Anda di halaman 1dari 9

ZAKAT

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah
ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu
delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-
Qur’an surat At-Taubah ayat 60 :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,


pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”

Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna :

Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna
ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena
ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun
jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa
orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah
SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan
ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita
telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri
berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.

Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini
menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan
selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta
yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang
selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah
dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain
sebagainya. Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.

Selama beraktivitas di Lembaga Amil Zakat, sampai saat ini penulis belum menemukan
orang –orang yang rutin menunaikan zakat kemudian berhenti dari menunaikan zakat
disebabkan usahanya bangkrut atau ekonominya bermasalah, bahkan yang ada adalah orang–
orang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal zakat yang dikeluarkannya dari waktu
ke waktu semakin bertambah besar, itulah bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi
harta kita, bahkan sebaliknya. Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka
harta kita akan berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka
zakat yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika kita
melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah Rp.2.000.000,-
kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp. 1.950.000,- yang berarti
jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang
kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat
ganda. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 39 :

“Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu
tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat
gandakan .”

Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman
tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan
pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah
dengan menunaikan zakat.

Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang
orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang
yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian,
kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat
yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah
Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.

Zakat Emas dan Perak


Zakat Perdagangan
Zakat Pertanian
Zakat Profesi
Zakat Hadiah
Zakat Simpanan
Zakat Fitrah
Zakat Saham dan Investasi

Zakat Emas dan Perak

Zakat Emas
Ketentuan :
– Mencapai haul
– Mencapai nishab, 85 gr emas murni
– Besar zakat 2,5 %

Cara Menghitung :
1. Jika seluruh emas/perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali
2. Zakat emas/perak = emas yang dimiliki x harga emas x 2,5 %
3. Jika emas yang dimiliki ada yang dipakaiZakat = (emas yang dimiliki – emas yang
dipakai) x harga emas x 2,5 %

Zakat Perak
Ketentuan :
– Mencapai haul
– Mencapai nishab 595 gr perak
– Besar zakat 2,5 %Cara Menghitung :
– Jika seluruh perak yang dimiliki, tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali
– Zakat = perak yang dimiliki x harga perak x 2,5 %
– Jika emas yang dimiliki ada yang dipakai
– Zakat = (perak yang dimiliki – perak yang dipakai) x harga emas x 2,5 %

Zakat Perdagangan
Ketentuan :

– Telah mencapai haul


– Mencapai nishab 85 gr emas
– Besar zakat 2,5 %
– Dapat dibayar dengan barang atau uang
– Berlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha (CV, PT, koperasi)

Cara Hitung :

Zakat Perdagangan = ( Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan ) –
(hutang + kerugian) x 2,5 %

Zakat Pertanian
Ketentuan :
– Mencapai nishab 653 kg gabah atau 520 kg jika yang dihasilkan adalah makanan pokok.
Jika selain makanan pokok, maka nishabnya disamakan dengan makanan pokok paling umum
di daerah
– Kadar zakat apabila diairi dengan air hujan, sungai, atau mata air, maka 10 %- Kadar zakat
jika diairi dengan cara disiram (dengan menggunakan alat) atau irigasi maka zakatnya 5 %

Zakat Profesi
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai
nishab.Menurut Yusuf Qorodhowi, sangat dianjurkan untuk menghitung zakat dari
pendapatan kasar (brutto), untuk lebih menjaga kehati-hatian.

Nisab sebesar 5 wasaq / 652,8 kg gabah setara 520 kg beras. Besar zakat profesi yaitu 2,5 %.
Terdapat 2 kaidah dalam menghitung zakat profesi

Menghitung dari pendapatan kasar (brutto)


Besar Zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5%

Menghitung dari pendapatan bersih (netto)


1. Pendapatan wajib zakat=Pendapatan total – Pengeluaran perbulan*
2. Besar zakat yang harus dibayarkan=Pendapatan wajib zakat x 2,5 %

Keterangan :
* Pengeluaran per bulan adalah pengeluaran kebutuhan primer (sandang, pangan, papan )
* Pengeluaran perbulan termasuk : Pengeluaran diri , istri, 3 anak, orang tua dan Cicilan
Rumah. Bila dia seorang istri, maka kebutuhan diri, 3 anak dan cicilan Rumah tidak termasuk
dalam pengeluaran perbulan.

Zakat Hadiah
Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi dan
dikeluarkan pada saat menerima hadiah.
Besar Zakat yang dikeluarkan 2.5%.

Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk :


Pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka
zakat yang dikeluarkan sebesar 10%.
Kedua, jika komisi dari hasil profesi misalnya makelar, maka zakatnya seperti zakat profesi.
Jika hibah :
Pertama, jika sumber hibah tidak diduga – duga maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%.
Kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharapkan, maka hibah tersebut digabungkan
dengan kekayaan yang ada, zakat yang dikeluarkan sebesar 2.5%.

Zakat simpanan
Uang simpanan dikenakan zakat dari jumlah saldo akhir bila telah mencapai haul. Besarnya
nisab senilai 85 gr emas.
Besar zakat yang harus dikeluarkan 2,5 %
Tabungan
Saldo akhir : saldo akhir – Bagi hasil/bunga
Besarnya zakat : 2,5 % x saldo akhir

Zakat Simpanan Deposito


Penghitungan sama dengan zakat simpanan tabungan.

Zakat Fitrah
Ketentuan :
Besarnya zakat fitrah adalah 2.5 kg

Atau menurut Abu Hanifah, boleh membayarkan sesuai dengan harga makanan pokok

Orang yang wajib membayar zakat fitrah


Semua muslim tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa,
kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari)

Waktu mengeluarkan zakat fitrah :


Boleh diberikan awal bulan Ramadhan, tetapi wajibnya zakat fitrah diberikan menjelang
Sholat Idul Fitri atau tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan

Zakat Saham dan Investasi

Hasil dari keuntungan investasi saham, wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan
kesepakatan para ulama pada Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29
Rajab 1404.) Namun para ulama berbeda tentang kewajiban pengeluaran zakatnya.Pendapat
pertama yang dikemukakan oleh Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al-Muamalah al-
Haditsah wa Ahkmuha” mengatakan bahwa yang harus diperhatikan sebelum pengeluaran
zakat adalah status perusahaannya, di mana:

Jika perusahaan tersebut hanya bergerak di bidang layanan jasa, misalnya biro perjalanan,
biro iklan, perusahaan jasa angkutan (darat, laut, udara), perusahaan hotel, maka sahamnya
tidak wajib dizakati. Hal ini dikarenakan saham-saham itu terletak pada alat-alat,
perlengkapan, gedung-gedung, sarana dan prasarana lainnya. Namun keuntungan yang
diperoleh dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan
bersama harta lainnya jika telah mencapai haul dan nishab (jangka waktu dan jumlah
tertentu).
Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni yang melakukan transaksi jual beli
komoditi tanpa melakukan proses pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil-hasil
industri, perusahaan dagang dalam negeri, perusahaan ekspor-impor, dan lain lain, maka
saham-saham perusahaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya di samping zakat atas
keuntungan yang diperoleh. Caranya adalah dengan menghitung kembali jumlah keseluruhan
saham kemudian dikurangi harga alat-alat, barang-barang ataupun inventaris lainnya.
Besarnya kadar zakat adalah 2,5 persen dan bisa dikeluarkan setiap akhir tahun.

Jika perusahaan tersebut bergerak di bidang industri dan perdagangan sekaligus, artinya
melakukan pengolahan suatu komoditi dan kemudian menjual kembali hasil produksinya,
seperti perusahaan Minyak dan Gas (MIGAS), perusahaan pengolahan mebel, marmer dan
sebagainya, maka sahamnya wajib dizakatkan dengan mekanisme yang sama dengan
perusahaan kategori kedua

Pendapat kedua adalah pendapat Abu Zahrah. Menurutnya, saham wajib dizakatkan tanpa
melihat status perusahaannya karena saham adalah harta yang beredar dan dapat diperjual-
belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Ini termasuk
kategori komoditi perdagangan dengan besaran zakat 2,5 persen dari harga pasarnya. Caranya
adalah setiap akhir tahun, yang bersangkutan melakukan penghitungan harga saham pada
harga pasar, lalu menggabungkannya dengan dividen (keuntungan) yang diperoleh. Jika
besarnya harga saham dan keuntungannya tersebut mencapai nishab maka saham tersebut
wajib dizakatkan.

Yusuf Qaradawi sendiri mempunyai pendapat yang agak berbeda dengan kedua pendapat di
atas. Beliau mengatakan jika saham perusahaan berupa barang atau alat seperti mesin
produksi, gedung, alat transportasi dan lain-lain, maka saham perusahaan tersebut tidak
dikenai zakat. Zakat hanya dikenakan pada hasil bersih atau keuntungan yang diperoleh
perusahaan, dengan kadar zakat 10 persen. Hukum ini juga berlaku untuk aset perusahaan
yang dimiliki oleh individu/perorangan. Lain halnya kalau saham perusahaan berupa
komoditi yang diperdagangkan (tercatat di bursa saham), zakat dapat dikenakan pada saham
dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan urudh tijarah (komoditi
perdagangan). Besarnya kadar zakat adalah 2,5 persen.

Hal ini juga berlaku untuk aset serupa (surat-surat berharga lainnya) yang dimiliki oleh
perorangan. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana disampaikan Yusuf Qaradawi
nampaknya lebih mudah dalam aplikasinya. Zakat saham hanya diwajibkan pada saham yang
berupa komoditi perdagangan dengan kadar zakat 2,5 persen. Untuk saham yang berupa alat-
alat atau barang, zakatnya adalah pada keuntungan yang diperoleh dan bukan pada nilai
saham itu sendiri. Kadar zakatnya 10 persen, dianalogikan dengan zakat hasil pertanian dan
perkebunan.
Zakat THR
Zakat sebagaimana yang sudah difahami bersama adalah sebuah kewajiban bagi setiap
muslim yang memiliki kekayaan yang sudah mencapai nishab.

Berkaitan dengan zakat profesi/penghasilan pun sudah cukup jelas dalil-dalil yang
menyatakan hal tersebut, didalam kitab Fiqh Zakat, DR. Yusuf Qaradhawi, beliau
menjelaskan bahwa zakat profesi terkait dengan al-maal al mustafad (harta yang diperoleh
atas suatu proses kepemilikan yang halal) berupa al-amalal (gaji/upah/fee), al-‘atiyyah
(bonus). Zakat ini sudah dikenal sejak zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Ada baiknya saya sebutkan beberapa dalil yang menjadi dasar Zakat Profesi/Penghasilan
selain dalil umum tentang kewajiban zakat pada seluruh harta yang dimiliki, berikut dalil-
dalil yang menguatkan tentang Zakat Profesi/Penghasilan:

1. Surat Al Baqarah ayat 267, ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu…”

2. Surat Adz Dzariyat ayat 19, “Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin
yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.”

3. Riwayat Abu Ubaid: “Adalah Umar bin Abdul Aziz, memberi upah kepada pekerjanya dan
mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan Al-Madholim diambil zakatnya, dan beliau
juga mengambil zakat dari athoyat (gaji rutin) yang diberikan kepada yang menerimanya”.

Dalil-dalil diatas sudah cukup jelas menerangkan tentang kewajiban Zakat


Profesi/Penghasilan dari setiap aktifitas pekerjaan/profesi kita baik sebagai Guru, PNS,
Dokter, maupun Profesi lainnya.

Selain Penghasilan yang rutin diterima oleh seorang karyawan, biasanya karyawan juga
mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, bahwa setiap pegawai
ketika masuk hari Raya Idul Fitri akan mendapatkan THR (Tunjangan Hari Raya) dan THR
ini hanya diberikan kepada orang yang bekerja, ini artinya THR diberikan sebagai bagian dari
pekerjaan. Sehingga ada kewajiban Zakat pada THR karena masih berkaitan dengan
pekerjaan (bisa kita lihat dari buku Fiqh Zakat Dr. Yusuf Qardhawi bahwa zakat profesi
terkait dengan al-maal al mustafad (harta yang diperoleh atas suatu proses kepemilikan yang
halal) berupa al-amalal (gaji/upah/fee), al-‘atiyyah (bonus)). Bagaimana perhitungannya?
Berapa besaran nishabnya? Dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penunaian Zakat untuk
THR.

Ketentuan untuk Zakat THR sama dengan Zakat Profesi/Penghasilan, nishabnya sebesar 520
kg beras (asumsi harga beras Rp. 10.000,- ) maka nishabnya sebesar Rp. 5.200.000,-, ketika
kita mendapatkan THR sebesar Rp. 5.200.000,- atau lebih maka kita wajib bayar zakat
sebesar 2,5% atau sebesar Rp. 130.000,- (angka yang sangat kecil).
Apakah THR ini bisa digabungkan dengan pendapatan bulanan? Sebagaimana disebutkan
diatas bahwa THR berkaitan dengan pekerjaan maka untuk perhitungannya bisa digabungkan,
sebagai contoh ada karyawan yang memiliki penghasilan 6 jt karena pada bulan yang sama
karyawan tersebut mendapatkan THR sebesar gaji yang diterima yaitu 6 jt maka penghasilan
karyawan tersebut pada bulan itu sebesar 12 jt maka untuk perhitungannya:

Rp. 12.000.000,- X 2,5% = Rp. 300.000,-

Bagi karyawan yang penghasilan bulanannya tidak mencapai nishab tetapi setelah
digabungkan dengan THR mencapai nishab maka karyawan tersebut wajib membayar zakat,
seperti contoh Anton memiliki penghasilan bulanan sebesar 3 jt (belum mencapai nishab,
tidak wajib zakat) tetapi pada bulan yang sama Anton menerima THR sebesar gaji bulanan
yaitu 3 jt maka penghasilan Anton pada bulan tersebut sebesar 6 jt, maka Anton wajib bayar
zakat dengan perhitungan sebagai berikut:

Rp. 6.000.000,- X 2,5% = Rp. 150.000,-

Kesimpulan untuk perhitungan Zakat THR adalah sebagi berikut:


1. Ketika jumlah THR ketika dipisahkan dengan penghasilan bulanan mencapai nishab maka
bisa langsung dikeluarkan zakatnya dengan perhitungan terpisah dari pendapatan bulanan

2. Perhitungan THR yang mencapai nishab zakat bisa juga digabungkan dengan penghasilan
bulanan kemudian dikeluarkan zakatnya dari total penghasilan dan THR.

3. Bagi yang nominal THRnya tidak mencapai nishab harus digabungkan dengan
penghasilanan bulanannya, ketika digabungkan ternyata jumlahnya mencapai nishab maka
wajib bayar Zakat, tetapi ketika sudah digabungkan pun tidak mencapai nishab maka tidak
wajib Zakat.

Sekian sekilas pembahasan tentang Zakat THR semoga bisa bermanfaat dan bisa menjadi
kebaikan buat kita semua serta mendapatkan keridhoan Allah swt sehingga dengan
kesungguhan kita mengamalkan segala perintah-Nya menjadikan hidup kita lebih bahagia
baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’alam bish-shawab.
BAGIAN B
Infak dan wakaf kedua-duanya merupakan perbuatan amal sholeh yang dilakukan
olah muslimin, seperti yang disampaikan Allah dalam surat Al Fatir ayat 29-30
yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengempun lagi Maha Mensyukuri.” Kata infak yang
artinya adalah menafkahkan sebagian harta kita untuk kebaikan;misalnya untuk
membantu orang miskin, perkembangan islam dan lain-lain. Sedangkan wakaf
adalah salah satu jenis dari infak/shodaqah tersebut. Baik infak maupun wakaf
mempunyai peran dan pahala yang besar disisi Allah, perbendaan diantara
keduanya dalah pemanfaatan infak dalam sekali pakai, misalnya dengan memberi
makan orang miskin, membantu orang sakit, dll. Sedang barang wakaf
pemanfaatannya untuk jangka panjang atau abadi, misalnya wakaf untuk
mendirikan sekolah gratis, mendirikan rumah sakit gratis, dll. Para ulama
menyamakan wakaf ini dengan shodaqag jariyah, yaitu shodaqah /infak yang
pahalanya mengalir terus seperti yang disebutkan dalam hadist riwayat Imam
Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda: “Jika seseorang meninggal
dunia, maka terputuslah segala amal perbuatannya, kecuali tiga: shadaqah
jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendoakannya.” Wallahu
a’lam bissawab.

Anda mungkin juga menyukai