology and Species Forests.(Retrieved August 2, 2011,
Management, 258(3), 207-216. from
http://wfi.worldforestry.org/media/publicatio
Purnomo, H. (2005). Teori Sistem Kompleks,
ns/specialreports/Modeling_Turland. pdf).
Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Skripsi Uriarte, M., Canham, C. D., Thompson, J., &
tidak diterbitkan. Fakultas Kehutanan, Institut Zimmerman, J. K. (2004). A neighborhood
Pertanian Bogor. analysis of tree growth and survival in a
hurricane‐driven tropical forest. Ecological
Putz, F. E., & Romero, C. (2014). Futures of tropical
Monographs, 74(4), 591-614.
forests (sensu lato). Biotropica, 46(4), 495-
505. Vanclay, J. K. (1994). Modelling forest growth and
yield: applications to mixed tropical forests.
Putz, F. E., Sist, P., Fredericksen, T., & Dykstra, D.
School of Environmental Science and
(2008). Reduced-impact logging: challenges
Management Papers, 537.
and opportunities. Forest Ecology and
Management, 256(7), 1427-1433. Vanclay, J. K. (1996). Estimating sustainable timber
production from tropical forests.
Pütz, S., Groeneveld, J., Alves, L., Metzger, J., &
Huth, A. (2011). Fragmentation drives tropical Venturoli, F., Franco, A. C., & Fagg, C. W. (2015).
forest fragments to early successional states: a Tree diameter growth following silvicultural
modelling study for Brazilian Atlantic forests. treatments in a semi-deciduous secondary
Ecological Modelling, 222(12), 1986-1997. forest in Central Brazil. Cerne, 21(1), 117-
123.
Roitman, I., & Vanclay, J. K. (2015). Assessing size–
class dynamics of a neotropical gallery forest Volin, V. C., & Buongiorno, J. (1996). Effects of
with stationary models. Ecological Modelling, alternative management regimes on forest
297, 118-125. stand structure, species composition, and

54
Model Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dengan Sistem Tebang Pilih di Papua
Relawan Kuswandi

income: a model for the Italian Dolomites. Wahyudi, W. (2012). Simulasi Pertumbuhan dan
Forest Ecology and Management, 87(1-3), Hasil Menggunakan Siklus Tebang 25, 30 dan
107-125. 35 Tahun pada Sistem Tebang Pilih Tanam
Indonesia. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman,
Wahjono, D., & Imanuddin, R. (2007). Model
9(2), 51-62.
Dinamika Struktur Tegakan untuk Pendugaan
Hasil di PT. Intracawood Manufacturing, Wang, X., Hao, Z., Zhang, J., Lian, J., Li, B., Ye, J.,
Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan & Yao, X. (2009). Tree size distributions in an
dan Konservasi Alam, 4(4), 419-428. old‐growth temperate forest. Oikos, 118(1),
25-36.

55
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan
Vol. 11 No. 1, Juni 2017, p. 45 – 55

56

Anda mungkin juga menyukai