Anda di halaman 1dari 21

Tugas

MAKALAH IMUNOLOGI

(CAMPAK)

OLEH:

MUH. ZAINUDIN
917312906201.013

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
B. Tujuan .............................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
II.1 Pengertian ....................................................................................................................... 5
II.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak............................................................................... 6
II.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak ................... 8
II.4 Pencegahan Penyakit Campak...................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 20
III.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 20
III.2 Saran ........................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar,


meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus
campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1
juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai
beberapa negara maju seperti Amerika Serikat.

Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya
menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa
menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak
terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada
waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit
ini.

1.2 Rumusan Masalah


A. Maksud

1. apa pengertian campak?

2. bagaimana riwayat alamiah dari penyakit campak?

3. bagaimana etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis penyakit


campak?

4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?

3
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian campak

2. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi dan patofisiologi dari penyakit


campak

3. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak

4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit campak

4
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian

Penyakit Campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles. Campak


merupakan penyakit yang sangat mudah menular yang disebabkan oleh virus
(paramixovirus) dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala penyakit
Campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai
dengan batuk dan/atau pilek dan/atau mata merah (conjunctivitis). Penyakit ini
akan sangat berbahaya bila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare,
meningitis, bahkan dapat menyebabkan kematian. Manusia diperkirakan satu-
satunya inang (reservoir), walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan
dalam penularan. Penyakit Rubella adalah suatu penyakit yang mirip dengan
Campak yang juga ditularkan melalui saluran pernapasan saat batuk atau bersin.
Seperti juga Campak, Rubella disebabkan oleh virus. Virus Rubella cepat mati
oleh sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam dan pemanasan. Rubella pada
anak sering hanya menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala
sehingga sering tidak terlaporkan, sedangkan Rubella pada wanita dewasa sering
menimbulkan sakit sendi (arthritis atau arthralgia). Rubella pada wanita hamil
terutama pada kehamilan trimester pertama dapat mengakibatkan keguguran atau
bayi lahir dengan cacat bawaan yang disebut congenital rubella syndrome (CRS).

Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet)
yang terhirup Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai
dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium
konvalesensi. Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga
stadium:

1. Stadium kataral Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal
dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan
batuk.

5
2. Stadium erupsi Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut
pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesensi Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan


munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.

II.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak

Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut

1. Tahap prepatogensis
2. Tahap Patogenesis
3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

1. Tahap Prepatogensis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi


mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan
agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini
sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit.
Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih
ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda
sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu
penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas
ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu,
maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan
perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.

2. Tahap Patogenesis

Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, -


Tahap Lanjut, dan -Tahap Akhir. • Tahap Inkubasi Masa inkubasi dari

6
penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini individu masih belum
merasakan bahwa dirinya sakit.

 Tahap Dini Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah
terinfeksi, yaitu berupa: Panas badan nyeri tenggorokan hidung
meler ( Coryza ) batuk ( Cough ) Bercak Koplik nyeri otot mata
merah ( conjuctivitis )
 Tahap Lanjut munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari
mulai kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu
seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul pertama dari daerah wajah
dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada, punggung, perut serta
terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul, panas si anak mencapai
puncaknya (bisa mencapai 40 derajad Celsius), ingus semakin banyak,
hidung semakin mampat, tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk kering
dan juga disertai mata merah.
4. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam
lima pilihan keadaan, yaitu: Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit
menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali. Sembuh dengan
cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi
tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang
permanen berupa cacat. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali,
namun penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan
gangguan penyakit. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

7
II.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak

1. Etiologi

Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus


Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam
tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat
aktif sekurangkurangnya 34 jam dalam suhu kamar. Virus campak dapat
diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus.
Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa
multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat
dideteksi bila ruam muncul. Penyebaran virus maksimal adalah melalui
percikan ludah (droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral).
Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus
aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 910 sesudah
pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan
pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi
lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5
sesudah ruam muncul.

2. Epidemiologi

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan


Subdit Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak
terjadi karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar
40–100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen). Frekuensi KLB
campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi
seIndonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada
periode 1998–1999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu
sangat dipengaruhi intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota.
Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif

8
dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai
kontribusi besar terhadap kecenderungan

meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat,


NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta. Dari sejumlah KLB yang dilaporkan
ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak sesungguhnya terjadi jauh
lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak terlaporkan dari
daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung
menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu sekitar
15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode
KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari 15 kasus. Dari 19
lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa
FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak
dominan pada kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB
campak 1998–1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur
1–4 tahun dan 5–9 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih tua (10–14
tahun).

3. Patofisiologi

Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan


saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel
mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada
hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama
menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik pada
mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan
proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Pada kasus ensefalomielitis
yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah otak dan medulla spinalis.

9
Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi
korteks dan substansia alba.

4. Gejala Klinis

Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam
3 stadium, yaitu:

 Stadium kataral (prodormal). Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari


disertai gambaran klinis seperti demam, malaise, batuk, fotopobia,
konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24
jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di
mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah
tepi leukopeni dan limfositosis.
 Stadium erupsi Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik
merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat
bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya
suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula
eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk sepanjang
rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat
perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam
mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai urutan
terjadinya.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di


daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai
diare dan muntah. Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu
morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus
digestivus.

10
 Stadium konvalesensi Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna
lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan
akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada
penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang
tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada
komplikasi.

5. Diagnosis

Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel


raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat
diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan
limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak
biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar
glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk
rubeola/campak.

6. Komplikasi

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga


dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi
negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder
seperti:

a. Bronkopnemonia Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau


oleh pneumococcus, streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi
energi protein, penderita penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan
lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
b. Komplikasi neurologis Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi,
paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis. c.

11
Encephalitis morbili akut Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium
eksantem, angka kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi
morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan
virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
c. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis) SSPE yaitu suatu penyakit
degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang
terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang,
dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3
tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan
masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili
sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang
SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian. Penyebab SSPE
tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan
dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2
tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang
terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap
10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap
10.000.000. e. Immunosuppresive measles encephalopathy Didapatkan pada
anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena
keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.

7. Prognosis

Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi4. Angka kematian kasus di Amerika
Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua
kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik. Campak
bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana.

12
Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian
sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.

II.4 Pencegahan Penyakit Campak

a. Pencegahan

• Imunisasi aktif. Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15
bulan tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit
terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain
Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk
memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan
karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk
antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan
terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan
revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan
memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin
morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur.
Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh.
Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang
sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita
leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.

• Imunisasi pasif. Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa,


kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin
kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak.
Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan
dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah

13
pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi
untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah
sakit anak.

• Isolasi Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena


penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi
penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari
penularan lingkungan sekitar.

b. Pengobatan

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera
terhadap komplikasi yang timbul. Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam
tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup. Penderita harus
dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia.
Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap
kasus harus dinilai secara individual.

c. Campak di Indonesia

Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat


ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB.
Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB
menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok
umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 –
1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada
kelompok umur = 90%) dan merata disetiap desa masih merupakan strategi
ampuh saat ini untuk mencapai reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000.
CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama

14
tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi
berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji
secara mendalam dan komprehensive. Sidang WHO tahun 1988, menetapkan
kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo),
Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada
tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara
lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang
CDC/PAHO/WHO

tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi,


karena satusatunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia
dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin
85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah
eliminasi. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982
dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991,
Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan
keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak positip
terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya pada Balita
dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997 (ajustment data
rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI namun
dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan
cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.

1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa


tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda. a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada
tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan
interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun. Tahap pencegahan KLB.
Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi
penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih

15
panjang. b. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah
sangat tinggi (>95%), dan daerahdaerah dengan cakupan imunisasi rendah
sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir
tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible)
harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan. c. Tahap Eradikasi Cakupan
imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah

memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan


Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.

2) Tujuan Reduksi Campak Reduksi campak bertujuan menurunkan angka


insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari
angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap
reduksi campak diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan
kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

3) Strategi Reduksi Campak Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:


Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I
(belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
Surveilans Campak. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen
Kasus Pemeriksaan Laboratorium

4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia. Surveilans


dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi
polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan rutin
Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang
tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa
berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di
Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun

16
Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana
yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah
Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak
sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk
menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.

5) Angka Insidens Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari
data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung
menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60%
dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok
umur Kejadian Luar Biasa (KLB). Dampak keberhasilan cakupan imunisasi
campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam
selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi
KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut,
disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan
masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini
dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai
dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara
pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya. Dari beberapa hasil
penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan
Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum
mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik:
9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada
umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan
yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui
laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung
meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian
(grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan
W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan

17
dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup
tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat,
NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke
Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh
lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup

banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai
kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami
peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus
setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian.
Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun
tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4). Dari 19 lokasi KLB
campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa
FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak
dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka
proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan
proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan
pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7. Pada kelompok
KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk
memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan
sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di
beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit
Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%,
(tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak
dilapangan pada saat KLB berlangsung. Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR)
campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 –
1999) cenderung meningkat, masingmasing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4%
(grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang

18
mendalam dan koprehensive. Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama
tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok
umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur

19
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi


penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak
disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus,
yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu
stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah
dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan isolasi penderita. Insidens
Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung
menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling tajam pada kelompok
umur

III.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca


agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu
kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. 18 januari 2010.


20.30

Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info. 18


januari 2010. 20.40

Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com 19 januari 2010. 01.00

Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com 19 januari 2010. 02.46

21

Anda mungkin juga menyukai