Makalah Gadar
Makalah Gadar
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah selesai mempelajari bab ini peserta diharapkan mengetahui serta
dapat mendemonstrasikan cara-cara menjaga jalan nafas (Airway) dan
mempertahankan pernafasan (Breathing) penderita tanpa menggunakan alat yang
invasive.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Airway dan Breathing.
2. Dapat mengenali tanda-tanda gangguan Airway dan Breathing pada
penderita gawat darurat.
3. Dapat melakukan teknik-teknik menjaga jalan napas.
4. Dapat memberikan bantuan pernafasan.
5. Dapat memberikan oksigen pada penderita gawat darurat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi
Sistem Respiratorik terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan paru.
Setiap bagian dari sistem ini memainkan peranan yang penting dalam menjamin
terjadinya pertukaran gas, yaitu suatu proses dimana oksigen dapat masuk kealiran
darah dan karbon dioksida dapat dilepaskan.
a. Jalan nafas atas
Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memingkinkan
udara atmosfer masuk melalui hidung, mulut, dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan
nafas atas terdiri dari rongga hidung, mulut, laring, trachea, sampai percabangan
bronkus. Udara yang masuk melalui rongga
hidung akan mengalami proses
penghangatan, pelembapan, dan penyaringan
dari segala kotoran. Setelah rongga hidung,
dapat dijumpai daerah faring mulai dari
bagian belakang palatum mole sampai ujung
bagian atas dari esofagus faring terbagi
menjadi tiga yaitu :
1. Nasofaring (bagian atas), di belakang
hidung.
2. Orofaring (bagian tengah ), dapat dilihat saat membuka mulut.
3. Hipofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring.
Dibawa faring terletak eosefagus dan laring yang merupakan permulaan jalan
nafas bawah. Di dalam laring ada pita suara dan otot-otot yang dapat
membuatnya bekerja, serta tersusun atas tulang rawan yang kuat. Pita suara
merupakan suatu lipat yang jaringan yang terdekat di garis tengah. Tepat di laring,
terdapat struktur yang berbentuk daun yang disebut Epiglotis. Epiglotis ini
berfungsi sebagai pintu gerbang yang akan menghantarkan udara yang menuju
trakea, sedangkan benda padat dan cairan akan dihantarkan menuju eosefagus.
Dibawah laring, jalan nafas akan menjadi trakea, yang terdiri dari cincin-cincin
tulang rawan.
b. Jalan nafas bagian bawah
Jalan nafas bawah terdiri dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru.
Pada saat inspirasi, udara berjalan melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas
bawah sebelum mencapai paru-paru. Trakea terbagi dua cabang, yaitu bronkus
utama kanan dan bronkus utama kiri. Masing-masing bronkus utama terbagi lagi
menjadi beberapa bronkus primer dan kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.
2.2 Fisiologi
Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli
melintasi membran alveolar-kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi
kemudian akan membawa okisgen yang telah berikatan dengan sel darah merah
ini menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar
dalam proses metabolisme.
Pertukaran gas dan karbon dioksida pada membran alveolar-kapiler dikenal
dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai, maka sel
darah merah yang telah teroksigenasi dengan kadar karbon dioksida yang rendah
ini akan menuju sisi kiri jantung, dan akan dipompakan ke seluruh tubuh sel
dalam tubuh. Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan
melepaskan ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut akan digunakan untuk
bahan bakar metabolisme. Juga karbon dioksida akan masuk sel darah merah. Sel
darah merah yang rendah oksigen dan tinggi karbon dioksida ini akan menuju sisi
kanan jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru.
Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah alveoli harus terus menerus
mengalami pengisian dengan udara segar yang mengandung oksigen dalam
jumlah adekuat.
Proses pernafasan sendiri ada 2 : inspirasi (menghirup) dan ekspirasi
(mengeluarkan nafas). Inspirasi dilakukan oleh 2 jenis otot :
1. Otot interkostal, antara iga-iga. Pernafasan ini dikenal sebagai perrnafasan
torakal. Tentu saja otot harus dipersyaraf, dan ini dilakukan melalui nervus
interkostalis (Th 1-12).
2. Otot diafragma, bila konstraksi diafragma akan turun. Ini dikenal sebagai
pernafasan abdominal, dan persyaratan adalah melalui N. Frenikus yang
berasal dari C3-4-5. Pusat pernafasan ada di batang otak, yang
mendapatkan rangsangan melalui baroreseptor yang terdapat di aorta dan
a.karotis melalui N.frenikus dan nn.interkostalis akan terjadi pernafasan
abdor ino torakal (pada bayi torakal abdominal).
Dalam keadaan normal, maka ada volume tertentu yang kita hirup saat
benafas. Ini dikenal sebagai tidal volume. Bila membutuhkan oksigen lebih
banyak, maka akan dilakukan penambahan volume pernafasan melalui pemakaian
otot-otot.
Jika tidal volume adalah 6-8 cc/kg BB, maka pada penderita dengan berat
70 kg, tidal volume akan 450-500 cc. Dengan frekuensi nafas per menit 12-20
kali, maka volume per menit 500 x 14 = 7000 cc/menit.
Bila pernafasan lebih dari 40x/menit, maka penderita harus dianggap
mengalami hiperventilasi (nafas dangkal). Bila frekuensi nafas maupun
kedalaman nafas harus dipertimbangkan saat mengevaluasi pernafasan.
Kesalahan yang sering terjadi adalah anggapan bahwa penderita dengan
frekuensi nafas yang cepat berarti mengalami hiperventilasi.
2.3 Airway + C-Spine Control
Patofisiologi
Pada penderita trauma kemampuan sistem respiratorik dalam menyediakan
oksigen yang adekuat dan pelepasan karbon dioksida akan terganggu
kemungkinan karena :
a. Hipoventilasi akibat hilangnya penggerak usaha bernafas, yang biasanya
disebabkan oleh penurunan fungsi neurologis.
b. Hipoventilasi akibat adanya obstruksi aliran udara pada jalan nafas atas
dan bawah.
c. Hipoventilasi akibat penurunan kemampuan paru untuk mengambang.
d. Hipoksia akibat penurunan absorpsi oksigen melalui membran alveolar-
kapiler.
e. Hipoksia akibat penurunan aliran darah ke alveoli.
f. Hipoksia akibat ketidakmampuan udara untuk mencapai alveolus,
biasanya karena terisi oleh air atau debris.
g. Hipoksia pada tingkat seluler akibat penurunan aliran darah ke sel
jaringan.
Tiga komponen pertama diatas merupakan keadaan hipoventilasi akibat
penurunan volume per menit. Jika tidak ditangani, maka hipoventilasi
akan mengakibatkan penumpukan karbon dioksida, asidosis, metabolisme
anaerobic, dan kemudian kerusakan sel, dan dapat berakhir dengan
kematian. Pengelolaan yang harus diberikan meliputi usaha memperbaiki
frekuensi dan kedalaman pernafasan penderita, yaitu dengan mengoreksi
semua masalah yang ada pada jalan nafas dan pemberian bantuan nafas.
c. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan
dengan cepat dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau
ventilasi harus segera diambil tindakan ini memperbaiki oksigenisasi dan
mengurangi resiko penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi teknik menjaga
jalan nafas, jalan nafas definitif (termasuk surgical airway) dan cara untuk
membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan
pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau
diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus memberikan sebelum dan setelah tindakan
mengatasi masalah airway. Suction selalu harus tersedia, dan sebaiknya dengan
ujung penghisap yang kaku.
d. Ventilasi dan oksigenasi
Tujuan utama dari ventilasi adalah mendapatkan oksigenisasi sel yang
cukup dengan cara memberikan oksigen dan ventilasi yang cukup.
1. Oksigenisasi
Oksigenisasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang terpasang
baik dengan flow 10-12 liter/menit.
Cara memberikan oksigen lain (nasal kateter, kanul dsb) dapat
memperbaiki oksigenisasi. Karena perubahan kadar oksigen darah dapat berubah
cepat, dan tidak mungkin dikenali secara klinis, maka harus dipertimbangkan
pulse oksimeter bila di duga ada masalah intubasi atau ventilasi. Ini termasuk pada
saat transport penderita luka parah. Nilai normal saturasi O2 adalah lebih dari 95%.
2. Ventilasi
Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik mouth to face atau bag-
valve-face-mask. Seringkali hanya satu petugas tersedia,Namun hanya lebih
efektif bila ada petugas kedua yang memegang face mask. Intubasi mungkin
memerlukan beberapakali usaha dan tidak boleh menggangu oksigenisasi. Dengan
demikian lebih baik pada saat mulai intubasi petugas menarik nafas dalam dan
menghentikan usaha pada saat petugas harus inspirasi.
Bila sudah intubasi, ventilasi dapat dibantu dengan bagging, atau lebih
baik memakai respirator. Dokter harus selalu waspada terhadap baro trauma
(akibat positive pressure ventilation) yang dapat mengakibatkan pneumotorax atau
malah tension pneumotorax akibat “bagging” yang terlalu bersemangat.
2.6 Pengkajian circulation
RJP (CPR) harus dimulai segera mungkin dan dilakukan terus menerus
sampai :
Petugas kelelahan.
Penderita telah diserahterimakan pada petugas kesehatan lain atau
petugas rumah sakit.
Penderita sedang diresusitasi.
Penderita telah dinyatakan meninggal oleh pihak yang berwenang
(dokter).
8. Tekhnik
Untuk memaksimalkan keefektifan kompresi dada adalah :
a. Dengan meletakkan penderita pada posisi terlentang pada alas yang
keras, (contoh : diletakkan diatas papan keras (back board) atau lantai.
b. Penolong berlutut disamping penderita sejajar dengan thoraks/dada
penderita.
c. Penolong harus menekan pada petengahan bagian bawah sternum
penderita, diantara puting susu.
d. Letakkan tumit tangan diatas sternum pada bagian tengah dan letakkan
tangan kedua diatasnya.
e. Tekan sternum 2 inci ( 4-5cm) dan kemudian biarkan dada kembali
pada posisi normal. Dada yang kembali pada posisi semula membuat
aliran darah dari vena balik ke jantung, merupakan hal yang penting
untuk RJP (CPR) dan harus ditekankan pada pelatihan.
Catatan :
Pada petugas kesehatan tidak boleh lagi melakukan penghentian lebih
lama dan sesering mungkin dan cobalah untuk membatasi penghentian
tersebut tidak boleh lebih dari 10 detik kecuali untuk tindakan khusus
seperti pemasangan airway definitive atau penggunaan defibrillator.
AHA merekomendasikan bahwa penderita tidak boleh dipindahkan
pada saat RJP sedang dilakukan kecuali penderita tempat yang
berbahaya atau penderita sangat membutuhkan dilakukan tindakan
surgical. RJP (CPR) lebih baik dilakukan dengan penghentian (dalam
kompresi dada) lebih sedikit saat dilakukan resusitasi dimana saat
penderita ditemukan.
Penelitian pada boneka dan binatang menunjukkan bahwa pada saat
kompresi yang merupakan bagian dari siklus menunjukkan 20% - 50%
meningkatkan perfusi otak dan coranaria saat tempo / kecepatan
kompresi ditingkatkan menjadi 130-150 kompresi per menit.
Tempo (rate) kompresi mengacu pada kecepatan kompresi bukan
jumlah dari kompresi yang dilakukan per menit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach.
Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK.
UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 20 april 2015.