Anda di halaman 1dari 39

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

Diajukan Untuk Memenuhi Salahsatu Tugas Pratik Kerja Lapangan II


Dosen Pembimbing Nina Gartika., M.Kep., S.Kep.

Disusun oleh:
Kelompok 3
Aprilia Nur Fadilah (302017010)
Aqmarina Ghoesani (30201712)
Ari Fitiyani (302017013)
Belinda Rizky Amalia (302017017)
Desi Putri Anjani (302017020)
Dhenira Firdhania (302017022)
Dizza Tresa Desclara (3020170
Ekka Nur Fitriya (3020170
Khoirunnisa Oktaviani S (302017042)
Nur Ranti Luthfiani (302017052)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
Jl. K. H. Ahmad Dahlan No.6 Bandung Telp. 022-7305269

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penyusun telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Perkemihan dengan membahas “Penyakit
Ginjal Kronik” dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun
hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga
kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi. Penyusunan makalah adalah
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Sistem Perkemihan di Stikes ‘Aisyiyah Bandung.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan
ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bandung, July 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan fungsi
ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan
dari dalam tubuh (Vitahealth,2007). Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi
akibat suatu penyakit, kelainan anatomi ginjal dan penyakit yang menyerang
ginjal itu sendiri. Apabila hanya 10 % dari ginjal yang berfungsi, pasien
dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal end-stage renal disease(ESRD)
atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut, yaitu
berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Gagal
ginjal dapat juga kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang perlahan,
mungkin dalam beberapa tahun. Dialisis dilakukan pada gagal ginjal untuk
mengeluarkan zat-zat toksik dan limbah tubuh yang dalam keadaan normal
diekskresikan oleh ginjal yang sehat. Tujuan dialisis adalah untuk
mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien. Ada dua teknik utama
yang digunakan dalam dialisis, yaitu Hemodialisa dan Dialisis Peritoneal
(Suharyanto, 2009).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Fisiologi Sistem Perkemihan ?


2. Apakah Definisi dari Penyakit Ginjal Kronik ?
3. Sebutkan stadium dari Penyakit Ginjal Kronik !
4. Sebutkan Etiologi dari Penyakit Ginjal Kronik !
5. Jelaskan Tanda dan Gejala dari Penyakit Ginjal Kronik !
6. Sebutkan Komplikasi dari Penyakit Ginjal Kronik !
7. Jelaskan Patofisiologi dari Penyakit Ginjal Kronik!
8. Sebutkan Pemeriksaan Penunjang dari Penyakit Ginjal Kronik !
9. Sebutkan Penatalaksanaan dari Penyakit Ginjal Kronik!
10. Jelaskan Nursing Care Plan dari Penyakit Ginjal Kronik !

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Fisiologi Sistem Perkemihan
2. Untuk Mengetahui Definisi dari Penyakit Ginjal Kronik
3. Untuk mengetahui Stadium dari Penyakit Ginjal Kronik
4. Untuk Mengetahui Etiologi dari Penyakit Ginjal Kronik
5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala dari Penyakit Ginjal Kronik
6. Untuk Mengetahui Komplikasi dari Penyakit Ginjal Kronik
7. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Penyakit Ginjal Kronik
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Penyakit Ginjal Kronik
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Penyakit Ginjal Kronik
10. Untuk Mengetahui Nursing Care Plan dari Penyakit Ginjal Kronik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fisiologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakan oleh tubuh terlarut dalam air dan
dikeluarkan berupa urine (air kemih).
Fungsi Sistem Perkemihan

1. Mempertahankan keseimbangan H2O


2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian CES
3. Memelihara volume plasma yang sesuai
4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa
5. Memelihara osmolaritas
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dari metabolism tubuh tubuh
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing
8. Mensekresikan eritropoietin
9. Mensekresikan renin
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya

Bagian-bagian Sistem Perkemihan

Perkemihan dibagi menjadi 4 bagian:

1. Dua buah ginjal yang membuang zat-zat sisa metabolism


2. Dua buah ureter yang mentransport urin ke kandung kemih
3. Kandung kemih sebagai tempat penampungan urin
4. Uretra merupakan saluran yang mengalirkan urin dari kandung kemih keluar tubuh
Anatomi Sistem Perkemihan

1. Ginjal

Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang
abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri
lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal
wanita.

 Letak Ginjal
Secara anatomis, ukuran ginjal memiliki panjang sekitar 11,25 cm, lebar 5 cm, tebal sekitar
2,5 cm. Posisi di T12 – L3 dibelakang abdomen, posisi ginjal kanan lebih rendah dari ginjal
kiri, karena diatas ginjal kanan terdapat hepar/hati. Berat ginjal sekitar 120 gr- 150 gr.
Lapisan pembungkus ginjal :
1. Bagian dalam disebut Capsula Renalis
2. Bagian tengah disebut Capsula Adipose
3. Bagian luar disebut Fascia Renalis (jaringan ikat)

Anatomi Internal Ginjal


a. Renal Pelvis : ruang penampung yang besar yang menghubungkan medulla dengan
ureter
b. Medulla Renalis : bagian tengah ginjal, terdiri dari 8-18 piramida
c. Cortex Renalis : Paling luar dari ginjal terdiri dari are kortikal dan area juxtamedullari.
Suplay Darah Ke Ginjal

masuk ke Abdominal Aorta

1. Renal artery
2. Interlobar artery
3. Arcuate artery
4. Cortical radiate artery
5. Afferent arterioles
6. Glomerular capillaries
7. Efferent arterioles
8. Peritubular capillaries
9. Cortical radiate vein
10. Arcuate vein
11. Interlobar vein
12. Keluar melalui renal vein

Jumlah medulla didalam ginjal 8-18 medulla bentuknya seperti piramida.

Sekitar 20-25% cardiac output lari ke ginjal. 1,2 liter darah lewat ke ginjal permenit.
Kegiatan filtrasi darah yang masuk ke ginjal dalam tubuh 60 kali/hari. Sekitar 20-25%
cardiac output lari ke ginjal. 1,2 liter darah lewat ke ginjal permenit. Kegiatan filtrasidarah
yang masuk ke ginjal dalam tubuh 60 kali/hari.
Nefron

Nefron merukan unit fungsional pada ginjal. tiap ginjal manusia terdiri atas kurang lebih
800.000 sampai 1.000.000 nefron, masing-masing nefron dapat membentuk urin. Nefron
terdiri dari 5 komponen :
1. Kapsula Bowman dan Glomerulus : tempat terjadinya filtrasi
2. Tubulus Proksimal : tempat reabsorpsi dan beberapa sekresi
3. Lengkung Henle : tempat pengeceran dan pemekatan urin
terjadi
4. Tubulus Distal : reabsorpsi dan lebih banyak sekresi
5. Duktus Kolektifus : Pemekatan urin dan menyalurkan urin ke
renal pelvis
Glomerulus

Bagian ini yang mengandung anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsul bowman dan
menerima darah dari arteriola aferen dan meneruskan darah ke system vena melalui arteriol
aferen.Glomerulus berdiameter 200 mm, di bentuk oleh invagiansi suatu anyaman kapiler yang
menempati kapsula bowman dimana cairan di filtrasikan.

Pembentukan Urine
a. Filtrasi Glomerulus
Proses yang pasif dimana cairan dan zat-zat terlarut terdorong melalui membrane semi
permiabel melalui tekanan hidrostatik. Sejumlah volume cairan yang terfiltrasi dari
darah kedalam kapsula bowman dalam setiap menitnya disebut Glomerular Filtration
Rate (GFR). Tekanan filtrasi ditentukan oleh kekuatan tekanan, yaitu tekanan
hidrostatik yang mendorong dan tekanan osmotic yang menarik. GFR normal pada
orang dewasa 120-125 ml/menit, keadaan tersebut dipertahankan tetap oleh kontrol
intrinsik yang disebut dengan mekanisme Myogenic yang mengontrol diameter arteriol
aferen yang berespon terhadap perubahan tekanan pada tekanan pembuluh darah.
Tekanan darah yang meningkat menyebabkan pembuluh darah renal kontriksi. Filtrasi
Glomerulus juga di control oleh mekanisme ekstrinsik melalui system saraf simpatis.
Yang di filtrasi:
Bahan Persentase rata-rata bahan hasil Persentase rata-rata bahan
filtrasi yang direabsorpsi hasil filtrasi yang di
ekskresi
Air 99 1
Natrium 99,5 0,5
Glukosa 100 0
Urea 50 50
Fennol (zat sisa) 0 100
a. Reabsorpsi Tubulus
Pada saat filtrat mengalir ke tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan
ke plasma kapiler dari tubulus. Perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari
bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorsi tubulus.
Zat-zat yang direabsorsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh
kapiler peritubulus ke vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan.
b. Sekresi Tubulus
Pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus kedalam lumen
tubulus, merupakan rute kedua bagian darah bagi zat dari darah untuk masuk kedalam
tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah dari plasma kedalam lumen tubulus adalah
dilalui filtrasi glomerulus. Namun, sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui
kapiler glomerulus disaring kedalam kapsula bowman 80% sisanya mengalir melalui
arteriol efferent kedalam kapiler peritubulus. Beberapa zat mungkin secara
diskriminatif dipindahkan dari plasma di kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus
melalui mekanisme sekresi tubulus. Sekresi tubulus menyediakan suatu mekanisme
yang dapat lebih cepat mengeliminasi zat-zat tertentu dari plasma dengan
mengekstrasikan lebih banyak zat tertentu dari 80% plasma yang tidak difiltrasi
dikapiler peritubulus dan menambahkan zat yang sama ke jumlah yang sudah ada
didalam tubulus akibat proses filtrasi.

a. Bagian descenden lengkung henle lebih permeable terhadap air, natrium dan klorida,
masuk melalui proses disfusi. Bagian interstisial yang hiper osmotic menyebabkan air
bergerak keluar dari bagian descenden sehingga filtrate menjadi pekat.
b. Lumen bagian asenden lengkung henle impermeable tehadap air, tetapi dapat dilewati
oleh natrium dan klorida, masuk ke interstisial di medulla dengan demikian filtrat di
medulla menjadi hipoosmotic dan interstisial menjadi hiper osmotic.
c. Saat filtrate melewati bagian asenden lengkung henle dan memasuki tubulus distal,
natrium dan klorida dikeluarkan/berpindah sedangkan air ditahan sehingga filtrate
menjadi lebih encer.
d. Saat filtrate melewati bagian dalam medulla, urea sebagai akhir metabolisme protein
terus bersama air mulai berdisfusi keluar dari tubulus ke interstisial yang memfasilitasi
pergerakan air.
e. Setelah itu masuk ke duktus kolektikus, terjadi pengumpulan urin sekunder yang akan
dihantarkan ke saluran calix minor lalu ke calix mayor. Urin sesungguhnya itu sebelum
dikeluarkan berkumpul di renal pelvis, lalu akan masuk ke kandung kemih.
f. Di dalam kandung kemih akan menampung urin. Ada yang yang langsung dikeluarkan
dan ada yang ditahan. Yang ditahan itu akan dihantarkan impuls ke otak antara akan
dikeluarkan dan tidak dikeluarkan. Saluran pengeluaran namanya urethra.

URETER
Ureter memiliki panjang sekitar 25-30 cm. Ureter berfungsi mentransport urin dari ginjal
ke kandung kemih. Terdiri dari 3 lapis yaitu epitel mukosa pada bagian dalam, otot polos
pada bagian tengah dan jaringan ikat pada bagian luar.
KANDUNG KEMIH
Kandung kemih, terletak dibelakang os.pubis di dalam rongga pelvis, pada orang dewasa
kapasitas maksimum vesika urinaria sekitar 500ml .bentuk dan batas-batasnya sangat
berfariasi sesuai dengan jumlah urine yang dikandungnya .

Fungsi Kandung kemih


Kandung kemih berfungsi menampung urine untuk sementara waktu. Terdapat segitiga
bayangan yang terdiri dari 3 lubang, yaitu 2 lubang ureter dan 1 lubang uretra pada dasar
kandung kemih yang disebut dengan trigonum/ trigon. Lapisan dinding kandung kencing
(dari dalam ke luar) : lapisan mukosa, sub mukosa, otot polos dan lapisan fibrosa. Lapisan
otot disebut dengan otot detrusor. Otot longitudinal pada bagian dalam dan luar dan lapisan
sirkular pada bagian tengah.

Urethra
Urethra merupakan saluran yang mengeluarkan urin ke luar tubuh. Urethra terbentang dari
saluran kandung kemih ke orifisium urethra eksterna. Pada laki-laki panjangnya sekitar 20
cm sedangkan pada wanita panjangnya sekitar 3-5 cm.

B. Definisi
Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metaboisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
Laju filtrasinya ≤60 cc/menit ÷ 1,73 m3 dan lebih dari 3 bulan. Karena laju filtrasi normal itu
125 ml/menit. Ini dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
glomerulonephritis kronik, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol. Lingkungan
dan agens yang berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronik mencakup timah,
cadmium, merkuri, dan kromium. Dialysis atau transplantasi ginjal kadang-kadang diperlukan
untuk kelangsungan hidup pasien.
Gagal ginjal kronik biasanya merupakan akibat terminal destruktif jaringan dan kehilangan
fungsi ginjal yang berlangsung berangsur-angsur. Keadaan ini dapat pula terjadi karena
penyakit progresif cepat disertai awitan mendadak yang menghancurkan nefron dan
menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel. Beberapa gejala baru timbul sesudah fungsi
filtrasi glomerulus yang tersisa kurang dari 25%. Parenkim normal kemudian memburuk
secara progresif dan gejala semakin berat ketika fungsi ginjal menurun. Sindrom ini akan
membawa kematian jika tidak ditangani dengan baik, namun terapi rumatan dengan dialysis
atau transplantasi ginjal dapat mempertahankan kehidupan pasien.

Gagal ginjal akut, yang ditandai oleh kemerosotan produksi urine yang berlangsung cepat
dan muncul mendadak hingga produksinya berjumlah kurang dari 500 mL/hari; atau gagal
ginjal kronik, yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lambat progresif.
Seseorang dapat meninggal akibat gagal ginjal akut, atau kondisi ini bersifat reversibel dan
dapat sembuh sempurna. Gagal ginjal kronik, sebaliknya tidak reversibel. Kerusakan
jaringan ginjal secara bertahap dan permanen akhirnya menyebabkan kematian.

C. Stadium Penyakit Ginjal


Stadium 1: kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup
kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau di atas 90 ml per
menit (≥75% dari nilai normal).

Stadium 2: laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai
normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu
tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan
mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya
mempercepat penurunan ginjal.

Stadium 3: laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per menit (25% sampai 50% dari
nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus menerus
mengalami kematian.
Stadium 4: laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per menit (12% sampai 24% dari
nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.

Stadium 5: gagal ginjal stadium lanjut; filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml per menit
(<125 dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk
jaringan perut dan atrofi tubulus ginjal.

D. Etiologi
1. Penyakit Glomerulus yang kronis
2. Infeksi kronis ( seperti pielonefritis kronis dan TB )
3. Anomali Konginetal (penyakit polikistik ginjal)
4. Penyakit Vaskuler (hipertensi, nefrosklerosis)
5. Obstruksi Renal (batu ginjal)
6. Penyakit kolagen (lupus eritomatosus)
7. Preparat nefrotoksik
8. Penyakit endokrin (diabetes mellitus)

E. Patofisiologi
Terdapat dua pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan gangguan
fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudup pandangan tradisional mengatakan bahwa
semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda, dan bagian –
bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak
atau berubah strukturnya. Misalnya, lesi organic pada medulla akan merusak susunan
anatomic pada lengkung henle dan vasa rekta, atau pompa klorida pada pars asendens
lengkung henle yang akan mengganggu proses aliran balik dan aliran balik penukar.
Pendekatan kedua dikenal dengan nama hipotesis bricker atau hipofisis nefron yang utuh,
yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka selurun unitnya akan hancur,
namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan terjadi bila jumlah
nefron sudah sangat berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat
dipertahankan lagi. Hipotesis nefron yang utuh ini sangat berguna untuk menjelaskan bahwa
adaptasi fungsional pada penyakit ginjal progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan air dan elektrolit tubuuh kendati GFR sangat menurun.
Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal progresif dapat diuraikan dari segi
hipotesis nefron yang utuh. Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah
zat terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun
secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respons terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi
dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan
kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun
GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah nilai normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun, akhirnya, kalau
sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi
setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan
anatara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus)tidak dapat lagi
dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut
dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapatmengubah keseimbangan
yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti makin sedikit nefron yang ada)
semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan
atau mengencerkan urin menyebabkan berat jenis urin tetap pada nilai 1, 010 atau 285 mOsm
(yaitu sama dengan konsentrasi plasma).

Kompensasi fungsional ini berkaitan dengan perubahan structural yang bermakna. Volume
rumbai glomerulus meningkat tanpa diiringi peningkatan jumlah sel epitel visera, dan
mengakibatkan penurunan densitas dalam rumbai glomerulus yang membesar. Diyakini
bahwa kombinasi hipertensi glomerulus dan hipertrofi merupakan perubahan signifikan yang
menyebabkan cedera sekunder dari rumbai glomerulus dan merusak nefron dengan progresif.
Penurunan densitas epitel visera menyebabkan penyatuan pendikulus dan hilangnya sawar
selektif terukur sehingga akan meningkatkan protein yang hilang dalam urin. Peningkatan
permeabilitas dan hipertensi intraglomerulus juga membantu akumulasi dari protein besar
dalam ruang subendotelial. Akumulasi subendotelial ini menumpuk bersama proliferasi
matriks mesangial yang pada akhirnya menyebabkan penyempitan lumen kapiler akibat
tertekan.
F. Tanda dan Gejala
1. Hypervolemia akibat retensi natrium
2. Hipokalsemia dan hyperkalemia akibat ketidakseimbangan elektrolit
3. Azotemia akibat retensi zat sisa nitrogenus
4. Asidosis metabolic akibat kehilangan bikarbonat
5. Nyeri tulang serta otot dan fraktur yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-
fosfor dan ketidakseimbangan hormone paratiroid yang ditimbulkan
6. Mulut yang kering, keadaan mudah lelah, dan mual akibat hiponatremia.
7. Hipotensi akibat kehilangan natrium
8. Perubahan status kesadaran akibat hiponatremia dan zat zat toksik
9. Frekuensi jantung yang tidak regular akibat hyperkalemia
10. Hipertensi akibat kelebihan muatan cairan
11. Luka-luka pada gusi dan perdarahan akibat koagulapati
12. Kram otot dan kedutan yang meliputi iritabilitas jantung akibat hyperkalemia.

G. Komplikasi
1. Anemia
2. Neuropati perifer
3. Komplikasi kardiopulmoner
4. Komplikasi GI
5. Disfungsi seksual
6. Defek skeletal
7. Parestasia
8. Disfungsi saraf motoric
9. Fraktur patologi

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Penurunan pH darah arteri dan kadar bikarbonat, kadar Hb, dan nilai hematocrit yang
rendah.
2. Kenaikan kadar ureum, kreatinin, natrium, dan kalium.
3. Hiperglikemia
4. Penurunan ukuran ginjal pada foto rontgen BNO, uregrafi ekskretori, CT Scan renal.
5. EEG untuk mengenali enselopati metabolic.
I. Penatalaksanaan
1. Program Diet
a. Diet rendah protein untuk membatasi produk akhir metabolisme protein yang tidak
dapat diekskresi oleh ginjal. 0,6 – 0,75 g/kg
b. Diet tinggi protein bagi pasien yang menjalani dialysis peritoneal secara kontinu. 1,2
g/kg
2. Diet tinggi kalori untuk mencegah ketoasidosis dan atrofi jaringan Tindakan Medis
a. Dialisis
Dialysis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Tujuan dialysis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan
pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali.

Dialisis ginjal adalah proses penyesuaian kadar elektrolit dan air dalam darah pada
orang yang fugsi ginjalnya buruk atau rusak. Pada prosedur ini, darah dilewatkan
melalui suatu medium artifisial yang mengandung air dan elektrolit dengan konsentrasi
yang telah ditentukan sebelumnya. Medium artifisial adalah cairan dialysis. Di
Amerika serikat, lebih dari 300.000 orang membutuhkan dialysis agar dapat bertahan
hidup

Melalui difusi sederhana melintas sebuah membrane yang permeabel selektif, air
dan elektrolit-elektrolit darah berpindah sesuai gradient konsentrasi masing-masing,
masuk atau keluar larutan dialysis. Akibat difusi sederhana itu, kadar akhir zat tersebut
dalam darah akan di manipulasi mendekati nilai normal. Misalnya, konsentrasi natrium
dalam cairan dialysis dapat disesuaikan sedemikian sehingga dapat terjadi peningkatan
atau penurunan natrium dalam darah. Glukosa ditambahkan kedalam cairan dialysis,
dengan konsentrasi sama dengan konsentrasi dalam darah untuk memastikan agar
glukosa tidak keluar selama dialysis. Urea dipertahankan dalam konsentrasi sangat
rendah dalam cairan pen-dialisis agar dapat berdifusi melintasi gradient konsentrasiya
keluar dari darah dan masuk kedalam medium artifisial. Ada dua jenis dialysis, yaitu
hemodialysis dan dialysis peritoneum.
1. Hemodialisis
Hemodialysis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek atau pasien dengan
penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanen. Sehelai membrane sintetik yang semipermeable menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu
fungsinya itu. Pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya atau
sampai mendapat ginjal baru. Tujuan hemodialysis adalah untuk mengambil zat zat
nitrogen yang toksis dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Ada
3 prinsip yang mendasari kerja hemodialysis:
a) Difusi: toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses
ini dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi,
ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat
tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi
ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan
mengatur rendaman dialisat secara tepat. (perpindahan zat terlarut dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)
b) Osmosis: air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses ini. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan
gradient tekanan; dengan kata lain, air bergerak dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat).
c) Konveksi: perpindahan cairan pelarut dan zat terlarut karena perbedaan
tekanan.

Hemodialysis adalah dialysis yang dilakukan di luar tubuh. Darah dikeluarkan dari
tubuh, melalui sebuah kateter arteri, masuk ke dalam sebuah mesin besar. Di dalam
mesin tersebut terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membrane
semipermeabel. Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain
diisi oleh cairan pen-dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi. Darah
dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena.
Hemodialysis memerlukan waktu sekitar tiga sampai lima jam dan dilakukan
sekitar 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara terapi, keseimbangan
garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi dan penderita biasanya merasa tidak
sehat. Hemodialysis ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah
merah rusak dalam proses tersebut. Infeksi juga merupakan risiko. 12 jam/ minggu
(3-4 jam satu kali hemodialisa).

Meskipun hemodialysis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan
ini tidak dapat mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga
tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami
permasalahan dan komplikasi, salah satu penyebab kematian di antara pasien-
pasien yang menjalani hemodialysis kronik adalah penyakit kardiovaskuler
arteriosklerotik. Gangguan metabolism lipid tampaknya semakin diperberat dengan
tindakan hemodiaisi. Gagal jantung kongestif, penyakit jantung koronen serta nyeri
angina pectoris, stroke dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi serta
membuat pasien tidak berdaya. Anemia dan rasa letih dapat menyebabkan
penurunan kesehatan fisik serta mental., berkurangnya tenaga serta kemauan, dan
kehilangan perhatian. Ulkus lambung dan masalah gastrointestinal lainnya terjadi
akibat stress fisiologis yang disebabkan oleh sakit yang kronis, obat-obatan dan
berbagai masalah yang berhubungan. Gangguan metabolism kalsium akan
menimbulkan osteodistrofi renal yang menyebabkan nyeri tulang dan fraktur.
Masalah lain mencakup kelebihan muatan cairan yang berhubungan dengan gagal
jantung kongestif, malnutrisi, infeksi, neuropati dan pruritus.
2. Dialysis Peritoneal
Pada dialysis peritoneal, merupakan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm2
berfungsi sebagai permukaan difusi. Cairan dialisat yang tepat dan steril
dimasukkan kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen dengan
interval. Ureum dan kreatinin yang keduanya merupakan produk akhir metabolisme
yang diekskresikan oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan osmosis
ketika produk limbah mengalir dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke darah
dengan konsentrasi rendah melalui membrane semipermeabel. Ureum dibersihkan
dengan kecepatan 15 hingga20 ml/menit, sedangakan kreatinin dikeluarkan lebih
lambat.
Tujuan terapi ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta limbah metabolic,
mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan mengeluarkan cairan
yang berlebihan, dan memulihkan keseimbanagn elektrolit. Dialysis peritoneal
mungkin merupakan terapi pilihan bagi pasien gagal ginjal yang tidak mampu atau
tidak mau menjalani hemodialysis atau transplantasi ginjal. Pasien yang rentan
terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic yang cepat yang terjadi pada
hemodialysis akan sedikit mengalami hal ini karena dialysis peritoneal kecepatan
kerjanya lebih lambat. Oleh karena itu, pasien diabeter atau kardiovaskular, pasien
lansia dan pasien yang berisiko mengalami efek samping dari pemberian heparin
secara sistemik merupakan calon yang sesuai untuk tindakan dialysis peritoneal
guna mengatasi gagal ginjalnya.
Pada dialysis peritoneum, membrane peritoneum penderita digunakan sebagai
sawar semipermeable alami. Larutan dialisat yang telah dipersiapkan sebelumnya
(sekitar 2 liter) dimasukkan kedalam rongga peritoneum melalui sebuah kateter
menetap yang diletakkan dibawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan berada
didalam rongga peritoneum selama waktu yang telah ditentukan (biasanya antara
4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi difusi air dan elektrolit keluar masuk diantara
darah yang bersirkulasi. Individu biasanya dapat melakukan aktivitasnya sementara
pertukaran berlangsung. Dialysis peritoneum dilakukan sekitar 4 kali perhari.
Karena prosedur ini dilakukan setiap hari (dirumah atau di tempat kerja), fluktuasi
komposisi diantara terapi hemodialysis dapat diperkecil dan kenyamanan
meningkat. Tidak seperti hemodialysis, individu biasanya merasa sehat setiap hari.
Namun dialysis peritoneum dapat menyebabkan infeksi dari kateter menetap atau
malfungsi kateter.

Penyakit jantung sering dijumpai terjadi dikalangan pasien yang menderita gagal
ginjal karena beberapa alasan, termasuk bertambahnya usia dan tingginya insidens
diabetes mellitus atau hipertensi pada pasien yang menjalani dialysis. Berbagai
studi baru-baru ini menunjukan bahwa pasien-pasien yang menjalani dialysis yang
menderita infark miokardium angka kematiannya tinggi dan angka bertahan
hidupnya buruk. Lama waktu penukaran terdiri atas 5 atau 10 menit periode infus
(pemasukan cairan dialisat), 20 menit periode drainase (pengeluaran cairan dialisat)
dan waktu retensi selama 10 menit, 30 menit atau lebih.

Cairan dialisat terdiri dari:

1. NaCl 140 mmol/L


2. Kalium 2 mEq/L
3. Mg 1,15 mEq/L
4. Ca  3,25-3,5 mEq/L
5. Asetat  3,0-3,5 mmol/kg/jam
6. Bikarbonat 26-36 mmol/L
7. Klorida 105-120 mEq/L
8. Glukosa 1-2 gram/L
b. Transplantasi Ginjal
Transplasntasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan
penyakit renaltahap-akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alas an,
seperti keinginan untuk menghindari dialysis atau untuk memperbaiki perasaan
sejahtera, dan harapan untu hidup secara normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal
yang sukses dibandingkan dialysis adalah sepertiganya.
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau
kadavermanusia ke resipien yang mengalami penyakit ginjal tahap-akhir. Ginjal
transplan dari donor hidup yang sesuai dan cocok bagi pasien akan lebih baik dari pada
transplan yang berasal dari donor kadever. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien
dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka anterior sampai
krista iliaka pasien. Ureter dari ginjal transplan ditanamkan ke kandung kemih atau di
anastomosiskan ke ureter resipien.

Transplantasi (pencangkokan)ginjal adalah suatu bentuk penggantian ginjal yang


tersedia bagi pasien yang menderita gagal ginjal, yaitu penempatan sebuah ginjal
donor ke dalam rongga abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium
akhir. Ginjal yang dicangkok dapat diperoleh dari donor hidup atau mati. Semakin
mirip sifat-sifat antigenic ginjal yang didonorkan dengan pasien, semakin tinggi
tingkat keberhasilan pencangkokkan. Dengan tindak lanjut yang tepat, sekitar 94%
ginjal yang dicangkok dari donor mati dan 98% dari donor hidup dapat berfungsi
dengan baik setelah pembedahan. Angka ketahanan tandur jangka panjang (10 tahun)
serupa pada kedua donor (sekitar 78% pada tandur dari donor hidup dan 76% pada
tandur dari donor mati). Setiap tahun, sekitar 4000 pasien menderita ginjal selama
mendunggu pencangkokan organ.

Individu yang mendapat pencangkokan ginjal harus tetap mendapat berbagai obat
imunosupresan seumur hidup untuk mencegah penolakan ginjal. Dalam keadaan ideal,
terapi imunosupresan harus diberikan secara individu dengan mencocokkan
karakteristik ginjal donor (sumber donor, usia, status ginjal donor) dengan
karakteristik presipien (usia, ras, adanya antibody reaktif, jumlah organ yang
dicangkok, dan toleransi terhadap terapi imunosupresif). Selain itu harus
dipertimbangkan mengenai tingkat kecocokkan jaringan antara donor dan resipien.
Jika terjadi penolakkan maka dapat terjadi selama masa pascaoperatif sangat dini,
selama 3 bulan pertama, atau beberapa bulan atau tahun setelah pencangkokkan.
Semua orang yang mendapat terapi imunosupresi berisiko mengalami infeksi. Infeksi
mungkin berkaitan dengan ginjal atau tidak dengan sistem ginjal.

Tes HLA (Human Leukocyte Antigen)

HLA tissue typing merupakan tes untuk menentukan kecocokan sel iduk pasien dan
donor. HLA merupakan protein yang ditemukan pada permukaan sel-sel darah putih.
System kekebalan tubuh anda menggunakan HLA untuk membedakan sel milik anda
dengan se lasing. Karena penanda HLA diwariskan, kembar identic merupakan donor
terbaik. Saudara kandung juga dapat menjadi donor yang ideal. Namun pada beberapa
kasus, orang tidak menemukan sel induk yang cocok dalam anggota keluarga . jika
tidak ada donor yang cocok dalam keluarga, pencarian akan dilakukan pada orang-
orang diluar keluarga.
Asuhan Keperawatan Ny. Y (55tahun) dengan Penyakit Gagal Ginjal Kronik di RSUD AL-
IHSAN Ruang Zaitun 1 Penyakit Dalam (Medikal)
Tinjauan Kasus

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. Y
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
No. Medrec : 653436
Agama : Islam
Alamat : Desa Tasuk Kecamatan Gunung Tabur
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang Warung
Status Marital : Menikah
Tanggal MRS : 18 Juni 2019
Tanggal pengkajian : 19 Juni 2019
Diagnosa medis : CKD
2. Identitas Penaggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
Hubungan dengan klien : Anak
Pekerjaan : Wiraswata
Alamat : Desa Tasuk Kecamatan Gunung Tabur
3. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Klien mengeluh panas pinggang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
SMRS 3hari yang lalu pasein datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati disertai
panas diarea pinggang, mual, dan sedikit sesak. Setelah di IGD pasien dibawa ke
ruangan Zaitun untuk dirawat. Pasein masih mengeluh nyeri ulu hati, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda tajam, nyeri menjalar sampai dada, dengan
skala nyeri 5(0-10), nyeri dirasakan terus menerus.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan SMRS sudah 3x masuk IGD dengan penyakit ginjal dan jantung
tetapi tidak pernah separah keluhan nya saat ini.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sepengetahuan pasien tidak ada penyakit yang sama dalam anggota keluarga.tidak
ada penyakit keturunanseperti asma, dm, dan hepatitis.
E. Riwayat Psikososial & Spiritual
1) Konsep Diri
a) Body Image
Pasien mengatakan tidak ada yang istimewa dari anggota tubuh nya.
Pasien sangat bersyukur dengan keadaan yang sekarang meskipun
sedang sakit parah.
b) Identitas Diri
Pasien adalah perempuan yang bekerja sebagai pedagang warung
dekat tambang batu bara di Kalimantan.
c) Ideal Diri
Pasien ingin segera sembuh
d) Peran Diri
Pasien seorang ibu rumah tangga, karena keadaannya yang sekarang
pasien tidak bisa mengurus rumah tangga.
e) Harga Diri
Pasien menerima keadaan ketika sehat atau sedang sakit seperti ini
2) Pola Koping
Pasien jarang berkomunikasi dengan orang lain kecuali menceritakan
kepada anak nya.
3) Kecemasan
Pasien mengatakan sangat cemas dan takut akan keadaanya sekarang
(pasein menceritakan hal tersebut dengan ekspresi wajah yang sedih dan
menahan rasa sakit nya)
4) Spiritual
D. Riwayat ADL
NO POLA SEHARI-HARI SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
1. Pola Nutrisi
Makan
-Frekuensi
-Jenis makanan
-Pantangan
-Keluhan
Minum
-Frekuensi
-Jenis Minum
-Keluhan
2. Eliminasi
BAK
-Frekuensi
-Warna
-Keluhan
BAB
-Frekuensi
-Konsistensi, warna,
keluhan
3. Pola Istirahat&Tidur
-Siang
-Malam
-keluhan
4. Personal Hyigien
-Mandi
-Gosok Gigi
-Keramas
-Gunting kuku
-keluhan
5. Gaya Hidup
-Merokok
-Alkohol
-Olahraga
Dan lain lain
E. Pemeriksaan Fisik
a. General survey
Penampilan umum: lemah, sedikit sesak, wajah tampak meringis kesakitan
BB:
TB:
LILA:
b. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) System pernafasan
Respirasi 23x/menit pasien menggunakan oksigen 3liter, pada saat
dikaji bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada kelainan bentuk dada, saat diaukultasi nafas
vesikuler, wheezing (-), ronchi (-).
2) System Kardiofaskuler
Konjungtiva pucat, mukosa bibir kering, akral teraba hangat, tidak ada
sianosis pada ujung ekstremitas, nadi 89x/menit, tekanan darah 134/79
mmHg, edema(+)
3) System Gastrointestinal
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, lidah bersih, tidak ada karies
pada gigi, sebagian gigi utuh. Ny.Y mampu mengunyah dan menelan
makanan, tidak terdapat nyeri pada saat menelan, nyeri ulu hati, bising
usus 8x/menit,hepatimegali (-)
4) System Perkemihan
Pasien menggunakan kateter, terdapat nyeri tekan pada daerah ginjal.
5) System muskulokeletal
Ekstremitas atas :
Ekstremitas simetris, lengkap antara kiri dan kanan, kuku sedikit
panjang tetapi bersih, edema (+), terpasang infus, CRT <3 detik, tidak
ada sianosis, akral teraba hangat.
Ekstremitas bawah :
Ekstremitas simestris, lengkap antara kiri dan kanan, edema (+).
6) Sistem Neurologi
GCS 15, compos mentis, system persyarafan tidak ada kelainan atau
keluhan.
7) System Integumen
Teraba hangat, kulit kepala tampak bersih, rambut sedikit rontok, warna
rambut hitam campur dengan uban, kuku sedikit panjang, suhu 36,4˚C,
turgor kulit baik.
8) System Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9) System Reproduksi
Kebersihan (+)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 4,4
Leukosit 7900
Eritrosit 1.000
hematokrit 10,5
Trombosit 701.000
SGOT 13
SGPT 7
Ureum 231
kreatinin 8,87
Gds 79
Natrium 128
Kalium 5,8
Kalsium 0,92

G. Terapi Obat
Nama Obat Dosis Indikasi
Ondansentron (IV) 8mg Mencegah mual dan muntah
Lasix (IV) 2amp Mengobati edema
Asam folat (tab) 1x1 Vitamin untuk tubuh
Bionat (tab) 3x1 Menetralkan asam lambung
Aminefron (tab) 3x2 Mengobati kelainan ginjal
Callos 3x1 Pencegahan gangguan
metabolis
Kalitake 3x1 Pengobatan hyperkalemia
pada gagal ginjal kronik
Pathway

F. Analisa Data
No Diagnosa Etiologi Masalah
1. Ds : Kerusakan fungsi ginjal Gangguan nutrisi
-pasien mengeluh nyeri kurang dari kebutuhan
uluh hati Protein albumin dapat
Pasien menegluh mual melewati membrane
dan muntah glomerulus
Pasien mengatakan
makan selama sakit tidak Proteinuria
pernah sakit
-pasien mengatakan tidak Katabolisme protein dalma
nafsu makan sel

Produksi asam

Asam lambung meningkat

Mual, dan muntah

gg.nutrisi kurang dari


kebutuhan
2. Glomerulonephritis Kelebihan volume
pielonefritis hidronefrosis cairan
sindroma nefrotik tumor
ginjal

cGFR

GGK

Retensi natrium

CES

Tekanan kapiler

Volume interstisial

Edema

Kelebihan volume cairan


G. PERENCANAAN

N D TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O X
1 Setelah 1. Kaji status 1. Untuk
dilakukan nutrisi sesuai mengethaui
tindakan dengan pola makanan apa
keperawatan makanan dan saja yang
selama 3x 24 jam makanan yang disukai dan
gangguan nutrisi disukai serta tidak disukai
kurang dari tidak disukai 2. Untuk
kebutuhan dapat mengtahui
teratasi dengan 2. Observasi frekuensi
kriteria hasil : adanya mual muntah dan
1. Mual dan dan muntah mual
muntah 3. Sajikan 3. Untuk
berkuran makanan yang menambah
g hangat dalam nafsu makan
2. Nafsu porsi kecil klien
makan 4. Observasi dan 4. Untuk
meningk catat jumlah mengetahui
at makanan yang asupan nutrisi
3. Porsi dihabisakan pasien
makanan 5. Libatkan 5. Untuk
habis ½ keluarga memenuhi
porsi dalam nutrisi pasien
memenuhi
kebutuhan
nutrsi
2 2 Setelah 1. Monitor 1. Untuk
dilakukan TTV mengetah
tindakan 2. Tentukan ui TTV
keperawatan jumlah dan klien
selama 3X24 jam jenis 2. Untuk
kelebihan intake atau menstabil
volume cairan asupan kan intake
dapat diatasi cairan output
dengan kriteria serta 3. Untuk
hasil: kebiasaan menstabil
1. TTV eliminasi kan intake
batas 3. Konsultasi output
normal kan ke
dokter jika
2. Jumlah pengeluara
intake n urine
atau kurang
jumlah dari 0,5 ml
cairan / kg/jam
dalam atau
batas asupan
normal cairan
3. Pengelua orang
ran urine dewasa
dalam kurang
batas dari 2000
normal dalam 24
jam

H. PELAKSANAAN
No Dx Tanggal Jam Implementasi
1 1,2 19-06-19 08:00 - Mengobservasi TTV
- Menanyakan keluhan
- Melakukan pengkajian
anamnesa
10:00 - Memberikan obat injeksi
12:00 - Mengobservasi TTV
2 1,2 20-06-19 08:00 - Mengobservasi TTV
- Menanyakan keluhan
- Menghitung intake&
output
10:00 - Memberikan obat

I. EVALUASI
NO DX TANGGAL JAM EVALUASI
1 1,2 19-06-19 08:00 S: pasien mengatakan mual
O: Pasien terlihat lemas dan kesakitan
A: masalah belum teratasi
P: intervemsi dilanjutkan
10:00 S: pasien mengatakan mual
O: Pasien mengeluh kesakitan
A: masalah belum terkaji
P: lanjutkan intervensi

2 1,2 20-06-19 08:00 S: klien mengatakan keluaran urine


bertambah
O: edema pasien berkurang
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai