MAKALAH IMUNOLOGI
(CAMPAK)
OLEH:
MUH. ZAINUDIN
917312906201.013
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
B. Tujuan .............................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
II.1 Pengertian ....................................................................................................................... 5
II.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak............................................................................... 6
II.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak ................... 8
II.4 Pencegahan Penyakit Campak...................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 20
III.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 20
III.2 Saran ........................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21
2
BAB I
PENDAHULUAN
Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya
menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa
menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak
terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada
waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit
ini.
3
B. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian
Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet)
yang terhirup Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai
dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium
konvalesensi. Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga
stadium:
1. Stadium kataral Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal
dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan
batuk.
5
2. Stadium erupsi Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut
pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
1. Tahap prepatogensis
2. Tahap Patogenesis
3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
1. Tahap Prepatogensis
2. Tahap Patogenesis
6
penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini individu masih belum
merasakan bahwa dirinya sakit.
Tahap Dini Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah
terinfeksi, yaitu berupa: Panas badan nyeri tenggorokan hidung
meler ( Coryza ) batuk ( Cough ) Bercak Koplik nyeri otot mata
merah ( conjuctivitis )
Tahap Lanjut munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari
mulai kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu
seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul pertama dari daerah wajah
dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada, punggung, perut serta
terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul, panas si anak mencapai
puncaknya (bisa mencapai 40 derajad Celsius), ingus semakin banyak,
hidung semakin mampat, tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk kering
dan juga disertai mata merah.
4. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam
lima pilihan keadaan, yaitu: Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit
menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali. Sembuh dengan
cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi
tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang
permanen berupa cacat. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali,
namun penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan
gangguan penyakit. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
7
II.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak
1. Etiologi
2. Epidemiologi
8
dan mempunyai kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai
kontribusi besar terhadap kecenderungan
3. Patofisiologi
9
Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi
korteks dan substansia alba.
4. Gejala Klinis
Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam
3 stadium, yaitu:
10
Stadium konvalesensi Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna
lebih tua atau hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan
akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada
penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang
tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada
komplikasi.
5. Diagnosis
6. Komplikasi
11
Encephalitis morbili akut Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium
eksantem, angka kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi
morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan
virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
c. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis) SSPE yaitu suatu penyakit
degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang
terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang,
dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3
tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan
masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili
sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7 tahun terkena morbili, sedang
SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun kemudian. Penyebab SSPE
tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli memegang peranan
dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum umur 2
tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang
terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap
10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap
10.000.000. e. Immunosuppresive measles encephalopathy Didapatkan pada
anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik karena
keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.
7. Prognosis
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi4. Angka kematian kasus di Amerika
Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua
kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi membaik. Campak
bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana.
12
Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian
sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.
a. Pencegahan
• Imunisasi aktif. Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15
bulan tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit
terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain
Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk
memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan
karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk
antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan
terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan
revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan
memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin
morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur.
Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh.
Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang
sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita
leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
13
pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi
untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah
sakit anak.
b. Pengobatan
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera
terhadap komplikasi yang timbul. Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam
tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup. Penderita harus
dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia.
Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap
kasus harus dinilai secara individual.
c. Campak di Indonesia
14
tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi
berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji
secara mendalam dan komprehensive. Sidang WHO tahun 1988, menetapkan
kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo),
Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada
tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara
lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang
CDC/PAHO/WHO
15
panjang. b. Tahap Eliminasi Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah
sangat tinggi (>95%), dan daerahdaerah dengan cakupan imunisasi rendah
sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir
tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible)
harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan. c. Tahap Eradikasi Cakupan
imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah
16
Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana
yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah
Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak
sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk
menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
5) Angka Insidens Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari
data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung
menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60%
dan Rumah sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok
umur Kejadian Luar Biasa (KLB). Dampak keberhasilan cakupan imunisasi
campak nasional yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam
selama 5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering terjadi
KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa desa tersebut,
disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah (90%) atau kemungkinan
masih rendahnya vaksin effikasi di desa tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini
dapat disebabkan beberapa hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai
dingin vaksi yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara
pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya. Dari beberapa hasil
penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh Subdit Surveilans dan
Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum
mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik:
9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi tersebut, pada
umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB campak berdasarkan laporan
yang dikirim dari seluruh propinsi Indonesia ke Subdit Surveilans melalui
laporan (W 1) selam tahun 1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung
meningkat dari tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian
(grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan
W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan
17
dan pelaporan Wl yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup
tinggi terhadap pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa Barat,
NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke
Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang sesungguhnya terjadi jauh
lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup
banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai
kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami
peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata kasus
setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap kejadian.
Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode tahun
tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4). Dari 19 lokasi KLB
campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan Daerah serta mahasiswa
FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak
dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka
proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga menunjukkan
proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S – 9 tahun dibandingkan
pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) grafik:7. Pada kelompok
KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis dan urine untuk
memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan
sampel serologis dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di
beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh Puslit. Penyakit
Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM positif sekitar 70% – 100%,
(tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan ketajaman diagnosa campak
dilapangan pada saat KLB berlangsung. Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR)
campak di Rumah Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 –
1999) cenderung meningkat, masingmasing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4%
(grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang
18
mendalam dan koprehensive. Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama
tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok
umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur
19
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21