Anda di halaman 1dari 6

TAUHID ULUHIYAH

Fri 3 1438 ‫رجب‬AH 31-3-2017AD Aqidah dan Manhaj redaktur bukhari

Segala puji hanya milik Alloh subhanahu wa ta’ala, sholawat dan


salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad, para
shahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik
sampai hari kiamat.

Makna tauhid Uluhiyyah.


Tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan Alloh dengan segala
bentuk ibadah yang nampak maupun tersembunyi, dengan ucapan
maupun amalan, serta mentiadakan segala bentuk ibadah kepada
selain Alloh subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman Alloh
dalam Al-Qur’an:

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain Dia” (QS. Al-Isra: 23).[1]
Tauhid uluhiyyah disebut juga sebagai tauhid ibadah.
Kedudukan tauhid Uluhiyyah[2].
Kedudukan tauhid Uluhiyyah nampak pada poin-poin berikut ini:
1. Jin dan manusia diciptakan untuk merealisasikan tauhid
uluhiyyah.
2. Para rosul diutus dan kitab-kitab diturunkan untuk menyeru
kepada tauhid uluhiyyah.
3. Tauhid uluhiyyah pembeda antara orang yang bertauhid dan
orang musyrik.
4. Sebab inti permusuhan antara para rosul dengan kaumnya
adalah dalam hal tauhid uluhiyyah.

Makna lâ ilâha illallôh


Tauhid Uluhiyyah adalah makna yang terkandung dalam kalimat
tauhid lâ ilâha illallôh, sehingga pembahasannya dijelaskan dalam
masalah ini.
Kalimat tauhid lâ ilâha illallôh artinya adalah tidak ada yang
diibadahi dengan benar kecuali Alloh subhanahu wa ta’ala.
Bagian pertama dari kalimat tauhid lâ ilâha, adalah mentiadakan
sesembahan yang benar.
Adapun bagian kedua darinya illallôh adalah menetapkan ibadah
hanya untuk Alloh subhanahu wa ta’ala.
Dua bagian di atas disebut rukun kalimat tauhid.

Catatan:
1. A. Diantara kekeliruan dalam masalah ini, adalah
mengartikan kalimat tauhid dengan arti tidak
ada tuhan kecuali Alloh subhanahu wa ta’ala.
Jika kita mengartikannya demikian, maka sama sekali tidak
membedakan antara orang yang bertauhid dengan yang berbuat
syirik karena orang musyrikin pun menetapkan bahwa Alloh
Maha Pencipta, Maha mengatur yang lainnya, hal itu sebagaimana
yang Alloh subhanahu wa ta’alafirmankan:
‫يز ا ْلعَ ِلي ُم‬ َ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ُ ‫ض لَيَقُولُ َّن َخلَقَ ُه َّن ا ْلعَ ِز‬ ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ َ َ‫سأ َ ْلت َ ُه ْم َم ْن َخل‬
َّ ‫ق ال‬ َ ‫َولَ ِئ ْن‬
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan
menjawab: “Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui”. (QS. Az-Zukhruf: 9).
Imam Qurthubi menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
mereka adalah kaum musyrikin, mereka itu menetapkan bahwa
yang menciptakan dan mengadakan adalah Alloh subhanahu wa
ta’ala, kemudian mereka beribadah kepada selain-Nya karena
kebodohan mereka.[3]
Contoh kekeliruan itu, adalah apa yang dikatakan sebagian orang
mengenai ayat kedua dari surat Ali Imron:
‫َّللاُ الَ ِإلَهَ ِإالَّ ُه َو ال َح ُّي ا ْلقَيُّو ُم‬
َّ
“Alloh, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.
yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-
Nya”. (QS. Ali Imron: 2).
Sebagian orang mengatakan: “Ilâh biasanya diterjemahkan
dengan Tuhan. Ada juga yang berpendapat bahwa kata itu pada
mulanya berarti Pencipta, Pengatur dan Penguasa alam raya.
Sekian banyak ayat Al-Qur’an yang dapat mendukung pendapat
ini, misalnya QS. Al-Anbiyâ: 22. Dengan demikian, ayat di atas
mentiadakan segala sesuatu yang kuasa mengatur alam raya,
kecuali Alloh subhanahu wa ta’ala.”
Jelas pendapat tersebut tidaklah benar. Sekali lagi kita katakan:
“Jika kita mengartikan kalimat tauhid dengan makna yang telah
disebutkan, maka kalimat tersebut sama sekali tidak membedakan
antara orang yang bertauhid dan orang yang berbuat syirik, karena
orang-orang musyrik Quraisy pun mengakui bahwa yang Maha
Pencipta itu adalah Alloh subhanahu wa ta’ala.

1. B. Menerjemahkan lâ iIlâha illallôh dengan arti tidak ada


Tuhan selain Alloh.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa Tuhan
artinya adalah sesembahan, maka kata tidak ada Tuhan selain
Alloh artinya tidak ada sesembahan selain Alloh. Dengan
demikian, maka berarti bahwa semua yang disembah adalah
Alloh, baik yang disembah secara benar maupun batil. Walaupun
bisa jadi ada yang mengatakan: “Tentunya maksud kami tidak
demikian”. Hanya saja kalimat tauhid adalah kalimat yang sangat
penting, maka tidak boleh diungkapkan dengan makna yang bisa
disalah artikan.

Syarat lâ ilâha illallôh:


Mesti dimaklumi, bahwa kalimat tauhid adalah kalimat yang
dengannya seseorang masuk Islam, kalimat tauhid adalah kunci
surga. Wahb bin Munabbih pernah ditanya: “Bukankah lâ ilâha
illallôh itu kuncinya surga?” Beliau menjawab: “Benar, akan
tetapi setiap kunci itu memiliki gigi, jika anda membawa kunci
yang bergigi maka pintu itu akan dibuka untukmu, jika tidak maka
tidak akan dibuka”.[4]
Giginya itu adalah syarat yang mesti dipenuhi. Syarat-syarat
tersebut ada tujuh sebagai berikut[5]:
 Ilmu:
Maksudnya adalah mengetahui makna tersebut dengan
pemahaman yang benar, dalam hal ini Alloh berfirman:
‫َّللاُ يَ ْعلَ ُم ُمتَقَلَّبَ ُك ْم‬
َّ ‫ت َو‬ َ ِ‫ست َ ْغ ِف ْر ِلذَ ْن ِبكَ َو ِل ْل ُم ْؤ ِمن‬
ِ ‫ين َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا‬ َّ َّ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ الَ ِإلَهَ إِال‬
ْ ‫َّللاُ َوا‬
‫َو َمثْ َوا ُك ْم‬
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada sesembahan
yang berhak diibadahi selain Alloh dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. dan Alloh mengetahui tempat kamu berusaha dan
tempat kamu tinggal.” (QS. Muhammad: 19).
Yang menjadi dalil dari ayat di atas adalah firman Alloh (yang
artinya): “Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah
(baca: sesembahan) yang berhak diibadahi selain Alloh”.
 Yakin:
Maksudnya adalah meyakini kalimat tersebut dan makna yang
terkandung di dalamnya. keyakinan adalah mengetahui dengan
sebenar-benarnya dan membenarkan tanpa keraguan sedikit pun:
Alloh berfirman:
‫سو ِل ِه ث ُ َّم لَ ْم يَ ْرتَابُوا َو َجا َهدُوا ِبأ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬ َ ُ‫إ ِِنَّ َما ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫ون الَّذ‬
َّ ‫ِين آ َمنُوا ِب‬
ُ ‫اَّللِ َو َر‬
‫ون‬َ ُ‫صا ِدق‬ َّ ‫َّللاِ أ ُولَئِكَ ُه ُم ال‬ َ ‫َوأ َ ْنفُس ِِه ْم فِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-
orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan berjuang (berjihad) dengan harta
dan jiwa mereka di jalan Alloh. Mereka itulah orang-orang yang
benar”. (QS. Al-Hujurôt: 15).
Yang menjadi dalil dari ayat di atas, adalah firman Alloh (yang
artinya): “Kemudian mereka tidak ragu-ragu”.
 Ikhlas:
Ikhlas adalah lawan kata syirik, ikhlas adalah membersihkan
segala tujuan ibadah hanya untuk Alloh, demikian pula
mengucapkannya benar-benar karena Alloh, bukan karena
kebiasaan atau ikut-ikutan semata. Alloh berfirman:
َ ‫صا لَهُ الد‬
‫ِين‬ َّ ‫ق فَا ْعبُ ِد‬
ً ‫َّللاَ ُم ْخ ِل‬ َ َ ‫ِإنَّا أ َ ْن َز ْلنَا ِإلَ ْيكَ ا ْل ِكت‬
ِ ‫اب بِا ْل َح‬
“Sesunguhnya kami menurunkan kepadamu Al-Quran dengan
membawa kebenaran. Maka sembahlah Alloh dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya”. (QS. Az-Zumar: 2)
 Jujur:
Yakni apa yang diucapkannya sesuai dengan apa yang ada di
hatinya, Alloh berfirman:
‫ِين ِم ْن‬ َ ‫ون َولَقَ ْد فَتَنَّا الَّذ‬ َ ُ‫اس أ َ ْن يُتْ َركُوا أ َ ْن يَقُولُوا آ َمنَّا َو ُه ْم الَ يُ ْفتَن‬ َ ‫أ َ َحس‬
ُ َّ‫ِب الن‬
َ ‫ص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن ا ْلكَا ِذ ِب‬
‫ين‬ َّ ‫قَ ْب ِل ِه ْم فَلَيَ ْعلَ َم َّن‬
َ ‫َّللاُ الَّذ‬
َ ‫ِين‬
“..Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji
lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Alloh mengetahui orang-
orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-
orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabut: 2-3).
 Cinta:
Maksudnya mencintai kalimat tauhid dan segala tuntutan yang ada
di dalamnya, demikian pula mencintai orang yang
menunaikannya, dan membenci orang yang menentangnya.
Alloh berfirman:
َّ ‫ف يَأْتِي‬
ُ‫َّللاُ ِبقَ ْو ٍم يُ ِحبُّ ُه ْم َويُ ِحبُّونَه‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
َ َ‫ِين آ َمنُوا َم ْن يَ ْرت َ َّد ِم ْن ُك ْم ع َْن دِينِ ِه ف‬
َ ‫س ْو‬
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu
yang murtad dari agamanya, maka kelak Alloh akan
mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya”. (QS. Al-Maidah: 54)
 Tunduk:
Alloh berfirman:
ُ‫َّللاِ عَا ِقبَة‬
َّ ‫سكَ ِبا ْلعُ ْر َو ِة ا ْل ُوثْقَى َو ِإلَى‬ ْ ‫ِن فَقَ ِد ا‬
َ ‫ست َ ْم‬ َّ ‫س ِل ْم َوجْ َههُ ِإلَى‬
ٌ ‫َّللاِ َو ُه َو ُمحْ س‬ ْ ُ‫َو َم ْن ي‬
ِ ‫ْاْل ُ ُم‬
‫ور‬
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh,
sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada
Alloh-lah kesudahan segala urusan”. (QS. Luqman: 22).
 Menerima:
Alloh berfirman:
ُ ‫اَّللِ َو َم ََلئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬
‫س ِل ِه‬ َّ ‫ون ُك ٌّل آ َم َن ِب‬ َ ُ‫سو ُل بِ َما أ ُ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه ِم ْن َربِ ِه َوا ْل ُم ْؤ ِمن‬ َّ ‫آ َم َن‬
ُ ‫الر‬
‫غ ْف َرانَكَ َربَّنَا َوإِلَ ْيكَ ا ْل َم ِصير‬ ُ ‫ط ْعنَا‬َ َ ‫س ِم ْعنَا َوأ‬
َ ‫س ِل ِه َوقَالُوا‬ ُ ‫ق بَ ْي َن أ َ َح ٍد ِم ْن ُر‬ ُ ‫َال نُفَ ِر‬
“Rosul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya dan rosul-rosul-Nya. (mereka mengatakan):
“Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun dengan
yang lain dari rosul-rosul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami
mendengar dan kami taat.” Mereka berdoa: “Ampunilah kami,
wahai Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS.
Al-Baqarah: 285)

Apa perbedaan antara tunduk dan menerima?


Ketundukan itu direalisasikan dengan anggota badan, adapun
menerima itu terwujud dengan penerimaan dalam hati.
Semoga yang sedikit ini bisa memberikan pelurusan terhadap
pemahaman yang kurang tepat mengenai makna kalimat tauhid lâ
ilâha illallôh dan bisa menyegarkan pengetahuan kita mengenai
syarat-syarat kalimat tauhid yang harus dipenuhi. Hanya kepada
Alloh kita memohon semoga bisa mampu mewujudkan semuanya
dengan baik, dan hanya kepada Alloh kita memohon agar
dijauhkan dari segala bentuk kesesatan. Semoga sholawat dan
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad para
keluarga, sahabat dan orang-orang yang tetap berusaha meniti
jejak langkah mereka hingga akhir zaman.

Tim Redaksi Majalah Lentera Qolbu


[1] A’lâmus Sunnah Al-Mansyûroh buah karya Syaikh Hafizh bin
Ahmad Al-Hakami hal: 50 cetakan Maktabah Ar-Rusyd; Riyad.
[2] Muqorror Mâdatil `Aqîdah hal: 25-26 Nukhbatin minal Ulamâ
cetakan Ghiras lin Nasyr wat Tauzi.
[3] Al-Jami li Ahkamil Qur’an buah karya Imam al-Qurthubi Abu
Abdillah Muhammad bin Ahmad, XIX/ 9 cetakan Muassasah ar-
Risalah.
[4] Shahih al-Bukhari (I/ 415)
[5] Diringkas dari A’lamus Sunnah al-Manshurah dan Muqarrar
Madatit Tauhid.

Anda mungkin juga menyukai