Anda di halaman 1dari 16

Perempuan 22 tahun Keluar Cairan dari Vagina Disertai Keluar Flek Darah

Aldo M Hamka

102013209

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.06 Jakarta 11510

Pendahuluan

Infeksi saluran reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembang biaknya kuman penyebab infeksi
kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa bakteri, jamur, virus
dan parasit.Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
parasit atau jamur, yang penularannya terutama melaluli hubungan seksual dari seorang yang
terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah satu penyebab
infeksi saluran reproduksi (ISR). Salah satu masalah ginekologi yang paling umum adalah
servisitis kronis. Servisitis adalah kondisi yang sangat umum. Bahkan, lebih dari setengah dari
semua perempuan dapat mengembangkan servisitis di beberapa titik dalam kehidupan dewasa
mereka. Servisitis adalah peradangan dari serviks uterus . 1,2

Skenario

Seorang perempuan usia 22 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan dari vagina selama 2
minggu terakhir disertai keluar flek darah(spotting) setiap selesai berhubungan.

Anamnesis

Pada anamnesis yang perlu dtanyakan adalah: identitas, usia, alamat, dan pekerjaan.

1. Keluhan utama: keluar keputihan


2. Riwayat perjalanan penyakit
a. Sudah berapa lama?
b. Keputihannya berwarna apa?
c. Gatal, perih, dan berbau tidak?
d. Ada keluar darah tidak?

Riwayat haid: apakah haidnya teratur? Berapa lama haidnya? Kapan haid terakhir?

3. Keluhan tambahan: ada demam, penurunan berat badan, batuk/pilek tidak? Ada nyeri perut
bagian bawah atau tidak?
4. RPD:
a. sebelumnya ada keluhan seperti ini tidak?
b. Ada mempunyai penyakit-penyakit kronik tidak?
c. Sudah ke dokter atau mengkonsumsi obat tertentu tidak? Bagaimana
perkembangannya?
d. Apakah sedang menggunakan obat-obatan tertentu: antibiotic, kortikosteroid,
kontrasepsi
e. Apakah sedang menggunakan alat kontrasepsi? Cara kontrasepsi yang digunakan dan
mulai kapan?
5. RPK:
a. Apakah di keluraganya mempunyai keluhan yang sama seperti ini tidak?
b. Di keluarganya ada riwayat penyakit kronik tidak?
6. Riwayat sosial dan kebiasaan
a. Apakah ada riwayat atau mempunyai kebiasaan bergonta-ganti pasangan?
b. Apakah ada riwayat berhubungan seksual? Jenis kelamin pasangan seksual? Cara
melakukan hubungan seksual (genitor-genital, orogenital, anogenital)? Jika laki-laki,
tanyakan apakah ada menggunakan kondom (jarang, sering, atau selalu)?
c. Kebiasaan mengkonsumsi alcohol, obat-obat terlarang, atau merokok? Berapa bungkus
perhari?
d. Kebiasaan mengganti pakaian dalam?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien,
kesadaran,tanda-tanda vital (TTV),teknik pemeriksaan meliputi secara pemandangan atau
visual(inspeksi), pemeriksaan melalui perabaan (palpasi), pemeriksaan dengan ketokan (perkusi)
dan pemeriksaan secara audiotorik dengan menggunakan stetoskop (auskultasi).2

Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yang dilakukan di
ruang periksa dengan lampu yang cukup terang . Lampu sorot tambahan diperlukan untuk
pemeriksaan pasien perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa
didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Pada pemeriksaan terhadap pasien perempuan,
pemeriksa didampingi oleh paramedis perempuan, sedangkan pada pemeriksaan pasien laki-laki,
dapat didampingi oleh tenaga paramedis laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan lebih dulu
kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan:2

a. Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu
menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah
memeriksa.
b. Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan genitalia
(pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruh pakaiannya secara
bertahap).
Pasien perempuan, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dalam posisi
litotomi.
1. Pemeriksa duduk dengan nyaman ambil melakukan inspeksi dan palpasi mons pubis,
labia, dan perineum
2. Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke dua labia, perhatikan adakah
kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa, atau duh tubuh

Gambar 1. Posisi Litotomi.1

Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri.


1. Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah skrotum
2. Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain
c. Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan sekitarnya.
d. Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjar getah
bening setempat (regional)
e. Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahan
pemeriksaan.
f. Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih selama
1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.2

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: pengambilan specimen3


a. Sediaan langsung
1. Bahan: duh tubuh laki-laki (daerah fossa navicularis), perempuan (uretra, muara kelenjar
Bartholin, serviks, rectum).
2. Pewarnaan gram: diplokokkus gram negatif intraseluler dan ekstraseluler leukosit
polimorfonuklear

b. Biakan, memakai dua macam media:


1. Media transport: Stuart, Transgrow
2. Media pertumbuhan: agar coklat Mc Leod, agar Thayer Martin, atau agar Thayer Martin
modifikasi

c. Tes definitive
1. Tes oksidasi: tambahkan reagen oksidasi (larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida
1%) pada koloni gonokokus tersangka. Warna merah muda lembayung menandakan positif
2. Tes fermentasi

d. Tes beta laktamase


Memakai cefinase TM disc. BBL 961192 yang mengandung sefalosporin kromogenik.
e. Tes Thomson
Pengabilan urin dilakukan dengan syarat
*urin dalam kandung kemih minimal 80 mL
*sebaiknya setelah bangun pagi
*urin dibagi menjadi dalam 2 gelas
*tidak boleh menahan miksi dari gelas I ke gelas II

Laki-laki

1. Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saat pengambilan bahan
duh tubuh gentalia dengan sengkelit atau dengan swab berujung kecil
2. Bila menggunakan sengkelit, gunakanlah sengkelit steril.
3. Masukkan sengkelit/swab ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm,
putar swab (untuk sengkelit tidak perlu diputar namun cukup menekan dinding uretra), dan
tarik keluar perlahan-lahan
4. Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan
5. Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking) oleh pasien.

Gambar 2. Insersi Swab ke Dalam Uretra dan Diputar 180o.1

Perempuan

Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan dengan spekulum serta
pengambilan spesimen

1. Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan agar pasien tidak merasa
takut

2. Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan NaCl
3. Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum steril (sesuaikan ukuran spekulum
dengan riwayat kelahiran per vaginam), swab atau sengkelit steril

4. Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan posisi tegak/vertikal ke dalam
vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar pelan-pelan sampai daun spekulum dalam
posisi datar/horizontal. Buka spekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kunci
spekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi,

5. Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan spesimen

♦ Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa steril, kemudian ambil spesimen
duh tubuh serviks dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril untuk pembuatan sediaan hapus,
dengan swab Dacron™ yang lain dibuat sediaan biakan,

♦ Dari forniks posterior: dengan sengkelit/ swab Dacron™ steril untuk pembuatan sediaan
basah, dan lakukan tes amin

♦ Dari dinding vagina: dengan kapas lidi/ sengkelit steril untuk sediaan hapus,

♦ Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus

6. Cara melepaskan spekulum: kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulum dalam posisi
tertutup, putar spekulum 90o sehingga daun spekulum dalam posisi tegak, dan keluarkan spekulum
perlahan-lahan.

Pada pasien perempuan berstatus belum menikah tidak dilakukan pemeriksaan dengan spekulum,
karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan pemeriksaan hanya diambil dengan sengkelit
steril dari vagina dan uretra. Untuk pasien perempuan yang beum menikah namun sudah aktif
berhubungan seksual, diperlukan informed consent sebelum melakukan pemeriksaan dengan
spekulum. Namun bila pasien menolak pemeriksaan dengan spekulum, pasien ditangani
menggunakan bagan alur tanpa spekulum.

Gambar 3. Langkah-Langkah Pemasangan Spekulum.1


Pasien dengan gejala ulkus genitalis (laki-laki dan perempuan)

1. Untuk semua pasien dengan gejala ulkus genital, sebaiknya dilakukan pemeriksaan serologi
untuk sifilis dari bahan darah vena (RPR=rapid plasma reagin, syphilis rapid test )

2. Untuk pemeriksaan Treponema pallidum pada ulkus yang dicurigai karena sifilis:

a. Ulkus dibersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi larutan salin
fisiologis (NaCl 0,9%)

b. Ulkus ditekan di antara ibu jari dan telunjuk sampai keluar cairan serum

c. Serum dioleskan ke atas kaca obyek untuk pemeriksaan Burry atau mikroskop lapangan
gelap bila ada.

2. Pemeriksaan bimanual

1. Gunakan sarung tangan dan dapat digunakan pelumas


2. Masukkan jari tengah dan telunjuk tangan kanan ke dalam vagina, ibu jari harus dalam
posisi abduksi, sedangkan jari manis dan kelingking ditekuk ke arah telapak tangan
3. Untuk palpasi uterus: letakkan tangan kiri di antara umbilikus dan tulang simfisis pubis,
tekan ke arah tangan yang berada di dalam pelvik
4. Dengan telapak jari tangan, raba fundus uteri sambil mendorong serviks ke anterior
dengan jari-jari yang berada di pelvik. Perhatikan ukuran, posisi, konsistensi, mobilitas
uterus, dan kemungkinan rasa nyeri saat menggoyangkan serviks
5. Dengan perlahan, geser jari-jari yang berada di vagina menuju forniks lateral sambil
tangan yang berada di atas perut menekan ke arah inferior

Gambar 4. Pemeriksaan Bimanual.1

3. Pemeriksaan anoskopi

Indikasi

Bila terdapat keluhan atau gejala pada anus dan rektum, pasien dianjurkan untuk diperiksa dengan
anoskopi bila tersedia alat tersebut. Pemeriksaan ini sekaligus dapat melihat keadaan mukosa
rektum atau pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium bila tersedia fasilitas.

Kontra indikasi
Anus imperforata merupakan kontra indikasi absolut untuk tindakan anoskopi, namun bila pasien
mengeluh mengenai nyeri hebat pada rektum, may preclude awake anoscopic examination in
anxious patients in pain.

Posisi pasien

Pasien berbaring dalam posisi Sim atau miring dengan lutut ditekuk serta pinggul ditekuk 45o .
Posisi pasien di sebelah kiri pemeriksa.

Gambar 5. Alat Anoskopi dari Bahan Plastik Sekali Pakai, a. Disposable anoscope, dan b.
berbahan stainless stell.

Gambar 6. Posisi lateral decubitus atau posisi Sim. Pasien tidak perlu membuka seluruh baju
seperti dalam gambar, namun cukup membuka celananya sampai nampak daerah anus.3

Prosedur

1. Sebelum melakukan pemeriksaan anoskopi, lakukan inspeksi daerah anus dan sekitarnya,
kemudian lakukan pemeriksaan rektum dengan jari tangan (digital rectal examination)
2. Bila menggunakan anoskopi dengan bagian obturator yang dapat dilepaskan, pastikan
bahwa obturator telah terpasang dengan benar
3. Beri pelumas sepanjang badan anoskop dengan pelumas standard atau lidokain
4. Masukkan anoskop secara perlahan, dengan sedikit tekanan untuk melawan tahanan
akibat kontraksi otot sfingter anus eksterna. Terus dorong alat anoskop sampai mencapai
anorektum (lihat gambar 7)
5. Bila obturator terdorong mundur saat insersi, lepaskan anoskop seluruhnya dan ganti
obturator untuk mencegah mukosa anus terjepit bila obturator dimasukkan belakangan.
6. Dorong terus anoskop sampai batas luar anoskopi mengenai pinggiran anus.
7. Kecuali alat anoskop dilengkapi dengan lampu, dapat digunakan sumber penerangan dari
luar, misalnya lampu senter atau lampu untuk pemeriksaan pelvis.
8. Bila anoskop sudah masuk dengan sempurna, tarik obturator keluar
9. Sambil menarik anoskop perlahan-lahan, perhatikan saluran anus. Adakah perdarahan
anus proksimal dari jangkauan anoskop. Hapus darah atau debris sehingga lapang
pandang lebih baik, dan bila ditemukan duh tubuh dapat dilakukan biakan.
10. Setelah seluruh lingkar mukosa anus diinspeksi, pelan-pelan tarik anoskop. Perhatikan
sumber nyeri atau perdarahan di daerah distal, misalnya hemoroid, fisura rektum, ulkus,
abses, atau robekan.
11. Mendekati tahap akhir penarikan, hati-hati terhadao refleks spasme sfingkter anus yang
dapat menyebabkan anoskop terlempar. Gunakan tekanan yang agak kuat untuk
mencegah anoskop melejit keluar.3

Gambar 7. Cara Memasang Anoskop.3

Diagnosis Banding

Servitis gonnore

Servisitis adalah peradangan yang terjadi pada serviks (leher rahim). Serviks adalah bagian
paling bawah dari rahim yang berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari
vagina. Peradangan ini bisa terjadi tanpa ada gejala-gejala yang dirasakan penderita. Seringkali
servisitis disebabkan oleh infeksi penyakit menular seksual, seperti klamidia atau gonorea, namun
servisitis juga bisa disebabkan oleh faktor non-infeksi.4

Beberapa gejala umum dari servisitis adalah:

- Munculnya cairan vagina dalam jumlah banyak, biasanya berwarna kehijauan, kecoklatan,
atau kekuningan. Cairan tersebut seperti nanah dan kadang berbau tidak sedap.
- Frekuensi buang air kecil yang semakin sering.
- Rasa nyeri saat berhubungan seksual.
- Perdarahan dari vagina setelah berhubungan seksual, yang bukan disebabkan menstruasi.
- Rasa nyeri pada bagian panggul atau perut.4

Beberapa langkah untuk mendiagnosis servisitis adalah:

- Pemeriksaan bagian panggul. Dokter akan memeriksa adanya pembengkakan dan nyeri di
organ-organ pada bagian panggul. Dokter mungkin akan menggunakan spekulum untuk
memeriksa bagian atas vagina serta serviks.
- Pengambilan sampel. Dokter akan mengambil sampel cairan dari serviks dan vagina untuk
diteliti lebih lanjut di laboratorium. Biasanya dilakukan dengan cara pap smear dan
kolposkopi yang disertai biopsi servik.4

Pengobatan dan Pencegahan Servisitis

Penderita mungkin tidak memerlukan pengobatan jika penyebab servisitis yang mereka
idap bukanlah berasal dari penyakit menular seksual. Jika memang disebabkan penyakit menular
seksual, maka penderita dan pasangannya harus menjalani pengobatan.4

Untuk menghindari penularan, penderita dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual sampai
pengobatan selesai. Beberapa pengobatan untuk menangani servisitis akibat penyakit menular
seksual adalah:

- Obat-obatan antibiotik, untuk menangani infeksi bakteri seperti gonorea atau klamidia.
- Obat-obatan antiviral, untuk menangani infeksi virus seperti herpes genital atau kutil
kelamin.
- Obat-obatan antijamur.
- Terapi hormonal, mungkin akan dilakukan bagi penderita yang sudah memasuki masa
menopause dan terbukti infeksinya bukan berasal dari bakteri atau jamur. Dengan terapi
hormonal diharapkan sistem kekebalan alami dinding serviks kembali optimal.4

Gonnore adalah semua infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Dibawah
mikroskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8u, dan bersifat
tahan asam. Kuman ini bersifat gram negatif tampak diluar dan didalam leokosit polimorfnuklear
dan tidak dapat bertahan lama diudara bebas, cepat mata pada keadaan kering, tidak tahan pada
suhu atau 39 C dan tidak tahan zat disinfektan. Gejala kninik pada pria dan perempuan berbeda,
karena perbedaan letak anatomis dan fisiologi alat kelamin. Diagnosis dari gonore dipastikan
dengan menemukan N gonorrhoeae sebagai penyebab baik secara mikroskopik maupun kultur.
Untuk pengotan , pilihan terapi adalah sefilksim 400 mg per oral, seftriakson 250mg
intramuskular, siprofloksasin 500mg per oral, oflokasin 400 mg per oral , levoflokasisn 250 mg
peroral atau spektinomisin 2 g dosis tunggal intramuskular. Pada ibu hamil tidak di anjurkan
golongan kuinolon1

Klamidiasis

Klamidiasis genital adalah imfeksi yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trahomatis,
berukuran 0,2-1,5 mikron, berbentuk sfreris,tidak bergerak dan mempunyai parasit intrasel
oblogat. Terdapat 3 spesies yang patogen terhadap manusia yaitu C, pneumoniae, C psittaci, C
trahomatis. Masa inkubasi berkisar antara 1-3 minggu. Manisfestasi klinik yaitu, kerusakan
jaringan akibat replikasi chlamydia trahomatis respon inflamasi terhadap CT , dan bahan nekrotik
dari sel penjamu yang rusak. Sebagian besar asimtomatik dan tidak menunjukan gejala kninik
spesifik. Endoderviks organ sering terinfeksi. Walaupun asimtomatik , 37% perempuan
memberikan gambaran klinik duh mukopurulen dan 19% ektopi hipertrofik. Infeksi CT yang
kronik atau rekurens menyebabkan ektopik dan infertilitas akibat obstruksi. Komplikasi lain juga
dapat terjadi seperti artritis reaktif dan perihepatitis( Sindroma Fitz- Hugh Curtis). Perempuan
yang hamil terinfeksi CT akan menunjukan gejala keluarnya sekret vagina, pendarahan, disuria,
dan nyeri panggul. Namun, sebagian besar perempuan hamil tidak menunjukan gejala. Dampak
infeksi CT dapat mengakibatkan abortus spontan, kelainan prematur, dan kematian perinatal.
Diagnosis CT ditegakan dengan: kultur, deteksi antigen secara (direct fluoresent antibody/DFA),
enzyme immunoassay / enzym linked immunosorben assay dan rapid atau piont of care test,
deteksi asam nukleat hibridisasi probe deoxyribonuclei acid (DNA), uji amplikasi asam nukleat
seperti polymerase chain reaction (PCR) dan ligase chain reaction (LCR), pemeriksaan serologi.
Untuk pengobatan, obat yang diberikan terutama yang dapat memperngaruhi sintesis protein CT,
misalnya gol tetrasiklin dan eritromisin. Obat yang dianjurkan adalah doksisiklin 100mg/oral 2x
sehari selama 7 hari / azitromisin 1g/oral dosis tunggal, atau tetrasiklin 500mg/oral 4x sehari
selama 7 hari / eritromisin 500 mh/oral sehari semala 7 hari / ofloksasin 200 mg 2x selama 9 hari.
Untuk kehamilan obat golongan kuinilon dan tetrasiklin tidak dianjurkan.1

Vaginosis Bakterial

Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobasillus Spp penghasil
H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anerob dalam konsentrasi tinggi. Seperti
bacteroides spp, mobiluncus spp, gardrenrell vaginalis dan mycoplasma bominis. Perempuan
dengan vaginosis bakterial dapat atau tanpa gejala mempunyai keluhan dengan bau khas yaitu amis
terutama waktu/ setelah senggama. Bau tersebut disebabkan adanya amin yang menguap bila
cairan vagina menjadi basa. Pada pemeriksaan ditemukan sekret yang homogen, tipis dan
berwarna keabu-abuan. Tidak ditemukan tanda inflamasi pada vagina dan vulva.1

Vaginosis bakterial telah diasosiasi dengan gangguan kehamilan termasuk abortus spontan pada
kehamilan trimester pertama dan kedua, kelahiran prematur, ruptur membran yang prematur,
persalinan prematur , bayi lahir dengan berat badan rendah,korioamnionitis, endometritris
pascapersalinan dan infeksi luka pascaoperasi sesar. Bukti yang ada saat ini tidak mendukung
perlunya sreaning pada vaginosis bakteri pada perempuan hamil pada populasi umum. 1

Sebagian besar kasus (50-75%) vaginosis bakterial bersifat asimtomatik atau dengan gejala ringan.
Gejala klinik termasuk bau amis seperti ikan atau bau seperti amonia yang berasal dari sekret
vagina dan sekret yang homogen, tidak menggumpal, abu-abu keputihan , tipis. Disuria dan
dispareunia jarang ditemukan sedangkan pruritis dan inflamasi tidak ada. Sekret vagina yang
diasosiasikan dengan vagina bakterialis berasal dari vagina bukan dari serviks. Diagnosis
ditegakan berdasarkan kriteria amsel yaitu adanya tiga dari empat tanda-tanda berukut ini:

- Cairan vagina homogen, putih keabu-abuan, dan melekat pada dinding vagina
- Ph vigina . 4,5
- Sekret vagina berbau amis sebelum atau sesudah penambahan KOH 10% (whiff test)
- Clue cells pada pemeriksaan mikroskopik

Pengobatan yang dianjurkan adalah metronidazole 500 mg 2 x sehari selama 7 hari ,


metronidazole 2g peroral dosis tunggal atau klindamisin per oral 2x 300mg/hari selama 7 hari.
Pada perempuan hamil jenis obat dan dosisnya sama seperti perempuan yang tidak hamil.

Epidemiologi

Prevalensi IMS/ISR di negara sedang berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
di negara maju. Pada perempuan hamil di negari ketiga , angka kejadian gonore 10-15 kali lebih
tinggi, infeksi clamidia 2-3 kali lebih tinggi. Di indonesia sendiri angka kejadian IMS/ISR pada
perempuan hamil sangat terbatas. Sebanyak 29,5% adalah infeksi genital nonspesifik , kemudian
10,2% vaginosis bakterial, kandidiosis vaginalis 9,1% , gonore sebanyak 3,4 % , trikomonasis
1,1% dan gonnore bersama trikomoniasis sebanyak 1,1%. 1

Etiologi

Sebagaimana disebutkan di atas servisitis akut disebabkan karena infeksi seperti herpes
gonore dan klamidia. Penyebab servisitis kronis termasuk infeksi bakteri yang juga sering
menyebabkan servisitis akut. Ketika episode akut servisitis tidak diobati, maka akan berkembang
menjadi servisitis kronis. Risiko servisitis meningkat saat seorang wanita menderita diabetes,
vaginitis akut dan servisitis berulang atau memiliki banyak pasangan seksual. Servisitis
disebabkan oleh kuman-kuman seperti: trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau
mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan
stapilococus. kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan
inflamasi kronik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma.6,7

Gambar 2. Gambaran sitologi servisitis kronis6

Gambar diatas merupakan gambaran servisitis kronis pada mukosa squamos-kolumnar


leher rahim. Terlihat limfosit kecil yang bulat di submukosa dan terlihat juga adanya
perdarahan. Servisitis dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan
ectropion, robekan serviks tersebut dapat terjadi akibat alat kontrasepsi, tindakan intrauterine
seperti dilatasi, dan lain-lain. Servisitis sering disebabkan oleh infeksi melalui aktivitas seksual.5,8
Penyebab cervicitis sangat bervariasi, paling sering disebabkan oleh:6

 Infeksi Chlamydia trachomatis


 Infeksi trichomonas vaginalis
 Trikomoniasis asosiasi dengan Kandidiasis
 Gonorrheae Neisseria (Gonore)
 Herpes simplex virus
 Human papilloma virus (HPV)
 Penyebab kurang umum lainnya adalah: mikosis, sifilis , tuberkulosis , Mycoplasma.

Beberapa kasus servisitis disebabkan oleh: Penggunaan kondom wanita (cervical cap dan
diafragma), penyangga uterus (Pessarium), alergi spermisida pada kondom pria, paparan terhadap
bahan kimia, infeksi vagina-serviks, trauma obstetrik-terjadi selama kelahiran (trauma leher
rahim), trauma lokal sekunder untuk kontak seksual, penggunaan buffer internal, intrauterine
device (IUD), cacat ektopik bawaan (epitel kelenjar pada saluran serviks), lokal manuver seperti
kuretase, histeroskopi, dll.1,5

Servisitis sering terjadi dan mengenai hampir 50% wanita dewasa dengan faktor resiko:5,7

 Perilaku seksual bebas resiko tinggi


 Riwayat IMS
 Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
 Aktivitas seksual pada usia dini
 Pasangan seksual dengan kemungkinan menderita IMS
 Servisitis juga dapat disebabkan oleh bakteri (stafilokokus dan streptokokus) atau akibat
pertumbuhan berlebihan bakteri normal flora vagina (vaginosis bakterial).
Gambar 3. Gambaran serviks normal dan servisitis.5

Keluhan dan Gejala

- Terdapat cairan nanah/keputihan yang tidak normal yang keluar dari saluran kencing
(urethra) laki-laki/ vagina perempuan
- Pada perempuan terjadi peningkatan keputihan, warnanya bis amenjadi lebih putih,
kekuningan, kehijauan, kemerahmudaan dan bis aberbau tidak sedap/berlendir,
- Pada pria rasa panas seperti terbakar atau sakit selama/sesudah BAK
- Ulkus (borok) pada kelamin merupakan keluhan sekaligus gejala PMS yang umum
dijumpai
- Terdapat tonjolan-tonjolan kecil (papules) disekitar alat kelamin
- Kemerahan disekitar alat kelamin
- Rasa sakit di perut bagian bawah yang muncul dan hilang dan tidak berhubungan dengan
menstruasi
- Terdapat bercak darah setelah berhubungan seksual.5

Komplikasi

1. Bartholinis

Pada kondisi ini ditandai bengkak pada daerah genital sekitar kelenjar bartholini, terasa sakit dan
susah untuk berjalan. Secara klinis teraba benjolan lunak, fluktuasi positif, bentuk oval kemerahan
atau tampak masa meradang. Infeksi pada kelenjar ini dapat sebagai akut bartholinitis berupa abses
bartholini, kronik bartholinitis atau kista bartholinitis.
2. Skenitis

Pada skenitis didapatkan gejala bengkak pada daerah kelenjar disamping kanan dan kiri meatus
urethra extemum. Apabila tidak diobati maka terbentuk abses atau kista.

3. Salpingitis akut

Salpingitis akut perlu diperhatikan karena akan mengakibatkan infertilitas dan kehamilan ektopik.
Pada penderitanya didapatkan gejala nyeri pada perut bagian bawah, dispareuni, menstruasi
abnormal dan intermenstrual bleeding. Pada pemeriksanaan fisik terdapat nyeri tekan perut bagian
bawah kanan dan kiri atau daerah adneksa, nyeri gerak serviks, duh tubuh endoserviks abnormal
dan terkadang bisa menimbulkan abses tubo ovarian.

4. Penyakit radang panggul (PRP)

PRP merupakan komplikasi yang sangat penting diperhatikan karena terjadi pada 100% pasien
yang tidak mendapat pengobatan. Kondisi tersebut selain menyebabkan infertilitas dan kehamilan
ektopik, juga menimbulkan kematian pada wanita di negara berkembang atau miskin. Gejalanya
berupa serangan akut kolik pada perut bagian bawah dan menimbulkan nyeri yang berkelanjutan.
Nyeri yang terjadi secara bilateral disertai dengan anoreksia, nausea dan vomiting. Terdapat pula
gejala dispareuni, nyeri saat berjalan, badan disertai panas sampai diatas 39o C dan sakit kepala.
Gangguan menstruasi berupa dismenore dapat terjadi pada 60% kasus. Pada pemeriksaan dalam
terdapat nyeri gerak serviks, sedangkan pemeriksaan secara bimanual akan teraba masa palpable.

5. Endometritis

Pada endometritis bakteri Neisseria Gonorrhoeae masuk ke dalam uterus dan menyerang
endometrium dan menimbulkan radang di daerah tersebut. Keluarnya cairan berupa nanah, nyeri
panggul hebat dan demam merupakan gejala pada endometritis. Masalah ini biasanya tidak
mengganggu fertilitas karena bakteri senang tinggal di endometrium dan akan menyebar keluar
dari tuba falopii. Apabila dibiarkan endometritis dapat berisiko bagi kesehatan karena
terbentuknya jaringan parut dan abses di rongga rahim.

6. Peritonitis Abdominalis

Pada peritonitis abdominalis bakteri masuk ke rongga abdomen dengan mengumpulkan pus di
tempat yang rendah yaitu dalam kavum dauglas.
Gambar 11. Manifestasi Klinis dan Komplikasi Gonore yang Tidak Diobati.7

Gambar 12. Komplikasi gonore pada sistem reproduksi wanita: servisitis, endometriosis,
salpingo-ooforitis, dan infeksi pelvis sekitarnya.7
Pencegahan

- Mencegah infeksi baru dengan memutus jalur penularannya


- ISR endogen dapat dicegah melalui peningkatan kebersihan individu, peningkatan akses
pada pelayanan kesehatan yang bermutu, promosi, mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan
- ISR iatrogenik dapat dicegah melalui sterilisasi peralatan medis yang digunakan, skrining
atau pengobatan terhadap ISR sebelum melaksanakan prosedur medis.
- PMS dapat dicegah dengan menghindari hubungan seksual atau dengan melakukan
hubungan seksual yang aman (monogami dan penggunaan kondom yang benar dan
konsisten.5

Kesimpulan

Dapat disimpulkan wanita 25 tahun ini menderita infeksi saluran reproduksi.

Infeksi saluran reproduksi (ISR) adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman penyebab infeksi
kedalam saluran reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa bakteri, jamur, virus
dan parasit. Dan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Progonis baik jika di tangani cepat.

Daftar Pustaka

1. Daili FS.Infeksi menular seksual. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina
pustaka sarwono prawiroharjo; 2016.h.920-33
2. Kementerian Kesehatan RI Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Infeksi menular seksual. Jakarta: Bakti Husada; 2011.h.11-8.
3. Tanto C, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Essential
Medicine; 2014.h.343.
4. http://www.alodokter.com/servisitis di unduh pada tanggal 28 mei 2018
5. https://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/pelvic-inflamantory-disease-pid-
penyakit-radang-panggul-prp/ di unduh pada tanggal 28 mei 2018
6. Putri BA. Analisis perilaku seksual wanita pekerja seks (WPS) penderita servisitis gonore.
Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan. Semarang:
2011.h.9-17.
7. Jawetz, Melnick, Adelberg Dalam Nugroho E, Maulany RF, Setiawan I. editor.
Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC; 1995.h.280-3.

Anda mungkin juga menyukai