Anda di halaman 1dari 8

Efek Ciprofloxacin terhadap Perkembangan Rangka Fetus Mencit

Galur Balb C (Mus musculus)

Deasy Ovi Harsachatri, Amy Tenzer, Dwi Listyorini


Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang, Jl Semarang No.5, Malang, Indonesia
deasyovih@gmail.com

ABSTRAK: Ciprofloxacin memiliki berat molekul yang relatif kecil, yaitu 331,4
dalton dan dapat menembus plasenta sehingga berpotensi sebagai teratogen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ciprofloxacin pada perkembangan
rangka fetus mencit. Ciprofloxacin diberikan pada mencit betina umur kebuntingan
7–16 hari sebanyak 0,065; 0,130; 0,195 atau 0,260g/kgbb secara gavage 2 kali
sehari. Pada umur kebuntingan 18 hari, fetus dieviserasi kemudian dilakukan
pewarnaan kerangka dengan Alizarin Red S. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ciprofloxacin secara signifikan mengakibatkan perubahan struktur tulang sumbu
tubuh dan autopodium anggota gerak. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa ciprofloxacin menghambat sampai menggagalkan pembentukan
tulang.
Kata kunci : Ciprofloxacin, perkembangan rangka, fetus mencit

Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin


(Nahum et al., 2006). Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada
wanita hamil dapat menembus plasenta sehingga dapat mempengaruhi janin yang
dikandungnya (Katzung, 2007). Ciprofloxacin memiliki berat molekul yang
relative kecil, yaitu 331,4 dalton (Sweetman, 2007) dan dapat menembus plasenta
(Polacheka et al., 2005) sehingga berpotensi sebagai teratogen. Pemberian
ciprofloksasin dosis tinggi 80 mg/kg/hari pada anak tikus selama lebih dari 15 hari
menyebabkan artropati (penyakit sendi) (Mohanasundaram & Shantha, 2001).
Artropati juga dilaporkan terjadi pada pemberian golongan quinolon pada anak
anjing yang berusia 12 minggu (Akelsen & Hol, 2006).
Ciprofloksasin memiliki rumus empirik C17H18FN2O3 dengan berat
molekul 331,4 Dalton (Bayern Health Care, 2009) merupakan antibiotik golongan
fluoroquinolon yang memiliki spektrum luas dan paling umum digunakan
(Mohanasundaram & Shantha, 2001; Chaudhari et al., 2004). Aturan penggunaan
ciprofloxacin pada manusia dengan dosis 500 mg menurut Dechacare (2013)
digunakan sebanyak 2x sehari. Ciprofloxacin di dalam tubuh dimetabolisme
secara ekstensif menjadi senyawa ciprofloxacin yang radikal (Weyers et al.,
2002). Senyawa radikal ini akan mengoksidasi lipid, DNA inti, dan DNA
mitokondria. Akibat oksidasi lipid terjadi perubahan permeabilitas membran.
Oksidasi DNA inti dan DNA mitokondria mengakibatkan DNA tersebut bisa
terpotong, kemudian menyebabkan kematian sel (Harper, 2006).
Channa et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian ciprofloxacin pada
anak tikus baru lahir dari hari pertama sampai 14 setelah lahir secara
intraperitonial, memperlambat diferensiasi tulang panjang. Selain memperlambat
diferensiasi pada tulang panjang, ciprofloxacin juga menghambat proliferasi sel
yang menyebabkan epifisis mengecil (Channa et al., 2006).
METODE
Dalam penelitian ini digunakan 25 mencit jantan galur Balb C berumur
8-10 minggu dengan berat badan rata-rata 22,5±2,5 gram. Mencit 25 ekor
dikelompokkan dalam 5 kelompok. Mencit bunting diperoleh dengan
menempatkan empat ekor mencit betina dalam satu kandang bersama seekor
jantan fertil. Pencampuran mencit jantan dan betina dilakukan sore hari dan
apabila pada keesokan harinya ditemukan sumbat vagina, maka pada hari itu
ditentukan sebagai hari kebuntingan ke-0 (Tenzer, dkk., 2001). Kelompok 1
(kontrol) diberi 0,5 ml aquades, sedangkan kelompok II, III, IV dan V masing-
masing diberi ciprofloxacin dengan dosis 0,065 g/kg bb (1 kali dosis lazim
manusia); 0,130 g/kg bb (2 kali dosis lazim manusia); 0,195 g/kg bb (3 kali dosis
lazim manusia) dan 0,260 g/kg bb (4 kali dosis lazim manusia) secara oral selama
14 hari berturut-turut sebanyak 2 kali sehari.
Pada hari kebuntingan ke-18 seluruh hewan uji coba dibedah. Fetus
dikeluarkan dari uterus, difiksasi dalam alkohol 96%, selanjutnya dilakukan
pewarnaan rangka menggunakan Alizarin Red S. Rangka yang diamati meliputi
jumlah sternebra, badan vertebra lumbar, badan vertebra sakrokaudalis, tulang
penyusun autopodium anggota gerak anterior (metakarpal, falangs proksimal,
median dan distal), dan posterior fetus (metatarsal, falangs proksimal, median dan
distal) yang telah menulang, yaitu yang terlihat berwarna merah. Rerata jumlah
penulangan pada sternum, badan vertebra torakalis, badan vertebra sakrokaudalis,
badan vertebra lumbar dan tulang-tulang penyusun autopodium anggota gerak
anterior maupun posterior fetus langsung dianalisis dengan analisis Oneway
anova pada taraf uji P < 0,05. Jika ada pengaruh maka dilanjutkan dengan uji
BNT pada taraf signifikansi 0,05.

HASIL PENELITIAN
Jumlah tulang sternum, badan vertebra torakalis, badan vertebra lumbar,
badan vertebra sakrokaudalis dan tulang-tulang penyusun autopodium pada
anterior dan posterior fetus dihitung untuk menghitung jumlah tulang sternum,
badan vertebra torakalis, badan vertebra lumbar, badan vertebra sakrokaudalis dan
tulang-tulang penyusun autopodium pada anterior dan posterior fetus. Ringkasan
rerata jumlah tulang-tulang tersebut disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Pengamatan Rerata Jumlah Penulangan pada Fetus Mencit

Dosis Autopodium Anterior Autopodium Posterior


Str VT VL VS
(g/kgbb) Mtk FP1 FM1 FD1 Mtt FP2 FM2 FD2
Kontrol 5,97 12,97 5,97 12,98 3,98 3,98 3,97 4,98 4,98 3,98 3,97 4,98
0,065 5,94 12,94 5,94 12,94 3,97 3,72 3,94 4,86 4,80 3,63 3,52 4,77
0,130 5,92 12,92 5,92 12,92 3,96 3,60 3,82 4,85 4,46 3,42 3,42 4,35
0,195 5,76 12,76 5,8 10,07 3,76 0 0 0 4 0 0 0
0,260 1,82 8,91 3,6 4,43 1,60 0 0 0 0 0 0 0
Ket:
FP1: Falangs Proksimal Autopodium Anterior
Str: Sternum
FM1: Falangs Median Autopodium Anterior
VT: badan Vertebra Torakalis
FD1: Falangs Distal Autopodium Anterior
VL: badan Vertebra Lumbar
FP2: Falangs Proksimal Autopodium Posterior
VS: badan Vertebra Sakrokaudalis
FM2: Falangs Median Autopodium Posterior
Mtk: Metakarpal
FD2: Falangs Distal Autopodium Posterior
Mtt: Metatarsal

Pada Tabel 4.1 diketahui bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan,
semakin kecil rerata jumlah komponen rangka yang menulang. Jumlah tulang
sternum, badan vertebra torakalis, badan vertebra lumbar, badan vertebra
sakrokaudalis dan tulang penyusun autopodium anterior posterior mulai dari dosis
0,065-0,260 g/kg bb menjadi lebih sedikit sampai sama sekali tidak terlihat bagian
rangka yang menulang. Dosis 0,195 g/kg bb berefek pada falangs proksimal,
falangs median dan falangs distal sama sekali tidak terlihat bagian rangka yang
menulang. Dosis 0,260 g/kg bb berefek pada metakarpal dan metatarsal jumlah
tulangnya lebih sedikit sampai sama sekali tidak terlihat bagian rangka yang
menulang.
Hasil Oneway Anava menunjukkan bahwa ciprofloxacin berpengaruh
signifikan terhadap pengurangan jumlah sternum, badan vertebra torakalis, badan
vertebra lumbar, badan vertebra sakrokaudalis dan tulang penyusun autopodium
anterior posterior (P < 0,05). Ringkasan hasil uji BNT disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Uji BNT Efek Ciprofloxacin terhadap Penulangan pada Fetus
Mencit (Mus musculus)
Dosis Autopodium Anterior Autopodium Posterior
Str VT VL VS
(g/kgbb) Mtk FP1 FM1 FD1 Mtt FP2 FM2 FD2
Kontrol a a a a a a a a a a a a
0,065 a a a a a b a b b b b b
0,130 a a a a a b b b b b b c
0,195 a a a b a c c c c c c d
0,260 b b b c b c c c d c c d
Ket:
FP1: Falangs Proksimal Autopodium Anterior
Str: Sternum
FM1: Falangs Median Autopodium Anterior
VT: badan Vertebra Torakalis
FD1: Falangs Distal Autopodium Anterior
VL: badan Vertebra Lumbar
FP2: Falangs Proksimal Autopodium Posterior
VS: badan Vertebra Sakrokaudalis
FM2: Falangs Median Autopodium Posterior
Mtk: Metakarpal
FD2: Falangs Distal Autopodium Posterior
Mtt: Metatarsal
Pengurangan jumlah tulang pada kerangka yang diamati disajikan pada
gambar 1 dan 2 berikut ini.
A B C D E
lumbar; sakrokaudalis
Badan vertebra torakalis;Sternum

Kontrol P1 (0,065) P2 (0,130) P3 (0,195) P4 (0,260)

F G H I J

Gambar 4.1 Sternum dan Struktur Tulang Belakang fetus mencit Mus musculus. Garis
berwarna putih menunjukkan sternum (A-E), tanda kurung berwarna putih
menunjukkan badan vertebra torakalis (F-J), tanda kurung berwarna ungu
menunjukkan badan vertebra lumbar (F-J), tanda kurung berwarna hijau
menunjukkan badan vertebra sakrokaudalis (F-J)

Kontrol P1 P2 (0,130) P3 (0,195) P4 (0,260)


Autopodium

B(0,065)
Anterior

A C ↓ D ↓↓ E
↓ ← ↓ ↓ ← ←
← ↓↓
Autopodium Posterior

↓ ↓ ← ↑
↑ ↑
↑ ←

F G H II J

→ → →→ →

↓ ↓
↓ ↓ ↓
↓ ↓ ↓ ↓ ↓
↓ ↓ ↓ ↓
↓ ↓
Gambar 4.2 Autopodium anggota gerak anterior dan posterior fetus mencit Mus
musculus. Metakarpal (↑), metatarsal (↑), falangs proksimal (↑), falangs
median (↑), falangs distal (↑). (←) artefak pantulan cahaya
PEMBAHASAN
Pemberian ciprofloxacin pada induk mencit mengakibatkan jumlah
penulangan yang lebih sedikit pada sternum, badan vertebra torakalis, badan
vertebra lumbar, badan vertebra sakrokaudalis dan autopodium anggota gerak
fetus. Hal ini menunjukkan terjadinya keterlambatan ataupun kegagalan osifikasi.
Ciprofloksasin berpotensi sebagai agensia teratogen, karena memiliki berat
molekul yang relative kecil (Sweetman, 2007) sehingga dapat menembus plasenta
masuk ke dalam embrio (Polacheka et al., 2005). Ciprofloxacin di dalam tubuh
mengalami metabolisme secara ekstensif menjadi senyawa radikal bebas (Weyers
et al., 2002). Senyawa radikal bebas ini akan mengoksidasi lipid membran
plasma, DNA inti, dan DNA mitokondria. Akibat oksidasi lipid terjadi perubahan
permeabilitas membran. Oksidasi DNA inti dan DNA mitokondria mengakibatkan
terpotongnya DNA, kemudian menyebabkan kematian sel (Harper, 2006).
Ciprofloksasin yang masuk ke dalam fetus melalui plasenta induk, dimungkinkan
merusak perkembangan somit melalui kematian selnya akibatnya perkembangan
tulang terganggu sampai menyebabkan pengurangan jumlah tulang bahkan tidak
terbentuk sama sekali tulang.
Radikal bebas ciprofloxacin menyebabkan stress oksidatif sehingga bisa
terjadi peroksida lipid yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran
plasma dan organel. Akibat perubahan permeabilitas membran tersebut cairan
ekstrasel (CES) dan Ca2+ mudah masuk ke dalam sel. Hal ini mengakibatkan
fungsi mitokondria mengalami penurunan. Mitokondria berfungsi sebagai
pembangkit energi dengan menghasilkan adenosin triposfat (ATP). Jika terjadi
kerusakan pada mitokondria maka akan menurunkan produksi ATP dan
mempengaruhi produksi cAMP (Harper, 2006). Dilaporkan bahwa cAMP memicu
pembelahan sel (Hanaoka & Guggino, 2000; Yamaguchi et al., 2000; Belibi et al.,
2004). Gangguan produksi cAMP pada sel-sel embrio dapat menghambat
pembelahan sel dalam hal ini adalah sel-sel kondrosit dalam zona proliferasi
akibatnya setelah proses osifikasi tulangnya menjadi kecil atau tidak terbentuk.
Ciprofloxacin radikal yang mengoksidasi DNA inti bisa memotong DNA
tersebut, sehingga mengganggu ekspresi gen-gen termasuk yang mengatur
pembentukan sumbu tubuh misalnya gen Cdx2 (van den Akker et al., 2002), Hox
(McIntyre et al., 2007), dan Lfng (Shifley et al., 2008). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ciprofloxacin yang diberikan
menimbulkan kegagalan pembentukan tulang yang semakin parah. Hal ini diduga
ciprofloxacin menyebabkan mutasi Cdx2, Hox dan Lfng, karena mutasi salah satu
alel (Cdx2+/-) menyebabkan transformasi badan vertebrae torakalis, sedangkan
mutasi total (Cdx2-/-) menyebabkan embrio mati sebelum gastrulasi (van den
Akker et al., 2002). Sementara itu mutasi dua alel Hox5-/- menyebabkan kegagalan
pembentukan sternum anterior, sedangkan Hox6-/- menyebabkan kegagalan
pembentukan sternum posterior, dan Hox9-/- menyebabkan pengurangan jumlah
badan vertebrae lumbar (McIntyre et al., 2007). Dosis yang tinggi diduga
mengganggu osilasi oleh Lfng karena Lfng mempengaruhi perkembangan dari
badan vertebrae torakalis dan lumbar (Shifley et al., 2008).
Kegagalan pembentukan tulang juga diduga karena ciprofloxacin
mengganggu pembelahan dan diferensiasi sel selama osteogenesis sehingga
osteogenesisnya terhambat. Diketahui FGF18 memicu diferensiasi pada proses
osteogenesis (Ohbayashi et al., 2002). Hambatan FGF18 karena pengaruh
ciprofloxacin diduga menyebabkan tidak terbentuknya tulang.
Ciprofloxacin juga mengganggu perkembangan autopodium anterior dan
posterior. Semakin tinggi dosis ciprofloxacin yang diberikan, semakin besar efek
yang diberikan. Hal ini diduga ciprofloxacin mengganggu ekspresi gen-gen Cdx
sebab diketahui bahwa gen-gen Cdx mengendalikan perkembangan autopodium.
Ekspresi berlebihan Cdx1+/+ menyebabkan tidak terbentuknya bagian metatarsal
anggota gerak depan termasuk falangs dan radius ulna (Gaunt et al., 2008).
Berdasarkan hal tersebut diduga ciprofloxacin mempengaruhi pembelahan sel
sehingga menyebabkan ekpresi berlebihan gen Cdx yang berperan dalam
pembelahan sel pembentukan autopodium. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui efek ciprofloxacin terhadap gen-gen tersebut.

PENUTUP
Kesimpulan
Pemberian ciprofloxacin yang diberikan pada induk mencit betina umur
kebuntingan 7 hingga 16 hari berpengaruh terhadap perkembangan rangka.
Semakin tinggi dosis pengaruh yang diberikan juga semakin besar sehingga tidak
terbentuk tulang-tulang penyusun kerangka yang diamati. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa ciprofloxacin menghambat sampai
menggagalkan pembentukan tulang.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek
ciprofloxacin di tingkat gen. Perlu dilakukan pewarnaan hematoksilin-eosin untuk
mengetahui pengaruh ciprofloxacin pada kematian sel, perwarnaan
immunohistochemistry untuk mengetahui pengaruh ciprofloxacin pada
pembelahan sel dan pewarnaan rangka Alcian Blue–Alizarin Red S untuk
membedakan tulang keras dan tulang rawan secara lebih jelas sehingga
mempermudah pengamatan terhadap terjadinya keterlambatan osifikasi sebagai
efek perlakuan ciprofloxacin.
DAFTAR RUJUKAN
Akselsen & Hol, J. 2006. Quinolone-related arthropathy in a 12 week old
Pyrenean Mountain Dog – clinical and radiographic findings. EJCAP. 118
(8): 523-528.
Bayern Health Care. 2009. Ciprofloxacin. Bayern HealthCare Pharmaceuticals
Inc. Printed in U.S.A.
Belibi, F.A., Reif, G., Wales, D.P., Yamaguchi, T., Olsen, L., Li, H., Helmkamp Jr,
G.M., Grantham, J.J. 2004. Cyclic AMP Promotes Growth and Secretion
in Human Polycystic Kidney Epithelial Cells. Kidney International.
66:964-973.
Channa, M.A., Ashfaq M, Sanghi S, Qureshi M.A., Janjua MZ. 2004. Effects
of ciprofloxacin on secondary ossification centers in juvenile Wistar albino
rats. Journal of Ayub Medical College. 16 (3): 43-6.
Channa, H.M., Ashfaq M, Mastoi S.M., Qureshi M.A., 2006. Effect of
ciprofoxacin on growing cartilage in albino rat pups. Journal of Ayub
Medical College. 18 (3): 50-4.
Chaudari, S., Suryawanshi, P., Ambardekar, S., Chinchwadkar, M. & Kinare, A.
2004. Safety profile of ciprofloxacin used for neonatal septicemia. Indian
Pediatrics. 41: 1246-1251.
Dechacare. 2013. Ciprofloxacin 500 mg. (Online),
(http://www.dechacare.com/Ciprofloxacin-500-mg-P534.html, diakses 27
Mei 2013)
Gaunt, S.J., Drage D, Trubshaw R.C. 2008. Increased Cdx protein dose effects
upon axial patterning in transgenic lines of mice. Development. 135 (15):
2511-2520.
Hanaoka, K. & Guggino, W.B. 2000. cAMP Regulates Cell Proliferation an Cyst
Formation in Autosomal Polycystic Kidney Disease Cell. J. Am Soc
Nephorl. 11:1179-1187.
Harper, J. 2006. Biokimia Medis Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga, hal 321-327.
Katzung, B.G (Ed). 2007. Basic & Clinical Pharmacology Ed. 10. McGraw-Hill
Medical. United States of America.
McIntyre1, Daniel C., Rakshit, S., Yallowitz, Alisha R., Loken, L., Jeannotte, L.,
Capecchi, Mario R. and Wellik, Deneen M. 2007. Hox patterning of the
vertebrate rib cage. Development. 134: 2981-2989.
Mohanasundaram, J. & Mohanasundaram, S. 2001. Effect of duration of treatment
on ciprofloxacin induced arthropathy in young rats. Indian Journal of
Pharmacology. 33: 100-103.
Nahum, G.G., Uhl, K. & Kennedy, D.L. 2006. Antibiotic use in pregnancy and
lactation: what is and is not known about teratogenic and toxic risks.
Obstet Gynecol. 107 (5): 1120-1138.
Ohbayashi, N., Shibayama, M., Kurotaki, Y., Imanishi, M., Fujimori, T., Itoh, N.,
and Takada, S. 2002. FGF18 is required for normal cell proliferation and
differentiation during osteogenesis and chondrogenesis. Genes &
Development. 16: 870–879.
Polacheka, H., Gershon, G., Sapirb, M.T., Tamira, Polachekc, J., Katzb, M. &
Zvia, Z.B. 2005. Transfer of ciprofloxacin, ofloxacin and levofloxacin
across the perfused human placenta in vitro. European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 122 (1): 61-65.
Shifley, E.T., VanHorn, K.M., Balaguer, A.P., Franklin, J.D., Weinstein, M. and
Cole, S.E. 2008. Oscillatory lunatic fringe activity is crucial for
segmentation of the anterior but not posterior skeleton. Development. 135:
899-908.
Sweetman, S.C (Ed). 2007. Martindale: The Complete Drug Reference Ed. 35.
The Pharmaceutical Press. London.
Tenzer, A., Handayani, N., Lestari, U., Listyorini, D., Judani T., & Gofur, A. 2001.
Petunjuk Pratikum Perkembangan Hewan. Universitas Negeri Malang.
Van den Akker, E., Forlani, S., Chawengsaksophak, K., de Graaff, W., Beck, F.,
Meyer, Barbara I. and Deschamps, J. 2002. Cdx1 an Cdx2 have
overlapping functions in anteroposterior patterning and posterior axis
elongation. Development. 129: 2181-2193.
Weyers, A.I., Ugnia, L.I., Ovando, H.G. and Gorla, N.B. 2002. Ciprofloxacin
increases hepatic and renal lipid hydroperoxides levels in mice. Biocell. 26
(2): 225-228.
Yamaguchi, T., Pelling, J.C., Ramaswamy, N.T., Eppler, J.W., Wales, D.P., Nagao,
S., Rome, L.A., Sullivan, L.P., Grantham, J.J. 2000. cAMP Stimulates The
In Vitro Proliferation of Renal Cyst Epithelial Cells by Activating The
Extracelluler Signal-Regulated Kinase Pathway. Kidney International.
57:1460-1471.

Anda mungkin juga menyukai