PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menjadi saksi datangnya era baru ilmu
pengetahuan tentang pengambilan citra. Mulai dari pengambilan citra dari satelit, pengambilan
gambar dengan sinar X, hingga pengambilan gambar CT, MRI, dan PET dengan bantuan komputer
yang modern, penglihatan manusia dengan mata telanjang kini tidak lagi dibatasi oleh masalah waktu,
ruang, skala, dan visibilitas. Berkat kemajuan di bidang teknologi pencitraan ini, bidang-bidang lain
pun ikut merasakan manfaat yang cukup signifikan. Dalam dunia fotografi, munculnya kamera digital
membuat orang semakin mudah mengambil gambar yang berkualitas tinggi. Dunia kedokteran
mungkin salah satu bidang yang merasakan manfaat paling signifikan dari perkembangan teknologi
pencitraan. Gambargambar medis yang dahulu tidak mungkin didapatkan seperti gambar otak dan
berbagai organ dalam tubuh manusia, kini bisa didapatkan dengan teknik radiografi atau
ultrasonografi, melalui prosesproses scanning. Kehadiran gambar-gambar medis ini tentunya akan
sangat membantu para praktisi dunia kedokteran dalam melakukan tugasnya, misalnya untuk
menganalisis adanya penyakit atau kelainan tertentu dalam tubuh pasien.
Walau demikian, citra pun tidak lepas dari adanya masalah. Salah satu masalah yang umum
ditemui pada citra, baik digital maupun analog adalah munculnya noise pada citra. Noise pada citra
adalah variasi acak, yang biasanya tidak diinginkan, pada tingkat keterangan atau informasi warna
pada sebuah citra. Noise ini bisa berasal dari banyak sumber. Pada gambar astronomis, noise bias
bersumber dari ketidak-homogenan atmosfer dalam hal ketebalan, temperatur, indeks bias, dan
lainnya. Dalam gambar medis, noise bisa berasal dari gerakan spontan dan ketidak-homogenan
jaringan atau organ. Pada penglihatan malam (night vision), noise bersumber dari fluktuasi panas,
temperatur, dan radiasi inframerah. Dalam pengambilan gambar secara umum, munculnya noise bias
disebabkan oleh gangguan suhu yang muncul secara alamiah pada alat pengambilan gambar, atau
kondisi pengambilan gambar yang kurang baik. Hasilnya adalah citra digital dengan bintik-bintik
yang membuat image tampak kasar dan tidak halus.
Ketika memperhatikan citra yang tercemar noise semacam ini, bahkan penglihatan manusia
pun dapat mengalami kesulitan mendeteksi fitur atau pola penting, meskipun penglihatan manusia
adalah yang paling lebih superior dan efisien. Hal ini mungkin saja berakibat fatal secara klinis bila
sampai terjadi kesalahan interpretasi gambar oleh praktisi dunia kedokteran, seperti misalnya dalam
pendeteksian tumor. Selain itu, beberapa operasi pemrosesan citra yang penting, seperti perbaikan
kontras (contrast enhancement), penyamaan histogram (histogram equalization), dan perbaikan sisi
(edge enhancement), mungkin terganggu oleh kehadiran noise pada citra. Oleh karena itu,
pengurangan noise pada citra telah menjadi topik penting sejak awal kemunculan pemrosesan sinyal
dan gambar. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, dibutuhkan suatu aplikasi pemrosesan citra
digital untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan keberadaan noise pada citra digital tersebut.
Setelah diproses untuk direduksi intensitas noise-nya, diharapkan kualitas citra digital yang rendah
karena kehadiran noise tersebut dapat ditingkatkan. Dengan demikian, diharapkan pula masalah-
masalah yang mungkin timbul dari penggunaan citra yang terkontaminasi oleh noise dapat dihindari
atau diminimalisir.
METODE PENELITIAN
Wavelet adalah sekumpulan fungsi dalam ruang L2(R) yang memiliki sifat-sifat berenergi terbatas,
merupakan fungsi band-pass serta merupakan hasil translasi dan dilasi dari sebuah fungsi tunggal.
Kumpulan fungsi ini memiliki bentuk umum sebagai berikut.
Kumpulan fungsi pada persamaan (1) dihasilkan melalui proses translasi oleh parameter b dan
proses dilasi (skala) oleh parameter a pada fungsi wavelet induk ψ(t). Tiap-tiap fungsi hasil translasi
dan dilasi disebut wavelet anak. Wavelet digunakan untuk membagi sebuah fungsi atau sinyal kontinu
menjadi komponen-komponen frekuensi yang berbeda dan mempelajari tiap komponen dengan
resolusi yang sesuai dengan skalanya.
Jika kita memiliki koefisien-koefisien data (sinyal) c j k , pada skala j dan koefisien-koefisien data c j +1,
n dan d j +1, n pada skala j+1, maka koefisien-koefisien data pada skala j+1 ini dihubungkan dengan
koefisien-koefisien c j k , pada skala j melalui persamaan sebagai berikut.
Persamaan (7) dan (8) di atas adalah algoritma rekursif untuk dekomposisi wavelet dengan
menggunakan h(k) dan g(k). Kedua persamaan tersebut dapat dilihat sebagai proses melewatkan
sinyal c j k , pada pasangan filter H dan G, kemudian sinyal yang telah difilter tersebut di-
downsampling dengan 2. Hasil pemfilteran dengan filter lolos bawah H adalah subband frekuensi
rendah dengan nilai-nilai c j +1, n yang disebut nilai tren, dan hasil pemfilteran dengan filter lolos atas G
adalah subband frekuensi tinggi dengan nilai-nilai d j +1, n yang disebut nilai fluktuasi. Nilai-nilai tren c
j +1,n dapat dianggap sebagai sinyal pada skala j+1 untuk kemudian dilewatkan kembali pada pasangan
filter H dan G. Proses demikian disebut dengan filter bank atau pohon wavelet dan contohnya
ditunjukkan pada Gambar 1.
Sebuah Transformasi Wavelet 2 Dimensi dari sebuah citra diskrit dapat dilakukan kapanpun citra
memiliki jumlah baris dan jumlah kolom yang genap. Sebuah level Transformasi Wavelet 1 tingkat
dari sebuah citra f didefinisikan, menggunakan Transformasi Wavelet 1 Dimensi, dengan melakukan
beberapa langkah berikut. Pertama, lakukan sebuah Transformasi Wavelet 1 Dimensi 1 tingkat pada
setiap baris dari f, yang akan menghasilkan sebuah citra baru. Kedua, pada citra baru yang dihasilkan
dari langkah pertama, lakukan Transformasi Wavelet 1 Dimensi yang sama pada setiap kolomnya.
Kedua langkah ini dapat dibalik dan hasilnya akan tetap sama. Sebuah Transformasi Wavelet 1 tingkat
dari sebuah citra f dapat disimbolisasikan sebagai berikut.
Thresholding
Thresholding merupakan salah satu metode pengurangan noise yang paling sederhana dan
menjadi dasar bagi beberapa metode pengurangan noise yang lain. Untuk melakukan thresholding,
terlebih dahulu ditetapkan sebuah nilai yang dianggap sebagai batas atau threshold. Nilai threshold ini
ditetapkan sedemikian rupa supaya besarnya melebihi nilai-nilai fluktuasi kecil yang mewakili noise
pada citra yang dianalisis. Kemudian, dilakukan operasi thresholding pada ˆ g . Ada 2 jenis
thresholding, yaitu hard thresholding dan soft thresholding. Rumus untuk hard thresholding adalah
sebagai berikut.
Context-Based Thresholding
Untuk sebuah nilai threshold λ, operasi soft thresholding dan hard thresholding secara alami
bersifat global dan non-adaptif. Mereka diaplikasikan pada koefisien-koefisien wavelet dengan cara
yang sama tanpa memperhatikan lokasi atau konteksnya. Koefisien threshold hanya bergantung pada
nilai koefisien noise dan independen terhadap koefisien tetangga atau konteksnya. Walaupun
Transformasi Wavelet melakukan dekorelasi hingga batas tertentu, terbukti bahwa ada sejumlah
redundansi dalam pohon dekomposisi wavelet. Faktanya, struktur citra natural pada umumnya
memiliki kesamaan antara skala-skala resolusi dari koefisien-koefisien waveletnya. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa ada dependensi hingga tingkat tertentu antara koefisien-koefisien wavelet yang
bertetangga yang berkoresponden dengan sub-area beraktivitas tinggi pada citra. Maka, melakukan
thresholding terhadap koefisien-koefisien ini secara independen merupakan hal yang kurang baik.
Seperti dijelaskan di atas, tampaknya merupakan hal yang beralasan untuk mempertimbangkan
beberapa konteks dari tiap koefisien wavelet sebelum melakukan thresholding. Ada banyak cara untuk
mendefinisikan sebuah konteks yang sesuai untuk sebuah koefisien wavelet. Di sini akan dijelaskan
sebuah operasi thresholding yang bersifat context-based dan terlokalisasi. Sebuah konteks sederhana,
yang memuat koefisien-koefisien wavelet tetangga yang berpusat pada koefisien yang hendak di-
threshold dipertimbangkan; yaitu, untuk setiap koefisien wavelet, y i, j , konteksnya didefinisikan oleh
mask berukuran m×m yang berpusat pada y i, j , dinotasikan sebagai C m x m (y i j) , Untuk konteks ini,
nilai maksimum dari konteks ini adalah M i, j yang didefinisikan sebagai berikut.
PENUTUP
Kehadiran noise pada citra digital merupakan masalah yang cukup mengganggu. Selain menurunkan
kualitas visual dari citra digital itu sendiri, efek lain yang lebih buruk mungkin terjadi bila terjadi
kesalahan persepsi atas citra digital, terlebih bila kesalahan persepsi itu terjadi pada bidang-bidang
yang kritis seperti dalam dunia kedokteran. Oleh karena itu, reduksi terhadap intensitas noise pada
citra digital yang terkontaminasi noise merupakan hal yang esensial untuk dilakukan. Program
aplikasi berhasil dengan baik dalam melakukan reduksi terhadap kehadiran noise pada citra digital.
Dengan demikian, diharapkan masalah yang akan muncul akibat adanya noise pada citra digital dapat
dicegah. Untuk perancangan program aplikasi serupa di masa depan, dapat digunakan metode lain
yang hasilnya mungkin lebih baik. Beberapa metode yang mendapat perhatian penulis adalah metode
Gaussian Scale Mixture yang dikemukakan oleh Portilla, Scale-Space Atoms oleh Bruni, dan fraktal
wavelet oleh Ghazel.
DAFTAR PUSTAKA
Antoine, J.P. (2004). Two dimensional wavelets in their relatives, Cambridge, UK: Cambridge
University Press.
Baldock, R., and Graham J. (2000). Image processing and analysis, New York: Oxford University
Press Inc.
Bruni, V., Piccoli, B., and Vitulano, D. (2006). Time scale dependencies for image compression.
Journal of Multimedia. 1(1), 44-55.
Bruni, V., Piccoli, B., and Vitulano, D. (2008). Wavelet and partial different equations for image
denoising. Electronic Letters on Computer Vision and Image Analysis, 6(2), 36-53.
C. Yoon, B.J., and Vaidynathan, P.P. (2004). Wavelet-based denoising by customized thresholding.
Accoustics, Speech, and Signal Processing, 2, 925-928.
Marpe, D. Context-based denoising of images using iterative wavelet thresholding, Berlin: University
of Applied Sciences (FHTW Berlin).
Miller, M., and Kingsbury, N. (2008). Image denoising using derotated complex wavelet coefficients.
IEEE transactions on image processing, 17(9), 1500-1511.
Schulte ,S., Huysmans, B., Pižurica, A., Kerre, Etienne E., and Philips, W. (2006). A new fuzzy based
wavelet shrinkage image denoising technique. Lecture Notes in Computer Science, 4179, 12- 23.
Vaseghi, S.V. (2006). Advanced digital signal processing and noise reduction, jilid ketiga, Hoboken:
John Wiley & Sons, Inc.