Anda di halaman 1dari 7

Gary Fletcher, 2007; terj.

Diana Lyrawati, 2008

Sindrom koroner akut – farmakologi


Angka kematian infark miokard menurun antara lain karena kemajuan dalam bidang pengobatan.
Artikel ini menjelaskan mengenai terapi obat untuk sindrom koroner akut dan menggarisbawahi peran
farmasis.

Sindrom koroner akut (acute coronary tenaga paramedik ataupun pada unit/instalasi
syndrome/ACS) meliputi spektrum penyakit dari gawat darurat sebenarnya sama.
infark miokard akut (MI) sampai angina tak Manifestasi unstable angina dan MI akut
stabil (unstable angina). Penyebab utama seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut
penyakit ini adalah trombosis arteri koroner bersifat parah dan mendadak, sedangkan infark
yang berakibat pada iskemi dan infark miokard. miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable
Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan angina berkembang dalam 24‐72 jam atau
oleh derajat dan lokasi trombosis. lebih. Pada kedua kasus tersebut tujuan awal
Sejak 1960‐an, ketika terapi standard terapi adalah untuk menstabilkan kondisi,
menjadi istirahat penuh (bed rest) dan mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pasien.
defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai
infark miokard akut menurun terus. Penurunan tindakan. Oksigen diberikan untuk menjaga
yang stabil ini disebabkan oleh beberapa faktor: kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang
• Meningkatnya informasi dan edukasi sampai ke miokard. Diamorfin 5 mg (jika perlu
untuk masyarakat mengenai perlunya diikuti dengan injeksi intravena perlahan 2,5‐5
mencari bantuan medis sesegera mg) diberikan sebagai analgesik dan untuk
mungkin jika ada dugaan terjadi nyeri mengurangi kecemasan pasien. Selain itu juga
dada/jantung. menurunkan respon adrenalin, frekuensi nadi
• Adanya obat‐obat baru (beta blocker (heart rate) dan tekanan darah, dan kebutuhan
pada ~1970an)) oksigen miokard. Morfin 10 mg diikuti dengan
• Tersedianya obat trombolisis (pada dosis 5‐10mg injeksi intravena perlahan
~1980‐an) merupakan alternatif pilihan jika diamorfin
• Pengembangan angioplasi koroner dan tidak dapat digunakan.
stent (pada ~1990an) Metoklopramid 10 mg intravena diberikan
• Diketahuinya faktor resiko yang dapat untuk mengatasi mual, dan gliseril trinitrat
dimodifikasi (misalnya hipertensi, sublingual untuk menurunkan atau meredakan
diabetes, merokok) dan strategi nyeri dada.
penatalaksanaannya. Pada pembuluh darah koroner, agregasi
Artikel ini akan membahas terapi obat platelet dan pembentukan trombus dilakukan
terkini untuk ACS dan pentingnya intervensi oleh tromboksan A2 (TXA‐2) yang dihasilkan
koroner perkutan primer (primary oleh platelet yang teraktivasi, dan dikatalisis
percutaneous coronary intervention, PCI) oleh enzim siklooksigenase 1 (COX‐1). Pasien
sebagai alternatif trombolisis pada infark yang diduga infark miokard harus diberi aspirin
miokard akut. (300 mg) secepat mungkin untuk membatasi
trombus. Aspirin menghambat COX‐1 dalam
Terapi awal platelet, menghambat produksi TXA‐2 dan
Keberhasilan terapi ACS bergantung pada agregasi platelet. Pasien yang alergi aspirin
pengenalan dini gejala dan transfer pasien diberi clopidogrel 300 mg.
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terapi Pada saat tiba di rumah sakit, pasien akan
awal untuk semua ACS, yang diberikan oleh dihubungkan dengan pencatat elektro‐

1
Gary Fletcher, 2007; terj. Diana Lyrawati, 2008

kardiogram. Hitung darah komplit juga harus Disease menyatakan agar sedapat mungkin „call
dilakukan, demikian juga kadar urea dan to needle” time 60 menit (semua pasien harus
elektrolit, uji fungsi hati, fungsi tiroid, profil lipid menerima trombolisis dalam waktu 1 jam sejak
kontak pertama dengan petugas kesehatan).
dan kadar gula. Pada kondisi ini, semua pasien
Data dari laporan Proyek Nasional Audit Infark
ST elevasi atau left bundle branch block baru Miokard UK pada tahun 2006/07 64% pasien
dianggap menunjukkan infark miokard akut. menerima trombolisis dalam waktu 1 jam
Diperlukan reperfusi segera dengan trombolisis dihitung dari pertamakali kontak engan petugas
atau PCI primer. Pasien nyeri dada yang tidak kesehatan untuk pertolongan medik, 84%
menunjukkan ST elevasi dianggap sebagai bahkan dalam 30 menit pertama (data
pasien NSTEMI/unstable angina, dan kadar Indonesia belum ada).
Streptokinase merupakan terapi pertama
troponin harus diperiksa 12 jam setelah onset
untuk mengembalikan aliran darah ke arteri
nyeri dada. koroner yang mengalami trombosis. Merupakan
protein yang diperoleh dari streptococci yang
ST elevation MI mengubah plasminogen menjadi plasmin, juga
Reperfusi, dengan trombolisis atau PCI merupakan protein antigenik dan sering
primer, diindikasikan dalam waktu kurang dari dikaitkan dengan kejadian hipotensi dan reaksi
12 jam sejak onset nyeri dada untuk semua alergi. Sekali diberikan, pemberian berikutnya
pasien MI yang juga memenuhi salah satu mungkin tidak efektif karena telah terbentuk
kriteria berikut: antibodi yang menetralkan dalam tubuh.
• ST elevasi >0,1mV pada >2 ujung sensor Trombolitik lainnya adalah tissue
ECG di dada yang berturutan Plaminogen Activator (tPA, misalnya alteplase
• ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor dan yang lebih baru tenecteplase). tPA yang
di tungkai berturutan lebih baru memiliki waktu paruh yang lebih
• Left bundle branch block baru lama sehingga memudahkan untuk pemberian
Terdapat beberapa metode reperfusi sebagai injeksi bolus, dibanding infus yang
dengan keuntungan dan kerugian masing‐ harus dilakukan untuk streptokinase dan
masing. PCI primer merupakan terapi pilihan alteplase. Trombolisis tidak diberikan jika:
jika pasien dapat segera dibawa ke pusat • Perdarahan aktif (misalnya ulkus peptik,
kesehatan yang menyediakan prosedur PCI. perdarahan gastrointestinal, varises
esofagus)
Trombolisis • Resiko tinggi perdarahan (misalnya
Manfaat trombolisis dini ditunjukkan pada pasien usia >75 tahun)
studi GISSI‐1. Trombolisis dipilih jika pasien • Gangguan koagulasi
segera dirawat dalam 3 jam pertama setelah • Hipertensi berat
onset (idealnya dalam 1 jam). Trombolisis • Riwayat stroke/transient ischemic
dalam 1 jam pertama sejak gejala muncul attacks
menghasilkan penrunan mortalitas 50%, jika
• Bedah atau trauma dalam 3 bulan
lebih lambat (dalam 12 jam setelah onset
terakhir
gejala) maka angka penurunan resiko mortalitas
• Kehamilan
turun (<50%). Jika lebih dari 12 jam, tidak ada
• Sebelumnya mendapat trombolisis
perbedaan antara terapi trombolosis dan terapi
streptokinase (dimana streptokinase
konvensional walaupun masih cenderung
dikontraindikasikan)
menurunkan kematian. Oleh karena itu
Dari semua pasien infark miokard akut yang
pengenalan dini gejala dan pemberian terapi
dapat diberi trombolisis, hanya 60% yang
trombolisis sangat penting, sehingga kebijakan
akhirnya benar‐benar mendapat trombolisis.
National Service Framework for Coronary Heart

2
Gary Fletcher, 2007; terj. Diana Lyrawati, 2008

Dari 40% sisanya, 15% dikontraindikasikan, 15% menit). Jika lebih dari 90 menit , PCI primer
karena terlalu terlambat dan 10% tidak memiliki masih merupakan terapi pilihan apabila terapi
diagnostik ECG pada saat MRS. Dengan trombolisis dikontraindikasikan atau jika pasien
trombolisis, reperfusi sepenuhnya akan tercapai beresiko tinggi mengalami perdarahan, syok
(dilihat dari resolusi ST elevasi) pada <60% kardiogenik atau dengan faktor resiko tinggi
kasus. lainnya. Lebih dari 90% pasien yang mendapat
Komplikasi obat trombolisis antara lain PCI kembali normal secara angiografi, dibanding
reaksi alergi yang bisa bersifat minor sampai dengan 60% pasien yang mendapat trombolisis
mayor anafilaksis (anafilaksis terjadi pada 0,1% (dimana arteri yang tersumbat berhasil dialiri
pasien). Hemoragik yang memerlukan transfusi kembali).
jarang terjadi, tetapi perdarahan pada lokasi Keuntungan lain PCI:
suntikan merupakan komplikasi yang sering • Tidak ada efek samping serius (misalnya
dijumpai. Juga terdapat peningkatan resiko hemoragik intrakranial)
stroke hemoragik, terutama pada pasien lanjut • Waktu tinggal rawat inap lebih pendek
usia. Hipotensi juga sering dijumpai, terutama • Resiko reinfark berkurang.
jika digunakan streptokinase. Jika pasien alergi terhadap medium kontras
yang digunakan untuk angiografi, maka
PCI primer trombolisis merupakan pilahan terapi satu‐
PCI primer adalah memasukkan kateter satunya.
(melalui arteri femoral) ke dalam arteri koroner.
Visualisasi dilakukan dengan sinar‐X dengan Terapi STEMI sekunder
bantuan injeksi medium kontras radio‐opaque Pedoman NICE menyatakan bahwa semua
melalui kateter. Ketika pembuluh darah koroner pasien yang pernah MI akut harus mendapat
sudah dapat dilihat, identifikasi definitif arteri kombinasi aspirin, beta blocker, statin dan ACEi.
yang trombosis dapat dilakukan dan arteri
dapat dibuka menggunakan balon pada ujung Terapi platelet
kateter sehingga terjadi reperfusi miokard yang Terapi platelet esensial untuk semua pasien
mengalami infark. Stent kemudian disisipkan kardiovaskular untuk mengurangi resiko
untuk menjaga patensi pembuluh darah. Teknik trombosis koroner. Aspirin 75 mg harus
ini memungkinkan pembukaan arteri yang diberikan terus selama hidup. Pasca PCI‐primer,
dikehendaki dengan lebih tepat, tidak seperti terapi antiplatelet ganda dengan clopidogrel
jika digunakan obat trombolisis sistemik. diberikan minimum selama 2 bulan. Terapi
Sebelum dilakukan PCI primer platelet antiplatelet ganda esensial untuk pasca‐
harus dihambat sepenuhnya, dimaksudkan pemasangan stent karena tingginya insiden
untuk mengurangi resiko trombosis peri‐ trombosis in‐stent (~20%). Untuk pasien
prosedur yang disebabkan oleh lepasnya plak beresiko tinggi (pasien muda dengan riwayat
atau trombosis pada stent. Hal ini dapat dicapai iskemik jantung), atau jika lesi berada pada
dengan pemberian clopidogrel (300‐600 mg) pembuluh darah dengan resiko tinggi (misalnya,
bersama dengan terapi standard aspirin. left main stem), diberikan terapi antiplatelet
Pemberian harus dilakukan secepatnya, ganda seumur hidup untuk mencegah
sebelum PCI. Penghambatan platelet peri‐ trombosis in‐stent.
prosedural tambahan dapat dilakukan dengan Untuk pasien yang sudah mendapat terapi
abciximab (inhibitor glikoprotein Iib/Iia) atau ganda antiplatelet dan trombolisis, terapi
bivalirudin. (inhibitor lansung trombin). gandanya hanya diperlukan selama 4 minggu
PCI primer merupakan pilihan yang lebih (rekomendasi COMMIT). Setelah empat minggu,
baik untuk pasien MI akut yang dapat dilakukan cukup diberikan aspirin saja seumur hidup.
dalam waktu 90 menit sejak kontak medik Jika pasien tidak tahan terhadap aspirin,
pertama („door‐to‐balloon“ time kurang dari 90 clopidogrel seumur hidup merupakan

3
Gary Fletcher, 2007; terj. Diana Lyrawati, 2008

alternatif. Jika aspirin dan clopidogrel juga tidak termasuk Heart Protection Study, yaitu dengan
tahan, maka diberikan warfarin (dengan target simvastatin 40 mg/hari, terjadi perbaikan
INR 2‐3) sampai selama 4 tahun. outcome dan penurunan angka kematian untuk
Efek samping terapi antiplatelet yang paling semua pasien kardiovaskuler. Manfaat ini tidak
sering adalah ganggunan saluran cerna dan tergantung pada kadar awal kolesterol/LDL.
bronkhospasme (aspirin). Inhipitor pompa‐
proton (proton pump inhibitor, PPI) misalnya ACE inhibitor
omeprqazol 20 mg/hari dapat diresepkan untuk Pada ~20% pasien MI akut akan
pasien yang mengalami efek samping berkembang LVSD. Mortalitas pada pasien
gastrointestinal. demikian meningkat secara signifikan. Studi
AIRE menunjukkan bahwa pemberian ACEi
Beta blocker pasca‐MI menguntungkan. Pemberian ramipril
Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah pada gagal jantung menurunkan 27% mortalitas
keadaan pasien stabil. Studi ISIS‐1 menunjukkan dalam 15 bulan. Bukti ini dikonfirmasi juga oleh
pemberian dini beta‐blocker bermanfaat studi HOPE (ramipril), EUROPA (perindopril),
menurunkan 15% mortalitas dalam 36 jam keduanya juga menunjukkan adanya manfaat
setelah MI, dengan cara menurunkan ACEi untuk jantung koroner dengan atau tanpa
kebutuhan oksigen, membatasi ukuran infark. gagal jantung atau hipertensi.
Juga mengurangi resiko pecahnya pembuluh Setelah infark, miokard akan tertarik dan
darah jantung dengan menurunkan tekanan menipis sehingga terjadi dilasi ventrikel.
darah, juga mengurangi resiko ventrikular dan Miokard yang masih berfungsi kemudian akan
aritmia supraventrikular yang disebabkan mengkompensasi dengan hipertropi,
aktivasi simpatetik. Jika tidak ada Remodelling ini merupakan indikator
kontraindikasi, pasien diberi beta‐blocker peningkatan mortalitas. Angitensin II juga dapat
kardioselektif misalnya metoprolol atau bersifat sebagai growth factor, yang memacu
atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus hipertropi. Inhibisi angiotensin II akan
terus rutin di.monitor setelah keluar dari rumah menghambat proses ini.
sakit. Kontraindikasi terapi beta‐blocker adalah: ACEi mulai diberikan dalam 24‐48 jam
• Hipotensi dengan tekanan darah sistolik pasca‐MI pada pasien yang telah stabil, dengan
<100 mmHg atau tanpa gejala gagal jantung. ACEi
• Bradikardi <50 denyut/menit. menurunkan afterload ventrikel kiri karena
• Adanya heart block. inhibisi sistem renin‐angiotensin, menurunkan
• Riwayat penyakit saluran nafas yang dilasi ventrikel. ACEi harus dimulai dengan dosis
reversibel. rendah dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi
Beta‐blocker harus dititrasi sampai dosis yang dapat ditoleransi. Kontraindikasinya
maksimum yang dapat ditoleransi. Jika terdapat hipotensi, gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal
left ventricular systolic dysfunction (LVSD, bilateral, dan alergi ACEi. Elektrolit serum,
disfungsi sistolik ventrikel kiri), beta blocker fungsi ginjal dan tekanan darah harus dicek
yang dilisensikan untuk gagal jantung harus sebelum mulai terapi dan setelah 2 minggu.
diberikan (misalnya bisoprolol atau carvedilol).
Antagonis aldosteron
Pemberian dimulai dengan dosis terkecil dan
dititrasi naik sesuai dengan interval yang Pedoman NICE menyatakan untuk pasien
disarankan sampai tercapai dosis maksimum dengan gejala gagal jantung dan LVSD antagonis
yang dapat ditoleransi. aldosteron (eplerenone) dilisensikan sebagai
terapi pasca‐MI yang dimulai dalam 3‐14 hari
Terapi penurun kadar lipid MI, lebih disukai setelah terapi ACEi. Studi
Manfaat HMG Co‐A reductase inhibitor EPHESUS menunjukkan penurunan 43% resiko
(statin) jelas ditunjukkan pada beberapa studi 30‐hari untuk semua mortalitas. Setelah

4
Gary Fletcher, 2007; terj. Diana Lyrawati, 2008

maksimum terapi eplerenone 12 bulan, pasien thrombus, uji klinik menunjukkan bahwa
LVSD dapat diterapi dengan spironolakton mereka hanya efektif untuk pasien NSTEMI
sesuai dengan pedoman NICE untuk gagal resiko tinggi, atau untuk pasien yang potensial
jantung. Kadar potasium/kalium dan fungsi mendapat PCI yang ditunda, jika digunakan
ginjal harus dimonitor. bersama dengan aspirin dan heparin/LMWH.

Suplemen diet Antikoagulasi


Pasien dianjurkan untuk meningkatkan LMWH lebih banyak digunakan daripada
konsumsi minyak ikan polyunsaturated dan unfractionated heparin karena untuk
makan dengan pola diet Mediteranian. NICE membatasi perluasan thrombosis koroner pada
menyarankan untuk menkonsumsi paling sedikit NSTEMI/unstable angina. Studi ESSENCE
omega‐3‐acid ethyl ester 7g/minggu. Ini bisa menunjukkan enoxaparin 1mg/kg 2 kali/hari
diperoleh dari 2‐4 porsi ikan (oily fish) atau lebih baik daripada unfractinated heparin. Biaya
1g/hari suplementasi peroral. enoxaparin lebih tinggi, tetapi mempunyai
aktivitas anti‐faktor Xa lebih besar, tidak
Unstable angina/NSTEMI memerlukan monitor terus menerus, dan dapat
Walaupun STEMI membawa resiko diberikan dengan mudah 2 kali/hari sehingga
mortalitas yang lebih tinggi dalam jangka menjadi pilihan terapi yang cukup popular.
pendek, mortalitas dalam 6 bulan lebih tinggi Enoxaparin diberikan terus sampai pasien bebas
pada NSTEMI. Terapi untuk pasien dari angina atau paling sedikit selama 24 jam.
NSTEMI/unstable angina hamper sama dengan Durasi terapi yang dianjurkan adalah 2‐8 hari.
STEMI, kecuali trombolisis tidak diindikasikan Jika pasien memiliki gangguan fungsi ginjal,
dan sebaliknya digunakan heparin tak enoxaparin diberikan 1 mg/kg sekali sehari.
terfrasionasi atau berat molekul rendah
(unfractinated or low molecular weight heparin) Terapi antiangina
dan terapi antiplatelet. Beta‐blocker digunakan sebagai antiangina
dan harus diberikan sesegera mungkin, seperti
Antiplatelet pada pasca‐MI, kecuali jika kontraindikasi.
Semua pasien NSTEMI/unstable angina Walaupun tidak ada bukti kuat terutama
mendapat terapi aspirin 75 mg/hari dan manfaatnya dalam mengurangi angka kematian,
clopidogrel 75 mg/hari, dengan loading dose obat‐obat berikut sering juga digunakan untuk
300 mg yang diberikan saat gejala muncul atau mengatasi gejala angina atau sebagai
pertama dirawat. Studi CURE menunjukkan pencegahan:
manfaat penambahan clopidogrel pada terapi • Isosorbid mononitrat, diberikan sekali
aspirin standard, yaitu menurunkan 20% resiko sehari dalam bentuk sediaan lepas
relatif kematian, MI non‐fatal dan stroke. NICE lambat untuk mencegah toleransi
merekomendasikan untuk pasien NSTEMI terhadap nitrat. Jika diperlukan,
pemberian terapi ganda antiplatelet hanya diberikan bersama dengan gliseril
untuk 12 bulan (dibanding dengan 4 minggu trinitrat semprot.
untuk pasien pasca‐MI atau minimum 12 bulan • Calcium channel blocker (CCB, misalnya
untuk pasca‐PCI primer) karena tidak ada amlodipin, diltiazem). Diltiazem dapat
manfaat nyata jika lebih dari waktu tersebut. diresepkan untuk pasien yang tidak
Antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa, tahan beta‐blocker karena efek
misalnya tirofiban atau eptifibatide merupakan sampingnya pada konduksi elektrik
inhibitor kuat agregasi platelet. Obat‐obat kardiak. Obat kerja pendek (misalnya
tersebut menghambat pembentukan fibrinogen nifedipin) tidak digunakan karena efek
pada platelet. Walaupun antagonis reseptor sampingnya refleks takikardia yang
glikoprotein IIb/IIIa menghambat pembentukan

5
Gary Fletcher, 2007; terj. Diana Lyrawati, 2008

umum terjadi pada awal penggunaan pada tekanan darah, heart rate, fungsi ginjal
dan dapat memperburuk gejala angina. dan hati, hematologi dan elektrolit.
• Nicorandil dapat ditambahkan sebagai
kombinasi dengan antiangina lainnya. Edukasi pasien
Pada semua antiangina, efek pusing/sakit Edukasi pasien merupakan hal esensial.
kepala yang sangat merupakan masalah yang Umumnya pasien belum pernah harus
sering dialami pasien. Jika hal ini berkaitan mengkonsumsi berbagai macam obat secara
dengan dosis, maka dosis harus disesuaikan teratur, yang pada saat selesai dirawat di rumah
sambil tetap menjaga tekanan darah. sakit pasca‐ACS harus dilakukan. Hal ini
seringkali menimbulkan kekhawatiran.
Penurun kadar lipid Memberikan penjelasan sederhana kepada
Statin harus diberikan pada pasien, dengan pasien mengenai mengapa harus
alasan seperti yang tercantum pada pasca‐MI. mengkonsumsi obat‐obat tersebut secara
teratur akan membantu menghilangkan
ACE inhibitor kekhawatiran pasien dan mengurangi resiko
Semua pasien NSTEMI dipertimbangkan ketidakpatuhan dalam meminum obat. Penting
untuk mendapat ACEi (misalnya ramipril) juga untuk menjelaskan kepada pasien
kecuali jika kontraindikasi, sesuai dengan mengenai efek samping yang mungkin timbul
rekomendasi dari studi HOPE dan EUROPA. dan kepentingannya, misalnya mengapa harus
melapor jika mengalami rasa nyeri otot ketika
Diabetes mengkonsumsi statin.
Diabetes dan gangguan toleransi glukosa
merupakan faktor yang berkaitan dengan Farmasis penulis resep (prescriber)
prognosis buruk pasca‐MI. Studi DIGAMI‐1 Dengan melihat pengalaman di UK yang
menunjukkan bahwa kontrol ketat kadar gula memperkenankan secata legal dan profesional
darah (awal dengan infus glukosa‐insulin, diikuti farmasis untuk menulis resep, maka farmasis
dengan 4 kali/hari injeksi insulin subkutan) spesialis pada kardiak dapat meresepkan obat‐
menurunkan mortalitas absolut 11%, manfaat obat sesuai terapi standar pasca‐ACS.
ini juga terlihat untuk 1 tahun hingga 3,5 tahun
kemudian. DIGAMI‐2 menunjukkan bahwa yang Pustaka
penting adalah kontrol ketat glukosa darah, Gruppo Italiano per lo Studio della
tidak tergantung obat yang digunakan (insulin Streptochinasi nell’Infarto miocardico
atau obat oral antidiabet standard). DIGAMI‐1 (GISSI). Effectiveness of intravenous
dan ‐2 dilakukan pada pasien MI akut, tetapi thrombolytic treatment in acute
diketahui bahwa kontrol ketat glukosa darah ini myocardial infarction. Lancet 1986;i:397‐
juga bermanfaat untuk pasien NSTEMI. 402.
Royal College of Physicians, the Healthcare
Peran farmasis Commision, Univesity College London.
Farmasis yang bekerja di bangsal/ruangan Myocardial Infarction National Audit
kardiologi berperan pada terapi obat pasien, Project (MINAP) 6th public report. How
baik sebelum dan sesudah rawat inap di rumah the NHS manages Heart attacks. London
sakit (pre‐ dan post‐discharge). Royal College of Physicians: 2007.
Keeley EC Hilis LD. Primary PCI for myocardial
Optimasi terapi obat infarction with ST‐segment elevation.
Optimasi obat dilakukan oleh farmasis New England Journal of Medicine
untuk menjamin bahwa obat yang benar 2007;356:47‐54.
diberikan pada waktu yang tepat, Natinal Institute for Health and Clinical
mempertimbangkan juga efek kombinasi obat Excellence Clinical Guideline 48.

6
Gary Fletcher, 2007; terj. Diana Lyrawati, 2008

Secondary prevention in primary and centre trial (the EUROPA study). Lancet
secondary care for patients following a 2003;362:782‐8.
myocardial infarction. London. NICE;2007. The EPHESUS Investigators. Eplerenone reduces
COMMIT collaborative group. Addition of mortality 30 days after randomization
clopidogrel to aspirin in 45,852 patients following acute myocardial infarction in
with acute myocardial infarction: a patients with left ventricular systolic
placebo‐controlled trial. Lancet 2005;366: dysfunction and heart failure. Journal of
1607‐21. the American College of Cardiology 2005;
ISIS‐1 (first international study of infarct 46:425‐31.
survival) collaborative group. Mechanisms Clopidogrel in unstable angina to prevent
for the early mortality reduction recurrent events trial investigators.
produced by beta‐blockade started early Effects of clopidogrel in addition to
in acute myocardial infarction: ISIS‐1. aspirin inpatients with acute coronary
Lancet 1988; 1:921‐3. syndromes without ST elevation. New
Williams H.Dyslipidemia—drug treatment. England Journal of Medicine 2001;345:
Hospital Pharmacist 2005;12:177‐81. 494‐502.
Heart Protection Study Collaborative Group. Cohen M, Demers C, Gurfinkel EP, et al. A
Heart protection study of cholesterol comparison of low‐molecular‐weight
lowering with simvastatinin 20,536 heparin with UFH for unstable coronary
individuals: a randomized placebo‐ artry disease. The efficacy and safety of
controlled trial. Lancet 2002:360;7‐22. subcutaneous enoxaparin in non‐Q wave
The acute infarction ramipril efficacy (AIRE) coronary events study group. New
study investigators. Effect of ramipril on England Journal of Medicine 1997;337:
mortality and morbidity of survivors of 447‐52.
acute myocardial infarction with clinical DIGAMI (diabetes mellitus, insulin glucose
evidence of heart failure. Lancet 1993; infusion in acute myocardial infarction)
342:821‐8. study group. Prospective randomized
The HOPE study investigators. Effects of an study of intensive insulin treatment on
angiotensin‐converting‐enzyme inhibitor, long term survival after acute myocardial
ramipril, on cardiovascular events in high‐ infarction in patients with diabetes
risk patients. New England Journal of mellitus. BMJ 1997;314:1512‐5.
Medicine 2000;342:145‐53. DIGAMI‐2 Investigators. Intense metabolic
The European trial on reduction of cardiac control by means od insulin in patients
events with perindopril in stable coronary with diabetes mellitus and acute
artery disease investigators. Efficacy of myocardial infarction (DIGAMI‐2): effects
perindopril in reduction of cardiovascular on mortality and morbidiy. European
events among patients with stable Heart Journal 2005;26:650‐61.
coronary artery disease: randomized.
Double‐blind, placebo‐controlled, multi‐

Anda mungkin juga menyukai