Anda di halaman 1dari 19

MENYUSUN TRAINING NEED ANALYSIS (TNA)

Posted on 8 January 2014 by Ade Agung Gunawan Warja

Pelaksanaan training adalah suatu kegiatan investasi untuk mewujudkan SDM


yang mapan dari segi pemikiran, sikap, dan keterampilan. Namun, upaya
peningkatan kompetensi melalui training haruslah tepat sasaran. Artinya,
pelaksanaan training harus sesuai dengan kebutuhan SDM yang ada di organisasi
atau perusahaan tersebut. Sehingga pelaksanaan training bukan hanya kegiatan yg
dijalankan hanya untuk menggugurkan kewajiban ataupun instruksi yang mungkin
kurang mendasar.

Dalam hal memfasilitasi pelaksanaan training yang tepat sasaran, maka harus
dilakukan sebuah Training Need Analysis (TNA). Dengan demikian, hasil TNA
bisa menjadi dasar pelaksanaan training yang sesuai dengan kebutuhan SDM
dalam meningkatkan performa. Upaya peningkatan kualitas SDM, bisa setara
dengan peningkatan kualitas training yang diselenggarakan. Sedangkan kualitas
training ditentukan dari kualitas analisa kebutuhan training. Melaksankan kegiatan
TNA yang berkualitas maka harus melihat ruang lingkup pelaksanaan TNA agar
berjalan sistematis dan mendapatkan data yang akurat.

Definisi

Secara umum, Training Need Analysis adalah proses analisa yang dilakukan untuk
mengetahui faktor apa saja yang harus diperbaiki atau ditingkatkan didalam
perusahaan agar kinerja karyawan meningkat. Dari kegiatan ini maka dapat
menampilkan kesenjangan atau gap antara kinerja yang terjadi dengan kinerja yang
diharapkan. Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa Training adalah salah
satu fasilitas untuk pengembangan kompetensi karyawan, maka kesenjangan / gap
tersebut bisa hilangkan atau setidaknya dapat diminimalisir. Dari gap dari hasil
analisa maka dapat membantu penyelenggara training (HRD atau Diklat) untuk
memberikan program training yang tepat sasaran dalam meminimalisir gap
kompetensi untuk mewujudkan produktivitas atau kinerja yang diharapkan.

Pelaksanaan kegiatan Training Need Analysis tentunya dilakukan dengan tujuan


yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan TNA adalah :

 Sebagai informasi bahwa training adalah salah satu upaya peningkatan


kompetensi dalam meningkatkan produktivitas kerja.
 Sebagai data penetuan peserta training yang benar – benar tepat dan sesuai
dengan kebutuhan.
 Sebagai dasar dalam menyusun materi / silabus training, sehingga materi
yang disampaikan berdampak pada peningkatan kompetensi yang benar –
benar dibutuhkan.
 Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai
dengan tema atau materi pelatihan
 memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah
disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap
kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui
pelatihan.
 Sebagai dasar penyusunan anggaran training.

Peserta

Menentukan peserta merupakan salah satu hal yang krusial dalam menyusun
program pelatihan. Penentuan peserta dalam hal ini termasuk dengan fasilitator /
trainer dalam pelatihan tersebut. Hal ini dikatakan krusial karena peserta akan
sangat menentukan format pelatihan, memilih trainer yang tepat agar proses
pembelajaran dapat sesuai sasaran. Dengan mengetahui peserta training makan
perancang program dapat menentukan format yang tepat dalam pelatihan. Adapun
format yang diginakan apakah dengan menggunakan ruang kelas (classroom
setting), belajar sendiri (self study – self journey), atau belajar dari pengalaman
(experiental learning or learning by doing). Selain itu, dengan mengetahui siapa
peserta pelatihan maka perancang program pelatihan akan dapat menggali lebih
jauh berbagai informasi seperti:

 apa saja persyaratan minimal (pendidikan, pengalaman dan ketrampilan)


yang harus dipenuhi oleh peserta pelatihan untuk dapat mengikuti pelatihan?
 apa dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki peserta
pelatihan, termasuk pelatihan apa saja yang pernah diikuti sebelumnya?
 apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh trainer/facilitator untuk dapat
menyelenggarkan pelatihan? apakah akan menggunakan trainer dari dalam
perusahaan atau menggunakan trainer dari luar?
 Apa level jabatan peserta training dan jenis kompetensi apa yang harus
ditingkatkan?

Dukungan / Support

Mengingat bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja pegawai maupun


perusahaan secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh pelatihan, maka si
perancang pelatihan harus benar-benar dapat memastikan bahwa ia mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak di dalam perusahaan. Dukungan tersebut adalah
berupa komitmen dari para manager atau supervisor untuk menciptakan suasana
yang kondusif bagi para peserta pelatihan untuk dapat menerapkan apa yang telah
mereka pelajari dalam pelatihan. Suasana kondusif tersebut misalnya:
menempatkan pegawai pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya,
memberikan feedback tentang kinerja pegawai secara periodik, mendengarkan
keluhan dan masalah yang dihadapi pegawai dalam menerapkan apa yang telah
dipelajari, memberikan reward atau recognition bagi pegawai yang berhasil
memenuhi standard kinerja yang diharapkan, menegur atau memberikan sanksi
kepada pegawai yang tidak menunjukkan kinerja yang optimal, dsb. Komitmen
tersebut amat penting diperoleh mengingat bahwa pelatihan bukanlah sarana yang
tepat untuk mengendalikan hal-hal yang tidak memiliki hubungan dengan
pengetahuan dan ketrampilan. Dengan perkataan lain pelatihan hanyalah
merupakan sarana yang berguna untuk menghilangkan atau mengurangi adanya
kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang ada dengan yang
diharapkan. Pelatihan tidak bisa dengan mudah dianggap sebagai sarana untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, mengatasi PHK atau perampingan
perusahaan, meningkatkan gaji dan menciptakan motivasi kerja pegawai di
lapangan. Pelatihan juga tidak akan serta merta melahirkan standard kinerja yang
diharapkan jika di tempat kerja sehari-hari tidak ada kriteria penilaian tentang
standard kinerja tersebut. Selain itu pelatihan tidak bisa menggantikan
peran manager ataupun supervisor dalam memberikan feedback kepada
bawahannya. Oleh karena itu, dalam analisis kebutuhan pelatihan si perancang
program harus dapat memastikan bahwa pelatihan tidak akan disalahgunakan oleh
pihak manajemen atau pun para manager / supervisor untuk melepaskan
tanggungjawab atas ketidakberhasilan mereka dalam mengatasi permasalahan yang
ada. Sebaliknya pelatihan harus dipandang sebagai sarana pendukung bagi
keberhasilan pihak manajemen atau paramanager/supervisor dalam melaksanakan
tugas dan tanggungjawab mereka. Tanpa adanya komitmen yang sungguh-sungguh
dari pihak manajemen atau para manager/supervisor maka dapat dipastikan bahwa
pelatihan hanya akan berjalan sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan
pelatihan saja.

Biaya

Sekecil apapun kegiatan pelatihan pasti membutuhkan dana. Oleh karena itu amat
penting untuk menghitung untung rugi dari pelaksanaan suatu pelatihan. Dalam hal
ini si perancang program pelatihan harus mengumpulkan berbagai informasi yang
menyangkut hal-hal seperti: biaya apa saja yang harus dikeluarkan untuk peserta
pelatihan maupun trainer, apa keuntungan yang akan diperoleh dari pelatihan
tersebut dan berapa lama hal itu bisa dicapai, apakah biaya pelatihan masih sesuai
dengan budget yang ada, dsb. Salah satu cara yang cukup populer untuk
menghitung untung rugi suatu pelatihan adalah dengan menentukan Return On
Investment (ROI).

Menentukan Metode

Palaksanaan kegiatan TNA dapat direalisasikan dengan menggunakan metode –


metode yang tepat sesuai dengan kondisi maupun budaya perusahaan. Dalam
memilih metode yang tepat, maka harus dilihat terlebih dahulu sumber data yang
ingin diperoleh. Adapun sumber data tersebut adalah :

 Riset atau survey


 Penilaian kinerja (performance appraisal)
 Perencanaan karir pegawai
 Perubahan prosedur kerja dan perkembangan teknologi
 Perencanaan SDM
Setelah mempertimbangakan sumber data yang sudah ditentukan, maka pelaksana
TNA dapat memilih metode pengumpulan data. Adapaun metode yang lazim
digunakan adalah :

 Kuesioner
 Obervasi
 Wawancara
 Focus group
 Regular meeting
 Mempelajari data perusahaan
 Mempelajari uraian jabatan
 Membentuk kelompok pakar/penasehat

Dengan mempertimbangkan uraian diatas, maka pelaksanaan training diharapkan


berjalan sukses, artinya tidak menjadi program yang pragmatis. Pelaksanaan
training yang yang ideal memang perlu adanya persiapan berupa Analisa
kebutuhan pelatihan agar berjalan sistematis, terukur, dan menjadi program yang
memberikan komtribusi pada perusahaan. Dengan pelatihan yang sistematis
tersebut maka proses pencapaian Visi perusahaan niscaya akan terus meningkat
karena kesenjangan kompetensi akan terus bergerak kearah kinerja yang
diharapkan.
Tugas Dan Tantangan HR Development & Training

Posted on 3 May 2014 by Ade Agung Gunawan Warja

1.Tantangan Yang Muncul

Setiap perusahaan memiliki cultur, core value yang berdeda – beda. Biasanya
pembentukan budaya disesuaikan dengan jenis industry dan core business
perusahaan. Dengan budaya yang dibangun, diharapkan menciptakan stabilitas
kerja dalam mencapai tujuan perusahaan. Walaupun disadari bahwa untuk
mencapai tujuan perusahaan tidak hanya dari budaya perusahaan, namun perlu
pertimbangan yang lebih makro dan komprehensif. Salah satu yang perlu
dipertimbangkan dalam upaya pencapaian target perusahaan adalah dengan
mempertimbangan aspek SDM dengan seperangkat kompetensi yang mendukung
dalam menjalankan roda organisasi.

Dari penjelasan diatas, bahwa salah satu tugas HR adalah Development. Tugas dan
fungsi development adalah untuk mengkondisikan SDM agar mencapai performa
yang sesuai dengan standard kompetensi atau kompetensi yang diharapkan.
Disinilah letak esensi HR Development menjalankan tugas penting dalam
mempersiapakan talent pool untuk mengeksekusi tugas dan tujuan perusahaan.
Namun, Disi lain HR development terkadang dibenturkan dengan beberapa
persoalan dalam menjalankan tugas tersebut. Artinya, bahwa dalam menjalankan
program pengembangan tidak semulus konsep ideal. Bahwa realita yang mungkin
menghambat adalah sebagai berikut.

Bukan Hanya HR Development


Perlu disadari bahwa dalam sebuah perusahaan, tidak hanya HR yang ada
didalamnya. Walaupun sejatinya bahwa HR memiliki peran penting dalam
mengeksekusi tujuan perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan HR dalam Human
Capital adalah menciptakan semua Manager menjadi HR Manager. “All Managers
is Human Resources Manager”. Dengan demikian untuk pengembangan karywan
diluar program, bisa dilakukan oleh masing – masing manager. Didasari bahwa
dalam perusahaan bukan hanya HR, maka secara alamiah pertimbangan bisnis
lebih diutamakan dibandingkan program pengembangan. Biasanya dari
pertimbsngsn bisnis, department yang bersinggungan langsung dengan bisnis yang
akan diutamakan seperti marketing, operational dan finance.

Realisasi Program Butuh Cost

Benar!! bahwa dalam mengeksekusi program training bagi karyawan


butuh cost baik financial maupun waktu. Artinya, kemungkinan dalam
mengeksekusi program tersebut bisa saja terkendala dengan alasan seperti itu.
Walaupun, disadari bahwa training merupakan investasi bagi perusahaan. Namun,
kecenderungannya jika kita dihadapkan dengan COE yang mengedepankan
pertimbangan bisnis agak sulit untuk mengeksekusi program. Karena investasi dari
program training hasilnya tidak bisa dirasakan dalam kurun waktu yang singkat.
Hal ini yang mungkin menjadi tantangan yang pasti dialami oleh semua praktisi
HR Development. Disis lain juga untuk mengeksekusi program pengembangan
butuh cost, oleh karenanya bisnis yang dikedpankan sebagai modal untuk
menjalankan program pengembangan dimasa depan. Disinilah tantangannya dan
yang mungkin dilakukan adalah menciptakan budaya belajar di lingkungan kerja.
Minimnya Support

Dalam upaya menjalankan program training tentunya butuh support dari semua
pimpinan department yang ada. Walaupun support yang sangat berpengaruh dan
memiliki power yang adalah Top Management. Namun disisi lain, tidak terlepas
dari dukungan dari masing – masing pimpinan Departemen. Mengapa demikian ?
Karena ada kemungkinan bagi Manager yang tidak aware dan tidak
peduli terhadap pengembangan karyawan selalu menganggap bahwa training
merupakan hal yang tidak esensial. Sehingga tidak melibatkan staff nya dalam
program training dengan alasan banyak pekerjaan, harus menyelesaikan laporan,
dan alasan lainnya. Selanjutnya, ketika muncul gejolak karena staff merasa tidak
berkembang barulah sibuk cari program training. Hal tersebut bisa saja terjadi dan
mungkin sudah terjadi dibeberapa perusahaan. Oleh karena itu, selain dukungan
dari Top management perlu adanya dukungan dari masing – masing pimpinan
Department.

2. Langakah Yang Dapat Dilakukan

Dari tantangan – tandangan internal yang mungkin menghambat program HR


Development, maka perlu disiapkan Training Program yang
komprehensif. Dengan kata lain, program training yang disusun jelas, sistematis,
terukur dan memberikan dampak yang signifikan dan kontruktif bagi perusahaan.
Selain Susunan program yang bagus, juga harus didukung dengan kompetensi
seorang HR Development dalam menyampaian esensi dari program tersebut.
Dengan demikian, dukungan akan muncul karena HR akan mempermudah tugas –
tugas para pimpinan department dalam mengelola bawahannya. selain itu juga
memberikan kontribusi dalam mengeksekusi tujuan perusahaan.

Dalam menyusun program training harus diusahakan dengan komprehensif.


Artinya jangan menyusun program yang tanggung dan memunculkan banyak
pertanyaan. Ada beberapa point yang harus diperhatikan yaitu : Flow pelaksanaan
program, level program training, anggaran, peserta (karyawan yang akan
dilibatkan), waktu yang dibutuhkan, dan evaluasi. Implementasi pelaksanaan akan
dimualai dari langkah persiapan dan analisa, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara
bertahap digambarkan sebagai berikut.

Yang pertama, Training Need Analysis (Analisa Kebutuhan Training).

Untuk memutuskan pendekatan yang akan digunakan, perlu mengidentifikasikan


kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Penilaian kebutuhan mendiagnosa masalah-
masalah dan tantangan lingkungan yang dihadapi organisasi sekarang. Selain
pendekatan sumber daya manusia dalam mengidentifikasikan suatu tugas, pelatih
memulai dengan mengevaluasi gambaran suatu pekerjaan penting yang diperoleh.
Dengan kata lain, proses analisa ini adalah untuk menentukan sasaran training agar
peningkatan kompetensi sesuai sasaran. Oleh karena itu perlu adanya standar
kompetensi (kompetensi yang diharapkan) dan profil karyawan mengenai
kompetensi yang dimiliki.

Langkah kedua, Training and Development Program.

Setelah evaluasi kebutuhan-kebutuhan pelatihan dilakukan, maka sasaran


dinyatakan dan ditetapkan. Sasaran ini mencerminkan perilaku dan kondisi yang
diinginkan dan berfungsi sebagai standar-standar dimana prestasi kerja individual
dan efektivitas program pelatihan dapat diukur. Pada tahap ini, kriteria evaluasi
sebaiknya juga ditetapkan untuk memudahkan program evaluasi pelaksanaan
program pelatihan. Dalam menyusun program training, perlu dijelaskan alur
pelaksanaan program dan dengan criteria peserta. Misalnya saja, untuk training
Basic diikuti oleh peserta dengan criteria adalah karyawan baru, dan program yang
diberikan adalah Basic Training. Dimana selanjutnya ada program training
Intermediate Training, dan Advance Training. Intermediate dan Advance adalah
program training yang levelnya lebih tinggi secara kualitas materi dibandingkan
dengan basic training. Hal tersebut perlu dipersiapakan karena program
pengembangan selalu dinamis dan agar kaderisasi bisa berjalan.

Langkah ketiga adalah menyusun Program Content (Isi Program).

Isi program ditentukan oleh identifikasi kebutuhan-kebutuhan dan sasaran-sasaran


pelatihan. Apapun isinya, program pelatihan hendaknya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan organisasi dan peserta. Pada peserta juga perlu meninjau isi program,
apakah relevan dengan kebutuhan atau motivasinya untuk mengikuti pelatihan
tersebut rendah atau tinggi. Agar isi program pelatihan efektif, prinsip-prinsip
belajar harus diperhatikan. Dari program yang telah disusun, maka perlu
diperhatikan adalah materi dari silabus yang telah disusun. program dan materi
harus sejalan dengan visi perusahaan yang terkini. sehingga materi training benar –
benar memberikan kompetensi yang sejalan dengan visi perusahaan.

Tahapan Keempat, Mendesain Learning Principle (Prinsip-prinsip Belajar).

Ada beberapa prinsip belajar yang bisa digunakan sebagai pedoman tentang cara-
cara belajar yang paling efektif bagi karyawan. Prinsip-prinsip ini adalah bahwa
program pelatihan bersifat partisipatif, relevan, pengulangan dan pemindahan serta
memberikan umpan balik mengenai kemajuan para peserta pelatihan. Semakin
terpenuhinya prinsip-prinsip tersebut, pelatihan akan semakin efektif. Disamping
itu, perancang program pelatihan perlu juga menyadari perbedaan individual,
karena pada hakekatnya para karyawan mempunyai kemampuan, sifat dan
sebagainya yang berbeda satu sama lainnya.

Tahapan kelima, Evaluation (Evaluasi).

Setelah program pelatihan dilaksanakan, maka program ini perlu dievaluasi untuk
mengetahui sampai sejauh mana tujuannya telah dicapai. Untuk itu manajemen
harus mengevaluasi kegiatan program pelatihan secara sistematis dengan tolak
ukur yang mencakup reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.

Dengan program yang disusun dengan sitematis dan terukur, mungkin akan
menjawab tantangan – tangtangan yang dihadapi oleh paraktisi HR
Development. Untuk proses implementasi tidak terlepas dari dukungan seluruh
elemen terkait. Oleh karena itu, peran aktif dan komunikasi yang baik sangat
menunjang dalam mendapatkan support untuk mengeksekusi program. Semoga
pengembangan karyawan terus berjalan.

ESENSI TRAINING & DEVELOPMENT

Posted on 5 July 2014 by Ade Agung Gunawan Warja

Berawal dari sebuah pengalaman yang saya anggap ini merupakan masalah yang
perlu dilurusakan. Sebagai praktisi HR Training & Development, saya banyak
bertemu dengan Trainer baik internal trainer dari perusahaan yang berbeda – beda
maupun trainer lepas. Dari beberapa trainer yang pernah saya temui memiliki gaya
penyampaian yang berbeda – beda dan tentunya memiliki tujuan yang sama, yaitu
mengajarkan sesuatu kepada orang lain.

Namun, permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai cara pandangan trainer
yang menentukan parameter prestasi dari banyaknya slide materi power point yang
dibuat. Jika slide materi yang dibuat cukup banyak, menganggap bahwa itu adalah
sebuah prestasi besar sebagai trainer. Mungkin dari beberapa internal trainer hal ini
masih menjadi parameter kesuksesan. Namun, bagi saya ini adalah sebuah
kekeliruan yang perlu segera diluruskan.

Bagi praktisi HR Training & Development atau sebagai internal trainer,


tanggungjawab pokok kita adalah menyusun Development Prograram yang
terintegrasi dengan visi – misi perusahaan. Sehingga investasi pelaksanaan training
dapat sejalan dengan visi – misi perusahaan baik untuk program jangka menengah
ataupun jangka panjang. Jika hal tersebut sudah kita sepakati, sekarang tinggal
bagimana kita menyusun Program Development secara sistematis berdasarkan
esensi sebuah program pengambangan kompetensi. Dalam penyelengraan training
yang terintegrasi dengan visi – misi perusahaan, maka perlu adanya sebuah suatu
kegiatan yang sistematis.

1. Susun Training Need Analysis

Bahwa suatu hal sia – sia dan tidak terukur jika hanya berfokus pada training
delivery tanpa adanya sebuah analisa kebutuhan training. Bisa saja training yang
disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan karyawan disebuh perusahaan. Lalu,
pastilah tidak member dampak yang terintegrasi dan diharapkan perusahaan untuk
pencapaian visinya.

2. Susun Program Training / Training Design


Program training merupakan salah satu dasar dalam pelaksanaan training yang
terukur dan tepat sasaran. Dalam penyusunan program berdasarkan analisa
kebutuhan training / Training Need Analysis yang akan membantu pengklasifikasi
program pengembangan secara komprehensif dan terintegrasi. Artinya, dalam
sebuah program harus adanya level atau jenjang pelatihan bagi
karyawa. Misalnya, untuk level staff dengan topic training tertentu sudah
dipersiapkan training level basic, intermediate, dan advance. Sehingga
pelaksanaan program training dapat mengarah pada pengembangan kompetensi
untuk mengeksekusi strategi dan visi perusahaan.

3. Susun Anggaran

Sebagai sebuah investasi jangka panjang bagi sebuah perusahaan, pastinya perlu
adanya penyusunan anggaran pelatihan dalam satu periode secara keseluruhan.
Dengan demikian seorang HR Training & Development memiliki suatu gambaran
mengenai investasi anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan secara
keseluruhan.

4. Jadwal dan pelaksanaan

Penyusunan jadwal dilakukan setelah program dan anggaran sudah tersusun, maka
selanjutnya menetukan jadwal pelaksanaan sebagai dasar waktu pelaksanaan
kegiatan training. Dalam penyusunan jadwal harus pula dilihat dari berbagai aspek,
diantaranya disesuaikan dengan tanggal kalender dan program dari departemen lain
agar tidak bentrok dan menggangu pelaksanaan program lainnya. Setelah adanya
sebuah program, dilanjukan dengan pelaksanaan kegiatan training sesuai dengan
jadwal.

5. Evaluasi
Untuk melaihat tingkat efektivitas pelaksanaan kegiatan training, maka perlu
adanya evaluasi training yang komprehensif. Adapun untuk pelaksanaan evaluasi
training terdiri dari 4 level. Namun untuk jenis evaluasi yang akan digunakan perlu
disusun proses evaluasi training yang akan diterapkan.

Dari langkah – langkah diatas, jelas bahwa dalam menjalankan sebuah program
training tidak hanya mengandalkan slide materi power point, tetapi perlu adanya
sebuah analisa dan langkah – langkah secara sistematis. Mengukur prestasi seorang
inernal trainer tidak hanya dengan banyaknya slide materi yang dibuat. Pembuatan
slide materi power point adalah langkah yang kesekian setelah tujuan, sasaran ,
maupun system evaluasi ditentukan.

Dengan demkian, cara pandang tersebut sudah harus dirubah sehingga


melaksanakan program pengembangan kompetensi dapat dilakukan sesuai esensi.
Diharapkan agar semua praktisi mampu menyadari esensi dari training dan
pengembangan kompetensi yang komprehensif dan terintegrasi. Sehingga mampu
menjadikan program pengembangan sebagai Strategic Business Partner bagi
perusahaan.

Cara Tepat Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP)


Firman Ilkha 28 October 2013

inShare 2

Cara Tepat Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP)

Prosedur operasional standar/ Standard Operating Procedure (SOP) digunakan


oleh suatu organisasi untuk memberi jejak arsip dan keseragaman tindakan
operasionalnya. Penyusuan SOP berbeda setiap organisasi. Dalam praktiknya tidak
semua SOP yang dibuat dapat diterapkan dalam kegiatan operasional, bahkan
parahnya SOP hanya sekadar dokumen yang diletakkan di rak atau lemari karena
ia tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itulah, perlu cara
tepat menyusun standar operasional prosedur (SOP).

2 Fungsi Dasar Standar Operasional Prosedur (SOP)

Dua fungsi dasar SOP yang menjadi fungsi esensial bisa digambarkan sebagai
berikut:

1. Sebagai rujukan knowledgebase bagi kegiatan operasional yang senantiasa


diperbarui

Tindakan-tindakan pekerjaan semisal alur pemasaran dan penjualan, pengiriman


barang dari logistik, hingga pelayanan pelanggan semua akan tertata dengan rapi
(terstruktur) dengan merujuk pada knowledgebase (baca: SOP) ini. SOP disarankan
bahkan diharuskan untuk diperbarui apabila adanya alur kerja yang berubah
sehingga harus adanya pembaruan berdasarkan keputusan auditor “jaminan mutu”.

2. Sebagai arsip pelacakan kegiatan operasional, penilaian, dan perbaikan

SOP akan menjadi bukti otentik bagi alur pekerjaan yang memerlukan arsip karena
SOP biasanya memiliki formulir kerja semisal berita acara presentasi produk oleh
staf marketing, berita acara kunjungan onsite layanan pelanggan, bukti pengiriman
barang, dll. Dengan adanya audit jaminan mutu berkala secara internal dan
eksternal sebagai penilaian, perbaikan-perbaikan untuk penyempurnaan harus
dilakukan.
Membuat Standar Operasional Prosedur

SOP tidak dapat dirumuskan dengan segelintir orang apalagi yang tidak memahami
sistem kerja perusahaan. Setidaknya diperlukan tim khusus yang berkompeten agar
SOP yang dibuat sesuai dengan keadaan sebenar perusahaan. Adapun berikut ini
beberapa cara yang bisa dijadikan acuan:

1. Pembentukan tim khusus Standar Operasional Prosedur (SOP)

Tim terdiri dari tenaga kompeten dari setiap bagian/ divisi perusahaan misalnya
manajer pemasaran, manajer support, dll. Jika diperlukan, libatkan konsultan
jaminan mutu untuk mendapat informasi/ masukan yang tepat.

2. Pembagian tugas tim

Tenaga yang telah dibentuk diharuskan memiliki tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing untuk memetakan deskripsi kerjanya.

3. Penentuan sasaran penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Sasaran SOP yaitu divisi-divisi di perusahaan yang memang patut atau perlu
menggunakan SOP

4. Penentuan waktu dan tempat penerapan SOP

Perkirakan waktu pelaksanaannya setelah verifikasi/ persetujuan atas SOP yang


dibuat termasuk tempat yang sesuai yaitu divisi masing-masing.
5. Mendokumentasikan jenis kegiatan operasional setiap divisi

Setelah tim memetakan alur kerja setiap divisi yang dipegangnya, catat apa saja
jenis kegiatan operasional yang selalu dilakukan. Pencatatan ini dalam bentuk
perinci beserta penjelasannya.

6. Menyusun alur kerja, instruksi kerja, dan formulir pendukung

Alur kerja berupa bagan alur (flow chart) beserta penjelasannya. Instruksi kerja
adalah penjelasan perinci dari alur kerja. Formulir pendukung digunakan sebagai
arsip yang akan menjadi bukti otentik kegiatan operasional.

7. Tukar pendapat/ masukan antarsesama tim

Saling memberi masukan atau tambahan antarsesama tim.

8. Libatkan pelaku pelaksana SOP

Tindakan ini diperlukan agar pelaksana SOP dapat memberikan masukan atas
temuan yang kurang.

9. Evaluasi dan perbaikan jika ada Rekonstruksi atau uji coba

Lakukan pengujian SOP setiap divisi untuk mengetahui keefektifannya.

10. Verifikasi dari pihak Quality Management Representative

Setelah uji coba dinyatakan tidak ada masalah dalam pelaksanaan, manajer QMR
perusahaan berhak memverifikasi dan memberi persetujuan.
11. Umumkan/ sosialisasikan kepada setiap pelaksana SOP

Sosialisasi SOP dapat dilakukan dengan adanya rapat yang melibatkan semua
divisi untuk memastikan bahwa ketika implementasi memang sudah siap.

12. Pemantauan dan analisis

Dalam beberapa bulan ke depan hingga setahun, pemantauan berkala harus selalu
dilakukan untuk menilai apakah ada kendala, kriteria yang salah, tidak efektif, dll.

Demikian cara penyusunan Standar Operasional Prosedur atau Standard Operating


Procedure (SOP) dari kami. Jika ada masukan, silakan komentari di kolom
komentar di bawah ini.

Anda mungkin juga menyukai