Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi saat ini banyak sekali terjadi kasus-kasus hukum yang

melibatkan manipulasi akuntansi. Profesi auditor telah menjadi sorotan

masyarakat dalam beberapa tahun terakhir (Abu, 2013). Contohnya yang terjadi

pada PT Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2001, ditemukan kasus rekayasa laporan

keuangan yang tercermin pada laporan laba tahunan sebesar Rp 132 Milyar dan

setelah dilakukan audit ulang, telah terjadi overstated laba sebesar Rp 32, 6

Milyar. Hal ini mengakibatkan PT Kimia Farma Tbk. Dikenakan sanksi

administrative sebesar Rp 500 juta, (Parsaoran, 2009). Badan Pemeriksa

Keuangan juga menyatakan telah banyak menemukan kecurangan dan

pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perbankan BUMN sehingga perbankan

BUMN banyak yang bangkrut (Deny, 2013).

Sebagai contoh, PT Garuda Indonesia dililit banyak masalah keuangan.

Selama 2013, PT Garuda Indonesia Tbk mencatat penurunan laba bersih (income

for the period) secara tajam sebesar 89,89% dari US$ 110,8 juta pada tahun 2012

menjadi hanya US$ 11,2 juta selama 2013. Sementara itu, laba operasi (operating

income) tahun 2013 anjlok drastis 66,4% menjadi US$ 56,4 juta dibanding tahun

2012 tercatat US$ 168,1 juta.

1
2

Pada semester I 2014, Garuda membukukan rugi bersih US$ 211,7 juta atau

setara dengan Rp 2,3 triliun, membengkak dibandingkan rugi bersih periode sama

2013 sebesar US$ 10,7 juta. Sementara itu, rugi komprehensif yang dapat di

distribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat US$ 200,38 juta, melonjak

dibandingkan dengan sebelumnya yang US$ 11,39 juta.

(http://www.suryainside.com, 2014)

Menurut pihak Garuda, salah satu penyebab memburuknya kinerja Garuda

adalah rugi selisih kurs yang melonjak tajam menjadi US$ 12,86 juta

dibandingkan dengan US$ 1,41 juta dolar AS pada semester I 2013. Selain itu,

beban usaha perseroan melonjak menjadi 14,75% atau menjadi US$ 1,9 miliar

dari sebelumnya US$ 1,7 miliar pada priode itu. (http://www.asatunews.com)

Kinerja Garuda Indonesia yang ditampilkan pada laporan keuangan

perusahaan lebih banyak merupakan hasil polesan belaka, karena tidak

mencerminkan kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang

semestinya. Dengan kata lain, menurut staf Emirsyah Satar itu, telah terjadi

rekayasa dan manipulasi terhadap laporan keuangan atau window dressing, yang

kemudian ditegaskan oleh Dahlan Iskan dengan pernyataan “di dalam Garuda

banyak masalah keuangannya”.

Sumber internal Garuda Indonesia itu menjelaskan, untuk mengamankan

laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Emirsyah

Sattar diduga memberikan suap sebesar US$ 2 juta untuk oknum pimpinan BPK.

Gratifikasi dari Direktur Utama Garuda kepada oknum Ketua BPK itu diserahkan

beberapa bulan lalu di luar negeri. (http://www.suryainside.com, 2014)


3

Berdasarkan data KPK, jumlah perkara korupsi yang melibatkan

BUMN/BUMD mencapai 11 kasus pada 2016. Jumlah tersebut meningkat

signifikan dibandingkan tahun 2015 yang hanya 5 kasus. Pada tahun-tahun

sebelumnya pun, jumlah perkara yang melibatkan BUMN/BUMD paling banyak

7 kasus, yakni pada 2010.

Indikasi lainnya terlihat dari laporan transaksi keuangan mencurigakan

(LTKM) yang diterima Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK).

Selama Januari - Februari 2017, PPATK menerima LTKM yang dilakukan

pegawai atau pejabat BUMN/BUMD sebanyak 159 laporan. Jumlah tersebut

meningkat signifikan dibandingkan periode sama tahun 2016 yang sebanyak 89

laporan.(bisniskeuangan.kompas.com 07/07/2017)

LTKM merupakan laporan transaksi seseorang yang tidak sesuai dengan

profil pekerjaannya. Misalnya seorang PNS dengan gaji Rp 10 juta per bulan,

diketahui melakukan transaksi miliaran rupiah tanpa penjelasan apapun. Transaksi

mencurigakan umumnya terkait dengan praktik korupsi atau pencucian

uang.(bisniskeuangan.kompas.com 07/07/2017)

Menurut Mardiasmo (2001) dalam Gautama dan Arfan (2010) saat ini masih

terdapat beberapa kelemahan dalam melakukan audit di Indonesia yang

menyebabkan munculnya kasus-kasus kecurangan yang merugikan perusahaan.

Sektor publik sering dinilai sebagai sarang infesiensi, pemborosan, dan sumber

kebocoran yang terjadi pada BUMN dan instansi pemerintahan di Indonesia.


4

Asosiasi Auditor Internal Pemerintahan Indonesia (AAIPI) menyatakan

bahwa 94% Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) di Jawa Barat tak bisa

mendeteksi terjadinya korupsi. Hal tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan

data Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan pendekatan Internal

Audit Cappability Model (IACM) terhadap APIP, dikatakan oleh Direktur

Eksekutif AAIPI Sidik Wiyoto. (http://www.ti.or.id 28/04/2016)

Kejadian-kejadian yang terjadi mencerminkan bahwa pengawasan dan

pengendalian internal pada perusahaan BUMN dapat dikatakan tergolong lemah.

Pengawasan dan pengendalian internal dalam sebuah perusahaan, baik swasta

maupun milik Negara, sangatlah penting untuk menghindari pelanggaran

peraturan perundang-undangan tersebut. Fungsi pengawasan dalam sebuah

perusahaan dijalankan oleh komite audit.

Pengendalian internal merupakan serangkaian kegiatan untuk memastikan

bahwa setiap aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan dalam pencapaian target

telah sesuai dengan prosedur dan kode etik yang ditentukan oleh perusahaan.

Pernyataan Auditing (Statement of Auditing Standard) No. 1 dalam Moeller

(2009) mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut:

“Internal control comprises the plan of enterprise and all of the coordinate
methods and measure adoptes with a business to safeguard its assets, check
the accuracy and the reliability of its accounting data, promote operational
efficiency, and encurage adherence to prescribed managerial policies.”

Komite audit hanya berperan untuk memastikan dan memantau kegiatan

tersebut. Namun, yang mempunyai tanggung jawab penuh atas pengendalian


5

internal yang bekerja dalam suatu unit yang disebut dengan divisi audit internal

atau satuan pengawas internal. Auditor internal merupakan auditor yang bekerja

pada suatu perusahaan , baik swasta maupun milik Negara, yang bertugas untuk

menetapkan apakah aktivitas yang dilakukan sudah mematuhi prosedur dan

kebijakan yang diterapkan oleh manajemen puncak, menentukan efektivitas dan

efisiensi prosedur kegiatan perusahaan, memastikan keandalan informasi yang

dihasilkan oleh berbagai divisi perusahaan, serta mengevaluasi penjagaan

terhadap kekayaan perusahaan (Messier, et al, 2006).

Audit internal merupakan bentuk kegiatan independen perusahaan yang

dirancang untuk menambah nilai guna dengan memberikan assurance dan

bermanfaat dalam membantu organisasi untuk mencapai tujuannya dengan

pendekatan yang sistematis, disiplin, dan meningkatkan efektivitas pengendalian,

proses tata kelola, dan manajemen risiko. Auditor internal merupakan kunci

keberhasilan kerja audit internal yang efektif. Auditor internal harus bekerja

secara professional dan mempunyai kompetensi dalam bidangnya, independen

dan bebas dari pengaruh pihak luar sehingga menghasilkan kualitas kerja audit

yang baik (Rani Femiarti, 2012).

Saat auditor menjalankan profesinya, auditor akan diatur sesuai kode etiknya

yang dikenal dengan Kode Etik Akuntan. Dian (2011) menyatakan bahwa

masyarakat mampu menilai auditor yang telah bekerja sesuai dengan standar-

standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya melalui kode etik. O’Leary

dan Cotter (2000) mengatakan bahwa etika merupakan isu yang berada di garis

depan untuk dibahas dalam setiap diskusi yang berkaitan dengan profesionalisme
6

dunia akuntansi dan auditing. Harahap (2008) menilai bahwa meski sejumlah

profesi, termasuk profesi akuntansi memiliki etika profesi namun etika itu

dibangun atas dasar rasionalisme ekonomi belaka, sehingga wajar etika tersebut

tidak mampu menghindarkan manusia dari pelanggaran moral dan etika untuk

mengejar keuntungan material.

Perlunya pemahaman etika bagi profesi auditor adalah sama seperti

keberadaan jantung bagi tubuh manusia. Praktisi Akuntan khususnya auditor yang

tidak memiliki/memahami etika profesi dengan baik, sesungguhnya tidaklah

memiliki hak hidup. Ada 4 (empat) elemen penting yang harus dimiliki oleh

auditor, yaitu: (1) keahlian dan pemahaman tentang standar akuntansi atau standar

penyusunan laporan keuangan, (2) standar pemeriksaan.auditing, (3) etika profesi,

(4) pemahaman terhadap lingkungan bisnis yang diaudit. Dari ke 4 elemen

tersebut sangatlah jelas bahwa seorang auditor, persyaratan utama yang harus

dimiliki diantaranya adalah wajib memegang teguh aturan etika profesi yang

berlaku (Wahyudi, 2016)

Masyarakat beranggapan bahwa Intellectual Quotient (IQ) menentukan

keberhasilan seseorang. Masyarakat beranggapan bahwa semakin tinggi IQ

seseorang semakin berhasil orang tersebut dalam pekerjaannya. Namun

kenyataannya tidak demikian, IQ hanya memberikan kontribusi 20% dalam

menentukan keberhasilan hidup seseorang dan 80% lainnya ditentukan oleh faktor

lain. Faktor inilah yang disebut kecerdasan emosional (EQ) (Alwani, 2007).
7

Goleman (2001) menyatakan bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai

rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik

kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya

dalam hidup. Sebaliknya, Goleman (2001) menyatakan bahwa seperangkat

kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu membedakan

orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa saja, selain kecerdasan akal

yang dapat mempengaruhi keberhasilan orang dalam bekerja. Goleman juga tidak

mempertentangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, Goleman

berusaha menemukan keseimbangan cerdas antara emosi dan akal. Kecerdasan

emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan keterampilan-

keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan intelektual.

Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang dapat mempengaruhi

keberhasilan seseorang dalam bekerja kedalam lima bagian utama yaitu

pengendalian diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Seseorang dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik,

kemungkinan besar akan berhasil dalam kehdupannya karena mampu menguasai

kebiasaan berfikir yang mendorong produktifitas (Widagdo, 2001).

Kasus-kasus yang dijelaskan sebelumnya menjelaskan bahwa kinerja audior

internal yang efektif sangat diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan dalam

kegiatan operasional perusahaan. Kejadian tersebut mengindikasikan bahwa

kinerja auditor internal dalam melakukan audit internal di perusahaan-perusahaan

tersebut tidak berjalan secara efektif. Eden dalam Cohen dan Sayag (2010)

menyatakan bahwa audit internal memang telah menjadi bahasan yang menarik
8

karena audit internal telah menjadi alat manajemen yang sangat diperlukan untuk

mencapai pengendalian yang efektif pada sektor privat maupun sektor publik.

Melihat pentingnya nilai-nilai etika serta pemahaman mengenai pentingnya

aspek kecerdasan emosional bagi seorang auditor yang menjalankan tugasnya dan

untuk menunjang efektivitas audit internal. Berdasarkan uraian latar belakang di

atas, maka penulis mengajukan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan

Etika Profesi Auditor Internal terhadap Kinerja Auditor Internal”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh etika profesi dan kecerdasan emosional secara

simultan terhadap kinerja audit internal.

2. Bagaimana pengaruh etika profesi dan kecerdasan emosional secara

parsial terhadap kinerja audit internal.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan diatas, maka tujuan dalam

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis dan mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh etika

profesi dan kecerdasan emosional secara simultan terhadap kinerja audit

internal.

2. Menganalisis dan mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh etika

profesi dan kecerdasan emosional secara parsial terhadap kinerja audit

internal.
9

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan penelitian diatas

memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Internal Auditor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang

manfaat yang dapat diambil oleh auditor internal akan kesadaran

pentingnya etika profesi dan kecerdasan emosional.

2. Pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana atau studi literatur

bagi pembaca mengenai pentingnya etika profesi dan kecerdasan

emosional demi mencapainya efektivitas kinerja audit internal yang

optimal.

3. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai saran

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dan menambah

pengetahuan penulis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja audit internal.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian pada BUMN di Kota

Bandung dengan menyebarkan kuesioner yang telah disusun untuk mengukur

variabel yang diteliti. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai objek yang

akan diteliti, maka penulis akan melaksanakan penelitian dari bulan Juli 2017

sampai dengan Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai