Deinisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok
untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku
(Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga
orang lain tersebut akan berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh orang yang memiliki
kekuasaan” (Robbins dan Judge, 2007).
Pengertian kekuasaan secara umum adalah ‘’kemampuan pelaku untuk mempengaruhi
tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai
dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan’’ (Harold D. Laswell, 1984:9). Sejalan
dengan itu, dinyatakan Robert A. Dahl (1978:29) bahwa ‘’kekuasaan merujuk pada adanya
kemampuan untuk mempengaruhi dari seseorang kepada orang lain, atau dari satu pihak kepada
pihak lain’’.Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk
pada UU (objek dari kekuasaan).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi
antara “position power” (kekuasaan karena kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan
pribadi).Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada
posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin
tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut.
Termasuk dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya
dan imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan
personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan persuasif
dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan bahasa yang sedikit
berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin
dapat berasal dari kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
1. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
2. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan kondisi dan
tindakan-tindakan individu atau kelompok.Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana
kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam organisasi. Teori tersebut adalah Social
Exchange Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang selagi proses
mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa waktu antara pemimpin dan pengikut.
Fokus dari teori ini mengenai expert power dan kewenangan. Strategic Contingencies Theory,
menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam
menangani masalah penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari subunit
tersebut.
A. Sumber – Sumber Kekuasaan
Sumber kekuasaan biasanya dibagi menjadi dua kelompok besar (Robbins dan Judge,
2007), yaitu:
1. Sumber kekuasaan antar individu (interpersonal sources of power).
a. Kekuasaan Formal (Formal Power) adalah kekuasaan yang didasarkan pada
posisi individual dalam suatu organisasi. Kekuasaan ini dapat berasal dari:
i. Kemampuan untuk memaksa (coercive power),
ii. Kemampuan untuk memberi imbalan (reward power)
iii. Kekuatan formal (legitimate power).
b. Kekuasaan Personal (Personal Power) adalah kekuasaan yang berasal dari
karakteristik unik yang dimiliki seorang individu. Kekuasaan ini dapat berasal
dari:
i. Kekuasaan karena dianggap ahli (Expert Power)
ii. Kekuasaan karena dijadikan contoh (Referent Power)
− Kekuasaan Memaksa (Coercive Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk memberikan
hukuman (akibat negatif) atau meniadakan kejadian yang positif terhadap orang lain. Pada suatu
organisasi, biasanya seseorang tunduk pada atasannya karena takut dipecat, atau diturunkan dari
jabatannya. Kekuasaan ini juga dapat dimiliki seseorang karena ia mempunyai informasi yang sangat
penting mengenai orang lain, yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap orang tersebut.
− Kekuasaan Memberi Imbalan (Reward Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan
sumber-daya yang dapat mempengaruhi orang lain, misalnya: ia dapat menaikkan jabatan,
memberikan bonus, menaikkan gaji, atau hal-hal positif lainnya.
− Kekuasaan Resmi (Legitimate Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki posisi sebagai pejabat pada struktur
organisasi formal. Orang ini memiliki kekuasaan resmi untuk mengendalikan dan menggunakan
sumber-daya yang ada dalam organisasi. Kekuasaannya meliputi kekuatan untuk memaksa dan
memberi imbalan. Anggota organisasi biasanya akan mendengarkan dan melaksanakan apa yang
dikatakan oleh pemimpinnya, karena ia memiliki kekuasaan formal dalam organisasi yang
dipimpinnya.
− Kekuasaan karena Ahli (Expert Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki keahlian, ketrampilan atau pengetahuan
khusus dalam bidangnya. Misalnya seorang ahli computer yang bekerja pada sebuah perusahaan,
atau seorang karyawan yang memiliki kemampuan menggunakan 2 atau 3 bahasa internasional,
akan memiliki expert power karena sangat dibutuhkan oleh perusahaannya.
− Kekuasaan karena pantas dijadikan contoh (Referent Power).
Kekuasaan ini timbul pada diri seseorang karena ia memiliki sumber-daya, kepribadian yang menarik,
atau karisma tertentu. Kekuasaan ini dapat menimbulkan kekaguman pada orang tersebut, dan
membuat orang yang mengaguminya ingin menjadi seperti orang tersebut. Misalnya seorang dengan
kepribadian menarik, sering dijadikan contoh atau model oleh orang lain dalam berperilaku.
2. Sumber kekuasaan struktural (structural sources of power). Kekuasaan ini juga dikenal dengan istilah
inter-group atau inter-departmental power yang merupa-kan sumber kekuasaan kelompok.
Saunders, 1990 (Brooks, 2006) mengatakan bahwa kekuasaan pada tingkat departemen atau
kelompok dapat berasal dari 5 sumber yang potensial, yang mungkin saja saling tumpang-tindih
(overlap), yaitu:
1. Ketergantungan (Dependency). Jika departemen A bergantung pada departemen B untuk informasi
atau kerjasama lainnya untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan efektif, maka departemen B
memiliki sumber kekuasaan terhadap departemen A.
2. Kesentralan (Centrality). Ini adalah ukuran tingkat pentingnya suatu departemen bekerja untuk tujuan
utama organisasi. Secara alternatif dapat dianggap sebagai suatu ukuran seberapa besar
departemen tersebut tidak dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Semakin penting departemen
tersebut bagi organisasinya, maka akan semakin besar kekuasaannya.
3. Sumber Dana (Financial Resources).Departemen yang menghasilkan sumber dana sendiri,
khususnya jika mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih besar dibandingkan departemen
lainnya, akan mendapatkan keuntungan dari sumber kekuasaan ini.
4. Ketidak-berlanjutan (Non-sustainability). Berhubungan dengan tingkat pentingnya departemen
tersebut. Keberlanjutan adalah suatu ukuran seberapa mudah fungsi dari departemen tersebut
digantikan oleh yang lain. Departemen yang mudah ditutup karena dapat digantikan fungsinya, akan
memiliki kekuasaan yang rendah
5. Menghadapi ketidak-pastian (Copying with uncertainty). Departemen yang memiliki kemampuan
menurunkan ketidak-pastian bagi departemen yang lain, akan memiliki kekuasaan yang lebih besar.
Departemen yang memiliki kekuasaan lebih tinggi akan memiliki daya tawar (bargaining
power) dan pengaruh (influencing power) yang lebih besar dibandingkan departemen yang
kekuasaannya lebih rendah.
Dari penjabaran tentang sumber kekuasaan maka dapat disimpulkan sumber kekuasaan di
ibaratkan seperti supplement yang ditambahkan di dalam tubuh manusia yang digunakan untuk
menguatkan kemampuan dalam mempengaruhi orang lain, dalam suatu hubungan kekuasaan selalu
ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain, jadi selalu ada hubungan tidak seimbang dan
akibatnya ketidakseimbangan itu sering menimbulkan ketergantungan, dan lebih timpang hubungan
ini maka lebih besar pula sifat ketergantungannya.
B. STRATEGI KEKUASAAN
Ada 7 Strategi Kekuasaan, yaitu;
1. Penggunaan nalar, gunakan data dan fakta untuk mendukung penyajian dan membuat gagasan yang logis, rasional,
dan dapat diterima dengan penalaran. Sebaiknya penalaran tersebut adalah yang dapat diterima oleh orang banyak.
2. Tunjukkan keramahan, gunakan sanjungan, penciptaan kemauan baik (good will), berlaku rendah
diri, dan bersikap bersahabat sebelum mengemukakan permintaan.
3. Buat koalisi, guna mendapatkan dukungan dari orang-orang dari dalam organisasi atau lingkungan
(formal dan atau informal) untuk mendukung permintaan.
4. Lakukan tawar menawar, gunakan perundingan dengan siapa saja (tentunya yang dapat
menguntungkan anda dan dia) melalui pertukaran manfaat atau pertolongan. Dengan kata lain
menjalin simbiosis mutualisme dengan orang yang berkepentingan.
5. Gunakan ketegasan dengan pendekatan langsung dan tidak langsung. Seperti menuntut pemenuhan
permintaan, mengulangi peringatan, memerintah individu untuk melakukan yang diminta, dan
menunjukkan bahwa aturan menuntut pematuhan dan integritas terhadap aturan.
6. Oapatkan otoritas, dapatkan dukungan dari tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi dan atau
lingkungan untuk mendukung permintaan itu.
7. Gunakan imbalan dan sanksi, yang ditentukan organisasi. Seperti mencegah atau menaikkan gaji,
pangkat atau golongan, mengancam untuk memberikan penilaian kerja yang tidak memuaskan, tidak
akan memberikan referensi, atau menahan suatu promosi, dan sebagainya.
Stephen P Robbins (1996), mengatakan bahwa aspek yang paling penting dari
kekuasaan adalah bahwa kekuasaan itu merupakan fungsi ketergantungan. Dalil
ketergantungan umum mengemukakan makin besar ketergantungan B pada A maka makin
besar kekuasaan yang dimiliki A terhadap B. Bila A memiliki apa saja yang diperlukan oleh
orang-orang lain tetapi hanya A sendiri yang mengendalikan, A membuat mereka tergantung
pada A dan karenanya A memperoleh kekusaan terhdap mereka.
(Robbins dan Judge, 2007) mengatakan bahwa ketergantungan dapat meningkat jika
sumber daya yang kita kendalikan adalah penting (importance), langka (scarce), dan tidak
dapat digantikan (nonsubstitutable). Berikut adalah penjelasannya;
1. Penting(Importance).
Untuk menciptakan ketergantungan, hal yang kita kendalikan haruslah merupakan
sesuatu yang penting. Hasil penelitian pada perusahaan industry menunjukkan bahwa
ketidak-pastian adalah hal yang dihindari, jadi individu atau kelompok yang dapat mengatasi
ketidakpastian akan dianggap paling berkuasa. Contohnya: pada perusahaan Matsushita, yang
sangat berorientasi pada teknologi, para insinyur yang berperan mempertahankan keunggulan
dan kualitas produk dianggap sebagai kelompok yang paling berkuasa. Namun pada
perusahaan Procterand Gamble, para tenaga pemasaran (bagian marketing) dianggap paling
berkuasa karena mereka adalah kelompok yang mampu menurunkan ketidakpastian.
2. Langka (Scarce).
Sesuatu yang jumlahnya banyak, apabila dimiliki tidakakan menimbulkan
ketergantungan. Sesuatu yang dibutuhkan dan dipandang langka, dapat menciptakan
ketergantungan. Hukum permintaan dan penawaran menunjukkan hal ini. Contohnya: guru
yang mengajar computer sangat banyak dibutuhkan, namun yang mau menjadi guru computer
sangat sedikit, sehingga seorang guru computer memiliki daya tawar (bargaining power) yang
besar.
3. Tidak dapat digantikan (Non-substitutability).
Semakin sedikit yang bisa menggantikan suatu sumber daya, maka semakin besar
kekuasaan pada orang yang mengendalikan sumber daya tersebut. Contohnya: pada suatu
universitas dimana publikasi tulisan dosen sangat diinginkan, maka dosen yang mampu
mempublikasikan banyak tulisan akan memiliki kekuasaan yang besar, karena ia tidak dapat
digantikan oleh orang lain.
C. TAKTIK KEKUASAAN
Kipnis dan Schmidt adalah peneliti yang pertama kali meneliti taktik-taktik yang biasa
digunakan orang untuk mempengaruhi orang lain. (Kipnis dan Schmidt, 1982). Berbagai alat ukur
telah dibuat untuk meneliti taktik mempengaruhi, dan salah satu yang terbaik adalah yang dibuat oleh
Yukl dkk, yaitu yang disebut Influence Behavior Questionnaire (Yukl, Lepsinger, and Lucia, 1992).
Hasil penelitian Yukl dkk, menunjukkan ada sembilan jenis taktik yang biasa digunakan di dalam
organisasi (Hugheset all, 2009), yaitu:
1. Persuasi Rasional (Rational Persuasion), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan
menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata agar orang lain tertarik.
2. Daya-tarik Inspirasional (Inspirational Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain
dengan menggunakan suatu permintaan atau proposal untuk membangkitkan antusiasme atau gairah
pada orang lain. Misalnya dengan memberikan penjelasan yang menarik tentang nilai-nilai yang
diinginkan, kebutuhan,harapan, dan aspirasinya.
3. Konsultasi (Consultation), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan mengajak dan
melibatkan orang yang dijadikan target untuk berpartisipasi dalam pembuatan suatu rencana atau
perubahan yang akan dilaksanakan.
4. Mengucapkan kata-kata manis (Ingratiation), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan
menggunakan kata-kata yang membahagiakan, memberikan pujian, atau sikap bersahabat dalam
memohon sesuatu.
5. Daya-tarik Pribadi (Personal Appeals), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain atau
memintanya untuk melakukan sesuatu karena merupakan teman atau karena dianggap loyal.
6. Pertukaran (Exchange), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan memberikan
sesuatu keuntungan tertentu kepada orang yang dijadikan target, sebagai imbalan atas kemauannya
mengikuti suatu permintaan tertentu.
7. Koalisi (Coalitions), terjadi jika seseorang meminta bantuan dan dukungan dari orang lain untuk
membujuk atau sebagai alasan agar orang yang dijadikan target setuju.
8. Tekanan (Pressure), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
ancaman, peringatan, atau permintaan yang berulang-ulang dalam meminta sesuatu.
9. Mengesahkan (Legitimacy), terjadi jika seseorang mempengaruhi orang lain dengan menggunakan
jabatannya, kekuasaannya, atau dengan mengatakan bahwa suatu permintaan adalah sesuai dengan
kebijakan atau aturan organisasi.
D. PENGERTIAN POLITIK
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan
warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori
klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara formal tidak diterima dalam
suatu organisasi dengan cara mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan individu (Greenberg
dan Baron, 1997).
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah
pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
E. PERILAKU POLITIK DALAM ORGANISASI
Politik yang dimaksudkan disini ialah urusan sistem pemerintahan dan kenegaraan
yang ada pengaruhnya terhadap perusahaan. Dan juga bukan bicara sistem kekuasaan parlemen.
Politik disini (organisasi) lebih pada bagaimana kekuasaan bisa diraih oleh individu tertentu lewat
penanaman pengaruh di kalangan kolega atau karyawan. Kekuasaan seperti dalam hal memiliki dan
mempertahankan posisi tertentu, mengatur suatu kebijakan normative dan operasional, dan
kekuasaan untuk melakukan hubungan vertical dengan bos. Biasanya kekuasaan dikejar untuk
memperoleh legitimasi kepemimpinan formal. Bawahan dikondisikan untuk menghormatinya. Namun
tanpa disadari oleh sang “politikus”, setiap orangsebenarnya hanya menghormati dia karena jabatan
bukan karena integritas kepribadian kepemimpinan yang tinggi. Mereka yang terlibat dalam kancah ”politik”
tersebut sering dikelompokkan sebagai orang yang dalam bekerjanya mengandalkan pada kekuatan
kekuasaan (politik namun ketika kekuasaannya bisa diraih maka belum tentu mau berhubungan
dengan para pendukungnya. Dengan kata lain lupa dan melupakan. Orang seperti ini bersifat plin-
plan, oportunis, mengerjakan sesuatu yang menguntungkan dirinya, dan kurang
mempertimbangkan kepentingan lingkungankerja, teman-teman sejawat, karyawan, dan
juga perusahaan.
Lalu apa bedanya dengan orang yang bukan “politikus” yakni yang lebih
tekun pada proses produksi? John C. Maxwell (The 360 degree Leader; 2005) orang-
orangyang mengandalkan pada pertumbuhan produksi dicirikan oleh
kebergantunganpada bagaimana mereka berkembang; fokus pada apa yang mereka
kerjakan;senang menjadi karyawan yang berkinerja dengan lebih baik ketimbang
padatampilan; mengerjakan hal-hal yang pokok; bekerja untuk pengabdian;
berkembangsecara bertahap; dan keputusan berbasis prinsip-prinsip tertentu. Sementara,
mereka yang tergolong orang-orang ”politikus” dicirikan oleh; kebergantungan padasiapa
yang mereka tahu tentang dirinya; fokus pada apa yang mereka katakan;tampilan
dinilai lebih hebat ketimbang kinerja; mengerjakan sesuatu untuk meraihpopularitas;
berharap untuk diberikan posisi yang lebih tinggi secara instan walau diluar kompetensinya; dan
keputusan yang diambil berbasis pada opini.Dalam prakteknya ada orang-orang tertentu yang
begitu bergantung padasang atasan. Biasanya mereka tergolong pada posisi lingkaran
dalam.Semacam klikorang-orang dekat dengan atasan.Setiap individu dalam lingkungan ini
cenderungberkarakter penjilat. Bahkan siap untuk membela mati-matian kebijakan sang
atasan.Kalau perlu jadi ”tukang pukul”. Tentunya karena sifatnya yang oportunis,
merekaberharap mendapat imbalan posisi tertentu.Kalau dipenuhi atasan mereka
tentunyasemakin gembira dan bersifat angkuh.Tetapi dalam prakteknya bisa jadi
munculfenomena yang berlawanan. Mereka akan dendam kesumat ketika mereka
tidakmendapat posisi yang dikehendaki. Padahal selama itu mereka sudah
berupayaselalu dekat dengan atasan. Nah, ketika itulah yang dilakukan sebagian dari
merekayang bernasib ”runyam” akan menjelek-jelekan atasan mereka. Bertebaranlah
gosip kemana-mana untuk menunjukan kejengkelan pada sang bos. Lalu apa yang
perlu dilakukan agar lingkungan kerja yang nyaman tidak terganggu? P o l i t i k d i p e r u s a h a a n
t i d a k m u n g k i n d i h i l a n g k a n . S e j a u h t i a p m a n u s i a memiliki ambisi pada
kekuasaan maka disitu nempel sifat untuk mencari dukungan pengaruh. Karena itu yang bisa
dilakukan adalah meminimumkan pengaruh politik terhadap lingkungan kerja. Pemimpin
perusahaan, dalam hal ini manajemen puncak harus terus melakukan sosialisasi dan
internalisasi tentang budaya korporat dimana didalamnya antara lain ada sistem nilai
kerjasama, integritas kepribadian, efisiensi, kegigihan, akuntabilitas, dan keterbukaan.
Dalam perspektif politik Huntington (1993:270) p a r t i s i p a s i politik
m a s ya r a k a t merupakan ciri khas modernisasi politik dalam pembangunan, kemajuan
demokrasi dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi politik masyarakat.
Tjokroamidjojo (1991:113), pertama, partisipasi politik aktif masyarakat
berarti keterlibatan dalamproses penentuan arah, strategi dan kebijakan; kedua,
keterlibatan dalam memikulhasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.Menurut
Alexander Abe (2001:110 ), Partisipasi politik masyarakat merupakan halterpenting dalam
pembangunan desa, yaitu akan menjadi wahana political educationyang sangat baik.
Sedangkan menurut Conyers (1994:154), “Pertama, partisipasi politik masyarakat sebagai alat
guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi,kebutuhan dan sikap masyarakat yang tanpa kehadirannya
program pembangunan desa serta proyek akan gagal; kedua, masyarakat akan lebih mempercayai
program pembangunan didesa, jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya dan pengambilan
keputusan terhadap priritas pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat, karena akan lebih
mengetahui seluk-beluk proyekdan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek; dan ketiga, yang
mendorong partisipasi umum dibanyak negara karena timbul anggapan bahwa hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.” Katz (165:100), partisipasi politik masyarakat diwujudkan melalui
partisipasi politik dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi.Partisipasi
politik dapat dianggap sebagai tolak ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan proyek
pembangunan desa. Jika masyarakat desa,tidak berkesempatan untuk berpartisipasi politik dalam
pembangunan suatu proyek di desanya. Proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek
pembangunan desa. Ndraha (1990:103). Partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desabertujuan untuk
menjamin agar pemerintah selalu tanggap terhadap masyarakat atauperilaku demokratisnya. Dan itu juga berarti bahwa
metode yang digunakan dalam pembangunan desa harus sesuai dengan kondisi fisiologis sosial dan ekonomi
serta lingkungan kebudayaan di desa. Pendapat dari Dusseldorp (1994:10), adalah salah satu cara
untuk mengetahui kualitas partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan seseorang
dalam berbagai tahap proses pembangunan yang terencana mulai dari perumusan tujuan sampai dengan
penilaian. Bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh warga masyarakat untuk
mempengaruhi bentuk dan jalannya public policy. Sehingga kualitas dari hierarki partisipasi politik
masyarakat dilihat dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk partisipasi politik masyarakat.
H. TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpinditentukan oleh sifat-
sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul
anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,sangat ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yangdimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Ghizeli dan Stogdil:
1.Kecerdasan
2.Kemampuan mengawasi
3.Inisiatif
4.Ketenangan diri
5.Kepribadian
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain: terlalu bersifatdeskriptif, tidak
selalu ada relevansi antara sifat dianggap unggul dengan efektivitaskepemimpinan) dan dianggap
sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkannilai-nilai moral dan akhlak yang
terkandung didalamnya mengenai berbagaio rumusan sifat,ciri atau perangai pemimpin, justru sangat
diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilankepemimpinan
organisasi, antara lain :
1. Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yangtinggi di atas
kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula.
Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkatkecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pengikutnya.
2. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupuneksternal,
seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil.Hal ini membuat
pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini
kebenarannya.
3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi sertadorongan
untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerjayang optimal, efektif dan
efisien.
4. Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnyamampu
berpihak kepadanya.
Kajian kepemimpinan pada mulanya didasarkan pada asumsi bahwa pemimpindilahirkan,
tidak dibuat. Peneliti kemudian mengidentifikasi serangkaian pembawaan pemimpin yang
membedakan dengan pengikutnya, serta pemimpin efektif dengan pemimpintidak efektif. Teori
pembawaan kepemimpinan mencoba menjelaskan karakteristik khususkepemimpinan yang efektif.
Peneliti menganalisis pembawaan fisik dan psikologis sertakualitas, seperti level kemampuan yang
tinggi, keagresifan, kepercayaan pada diri sendiri,daya persuasif yang dimiliki dan kekuasaannya
dalam mengidentifikasi serangkaian pembawaan yang dimiliki oleh pemimpin yang sukses. Dalam
berbagai sumber dinyatakan bahwa, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat
dan perangai pemimpin tersebut.Sifat-sifat tersebut dapat berupa sifat fisik, sosial dan psikologis
(Introducing Leadership Studies, 2001: 18; Leadership, 2001: 1; Sadler, 2001: 11).
Atas dasar pemikiran di atas ada anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpinyang
berhasil sangat ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Karena itu, timbul usaha dari para ahli
untuk meneliti dan merinci kualitas seorang pemimpin yang berhasil melaksanakan tugas
kepemimpinannya, kemudian hasilnya diformulasikan ke dalam sifat-sifat umumseorang pemimpin.
Usaha tersebut berkembang menjadi teori kepemimpinan yang disebut “teori sifat kepemimpinan”
(Robbins, at.al., 1994: 469).
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individuketika
melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok kearah pencapaian tujuan. Dalam halini,
pimpinan mempunyai deskripsi perilaku:
I. GAYA KEPEMIMPINAN
Kelemahan :
1. Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.
2. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja.
3. Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap
anggota.
4. Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya
J. KESIMPULAN
Pengetahuan mengenai kekuasaan dan taktik mempengaruhi orang lain, sangat penting bagi
setiap orang, terlebih lagi bagi para manajer atau pemimpin suatu organisasi. Dengan mengetahui
sumber-sumber dan jenis-jenis kekuasaan, seseorang atau pemimpin dapat meningkatkan
ketergantungan orang lain kepadanya, atau mengurangi ketergantungan dirinya kepada orang lain.
Dengan mengetahui cara atau taktik mempengaruhi orang lain, maka seseorang atau pemimpin
dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkannya.
Biasanya orang akan lebih dapat menerima dan patuh pada orang yang mereka kagumi atau
orang yang pengetahuannya dihargai, bukan pada orang yang mengandalkan posisinya untuk dapat
mempengaruhi, maka penggunaan expert power dan/atau referent power secara efektif, akan dapat
meningkatkan motivasi, kinerja,komitmen, dan kepuasan orang lain. Jadi sebaiknya setiap orang,
terlebih lagi para manajer atau pemimpin suatu organisasi, mengembangkan dan menggunakan
”expert power” sebagai dasar untuk meningkatkan kekuasaannya.
Taktik-taktik mempengaruhi adalah cara-cara yang biasanya digunakan oleh
seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang merupakan atasan, rekan setingkat, atau
bawahannya. Dengan mengetahui dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengaruhi
orang lain, dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Taktik ingratiation, personal
appeals, inspirational appeals, rational persuasion,dan consultation dianggap sebagai taktik-taktik
yang lebih lembut atau halus (softertactics) dan merupakan taktik-taktik yang mendasarkan diri pada
personal power. Sedangkan taktik pressure dan legitimation, yang menekankan pada kekuasaan
formal, dianggap sebagai taktik yang lebih keras (harder tactics).
Penggunaan soft power dapat menimbulkan dampak positif pada orang yangmenjadi target
maupun pada orang yang menggunakan soft power itu sendiri. Sebaliknya penggunaan hard power
bisa menimbulkan dampak yang buruk pada orang yang menjadi target maupun pada orang yang
menggunakan hard power itu sendiri.
Jadi orang atau para pemimpin yang bijaksana, sebaiknya senantiasa menggunakan
softpower dan menghindari hard power dalam mempengaruhi orang lain.
Robbins, Stephen dan dan Timothy Judge 2012. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Danriris. 2011. POLITIK: “Pengertian Politik dan Perilaku”
(http://danririsbastind.wordpress.com/2011/08/12/pengertian-politik-dan-perilaku/, diakses 10 Maret
2015 pukul 21:17)
Robbins, S.P., dan Timothy Judge. Organizational Behaviour. E-book.
Menurut Wikipedia. Pengertian Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang
atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari
pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Secara Umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara.
Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
Menurut Robert Mac Iver Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain
baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan
semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan
ada yang diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya
Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada
Bentuk Kekuasaan
1. Kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa
besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi, besarnya
kekuasaan ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang
menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.
Sumber Kekuasaan
justify;">
Kekuasaan balas jasa (reward power). Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang
pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan
perintah. (bonus sampai senioritas atau persahabatan)
Kekuasaan paksaan (coercive power). Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk
menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. (teguran sampai
hukuman).
Kekuasaan sah (legitimate power). Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan
yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan
pengaruh sampai pada batas tertentu.
Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa
pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang
yang dipengaruhi. (professional atau tenaga ahli).
Kekuasaan panutan (referent power). Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang
didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi.
(karisma, keberanian, simpatik dan lain-lain).
Kekuasaan Pengendalian Informasi (Control Of Information power). Berasal dari pengetahuan yang tidak
dimiliki orang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.
http://seputarpengertian.blogspot.com/2017/04/seputar-pengertian-kekuasaan-dan-bentuk-serta-
sumbernya.html
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap manusia pada hakikatnya adalah pemimpin dan setiap manusia akan diminta
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya kelak. Manusia sebagai pemimpin minimal
mampu memimpin dirinya sendiri. Setiap organisasi harus ada pemimpinnya yang secara
ideal dipatuhi dan disegani bawahannya.
Organisasi tanpa pimpinan akan kacau balau. Oleh karena itu, harus ada seorang
pemimpin yang memerintah dan mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan individu,
kelompok dan organisasi. Dari kepemimpinan itu, maka muncul lah kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya didalam
suatu hubungan sosial yang ada termasuk dengan kekuasaan atau tanpa mengiraukan
landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu. Seorang pemimpin mempunyai kekuasaan
untuk mengatur dan mengarahkan anggota-anggotanya.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan
tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh. Maka kepemimpinan tidak akan
pernah lepas dari kekuasaan untuk mengatur anggota-anggotanya. Kepemimpinan adalah
suatu aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu.
Cara mempertahankan kekuasaan ialah menghilangkan aturan lama, birokrasi yang
baik dan konsolidasi vertical dan horizontal. Cara memperkuat kekuasaan yaitu dengan
menguasai bidang-bidang kehidupan secara damai dan menguasai bidang-bidang kehidupan
secara koersif.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan?
2. Apa saja sumber dari kekuasaan?
BAB II
PEMBAHASAN
KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN
Pemimpin pemerintahan adakalanya tidak memiliki kekuasaan karena kekuasaan
berada pada pihak lain misalnya pedagang yang memenangkannya ketika pemilihan, kepala
negara yang diberi posisi yang dominan oleh konstitusi, atau bahkan kekuasaan berada pada
tangan rakyat banyak disaat sedang anarkisnya keadaan.
Pengaruh (influence) adalah berbagai yang dilakukan seseorang untuk mengubah
perilaku atasannya, teman sejawat, maupun para bawahannya. Untuk mengubah perilaku
berbagai pihak tersebut, seorang pemimpin menggunakan berbagai upaya antara lain:
penggunaan kekuasaan (Power), taktik mempengaruhi (Influence Tactics), mentoring,
modifikasi perilaku (behavior modification) dan komunikasi. [1]
Kekuasaan dan keagungan berada diantara kesenangan setiap orang, dimana semua
kesenangan dapat berada diatas segalanya hanya melalui kekuasaan. Karena kekuasaan orang
menjadi koruptor, dimana kewenangan dapat menjadikan orang leluasa membuat
penyimpangan serta dengan kekuasaan orang akan mudah membuat keboborakan dan
kesalahan yang tidak menyenangkan orang lain pada umumnya.[2]
Dengan kekuasaan membuat orang memiliki wewenang untuk melakukan sesuatu
didalam kelompok yang mengakui kekuasaan tersebut, baik didalam kelompok atau
organisasi sosial dan politik kemasyarakatan serta kelompok usaha bisnis. Kekuasaan itu
memberi legitimasi untuk bertindak, dengan alasan pengamanan kepentingan kelompok,
kadang-kadang tidak dapat dibedakan dengan kepentingan penguasa (individu) yang
memiliki kekuasaan.
A. Filsafat Kekuasaan
Kekuasaan selalu ada didalam setiap masyarakat baik yang tradisional maupun yang
modern, hanya dibagi-bagi sesuai dengan fungsinya, kalau tidak dibagi justru timbul makna
yang pokok dari kekuasaan, yaitu secara tirani mampu mempengaruhi semua pihak sesuai
kehendak pemegang kekuasaan itu sendiri.
Menurut Max Weber kakuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang
untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-
golongan tertentu.
Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang
atau sekelompok orang, sehingga dengan begitu dapat merupakan suatu konsep kuantitatif
dan kualitatif karena dapat dihitung hasilnya dan dapat dirasakan pengaruhnya. Misalnya
berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi,
berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak barang yang dimiliknya, serta
seberapa terpengaruh orang lain oleh dirinya.
Dari uraian ini terlihat bahwa kekuasaan dapat meliputi ruang dan waktu, yang
didalamnya ada barang, manusia, dan uang. Tetapi pada ghaibnya kekuasaan itu dinilai pada
pengaruhnya terhadap manusia, terutama kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara. [3]
B. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan ialah suatu bagian yang merasuk keseluruh sendi kehidupan organisasi.
Manejer dan non manejer menggunakannya. Mereka memanipulasi kekuasaan untuk
mencapai tujuan dan dalam kebanyakan hal untuk memperkuat kedudukan mereka.
Keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam menggunakan atau bereaksi terhadap
kekuasaan, sebagian besar ditentukan oleh pemahaman tentang kekuasa, dengan mengetahui
bagaimana dan bila menggunakannya, serta mampu mengantisipasi kemungkinan
dampaknya.
Menurut Gibson dan kawan-kawan kekuasaan adalah kemampuan untuk memperoleh
sesuatu dengan cara yang diinginkan seseorang agar orang lain melakukannya. Jadi
kekuasaan itu adalah kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang
diinginkannya.
Ada juga pendapat yang mengatakan kekuasaan adalah energy orisinil di luar dan
didalam diri individu. Jadi kekuasaan adalah merupakan sebuah konsep yang multi segi yang
telah di analisis dari berbagai prespektif sebagai karakteristik individual, sebagai proses
pengaruh interpersonal, sebagai komoditas yang diperdagangkan, sebagai tipe penyebab dan
sebagai topic dalam mempelajari nilai dan etika. [4]
Kekuasaan (power) adalah kemampuan (ability) yang dimiliki seseorang untuk
menguasai sumber daya manusia, informasi dan material agar sutau pekerjaan dapat
dilaksanakan. Kekuasaan memiliki tiga unsur dimensi, yakni kemampuan untuk
mendominasi (power over), kemampuan untuk berbuat sesuatu (power to), dan kemampuan
menolak permintaan orang lain (power from). [5]
Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal yang penting untuk
memahami cara kerja organisasi. Memang mungkin mengartikan setiap interaksi dan
hubungan sosial dalam suatu organisasi sebagai melibatkan penggunaan kekuasaan. Secara
sederhana kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memperoleh sesuatu
dengan cara yang dikehendaki orang tersebut. [6]
Kekuasaan seringkali dikonotasikan negative jika dikaitkan dengan isu politik.
Padahal dalam pengertian yang paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu
kemampuan untuk memengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Jika perubahan pada
orang atau situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tersebut memberikan konotasi
yang positif bahkan sangat diperlukan. Konotasi negative dari kekuasaan seringkali muncul
dikarenakan terdapat berbagai kasus dimana seseorang atau sebuah organisasi yang diberi
kekuasaan tidak menggunakannya hal positif.
Definisi kekuasaan pada umunya dijalin dengan konsep otoritas dan pengaruh.
Misalnya definisi sebelumnya yang menggunakan kata pengaruh dalam mendiskripsikan
kekuasaan, keahlian teori manajemen. Chester Barnard, mendefinisikan kekuasaan dalam
konteks “otoritas informal”, dan banyak sosiolog organisasi mendefinisikan otoritas sebagai
“legitimasi kekuasaan”.
Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap
organisasi yang didalamnya terdapat pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak dan
manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam pencapaian
tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orang-orang agar
perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat terjadi, maka kekuasaan diperlukan. [7]
Pembagian kekuasaan adalah suatu proses yang memerlukan waktu agar dapat
berkembang dalam budaya organisasi. Diperlukan waktu untuk mengembangkan jalur
komunikasi yang lebih baik, kepercayaan lebih besar, dan keterbukaan antara orang-orang
yang berbagi kekuasaan manajer dengan bawahan atau subunit.
Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih. Robert Dahl, seorang
ahli ilmu politik menemukan pusat perhatian hubungan yang penting ini ketika ia
mendefinisikan kekuasaan sebagai “A mempunyai kekuasaan atas B dalam pengertian bahwa
dia dapat menggerakkan B melakukan sesuatu dimana B tidak ada pilihan lain kecuali
melakukannya”. Seseorang atau kelompok tidak dapat mempunyai kekuasaan dalam keadaan
terisolasi, kekuasaan tersebuut harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk
dilaksanakan dalam hubungan dengan orang lain atau kelompok. [8]
C. Sumber Kekuasaan
Menurut Amitai Etziomi yang dikutip oleh Miftah Thohah mengatakan bahwa sumber
dan bentuk kekuasaan itu ada dua yakni kekuasaan jabatan (position power) dan kekuasaan
pribadi (personal power). Perbedaan keduanya bersemi pada konsep kekuasaan itu sendiri
sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi perilaku. Kekuasaan dapat diperoleh dari
jabatan organisasi, pengaruh pribadi, atau keduanya.
Seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain
untuk melakukan kerja karena jabatan organisasi yang disandangnya, maka orang itu
memiliki kekuasaan jabatan. Adapun seseorang yang memperoleh kekuasaan dari para
pengikutnya dikatakan mempunyai kekuasaan pribadi. Bisa saja seseorang bisa memiliki
keduanya. [9]
Berdasarkan teori organisasi dinyatakan, ada beberapa bentuk kekuasaan yang ada
didalam suatu bentuk struktur organisasi, antara lain: kekuasaan paksaan, kekuasaan imbalan,
kekuasaan yang legitimate, kekuasaan yang direkomendasi, dan kekuasaan karena keahlian,
serta kekuasaan perwakilan. Selanjutnya kekuasaan dapat dilihat berdasarkan jalur hierarki,
seperti kekuasaan keatas dan kebawah, serta kesamping. [10]
Ada beberapa cara berkuasa yang perlu diketahui, mengapa seseorang atau
sekelompok orang memiliki kekuasaan, dibawah ini lima nomor pertama dikemukakan oleh
J.R.P. French dan Bertram Raven dan sedangkan dua nomor berikutnya adalah gabungan dari
beberapa pakar, untuk lengkapnya diuraikan yaitu sebagai berikut:[11]
1. Legitimate Power (Kekuasaan Legitimasi/sah)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena surat keputusan atau pengangkatan
masyarakat banyak, yang selanjutnya diterima sebagai pemimpin untuk berkuasa di daerah
atau wilayah tersebut. Kekuasaan legitimasi ialah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi karena posisinya. Seseorang yang tingkatannya lebih tinggi mempunyai
kekuasaan atas orang-orang yang kedudukannya lebih rendah.
Para bawahan memainkan peranan utama dalam pelaksanaan kekuasaan legitimasi.
Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sebagai sah, mereka akan patuh.
Akan tetapi, budaya, kebiasaan, dan sistem nilai suatu organisasi menentukan batas
kekuasaan legitimasi. [12]
Seorang prajurit akan merespons posisi komandan karena pangkatnya lebih tinggi.
Pada sistem tradisional, seorang pengikut akan selalu merespons pimpinannya. Maksudnya
ditujukan kepada siapa saja bahwa pengaruh seseorang adalah diasosiasikan sebagai prediksi
dari keunggulan yang besar dari penggunaan kekuasaan yang harus dilegitimasi secara
tradisional.
2. Coercive Power (Kekuasaan Paksaan)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena seseorang atau sekelompok orang yang
mempergunakan kekerasan dan kekuatan fisik serta senjatanya untuk memerintah pihak lain.
Coercive power atau kekuasaan untuk memberikan hukuman adalah kebalikan atau sisi
negatif dari reward power. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan seseorang untuk
memberikan hukuman atas kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh SDM atau tenaga kerja
dalam sebuah organisasi. Kekuasaan jenis ini banyak ditemukan dalam organisasi yang
bersifat otoriter.
Secara positif kekuasaan paksaan ini dapat dipergunakan pada kondisi dimana
karyawan belum memiliki tingkat kognisi yang memadai. Apabila kognisi karyawan semakin
baik peningkatannya, maka afeksi atau perasaan sudah dapat mempertimbangkan sikap yang
akan menjadi gambaran perilakunya, kondisi ini dapat dilakukan apabila ada program
pendidikan dan pelatihan. [13]
3. Expert Power (Kekuasaan Ahli)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena keahliannya berdasarkan ilmu-ilmu yang
dimilikinya, seni mempengaruhi yang dipunyainya serta budi luhurnya sehingga orang lain
membutuhkannya. Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus
yang dinilai tinggi. Para ahli mempunyai kekuasaan meskipun peringkat mereka rendah.
Seseorang dapat memiliki keahlian teknis, administrative, atau yang menyangkut persoalan
manusia. Semakin sulit mencari pengganti ahli tersebut, semakin tinggi tingkatan kekuasaan
ahli yang ia miliki.
Kepercayaan dari pengikut dapat terjadi sebagai akibat dari pengaruh strategi
kepemimpinan untuk menciptakan popularitas, yang kemudian menjelma menjadi
kepercayaan yang sangat kuat bagi pengikutnya, serta kemampuannya untuk meyakinkan
atasannya dengan keahlian kepemimpinannya.
[1] Nurrahmi Hayani., SE. MBA, Pengantar Manajemen, 2014, Pekanbaru, Penerbit Beneteng Media,
hlm. 72.
[2] Dr. Manahan P. Tampubolon, M.M, Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior), 2004,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 114.
[3] Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bandung, 2013, Refika
Aditama, hlm. 113-114.
[4] Komang Ardana, Ni Wayan Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, 2009,
Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm. 126-127.
[5] Nurrahmi Hayani., SE. MBA, Pengantar Manajemen, 2014, Pekanbaru, Penerbit Beneteng Media,
hlm. 72.
[6] Gibson Ivancevich Donnelly, Alih Bahasa Drs. Djarkasih, MPA, Organisasi Perilaku
(Organizatiton), 1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama, hlm. 295.
[7] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, 2005, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, hlm. 172-173.
[8] Gibson Ivancevich Donnelly, Alih Bahasa Drs. Djarkasih, MPA, Organisasi Perilaku
(Organizatiton), 1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama, hlm. 295-296.
[9] Komang Ardana, Ni Wayan Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, 2009,
Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm. 127.
[10] Dr. Manahan P. Tampubolon, M.M, Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior), 2004,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 115.
[11] Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bandung, 2013, Refika
Aditama, hlm.134-135
[12] Gibson Ivancevich Donnelly, Alih Bahasa Drs. Djarkasih, MPA, Organisasi Perilaku
(Organizatiton), 1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama, hlm. 297.
[13] Dr. Manahan P. Tampubolon, M.M, Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior), 2004,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 115.
[14] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, 2005, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, hlm. 173-174.
[15] Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bandung, 2013, Refika
Aditama, hlm. 135-136.
[16] Komang Ardana, Ni Wayan Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, 2009,
Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm. 129.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Komang; Mujiati, Ni Wayan; Ayu Sriathi, Anak Agung. Perilaku Keorganisasian.
2009. Yogyakarta. Edisi ke-2. Graha Ilmu. xii=208 hlm, 1 jil. : 23 cm.
Griffin, Ricky. Manajemen. 2004. Jakarta. Erlangga. Gelora Aksara Pratama. Ed. 7. Jilid 2.
Hayani, Nurrahmi. Pengantar Manajemen. 2014. Pekanbaru. Penerbit Benteng Media.
L. Gibson, James,dkk. Organisasi Perilaku Struktur Proses. 1985. Jakarta. Erlangga. Ed. 7.
Gelora Aksara Pratama.
Luthana, Fred. Perilaku Organisasi. 2006. Yogyakarta. Andi. Ed. 1.
M. Ivancevich John, Robort Konopaske, Michael T Matteson. Perilaku dan Manajemen
Organiasi, Edisi Ketujuh. 2006. Gelora Aksara Pratama.
P. Tampubolon, Manahan. Perilaku Keorganisasian (organization Behavior). 2004. Jakarta.
Ghalia Indonesia.
Syafiie,Inu Kencana. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Refika Aditima. Bandung.
2002.
Tisnawati Sule Ernie, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen. 2010. Jakarta. Kencana.
Prenada Media Group.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi Konsep dasar dan Aplikasinya. 2005. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.
http://imeldablogadress.blogspot.com/2016/01/kekuasaan-dan-kepemimpinan.html
BAB I
PENDAHULUAN
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab
prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan
manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para
pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya
beberapa kesamaan.
Definisi Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah
kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada
kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan
yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih
terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk
dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak
orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan
memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan
tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki
kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori
sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai
pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk
membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pemimpin itu menurut para ahli?
2. Apa saja pengertian kepemimpinan itu?
3. Apa saja teori kelahiran pemimpinan itu?
4. Apa saja teori-teori kepemimpinan itu?
5. Bagaimana tipe dan gaya kepemimpinan?
6. Apa saja syarat-syarat kepemimpinan?
7. Bagaimana ciri-ciri kepemimpinan yang baik?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca tentang kepemimpinan baik itu pengertian kepemimpinan, teori-teori
kepemimpinan, tipe dan gaya kepemimpinan, syarat-syarat kepemimpinan dan ciri-ciri
kepemimpinan yang baik itu seperti apa. Di samping itu makalah ini juga bertujuan untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh panitia LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan
Mahasiswa) tahun 2011.
BAB II
KEPEMIMPINAN
2.1 Definisi Pemimpin Menurut Para Ahli dan Dalam Beberapa Kamus Modern
Ahmad Rusli dalam kertas kerjanya Pemimpin Dalam Kepimpinan Pendidikan (1999).
Menyatakan pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin subordinat
(pengikutnya) ke arah mencapai matlamat yang ditetapkan.
Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255). Pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia
mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
C.N. Cooley (1902). Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu
kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat
akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.
Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994: 33). Pemimpin dalam pengertian
ialah seseorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise,
kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan
ekseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.
Sam Walton. Pemimpin besar akan berusaha menanamkan rasa percaya diri pada para
pendukung. Jika orang memiliki percaya diri tinggi, maka kita akan terkejut pada hasil luar
biasa yang akan mereka raih.
Rosalynn Carter. “Seorang pemimpin biasa membawa orang lain ke tempat yang ingin
mereka tuju”. Seorang pemimpin yang luar biasa membawa para pendukung ke tempat yang
mungkin tidak ingin mereka tuju, tetapi yang harus mereka tuju.
John Gage Alle. Leader…a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu ialah
pemandu, penunjuk, penuntun; komandan).
C.N. Cooley dalam “ The Man Nature and the Social Order’.
Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan sebaliknya, semua
gerakan sosial, kalau diamat-amati secara cermat, akan ditemukan di dalamnya
kecenderungan-kecenderungan yang mempunyai titik pusat.
I . Redl dalam “Group Emotion and Leadership”. Pemimpin adalah seorang yang
menjadi titik pusat yang mengintegrasikan kelompok.
J.L. Borwn dalam “Psychology and the Social Order”. Pemimpin tidak dapat
dipisahkan dengan kelompok, tetapi dapat dipandang sebagai suatu posisi yang memiliki
potensi yang tinggi dibidangnya.
Kenry Pratt Fairchild dalam “Dictionary of Sociologi and Related Sciences”. Pemimpin
dapat dibedakan dalam 2 arti; Pertama, pemimpin arti luas, sesorang yang memimpin dengan
cara mengambil inisiatif tingkah laku masyarakat secara mengarahkan, mengorganisir atau
mengawasi usaha-usaha orang lain baik atas dasar prestasi, kekuasaan atau kedudukan.
Kedua, pemimpin arti sempit, seseorang yang memimpin dengan alat-alat yang meyakinkan,
sehingga para pengikut menerimanya secara suka rela.
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini
seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi
dengan bawahan.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan
batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam
pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang
pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang
tinggi pula.
3. Teori kewibawaan pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan
faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara
perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang
dikehendaki oleh pemimpin.
4. Teori kepemimpinan situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat
fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
5. Teori kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif
antara pemimpin dengan pengikutnya.
2.5 Tipe dan Gaya Kepemimpinan
2. Tipe Paternalistik
Tipe Kepemimpinan dengan sifat-sifat antara lain;
a. Menganggap bawahannya belum dewasa
b. bersikap terlalu melindungi
c. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil keputusan
d. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Otoriter
Pemimpin tipe otoriter mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Pemimipin organisasi sebagai miliknnya
b. Pemimpin bertindak sebagai dictator
c. Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.
4. Tipe Militeristik
Dalam tipe ini pemimpin mempunyai siafat sifat:
a. menuntut kedisiplinan yang keras dan kaku
b. lebih banyak menggunakan system perintah
c. menghendaki keputusan mutlak dari bawahan
d. Formalitas yang berlebih-lebihan
e. Tidak menerima saran dan kritik dari bawahan
f. Sifat komunikasi hanya sepihak
5. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi mengutamkan masalah kerja sama sehingga terdapat koordinasi pekerjaan
dari semua bawahan. Kepemimpinan demokrasi menghadapi potensi sikap individu, mau
mendengarkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Jadi pemimpin menitik beratkan
pada aktifitas setiap anggota kelompok, sehingga semua unsure organisasi dilibatkan dalam
akatifitas, yang dimulai penentuan tujuan,, pembuatan rencana keputusan, disiplin.
2. Kewibawaan
Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan, keutamaan sehingga pemimpin mampu
mengatur orang lain dan patuh padanya.
3. Kemampuan
Kemampuan adalah sumber daya kekuatan, kesanggupan dan kecakapan secara teknis
maupun social, yang melebihi dari anggota biasa. Sementara itu Stodgill yang dikutip James
A. Lee menyatakan pemimpin itu harus mempunyai kelebihan sebagai persyaratan, antara
lain:
1. Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, kemampuan menilai.
2. Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam bidang tertentu.
3. Tangggung jawab, berani, tekun, mandiri, kreatif, ulet, percaya diri, agresif.
4. Partisipasi aktif, memiliki stabilitas tinmggi, kooperatif, mampu bergaul.
5. Status, kedudukan social ekonomi cukup tinggidan tenar.
3. Keseimbangan Emosi
Orang yang mudah naik darah, membuat ribut menandakan emosinya belum mantap
dan tidak memililki keseimbangan emosi. Orang yang demikian tidak bisa jadi pemimpin
sebab seorang pemimpin harus mampu membuat suasana tenang dan senang. Maka seorang
pemimpin harus mempunyai keseimbangan emosi.
1. Kepemimpinan Pancasila
Dalam rangka menjalankan tugas kewajibannya seorang pemimpin harus dapat
menjaga kewibawaannya. Lebih-lebih dalam kemerdekaan dan pembangunan. Berhasilnya
pembangunan nasional tergantung peran aktif rakyat Indonesia, dengan sikap mental, tekad
semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas kewajibannya. Dengan
demikian perlu dikembangkan motivasi membangun dikalangan masyarakat luas dan
motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinannya. Norma-norma yang
tercakup dalam Pancasila itu
sekaligus merupakan sistem nilai yang harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga
Negara, khususnya para pemimpin. Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan
yang selalu menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.
Sumber-sumber kepemimpinan Pancasila:
a. Nilai-nilai positif dan modernisme
b. Refleksi hakekat hidup dan tujuan hidup bangsa pada era
pembangunan dan zaman modern.
c. Intisari warisan pusaka berupa nilai-nilai dan norma-norma
kepemimpinan yang ditulis para nenek moyang, pujangga, raja.
Ada beberapa azas kepemimpinan Pancasila yang digali dari nilai-nilai
kepemimpinan Indonesia:
a. Ing ngarsa sung tulada
b. Ing madya mangun karsa
c. Tut wuri Handayani
d. Taqwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa
e. Waspada purwa wasesa
f. Ambeg para marta
g. Prasaja
h. Satya
i. Gemi nastiti
j. Blaka
k. Legawa
2. Kepemimpinan Pembangunan
Dalam pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia
seutuhnya dan membangun seluruh rakyat Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Hakekat pembangunan adalah rangkaian upaya pembangunan dan perubahan yang
dilangsungkan secara sadar, sengaja, berencana yang menuju
kepada modernitas dan taraf hidup yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan pembangunan
tersebut diperlukan tipe kepimimpinan yang mampu mengelola pembangunan yaitu tipe
kepemimpinan “Administrator dan Sosio teknokrat”. Pemimpin Administrator pembangunan
bertugas untuk melakukan rentetan usaha bersama dengan rakyat untuk mengadakan
perbaikan, peningkatan tata kehidupan dan sarana kehidupan sosial demi pencapaian
kesejahteraan manusia, kebaikan serta keadilan yang merata. Sosio teknokrat adalah seorang
yang bertugas mengelola aspek-aspek teknik administratif dan mahir membimbing dan
membangun manusianya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau
kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki
kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang
lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Seorang pemimpin yang baik harus memiliki integritas (kepribadian), intelektual
(pengetahuan), intelegensi (spiritual), skill atau kemampuan/keahlian, memiliki power atau
dapat mempengaruhi orang lain, mau belajar, mendengar dan siap dikritik. Apabila ketujuh
isi dari esensi/hakikat kepemimpinan tersebut telah dimiliki oleh seorang pemimpin maka
pemimpin tersebut akan arif dan bijaksana.
3.2 Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk
membaca literatur-literatur yang telah dilampirkan pada daftar rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
_ 2010. "Pengertian kepemimpinan menurut para ahli". (Online).
(Http://Izmanyzz.wordpress.com/2010/09/04/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli,
diakses 11 November 2011).
Teguh, Mochammad, dkk. 2001. Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar [LKID].
Yogyakarta: UII Press.
http://jokosungsang.blogspot.com/2014/04/makalah-kepemimpinan-leadership.html
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau
berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam
kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang
harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu
selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan
yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di
anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik &
mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan
dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu
dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber
daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan
baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan
baik.
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan.
Permasalahan tsb antara lain :
Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan
kreatifitas mahasiswa.
Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang
kepemimpinan dan kearifan lokal.
Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada
zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan tapi dapat pula
dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Penulis menggunakan metode ini karena
jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data
tentang topik ataupun materi yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki maka ruang lingkup karya tulis
ini terbatas pada pembahasan mengenai kepemimpinan dan kearifan lokal
.BAB II
PEMBAHASAN
II.1 HAKIKAT KEPEMIMPINAN
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai
dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan.
Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya
dalam mencapai tujuan.
Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal
untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab,
supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan
dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik
untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan
moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan
gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan orang
lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi
manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong,
menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari
kepemimpinan Pancasila adalah :
Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya
menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila
ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para
bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa :
Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik
untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa
yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang
dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk
menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat
– sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi
yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya
fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
– Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing,
commanding, controling, dsb.
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang
kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang
teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai
referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain
:
o Kecerdasan
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana
seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan
terhadap hasil yang tinggi pula.
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus
bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang
positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan
tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang
menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya
kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan
orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda –
beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara
beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu
didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam
pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis)
berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya
menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan
negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi,
tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Otokratis
Partisipasif
Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang
demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan
dapat mengarahkan diri sendiri.
Kendali Bebas
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu
gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas.
Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai
dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya,
para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh
hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan
Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari
hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity)
pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan
situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak
pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi
apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing –
masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwa
setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya
meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah
satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya
dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang
pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.
Keempat gaya tersebut adalah
Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki
pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di
bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus
dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan
berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses
pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada
bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga
menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya,
dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah
lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu
memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan
meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam
melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi
tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini
akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah
mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan
waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan
keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung
jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya
telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan
tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari
lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka
kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership
mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang
yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya
perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi,
penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah
yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini,
seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan
motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk
menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang
pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran
pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision
making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Disseminator Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.
Spokeman Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar
organisasinya.
Disturbance Handler Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam
keadaan menurun.
Resources Allocator Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu
dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan
setiap keputusan.
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran
pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
Aligning Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang
menuju ke arah yang sama.
Allowing Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara
kerja mereka.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar
biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak
mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat
yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi
pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa
mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh,
megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun
masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri.
Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa
mengendalikan diri.
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan
formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya
dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan
adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir
tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu
kepemimpinan yang melayani.
A. Karakter Kepemimpinan
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut
suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani
dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.
Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang
diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang
mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali,
karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan
yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai
yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama
seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya
adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik
yang dipimpinnya.
Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya.
Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian da
harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable ).
Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya
seluruh perkataan,pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau
kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap
kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah
pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan
public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri
ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu dalam keadaan
tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.
B. Metode Kepemimpinan
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi
juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang
efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan
integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama
sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin
yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini
tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan
Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan
berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode
kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter
kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah
daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses
ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari
orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing
motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara
dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah
inspirator perubahan dan visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya
akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang –
orang atau organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan yang jelas. Tanpa visi,
kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah
organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam
mempertahankan survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada 2
aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang
pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tapi
memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tsb ke dalam suatu rangkaian
tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya dia selalu
tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang
dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap
permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang –
orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk
menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun
perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan
sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti monitoring dan
pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
C. Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta
memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun
kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang
pemimpin, yaitu :
Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh –
sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup
dalam perilaku yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa
memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih
banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani
sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan
penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik
pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa
menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan
sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman
Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat
relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan
menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence,
salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant
leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate
Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke
puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka
biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik,
rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang
terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan
karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau
gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika
seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace)
dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai
memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan
dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin
bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from
the inside out ).
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang
dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan
mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang
pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima
oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor &
praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan
lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan
pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari
kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya
dari negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27
tahun penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga
Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya
menderita selam bertahun – tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa
kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang
dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa
perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang
kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang
tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner maupun
aspek manajerial.
Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin yang
berarti kehidupan).
Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang
sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya
(self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan
bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang
lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna
kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh,
belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal,
kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain
(pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan
oleh John Maxwell, ” The only way that I can keep leading is to keep growing. The the day I stop
growing, somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya cara
agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti
bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tsb.
Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan maknanya dengan pengetahuan,
kecerdikan,kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan
berkenaan dengan penyelesaian masalah yang relative pelik dan rumit,
Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras, serasi dan
seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita. Kehidupan yang dipimpin
oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan terarah yang dipimpin
oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif.
Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh didiamkan.
Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki jiwa kepemimpinan,
seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul.
Manusia di besarkan masalah. Dalam kehidupan local masyarakat, setiap masalah yang muncul
dapat ditanggulangi dengan kearifan local masyarakat setempat. Contohnya adalah masalah banjir
yang di alami masyarakat di berbagai tempat. Khususnya di Bali, seringkali terjadi banjir di
wilayah Kuta. Sebagai tempat tujuan wisata dunia tentu hal ini sangat tidak
menguntungkan. Masalah ini haruslah segera ditangani. Dalam hal pembuatan drainase dan
infrastruktur lainnya, diperlukan kematangan rencana agar pembangunan yang dilaksanakan tidak
berdampak buruk. Terbukti, penanggulangan yang cepat dengan membuat gorong – gorong bisa
menurunkan debit air yang meluber ke jalan.
Sebagai pemimpin lokal, pihak Camat Kuta, I Gede Wijaya sebelumnya telah melakukan sosialisasi
terkait pembangunan gorong – gorong. Camat Kuta secara langsung dan tertulis telah
menyampaikan hal tersebut kepada pengusaha serta pemilik bangunan dalam surat No.
620/676/ke/07 , tertanggal 27 desember 2007
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang
tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya
sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati
selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu
yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal
(leadership from the inside out).
III.2 SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu
perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar
biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak
mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat
yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
https://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/